Minggu, 21 Maret 2010

Special delivery

Namaku Karina, usiaku 21 tahun dan aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Aku yang juga mirip dengan adikku, Citra, memiliki kulit yang putih, tinggiku sekitar 164 cm dan berat 50 kg. Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada 36B. Dalam keluargaku, semua wanitanya rata-rata berbadan seperti aku, sehingga tidak seperti gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang indah sampai rela berdiet ketat. Di keluarga kami justru makan apapun tetap segini-segini saja.

Tadi siang saat dikampus, aku ditelepone sama papaku, katanya ada file pentingnya yang ketinggalan dikantor dan minta aku untuk mengambilkannya sekalian saat aku pulang lalu mengantarkannya ke papa yang kebetulan sedang ada dirumah temannya. Karena temannya yang biasa dipanggil Om Ari ini kebetulan rumahnya terletaknya di kompleks perumahan elit selatan Jakarta yang sama dengan rumah kami.

Om Ari ini usianya sudah di awalan kepala 4, namun wajah dan gayanya masih seperti anak muda. Dari dulu diam-diam aku sedikit sempat naksir padanya. Habis selain ganteng dan rambutnya sedikit beruban dengan kulitnya yang coklat karena banyak berktivitas diluar, badannya juga lumayan tinggi tegap apalagi hobinya berenang serta tenis jadi terlihat fit banget. Papa kenal dengannya sejak 10 tahun yang lalu dan Om Ari pulalah yang membantunya dalam membangun usahanya hingga maju seperti sekarang ini, oleh sebab itu kami lumayan dekat dengan keluarganya.

Kedua anaknya sudah duduk di SMP dan SMA, sedang istrinya aktif di kegiatan sosial dan sering pergi ke pesta-pesta. Mamaku yang sangat akrab dengan Tante Milla, istri Om Ari ini, sering diajak jalan-jalan hingga le luar negeri. Jadi kalo mereka sedang ngerumpi, wuih..bisa lupa waktu.

Dengan diantar taxi, aku sampai juga di rumahnya Om Ari yang dari luar terlihat sederhana namun di dalam ada kolam renang dan kebun yang luas. Sejak kecil aku sudah sering ke sini, namun baru kali ini aku datang sendiri tanpa papa atau mamaku. Masih dengan pakaianku ke kampus tadi yang terdiri dari rok jeans span warna biru yang panjangnya belasan centi diatas paha, dan kemeja warna putih yang ketat dengan dua kancingnya terbuka, aku memencet bel pintu rumahnya sambil membawa amplop besar titipan papaku.

Papa memang sedang ada bisnis dengan Om Ari yang menjadi konsultan keuangan, maka akhir-akhir ini mereka giat saling mengontak satu sama lain.

Seorang pembantu wanita yang sudah lumayan tua keluar dari dalam dan membukakan pintu untukku.
Ketika memasuki halaman aku melihat mobil papa dan mobil mama,..lah kok lagi pada disini, hem pasti deh mereka lagi pada ngerumpi..begitu pikirku.
"Tuan sedang berenang, tapi papanya non ada diatas, diruang kerja, mamanya juga lagi ngerumpi tuh sama nyonya dirumah taman dibelakang. Tunggu saja di ruang tamu, biar saya beritahu Tuan kalau Non sudah datang.”

"Eh iya, eh mbok tapi gak usah kasih tahu papa sama mamaku juga tante Milla klo saya ada disini yah, saya cuman sebentar kok. “ kataku cepat karena aku gak mau ganggu kegiatan mereka
“Oh gitu..ya udah” katanya sambil permisi pergi “Makasih, mbok." jawabku sambil duduk di sofa yang empuk.

Sudah 10 menit lebih menunggu, si mbok tidak muncul-muncul juga, begitu pula dengan Om Ari. Karena bosan, aku jalan-jalan dan sampai di pintu yang ternyata menghubungkan rumah itu dengan halaman belakang dan kolam renangnya yang lumayan besar, juga terlihat rumah taman yang disebutkan bibi tadi diujung, agak jauh juga dari rumah utama. Kubuka pintunya dan di tepi kolam kulihat Om Ari yang sedang berdiri dan mengeringkan tubuh dengan handuk.

"Ooh.." pekikku dalam hati demi melihat tubuh atletisnya terutama bulu-bulu dadanya yang lebat, dan tonjolan di antara kedua pahanya.
Wajahku agak memerah karena mendadak aku jadi horny, dan payudaraku terasa gatal. Om Ari menoleh dan melihatku berdiri terpaku dengan tatapan tolol, dia pun tertawa dan memanggilku untuk menghampirinya.

"Halo Karina,...”, sapanya “Ina Om” balasku, mengoreksinya “ah iya Ina apa kabar kamu..?" sapa Om Ari hangat sambil memberikan sun di pipiku.
Aku pun balas sun dia walau kagok, "Oh, baik Om. Om sendiri apa kabar..?"
"Om baik-baik aja” jawabnya.
“Khan nama kamu sudah bagus. ‘Karina’”.katanya memulai pembicaraan “Iya makasih yah Om tapi panggil aku disingkat Ina ajah yah”
“hem ya,ya,ya” ujarnya ngangguk-ngangguk
Kamu baru pulang dari kampus yah..?" tanya Om Ari sambil memandangku dari atas sampai ke bawah.

Tatapannya berhenti sebentar di dadaku yang membusung terbungkus kemeja ketat apalagi dengan dua kancingnya yang terbuka jadi semakin agak terbuka, sedangkan aku sendiri hanya dapat tersenyum melihat tonjolan di celana renang Om Ari yang ketat itu mengeras.

"Iya Om, baru dari kampus. Tante Milla mana Om..?" ujarku basa-basi.
"Tuh biasa sama mamamu di rumah taman. Si Robert dan Axel lagi ke Bali, liburan sama omanya, tinggal Om dan oh papamu, tuh diatas, ta’ tinggal sendirian." balas Om Ari sambil ketawa-tawa kecil dan memasang kimono di tubuhnya.
"Ooh.." jawabku dengan nada sedikit kecewa karena tidak dapat melihat tubuh atletis Om Ari dengan leluasa lagi.
"Ke dapur yuk..!"

"Kamu mau minum apa Rin..eh ‘Na?" tanya Om Ari ketika kami sampai di dapur.
"Air putih aja Om, biar awet muda." jawabku asal.
Sambil menunggu Om Ari menuangkan air dingin ke gelas, aku pindah duduk ke atas meja di tengah-tengah dapurnya yang luas karena tidak ada bangku di dapurnya.
"Duduk di sini boleh yah Om..?" tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan membiarkan paha putihku makin tinggi terlihat.
"Boleh kok ‘Na." kata Om Ari sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.

Namun entah karena pandangannya terpaku pada cara dudukku yang menggoda itu atau memang beneran tidak sengaja, kakinya tersandung ujung keset yang berada di lantai dan Om Ari pun limbung ke depan hingga menumpahkan isi gelas tadi ke baju dan rokku.
"Aaah..!" pekikku kaget, sedang kedua tangan Om Ari langsung menggapai pahaku untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
"Aduh.., begimana sih..? Om nggak sengaja ’Na. Maaf yah, baju kamu jadi basah semua tuh. Dingin nggak airnya tadi..?" tanya Om Ari sambil buru-buru mengambil lap dan menyeka rok dan kemejaku.

Aku yang masih terkejut hanya diam mengamati tangan Om Ari yang berada di atas dadaku dan matanya yang nampak berkonsentrasi menyeka kemejaku. Bayang-bayang bra hitamku yang tanpa spon dengan putingku tercetak semakin jelas di balik kemejaku yang basah dan hembusan napasku yang memburu menerpa wajah Om Ari.
"Om.. udah Om..!" kataku lirih.
Dia pun menoleh ke atas memandang wajahku dan bukannya menjauh malah meletakkan kain lap tadi di sampingku dan mendekatkan kembali wajahnya ke wajahku dan tersenyum sambil mengelus rambutku.

"Ina Kamu cantik..." ujarnya lembut.
Aku jadi tertunduk malu tapi tangannya mengangkat daguku dan malahan menciumku tepat di bibir. Aku refleks memejamkan mata dan Om Ari kembali menciumku tapi sekarang lidahnya mencoba mendesak masuk ke dalam mulutku. Aku ingin menolak rasanya, tapi dorongan dari dalam tidak dapat berbohong. Aku balas melumat bibirnya dan tanganku meraih pundak Om Ari, sedang tangannya sendiri meraba-raba pahaku dari dalam rokku yang makin terangkat hingga terlihat jelas celana dalam dan selangkanganku.

“Ooommhh..tapi papa, mama dan tante..gi..gi..gimana “kataku tertahan diantara ciuman kami…
“Ssstt..gak apa-apa kok sayang,..papamu lagi asik browsing ‘ds’ dan yang lainnya lagi ngerumpi...mmppffhh” jawabnya meneruskan aktivitas kami. Sebenarnya apapun jawaban Om Ari aku tetap gak peduli, nafsu sudah menghalangi akal sehat kami.

Ciumannya makin buas, dan kini Om Ari turun ke leher dan menciumku di sana. Sambil berciuman, tanganku meraih pengikat kimono Om Ari dan membukanya. Tanganku menelusuri dadanya yang bidang dan bulu-bulunya yang lebat, kemudian mengecupnya lembut. Sementara itu tangan Om Ari juga tidak mau kalah bergerak mengelus celana dalamku dari luar, kemudian ke atas lagi dan meremas payudaraku yang sudah gatal sedari tadi.

Aku melenguh agak keras dan Om Ari pun makin giat meremas-remas dadaku yang montok itu. “Hmpfff..agh…” Perlahan dia melepaskan ciumannya dan aku membiarkan dia melepas satu persatu kancing dan kemejaku. Kini aku duduk hanya mengenakan bra hitam dan rok jeans saja. Om Ari memandangku tidak berkedip. Tiba-tiba aku ingat Mas Tom pacarku yang akan menjemputku nanti dikampus, padahal khan aku sudah tidak disana.
“Om..om sebentar yah aku harus telepone dulu, supaya gak dicari-in” kataku tersenyum sambil mengedipkan sebelah mataku. Om Ari dengan kematangannya hanya tersenyum manis dan membiarkan aku menelpone dengan hp-ku.
“Halo mas Tom” sapaku
“Eeh Iina..ke.kenapa sayang”,
“kamu lagi dimana say?”tanyaku,
“Eh aku lagi di.ee di..mau ke wc neh..kamu di di manah.. eeh” tanyanya
“Ehm massh..aaku lagi ditempatnya..oomm Ari..” kataku berusaha berbicara sewajarnya, walau sebenarnya aku agak aneh juga mendengar suara mas-ku itu, sepertinya sedang mau batuk kali, atau tenggorokannya lagi gak enak, suaranya jadi terbata-bata getu, tapi aku gak bisa memikirkan yang lainnya karena saat aku memulai pembicaraan tadi, Om ari dengan cepat melepas kaitan bra-ku dari belakang dengan tangannya yang cekatan.

Kini dadaku benar-benar telanjang bulat. Aku masih merasa aneh karena baru kali ini aku telanjang dada di depan pria yang aku tahu adalah teman ayahku, sementara aku sedang bertelephone dengan pacarku. Om Ari mulai meremas kedua payudaraku bergantian dan aku memilih untuk memejamkan mata dan menikmati saja. “Estt.. iiya sayang hem..gini loh..uh” kataku terus berusaha keras berbicara dengan normal, “mas kamu ntar jemputh akhu di thempat Om Ari yah..” oh ya ampun aku benar2 gak tahan ingin bersuara..sementara tanganku yang satu mengelus-elus kepala Om Ari, tiba-tiba aku merasa putingku yang sudah tegang akibat nafsu itu menjadi basah, dan ternyata Om Ari sedang asyik menjilatnya dengan lidahnya yang panjang dan tebal. Uh.., jago sekali dia melumat, mencium, menarik-narik dan menghisap-hisap puting kiri dan kananku.
“kira2 2 jam lagi yah..Ughh..”
“Eeh..iiya..iya..k.kamu k..kenapa sayang?” katanya dari seberang sana..ugh kok jadi lama gene sih ngomongnya..
”Agh gak apa..apa..” aku sudah betul-betul goyah tak bisa menahan lagi..setelah ngobrol beberapa lama kemudian ”eh maasshh..kkaa..kamu ke..kenapa..”tanyaku, "Nggak kok.. tidak apa-apa.. cuma tenggorokkan ku ada masalah dikit ‘Na" lalu tak berapa lama setelah janjian, kami menutup telephone dan tanpa kusadari, aku pun mengeluarkan erangan yang lumayan keras, dan itu malah semakin membuat Om Robert bernafsu.
"Oom.. aagh.. aaah..!" sambil meremas kepalanya didadaku.
"Ina, kamu kok seksi banget sih..? Om suka banget sama badan kamu, bagus banget. Apalagi ini.." godanya sambil memelintir putingku yang makin mencuat dan tegang.
"Ahh..si-Om..gelii..!" balasku manja.
Kemudian dia bergerak cepat melumat kembali bibirku dan sambil french kissing
"Sshh.. jangan panggil 'Om', sekarang panggil 'Ari saja ya, ‘Na. Kamu kan udah gede.." ujarnya.
"Iya deh, Om." jawabku nakal dan Om Ari pun sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi.
"Eeessth..! Om.. eh Ari..geli aah..!" kataku sambil sedikit cemberut namun dia tidak menjawab malahan mencium bibirku mesra.

Entah kapan tepatnya, Om Ari berhasil meloloskan rok dan celana dalam hitamku, yang pasti tahu-tahu aku sudah telanjang bulat di atas meja dapur itu dan Om Ari sendiri sudah melepas celana renangnya, hanya tinggal memakai kimononya saja. Kini Om Ari membungkuk dan jilatannya pindah ke perutku yang rata kemudian lanjut keselangkanganku yang sengaja kubuka selebar-lebarnya agar dia dapat melihat isi vaginaku yang sudah tak yang merekah dan berwarna merah muda.

”Ah Ina..tempikmu ini harum loh..”katanya, kemudian lidah yang hangat dan basah itu pun pindah ke atas dan mulai mengerjai klitorisku dari atas ke bawah dan begitu terus berulang-ulang hingga aku mengerang tidak tertahan.
"Aeeggh.. uuggh...Ar.. aawh.. ehh..!"
Aku hanya dapat mengelus dan menjambak rambut Om Ari dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku berusaha berpegang pada atas meja untuk menopang tubuhku agar tidak jatuh ke depan atau ke belakang.
Om Ari terus menjilati kemaluanku yang berambut rapi itu, karena aku rajin merawatnya. “Ough..Ri….ri..ouhg..aakkh..estt..agh”
Badanku terasa mengejang serta cairan vaginaku terasa berkedut-kedut bersamaan dengan orgasme pertamaku dan cairan cintaku mulai meleleh keluar dan Om Aripun menjilatinya dengan cepat sampai terasa agak ngilu. Badanku kemudian direbahkan di atas meja dan dibiarkannya kakiku menjuntai ke bawah, sedang Om Ari melebarkan kedua kakinya dan siap-siap memasukkan penisnya yang besar dan sudah tegang dari tadi ke dalam kemaluanku yang juga sudah tidak sabar ingin dimasuki olehnya.
“Aku masukin ya sayang..”katanya dengan suara lembut dan aku hanya menganguk lemah.
Perlahan Om Ari menempelkannya di bibir kemaluanku, kemudian mendorong penisnya ke dalam vaginaku yang sempit perlahan-lahan. "Aaww.. gede banget sih ‘Ri..!" ujarku "Iyah..tahan sebentar yah Sayang, tempikmu juga sempitnya.. ampun deh..!"
Aku tersenyum dengan menggigit bibirku sambil menahan gejolak nafsu yang sudah menggebu.Sementara Om Ari yang baru memasukannya setengah jalan merasakan otot kegel ku mulai aktif “Ough..Ina..sayang..punyamu..enak sekali ..” desahnya, dan penisnya terasa mulai menggosok-gosok dinding vaginaku. Rasanya benar-benar nikmat, geli, dan entah apa lagi, pokoknya aku hanya memejamkan mata dan menikmati semuanya.

Akhirnya setelah lima kali lebih gerakan keluar-masuk, penis Om Ari memasukan seluruhnya ke dalam kemaluanku “Ough..’Ri..hhmph..agkh..” “Ouh ‘Na..tempikmu ini bisa ngurut punyaku..ough..”desah Om Ari berdiam diri sesaat merasakan kontraksi dari dinding vaginaku “hebat kamu sayang..” ujarnya dan pinggulnya pun mulai bergerak maju mundur perlahan. Makin lama gerakannya makin cepat dan terdengar Om Ari mengerang keenakan.
"Agh ‘Na..enak sekali ‘Na..agh..hah..hah!"
"Iii.. iyaah.. Omh.. enakkh.. *******t.. Om.. terusssh.. eeghh..egh..egh!" balasku sambil merem melek keenakan.

Om Ari tersenyum mendengarku yang mulai meracau ngomongnya. Memang kalau sudah begini biasanya keluar kata-kata kasar dari mulutku dan ternyata itu membuat Om Ari semakin nafsu saja.
”Agh..agh.agh..Oohmm..I.ina..mau..ma..” desahku tak tahan.
“Ough..hegh..hegh..iya sayang..” sementara Om Ari semakin mempercepat gerakannya
"Aaghh..agh..iigghh..iighh..ouh..ouh..aah..!" sambil mencengkram kedua lengan Om Ari, orgasmeku mulai lagi.
Sesaat Om Ari menghentikan gerakannya dan membenamkan miliknya didalam kemaluanku. “Ouh Ina, orgasmemu nikmat sekali sayang” ujarnya sambil menciumku.
Tidak lama kemudian badanku diperosotkan ke bawah dari atas meja dan diputar menghadap ke depan meja, membelakangi Om Ari yang masih berdiri tanpa mencabut penisnya dari dalam vaginaku. Diputar begitu rasanya agak ngilu, dan cairanku menetes ke sela-sela paha kami dan gesekannya benar-benar nikmat.

Kini posisiku membelakangi Om Ari dan dia pun mulai menggenjot lagi dengan gaya doggie style. Badanku membungkuk ke depan, kedua payudara montokku menggantung bebas dan ikut berayun-ayun setiap kali pinggul Om Ari maju mundur. Aku pun ikut memutar-mutar pinggul dan pantatku. “Ough..’Riii..teruss..’Rii..” “Ough iya sayang...pinter kamu ‘Na..ough” Om Ari mempercepat gerakannya sambil sesekali meremas gemas pantatku yang semok dan putih itu dan sesekali memukul pantatku, kemudian berpindah ke depan dan mencari putingku yang sudah sangat tegang dari tadi.

"Awwh.. lebih keras Om.. pentilnya.. puterrr..!" rintihku dan Om Ari serta merta meremas putingku lebih keras lagi dan tangan satunya bergerak menjambak rambutku yang panjang.
Kedua tanganku berpegang pada ujung meja dan kepalaku menoleh ke belakang melihat Om Ari yang sedang merem melek keenakan. “Ash..agh..sshh..Ohm..mmmphhff..” desahan dari bibirku yang langsung disambut ciuman dari Om Ari. Gila rasanya tubuhku banjir keringat dan nikmatnya tangan Om Ari di mana-mana yang menggerayangi tubuhku.

Putingku diputar-putar makin keras sambil sesekali payudaraku diremas kuat. “Ough..Oom..’Riii..agh..agh..”dan hentakan penisnya keluar masuk vaginaku makin cepat. Akhirnya orgasmeku mulai lagi. “Aagh..Ough..Aariii..agkh..agkh..aghk..” Bagai terkena badai, tubuhku mengejang kuat dan lututku lemas sekali sehingga aku semakin menunduk. Om Ari yang mengerti keadaanku segera melepaskan penisnya dari kemaluanku dan membiarkan aku terduduk dilantai dan mengatur nafasku.

Kemudian dia mengambil kimononya dan menaruhnya dilantai. Melihat itu aku mengerti keinginannya. Dengan perlahan aku rebahan diatas kimononya, dan membuka kakiku lebar-lebar. Kemudian Om Ari bersimpuh dan memasukan penisnya perlahan ke kemaluanku. Kali ini langsung masuk dengan mudah hingga kepangkal-pangkalnya karena vaginaku sudah becek sekali dengan cairan cintaku. “Ugh..Ariii..uhmm..” desahku pasrah, karena aku sudah lemas sekali.
Om Ari pun memegangi betisku, mengangkatnya lalu menjepitkannya dilehernya, dan mendorongnya kearahku hingga pantatku ikut naik kemudian ia mulai memompa miliknya yang besar itu didalam kemaluanku dengan leluasanya. Crep..crep.. “Oohh..agkh..agkh..aghk..Oommhh..” Setelah beberapa lama aku sudah didera orgasme lagi dan entah sudah yang kesekian kali aku mendpatkannya dengan posisi ini. Suaraku pun rasanya sudah tak bisa keluar lagi dan aku hanya bisa merem melek melihatnya sambil menggigit bibirku sendiri. Lalu Om Ari melepaskan kaki ku lalu menindih dan memelukku
“Ouh sayang kenapa?” tanya sambil menciumku dengan nafasnya yang menderu.
“gak apa-apa..enakh banget ‘Ri..ah..ah..” desahku lemah dan terus bertukar liur. Karena ciuman kami yang intens membuat nafsuku naik lagi dan seperti mendapat tenaga baru, aku terus menggerakan pinggulku, dan menjepit pinggul Om Ari, desahan dan nafas kami semakin menderu.

“Ah Ina sayangh..digoyangin terusshh..iiiyaa..iiyaa..terus gitu ‘Na..iiya teruss..ough” “ouh..kayak ginii.hh..omh” “iihh..iya sayangh..iiyaah..terus ‘Na ..ough..”Miliknya yang besar dan panjang rasanya hingga ke rahimku terus bergerak liar, apalagi diselingi oleh hisapan dan jilatan lidahnya dikedua tetekku dan putingku yang semakin keras membuat aku keenakan dan tak dapat menahan gelombang orgasme ku lagi yang kali ini terasa amat berbeda dengan yang sebelumnya “Oohhm...’Rii..Ii.iinnaahh..gaakhh..khhuaatt..ough ....Oommhh...Aarriihh..Oukgh..ougkh...” seiring tubuhku menegang sesaat dan berkejat-kejat. Punggungku agak naik hingga dadaku membusung kedepan hingga kedua tetekku terhimpit erat dengan dadanya, kakiku juga menjepit pinggang Om Ari. aku sudah tak begitu peduli lagi dengan situasi kami, nikmatnya terasa lama sekali hingga Om Ari yang sedari tadi terus memompa mengerang dan menekan penisnya dalam sekali ke kemaluanku, badannya menegang dan pantatnya berkejat-kejat seiring muncrat spermanya yang banyak sekali di dalam vaginaku bercampur dengan cairan cintaku. Uh rasanya nikmat dan hangat sekali.

"Aaakghh..’Nnaa..hakh..agkh!" erangnya. Sesaat kurasakan penisnya masih terus berkedut dan memuntahkan cairan hangat didalam vaginaku. Sambil ngos-ngosan, kami berciuman dan berusah mengatur nafas diantara basahnya dan lengketnya keringat yang membasahi tubuh kami.
Om Ari kemudian perlahan melepaskan penisnya dari dalam vaginaku dan menggelosor kesamping. Aku hanya bisa terlentang lemas di samping meja dapur dan mengatur napasku. Kami sama-sama masih terengah-engah setelah pertempuran yang seru dan lumayan lama tadi.

Kemudian Om Ari berdiri dan membantuku untuk ikut bangkit.
"Sini Om..! Ina bersihin sisanya tadi..!" ujarku sambil sebelum berdiri, kujilati sisa-sisa cairan cinta tadi di sekitar penis dan selangkangan Om Ari. “Ooougghh... I.iina.. ough..iiyyaa.. sayangh..oough..” desahnya sambil menjambak rambutku dan badannya sedikit bergetar “ngilu yah Om..” tanyaku manja setelah bersih.
Om Ari tak menjawabku, tapi dia langsung mencium bibirku dan mengelus rambutku yang sudah acak-acakan. Kemudian dia mengumpulkan pakaianku yang berceceran di lantai dapur dan mengantarku ke kamar mandi.

Setelah mencuci vaginaku dan memakai pakaianku kembali, aku keluar menemui Om Ari yang ternyata sudah memakai kaos dan celana kulot, dan kami sama-sama tersenyum.
"Ina, Om minta maaf yah malah begini jadinya, kamu nggak menyesal kan..?" ujar Om Ari sambil menarik diriku duduk di pangkuannya.
"Enggak Om, dari dulu Ina memang senang sama Om, menurut Ina, Om itu temen papa yang paling ganteng dan baik." pujiku.
"Makasih ya Sayang, ingat kalau ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?" balasnya. "Iya Om, makasih juga yah permainannya yang tadi, Om jago deh."
"Iya Rin, kamu juga. Om aja nggak nyangka kamu bisa muasin Om kayak tadi."
"He.. he.. he.." aku tersipu malu.

Hp-ku berbunyi, ternyata sms dari mas Tom katanya dia baru otw.
Setelah itu kami ngobrol agak lama. Ah iya aku jadi ingat alasan aku kesini.
"Oh iya Om, ini file yang papa minta tadi siang, hampir lupa." ujarku sambil buru-buru menyerahkan file milik papa pada Om Ari.
"Iya, makasih ya Ina sayang.." jawab Om Robert sambil memelukku dan kami pun ber-french kiss lagi. Tangannya mulai meraba dan meremas dadaku lagi. Lalu tangannya yang lain mulai meraba pahaku lagi dari dalam rokku dan meremas pantatku dan tanganku sudah meremas penisnya yang sudah mulai bangun lagi.

Samar-samar kami mendengar suara dua perempuan yang lagi ngomong dan ketawa-ketiwi mendekat. Dan ku hapal banget kalo salah satu suara itu adalah suara mamaku dan yang lain pasti Tante Millaa!!! Datangnya dari arah pintu yang berbeda dari arah aku masuk tadi. "Aah.. Om, Ina musti pulang nih," bisikku sambil melepaskan diri dari Om Ari.
Tiba-tiba hp-ku berbunyi,..shit..kok bunyinya pas kayak gini sih..!!! makiku dalam hati, ternyata sms dari mas Tom katanya dia sudah didepan gerbang.

Om Ari dengan tenang langsung menyuruhku kearah pintu darimana aku masuk.
Sambil melambai kemudian aku cepat-cepat keluar dari dapur itu ke pintu lain dan langsung kearah garasi dan keluar ke gerbang. Diluar gerbang sudah ada Masku menunggu di mobil dan aku pun pulang.

Di dalam mobil, pacarku yang mungkin heran melihatku tersenyum-senyum sendirian mengingat kejadian tadi pun bertanya.
"Sayang, kamu kenapa? Aku sms-in kok gak langsung keluar..?Ditahan dulu yah..?"
Sambil menahan tawa aku pun berkata, "Iya mas, dikasih 'wejangan' pula.."
Pacarku hanya dapat memandangku dengan pandangan tidak mengerti dan aku hanya membalasnya dengan senyuman rahasia. He..he..he..

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar