Minggu, 21 Maret 2010

Diawali taruhan harga diri....
Mita, seorang gadis cantik, sexy, dan memiliki lekuk-lekuk tubuh yang indah. Awal pertemuan kami adalah saat dimana kami bertemu di sebuah tempat bilyar di sebuah mall terkenal di Yogyakarta.

Aku adalah Dion, umurku 20 tahun saat ini aku seorang mahasiswa semester 3 yang sangat menyukai bilyar. Sebenarnya perkenalan kami bukan karena sengaja ingin berteman. Ketika itu Aku dan Rio, sahabatku yang selalu menjadi teman bilyarku, pergi ke tempat bilyar yang biasa kami kunjungi. Seperti biasa, aku selalu memulai permainan meski aku belum sehebat Rio. “Ah sial, gw kalah lagi dari loe!” ucapku sambil duduk di kursi bundar dengan nada kesal sambil meminum softdrink favoritku. “ haha, emang udah nasib loe seumur hidup bayarin gw main bilyar terus..” jawab Rio seolah menantangku untuk bermain lebih bagus lagi. Baru satu teguk aku minum, mataku seolah ingin sekali mengamati meja sekitar, entah ada sesuatu yang menarikku untuk segera melihat ke meja sebelahku. Belum sempat aku menaruh botol, mataku tertuju pada seorang gadis mengenakan rok pendek lumayan ketat yang dengan gemulai mengayunkan stik bilyar, dan seketika bola no. 8 melaju lurus ke arah bola no. 9 dan masuk ke sudut meja. Dengan spontan gadis itu berteriak,” Yess, dapat satu!” ucapnya kegirangan yang saat itu bermain dengan seorang teman wanitanya. Well, saat itu aku belum begitu “ngeh” melihat wajahnya, redupnya lampu mengganggu pandanganku untuk melihatnya lebih jelas. Tapi tak apa, toh dia juga tidak mengenalku jadi buat apa aku pusing memikirkan siapa dia.

“ Hoy, dodol, sampe kapan loe ngelamun, giliran loe tuh.” Ucap Rio yang memecah lamunanku. Segera aku berdiri dan mengambil stik dan segera melangkah ke arah meja tempatku bermain. Posisiku saat itu saling membelakangi dengan gadis yang aku maksud tadi, meski saat itu aku tidak sadar kalau ia ada dibelakangku. Aku tidak mau lagi kalah dari Rio, sudah sebulan ini aku terus bayar uang bilyar. Sambil berkonsentrasi membidik arah bola putih aku ayunkan stik kebelakang, seketika juga “ Aaww.. “ seseorang memekik dari belakang. Rupanya stik yang aku ayunkan tadi mengenai pantat gadis yang dari tadi aku pandangi itu. “Damn!”, ucapku dalam hati melihat kebodohanku saat itu. “ Kurang aja banget sih! Gak punya tata krama!” umpatnya padaku. “ Sorry, gw nggak sengaja, gw nggak liat loe di belakang gw”. “ Sorry?? segampang itu loe minta maaf? Emang gw cewe murahan apa?! maen colek-colek gitu aja!” Balasnya dengan nada ketus. “ Hey, gw coba ngomong baik-baik eh loe malah nyolot, trus mau loe apa?” Balasku tidak terima, dalam hati gw bilang “ Gila! baru kali ini gw ketemu cewe psikopat kaya gini, a****k!” belum sempat aku meracau lebih dalam, sebuah tamparan lumayan keras tepat di pipi sebelah kananku. Seketika sekitar ruangan bilyar menjadi hening, semua mata tertuju pada kami. Rio bahkan hanya diam, terpaku melihat kejadian ini. “ Udah puas namparnya?! Cewe Psikopat?! “ Spontan ucapan itu yang keluar dari mulutku. “ Loe bilang apa barusan? Gw cewe psikopat? Asal loe tau, gw Mita yang jijik liat cowo b******n, kampungan kaya loe!”

Melihat situasi semakin tidak karuan dan saat itu kami menjadi perhatian orang-orang, segera kuraih tangannya dan mengajaknya keluar dari ruangan. Rio mencoba menahanku, tapi isyarat dari wajahku menunjukkannya bahwa aku bisa mengatasi ini. “ Eh lepasin! Emang loe sapa! Brani-braninya megang-megang gw!” Mita meronta sambil memukul-mukul lengan tanganku.

Setelah kami berada di luar aku mencoba bertanya baik-baik padanya, karena aku yakin, dengan emosi tidak akan menyelesaikan ini, dan aku juga sudah penat dengan keadaan ini. “ Gw tanya sekali lagi, mau loe apa?” tanyaku dengan nada sedikit lembut tapi tegas sambil aku tatap matanya dengan tajam. Mita berpikir sejenak sambil memalingkan mukanya dariku. “ Loe tanding bilyar ma gw, kalo loe kalah, besok siang jam 10 loe berlagak kayak orang gila, muter-muter di parkiran luar mall, tapi cuma pake celana dalem sampe mallnya tutup! Itu Mau gw!” jawabnya dengan ketus. Aku sempat ragu untuk melakukannya, tapi demi harga diri gw merasa tertantang. “ Ok! Kita taruhan, tapi kalo aku yang menang gimana! Aku balik bertanya pada Mita.” Terserah loe mau minta apa, paling-paling juga loe kalah, toh gw liat dari tadi loe kalah terus dari lawan loe.” Rupanya Mita memperhatikanku dari tadi hingga ia tau permainanku, tapi tak apa, aku justru merasa harus menang atas taruhan ini karena harga diriku sangat dipertaruhkan, boleh dibilang ini hidup matiku. “ OK! Tapi kalo loe kalah, loe harus turutin 1 permintaan gw dan kita tanding malem ini tapi bukan disini.” Jawabku dengan lantang. “ Ok! Siapa takut!” tantangnya.
Aku segera menghampiri Rio yang menungguku di dalam, setelah aku berbincang sedikit dengannya dan aku pastikan aku baik-baik saja, segera aku berikan uang main bilyar dan aku beri ongkos pulang untuk Rio.

Setelah itu segera Aku dan Mita menuju parkir lower ground tempat mobilku berada. Segera aku mencari tempat bilyar yang kira-kira tak jauh dari situ. Di dalam mobil tak sepatah kata pun terucap dari mulut kami. Suasana hening mendominasi dinginnya malam itu. Aku pun baru tersadar bahwa disampingku ternyata duduk seorang wanita seksi dengan paras cantik,putih, dengan tinggi sekitar 168 cm, tubuhnya sangat ramping dan sedikit kulirik dadanya yang menurutku berukuran 34B padat dan sekal, aku taksir umurnya masih 18 atau 19 tahun. Malam itu Mita mengenakan rok pendek berwarna putih, cukup ketat untuk mencetak lekukan pantatnya, dipadu dengan singlet warna putih yang dikombinasi dengan blazer warna merah muda. Sungguh malam itu tak terbayang sedikitpun bahwa aku akan mengalami kejadian ini. Aku mencoba mencuri-curi pandangan padanya. Suasana tetap hening, dan tanpa kusadari penisku mulai bereaksi mencoba merespon apa yang aku lihat. Tapi segera kubuang jauh-jauh pikiran ini.“ Udah siap?” tanyaku memecah keheningan. Mita tetap terdiam, seolah-olah dia mencoba memancing kembali emosiku. Tak lama kubelokkan mobil menuju parkiran sebuah tempat bilyar, lumayan besar, tapi malam itu tidak begitu ramai kelihatannya.

Segera kami keluar dan menuju salah satu meja yang ada disudut ruangan. Dia tetap tak berkata sepatah pun, dari raut wajahnya dapat kubaca seolah dia berada dalam tekanan akibat dari taruhan yang dibuatnya tadi, tapi apapun itu, hanya dia yang tahu. Kupersilahkan Mita untuk melakukan break terlebih dahulu untuk mengawali 3 game yang telah ditetapkan. Mita sedikit canggung saat dia mencoba mengawali memukul bola. Memang naluri wanita-nya tidak dapat ia tutupi saat itu. Entah mengapa tapi aku justru semakin deg-degan dibuatnya. Terang saja dia sedikit merebahkan tubuhnya ke arah meja saat bersiap-siap memukul bola, membelakangiku yang duduk di kursi, tepat dibelakangnya. Rok ketatnya tak dapat menutupi betapa indahnya lekuk-lekuk pantat Mita. Celana dalamnya pun ikut mengecap, seolah isi roknya meronta-ronta ingin keluar. Tidak kalah indah, paha Mita yang putih mulus, tanpa sedikit noda memaksaku untuk tak berpaling sedetikpun dari tubuhnya. Pukulan pertama ia memasukkan 1 bola, cukup bagus untuk mengawali permainan. Kemudian Mita beralih ke posisi seberang menghadap padaku. Aku tatap matanya, namun dia mencoba untuk membuang jauh pandangannya dari tatapanku. Aku buru matanya, hingga Mita tak dapat mengelak. Ia menatapku dengan tajam, dan sebuah senyuman sinis menjawab tatapanku. Mita tak bergeming, raut wajahnya nampak dingin, aku semakin tidak karuan dibuatnya. Yang ia lakukan kini hanya berkonsentrasi pada langkah selanjutnya. Mita mulai melakukan posisi shot sambil tetap menatap bola putih, jari tangannya yang lentik menambah sensasi saat aku melihat dadanya sedikit terlihat dari tempatku duduk. Sangat padat dan berisi dan aku lihat dia mengenakan bra warna hitam yang nampak dari luar singletnya. Untuk kedua kalinya Mita memaksaku untuk menahan birahi dalam tubuhku. Tanpa kusadari, Tar…. bola sembilan masuk dan mengakhiri game pertama. Mita menatapku,” Belum terlambat kok kalo kamu pulang sekarang, trus siap-siap pake nana dalem item buat besok siang..”. Aku tidak menyangka kalau dia cukup ahli dalam bermain bilyar untuk ukuran wanita. Aku bahkan tidak lagi memikirkan omongannya, yang aku pikirkan hanya harga diriku. Mita kembali mengawali game kedua. Mita semakin percaya diri dengan kemenangan di game pertama. Bahkan pukulan break dia dapat memasukkan 2 bola sekaligus. Aku semakin tertekan, pikiranku kacau. Namun entah karena Mita terlalu percaya diri atau kurang konsentrasi, bola nomor sembilan yang ia bidik masuk, namun bola putih juga ikut masuk di sudut yang bersebelahan. Aku tersentak, dalam hati aku berpikir masih ada kesempatan untuk mengalahkannya. Permainan tinggal menyisakan bola 8 dan 9. Akhirnya aku memenangkan game kedua dan menahan imbang Mita. “Lucky boy..” Mita mencoba menghibur dirinya. Aku tak menghiraukan perkataan Mita, dan aku segera bersiap-siap melakukan pukulan break untuk game terakhir yang merupakan penentuan. Aku mulai berkonsentrasi, tidak buruk, 1 bola masuk ke sudut kanan. Aku segera menuju ke arah seberang untuk melakukan pukulan kedua. Begitu aku bersiap-siap memukul bola putih, konsentrasiku hilang dan mataku tertuju ke arah Mita. Entah sengaja atau tidak. Roknya tersingkap dan celana dalamnya terlihat jelas dihadapanku. Meski aku berusaha berkonsentrasi kembali, tapi tetap saja mataku tak mau bergeming untuk melirik ke arah kewanitaannya. Aku membuat kesalahan. Tak ada satupun bola yang masuk. Mita segera menggantikanku untuk meneruskan permainan. Seolah tak mau mengulangi kesalahan, Mita memulainya dengan sangat hati-hati. Hingga tersisa bola terakhir, namun justru karena Mita terlalu hati-hati, saat kemenangan di depan matanya, justru ia terlalu lemah memukul bola putih, hingga bola sembilan berhenti tepat di bibir lubang meja. Kami menatap bola sembilan dan terdiam beberapa saat. Namun tak akan mengubah posisi ini. Mita seolah tak percaya, apa yang baru saja terjadi. “Kenapa sih manis? Udah siap kalah ya?” Ucapku yang merasa diatas angin. “Heh! Jangan kurang ajar kamu!” Jawab Mita. “ Kok ‘kamu’ sih sayang.. emang belum tau namaku ya? Kenalin gw Dion, Cuma segini aja kemampuan loe?” godaku padanya sambil berdiri untuk segera menyelesaikan permainan.” Inget, kalo gw menang, gw bisa minta apa aja dari loe! Jadi loe berhak untuk diam!” Kataku. “ Inget sayang, kalo aku menang.. kita akan bicarakan dulu masalah taruhan ini di mobil, cuma berdua..” bisikku padanya saat berpapasan berganti posisi saat aku akan memukul bola terakhir. Mita tidak mampu berkata apa-apa, tampaknya ia mampu membaca kemauan dan pikiranku padanya mengenai taruhan ini, dia duduk dengan lemas, tubuhnya menggigil dan matanya berkaca-kaca. Aku menatapnya, kali ini aku yang membalas senyuman sinisnya padaku tadi dengan hal serupa. Kemudian, tarr… dan klotak.. sedikit sentuhan untuk memastikan kemenanganku padanya. “Nah, Mita sayang.. pulang yuk, udah tau kan siapa pemenangnya?” tanyaku padanya. “ Kamu…k.. kamu cuma beruntung.. “ jawabnya sedikit terbata-bata. Kami pun segera pergi menuju ke parkiran tempat mobilku berada tadi. Mita pun seolah pasrah ketika aku menggandeng tangannya dan sesekali menyenggol pantatnya yang besar. Sungguh hari yang sangat melelahkan, namun sepadan dengan apa yang kudapat, dan aku tidak menepis bahwa keberuntungan memang memihak padaku.

Di dalam mobil kami masih dalam kondisi hening beberapa menit. Mita tak bergerak sedikitpun dan hanya duduk bersandar pada kaca mobil sedan yang ku modif sedemikian rupa hingga memberikan kesan futuristik namun tidak terlihat dari luar. Saat itu kondisi tempat parkir memang sepi, hanya 2 atau 3 mobil yang berada disitu dan suasananya pun cukup gelap serta jaraknya yang cukup berjauhan. Kutatap wajah Mita. “ Mita, wajah kamu cantik, sayang kamu harus bermasalah denganku..” Mita tetap diam. Matanya semakin berkaca-kaca. “Kalau tadi kamu memintaku untuk telanjang di depan umum, begitu juga diriku juga bisa meminta hal yang sama padamu…, tapi untuk apa?!” kataku sambil aku memegang erat tangannya. “Tidak pantas untukmu melakukan hal ini, kamu terlalu cantik...” kalimat ini yang spontan keluar dari mulutku, memberikan sebuah sentuhan pada hati Mita. Seketika
Air mata menetes dan mengalir membasahi pipi Mita yang halus.. “ Maafin aku Dion, nggak seharusnya aku memintamu untuk melakukan hal ini.. aku menginjak-injak harga dirimu.. maafin aku Dion,” kata Mita sambil menatapku tajam. Aku pun memberanikan diri untuk memeluk Mita. Memberikan sebuah sandaran baginya saat ia butuh pengangan. Mita menangis dipelukku, perasaanku kini mulai didominasi rasa iba akan dirinya. Entah darimana perasaan itu timbul. Tapi aku mengerti bagaimana berakhirnya sebuah keangkuhan Mita.

Aku tegakkan tubuh Mita.. aku usap wajahnya dan membersihkan air mata di pipinya. Mata kami saling berpandangan, seolah perasaan ini yang terus tumbuh secara pelan tapi pasti. Kudekatkan wajahku padanya, dan saat ini bibir kami mulai berdekatan. Saling bersentuhan, lembut dan hangatnya membuatku memeluknya kembali dengan erat. Aku pun mulai memainkan lidahku dan kami saling berpagutan, lidah kami saling bercumbu.. beradu dan berdecak membawa kami kedalam dunia milik kami berdua. Mata kami terpejam, dan sesaat setelahnya kuturunkan sandaran kursi tempat Mita duduk.. dan kurebahkan tubuhnya sambil tetap berciuman.. Saat ini penisku sudah berdiri memaksa ingin keluar dari sarangnya. Kulepas bibirku dan kutatap wajah Mita. Kali ini raut wajahnya berubah, lebih anggun dan memanggilku untuk melakukan hal yang lebih dari ini. “Aku sayang kamu Mita, aku nggak rela sesuatu terjadi denganmu.” Bisikku padanya. “Aku juga sayang kamu Dion, maafin aku udah jahat banget sama kamu.” Jawabnya lirih. Aku turunkan sandaran kursi milikku sehingga kini aku lebih leluasa untuk bergerak. Belum sempat aku merebahkan tubuhku.. Bibir Mita sudah menyambar dan kami berciuman kembali. Nafas Mita sudah memburu, dan mulai terdengar suara-suara kenikmatan Mita disela-sela ciuman kami. Aku pun juga sudah sangat bernafsu, penisku menekan bagian jok kursi yang semakin menambah liarnya permainanku di bibirnya. Tanganku mulai meraba-raba bagian belakang telinga, kemudian turun merambah leher Mita yang jenjang dan putih. Mita semakin terangsang.. tangannya memainkan punggungku dan menaikkan kaosku yang basah oleh keringat. Tanganku mulai meraba-raba dada mita yang masih tertutup singlet dan bra. Aku turunkan lengan singlet pada bagian pundaknya. Kini tanganku mulai meremas-remas dadanya yang hanya ditutup oleh bra warna hitam. Mita melepaskan ciumannya,” mmmph.. Dion, aku sayang kamu Dion..” Desah mita sambil meraba-raba wajahku. Dengan satu tangan, aku lepas kait bra Mita dan aku lepaskan dari tubuhnya. Kini dada mita benar-benar terpampang di depan wajahku, meski tidak terlihat jelas warna putingnya. Namun ukuran putingnya cukup besar dan segera aku meremasnya. Mita meracau tak jelas, dia benar-benar menikmati permainanku yang tidak terlalu menggebu-gebu namun memberikan sensasi yang luar biasa baginya. Kini tubuh Mita sedikit aku tindih, kedua kakiku menjepit salah satu kakinya dan penisku menyentuh bagian pahanya. Kini aku mulai menjilati puting Mita, dia mengerang keenakan ketika pertama kali aku menghisapnya,” ach, terus Dion, enakk.. sayaang..”. Mita merem-melek menikmati hisapanku di putingnya, sementara tanganku meremas-remas bagian lain payudaranya.

Tidak berapa lama aku singkap rok Mita dan dia mengenakan celana dalam warna putih, aku raba bagian pahanya sambil aku tetap menghisap puting susu Mita. Rabaanku semakin berani dengan bermain disekitar selangkangan Mita namun belum menyentuh bagian kemaluannya. Mita benar-benar tak kuasa menahan rangsangan dariku. Berkali-kali ia menggoyangkan pantatnya ke samping mencoba merespon apa yang ia rasakan. “Sshh… Dion… Aku udah gak kuat sayang… mainkan tanganmu sayang.. ahh,” desah Mita. Aku buka dan aku turunkan singlet, rok dan celana dalam Mita, hingga kondisi Mita tanpa sehelai benang pun. Aku lebarkan pahanya dan aku raba bibir kemaluan Mita, sudah sangat basah. “oughh... ssshh ahh… Dion.. teruss.. ohh,” Mita semakin mengerang keenakan. Aku naikkan irama permainan dengan memainkan klitorisnya dengan jari tengahku dan aku hisap putingnya sambil Mita mendekap erat tubuhku. Tidak lama kemudian tubuh Mita menegang. “Sshhh.. ahh.. Dion.. Peluk aku Dion… Aku keluar, achhh… Dionn.. jangan lepasin..” Mita memeluk tubuhku dengan erat, tanganku basah oleh cairan kewanitaannya.

Seolah mengerti apa yang aku rasakan, Mita membalikkan posisi dan mulai menindih tubuhku, dibukanya celana jeans dan kaosku. Tangan Mita mulai meraba-raba batang penisku sambil sesekali memegang buah zakarku. Tangan Mita cukup cekatan, meski keadaan saat itu sedikit gelap. Mita mulai membuka celana dalamku, dan mulai menjilat penisku dari samping. Batang kemaluanku dimasukkannya dalam tenggorokan Mita, sungguh sensasi yang luar biasa. Memang inilah pengalaman pertamaku yang tidak akan kulupakan. Mita mulai mengulum-ngulum batang kemaluanku sambil sesekali mengocok-ocoknya dengan lembut. Mita sanggup membuatku liar dengan permainan lidahnya di penisku. Nafasku pun semakin tidak stabil. Aku angkat dan aku balik tubuh Mita, kini kemaluannya tepat diatas wajahku. Saat ini Mita sedang asyik mengulum batang penisku, aku pun juga mulai menjilat-jilat vagina Mita meski kurang nyaman karena ruang yang cukup sempit. Tapi justru ini yang membuat sensasi permainan kami makin panas. Keringat kami saling mengucur deras dan membasahi jok kursi. Sekitar 15 menit kami melakukan gaya 69, setelah itu Mita merebahkan diri di Kursi sampingku. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 01.30 dinihari dan kondisi tempat parkir sudah sepi.” Mita, boleh aku masukkin?” pintaku padanya. “ Tapi aku masih perawan yon.” Jawabnya sambil memelukku erat. “Nggak papa, aku gak akan ninggalin kamu, you’re love of my life my dear.” Aku balik menjawabnya. Dengan anggukan kecil dia menjawab permintaanku, lalu dia jongkok di antara kedua pinggulku sambil sedikit merebahkan tubuhnya. Dipegangnya batang kemaluanku dan dia gesek-gesekkan di bibir vaginanya. Tak lama ia mencoba masukkan batangku ke dalam vaginanya. “ ahhh.. Dion, Sakit.” Rintihnya. Melihat hal ini aku segera meremas-remas payudaranya dan sedikit mendorong pinggulku agar dapat segera masuk ke dalam liang kewanitaannya. Butuh beberapa kali usaha sebelum akhirnya batangku seutuhnya masuk ke dalam lubang vaginanya. “sshh ahhh dionn.. sakit banget.. uuuh” Mita terus merintih antara keenakan dan kesakitan. “Tahan sayang, nanti pasti enak kok,” Jawabku memberikan semangat padanya.

Kini gantian aku yang berada di atasnya, posisi Mita sedikit aku mundurkan ke bagian belakang mobil, sehingga aku sedikit leluasa untuk bergerak. Aku pegang penisku, terasa ada semacam lendir yang membasahi, aku rasa ini darah keperawanannya. Namun tidak terlihat karena suasana yang gelap. Aku cari-cari lubang vaginanya.. dan dengan sedikit sodokan, batangku masuk setengah di dalam vaginanya. “ nggghhh… ahhh..” Mita terus mengerang.namun sedikit berbeda dari sebelumnya. Aku gerakkan pinggulku maju-mundur pelan-pelan, mengikuti irama nafas Mita.” Teruss sayang.. lebih dalem lagi.. oghh…” melihat Mita yang sudah sedikit nyaman aku mulai berani menggerakkan penisku semakin kencang. Mita terus mengerang tanda dirinya sangat menikmati permainanku.. “sayang.. punyamu sempit bangett” aku pun juga tak dapat berbohong kalau miliknya sangat nikmat. Dan membuatku semakin mempercepat gerakkan. Nafas Mita semakin cepat dan memburu, wajahnya sangat manis dan tangannya tidak mau lepas dari lingkar leherku.. “ mmmpphh… sshh.. aku keluar sayaang..” Seketika tubuh Mita terkulai lemas dan cairannya membasahi penisku. Namun aku terus menggerakkan penisku maju-mundur karena aku belum juga keluar. Mita pun mengerti dan mencoba lebih rileks dengan meraba-raba bulu dadaku yang agak lebat. Kali ini tangan Mita terlentang diatas kepalanya… sesekali aku jilat dadanya dan aku tekan dalam-dalam penisku di dalam vaginanya. Tidak beberapa lama, “ Akhhh.. sayaang… aku keluar..” cairan spermaku membasahi liang vagina Mita. Sungguh kenikmatan yang luar biasa aku dapatkan dari Mita. Tubuhku terkulai lemas, begitu juga dengan Mita. Kami tidur bersebelahan di jok kursi.

“Dion, kalau aku hamil gimana?” tanya Mita. “Tenang aja, aku nggak akan lari dari kamu kok, aku sayang kamu.” Jawabku tegas.

Beberapa Minggu setelahnya Mita hamil. Dia menelponku sambil menangis. Segera aku menuju ke kostnya dan menghiburnya agar kuat menghadapi ini. “Aku akan bertanggung jawab Mita.” Aku akan menikahimu sesegera mungkin.” Mau tidak mau aku harus bertanggung jawab atas perbuatanku. Aku tidak tega pada Mita kalau ia harus menanggung semua beban hidupnya sendiri. Aku sayang padanya..

Kini aku telah menikah dengan Mita dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang tumbuh sehat yang melengkapi kebahagiaan kami seutuhnya..

Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar