Minggu, 21 Maret 2010

Love Game
Love is a game, they said. Cinta adalah permainan, yang dimainkan oleh dua orang. Aturan permainannya sederhana: yang satu harus membuat yang lain bahagia. Kedengarannya mudah, tetapi jika memasukkan faktor ego yang menghendaki kebahagiaan bagi diri sendiri, urusan menjadi runyam. Ruwetnya begini (khusus pada cewek): pada umumnya cowok akan bahagia jika bisa membahagiakan ceweknya. Jadi, bagi cewek ada dua hal untuk memenangkan permainan ini, pertama ia harus membahagiakan cowoknya, kedua ia sendiri harus bahagia, yang mana tidak dapat terjadi bila cowoknya tidak membahagiakan. Hal ini biasanya tidak terjadi pada cowok, karena ia tidak harus kelihatan bahagia untuk membahagiakan cewek. Itulah ukuran yang dari jaman dahulu sudah berlaku: cowok itu pemimpin, serba-logika, dan dengan keperkasaan ia membahagiakan gadis-gadisnya.


Bagiku, ini berarti harus kreatif dalam mencintai. Bagaimana lelakiku tahu kalau aku bahagia?

Baiklah, yang pertama adalah pengamanan. Sejak pernyataan cinta antara aku dan Bob yang menghebohkan itu, aku mempunyai sebuah kebiasaan baru: menelan pil putih kecil. Pil KB. Pil ini cara pakainya memang harus dimulai pada hari pertama mens, yang kebetulan terjadi (benarkah kebetulan?) ketika untuk pertama kalinya Bob memasukkan penisnya ke dalam liangku. Efeknya hebat, berdarah-darah... tapi tentu saja itu bukan darah perawan, melainkan darah mens. Malam itu aku langsung ke apotik membeli beberapa pak, karena aku yakin bahwa semua ini akan berlangsung lama.

Yang kedua adalah, jangan mengumbar seks. Kalau sedang datang bulan, tentu saja tidak bisa berhubungan. Tetapi ketika sudah bersih pun, bukan berarti setiap saat siap ditancap. Dalam permainan cinta, justru ketegangannya harus dibangun dahulu... dan lelaki membutuhkan waktu untuk mengisi kantung maninya. Jika terlalu sering dikeluarkan, ia malah menjadi loyo dan tidak bersemangat. Apa enaknya bersetubuh dengan lelaki yang loyo?

Sejak aku jadian dengan Bob, aku mengubah penampilanku. Sekarang aku lebih sering memakai sweater yang besar, terbuat dari rajutan dengan benang berwarna merah dan perak, menutup dari leher sampai sejengkal di atas lutut. Di bawahnya aku memakai jeans yang menggantung di panggul, seperti gayanya Agnes Monica (atau Britney Spears?), yang panjangnya hanya sampai betis. Sangat casual, menyembunyikan lekuk tubuh dan terutama payudaraku -- aku merasa bahwa keduanya semakin besar belakangan ini. Aku mengikat rambutku yang sebahu dengan kuncir ekor kuda, mengenakan make-up tipis -- tapi aku meyakinkan diri bahwa aku harus tampil lebih cantik dari biasanya.

Semua ini adalah gayanya Bob. Dia pemikir, tenang, tidak tergesa-gesa. Ia menyukai kesederhanaan, juga kecantikan. Baginya menatap wajah cantik lebih menarik ketimbang menatap tubuh yang seksi, atau serba buka-bukaan. Katanya, yang tertutup itu menawarkan fantasi, khayalan yang bisa terwujud apa saja. Lebih menarik ketimbang sekedar memperlihatkan pusar atau bahu atau paha, yang kadang justru terlihat berbercak, terlalu kurus, atau terlalu gemuk. Huh, tapi tubuhku kan tidak berbercak, dan proporsional pula! Bob hanya tersenyum.

"Kalau Rena, tubuhnya memang sempurna," katanya lagi.

Dengan kesederhanaan ini, plus aku memberi waktu ekstra untuk wajah dan rambut, malah mengundang lebih banyak pandangan lelaki. Mereka nampak kecewa ketika menyadari bahwa aku sekarang ini sudah jadian dengan Bob. Ah, mungkin Bob benar, memang lelaki justru senang yang seperti ini. Bob menerangkan, jika lelaki tertarik melihat kulit perempuan, pikirannya hanya ngeres saja. Tapi melihat kecantikan dan kesederhanaan, lelaki justru merindukan. Tapi, aku mau agar Bob juga ngeres sesekali...

Satu hal yang dimiliki perempuan adalah, ada waktu terbaik untuk bercinta. Tandanya terlihat dari lendir yang keluar dari vagina. Ketika lendirnya kental, seperti putih telur, itu berarti awalnya. Ketika lendir menjadi semakin encer, aku pun merasa lebih bergairah, birahiku tinggi. Jadi, aku akan membuat agar Bob ingin berhubungan di saat-saat itu...waktu yang paling enak, paling mengesankan. Seperti sekarang ini.

Ketika pagi itu aku dijemput Bob di tempat kost dengan sepeda motornya, aku merapatkan tubuh ke depan. Di lampu merah, aku berbisik di telinganya,

"Bob... enak banget di belakang. Aku nggak pake apa-apa lagi di balik sweater ini."
"Ha? Nggak pake apa-apa?"
"Nggak."
"BH juga?"
"Nggak."
"Celana dalam juga?"
"Nggak."
"Gila!"
"Umm... nggak juga. Kan sweaternya besar. Tapi memang, rajutannya menggesek-gesek puting. Rasanya geli-geli enak, apalagi kalau ditekan seperti begini..."

Bob terdiam. Aku tahu, sekarang ini Bob mulai terbangkit nafsunya. Tetapi kami segera sampai di kampus, langsung masuk kelas. Aku bersikap biasa saja, walau merasakan seluruh rajutan yang lembut ini merangsang birahiku amat tinggi. Liangku sudah mengeluarkan cairan yang bening, membasahi bagian bawah celana jeansku. Untung sweaternya panjang, jadi tidak ada yang bisa melihat, kecuali Bob yang sudah kuberi tahu. Hari itu, Bob masih mengikuti satu kelas lagi, sedang aku bisa pulang. Ketika kami berpisah, aku memeluknya sebentar dan berbisik di telinganya,

"Sayang...nanti kamu langsung ke tempatku yah. Aku punya hadiah..."

Senyuman Bob memastikan bahwa ia akan hadir pada waktunya. Sementara itu, aku harus bersiap.

..oo0O0oo..

Ketika pintu diketuk, aku berseru, "Masuk Bob...jangan lupa kunci lagi yah..." Yah, siapa lagi kalau bukan Bob? Aku mendengarnya masuk dan menaruh tasnya di depan. Tempat kostku memang mempunyai dua ruangan, di depan untuk belajar, di dalam untuk tidur (dan bercumbu, tentu saja). Aku menanti dengan jantung berdebar, mendengar langkahnya yang ringan menuju pintu pembatas. Bob membukanya.

"Wow!" serunya.

Aku tersenyum.

"Hadiah yang.... luarbiasa..."

"Untukmu, sayang."

Yang dilihat Bob saat itu adalah si molek Rena yang nyaris telanjang bulat, berbaring di atas ranjang yang spreinya baru diganti, sprei polos berwarna pink. Ditubuhku ada sebuah pita besar, pita krans dari kertas krep berwarna hijau tua, yang membelit pantat, dengan ikatan kupu-kupu persis di depan vagina. Di kedua putingku, aku memasang dua bunga mawar merah. Bob mendekat. Aku tersenyum lebar -- aku tahu ia suka sekali dengan model bibirku dan gigiku, seperti bintang iklan katanya.

Bob menunduk, mencium hidungku. Bibirku yang memerah, bukan karena lipstik, tapi karena menahan gairah sedari tadi. Kami berciuman, mula-mula singkat, lalu menjadi semakin ganas. Bob menyingkirkan kedua bunga mawar dari putingku, lalu meremas kedua dadaku yang sudah bulat membesar. Ooohhh, enak sekali....

Bob lebih berhati-hati ketika menghadapi pita yang melingkari pinggulku. Ia menemukan simpulnya, melepaskannya. Dengan satu tarikan lembut, aku sungguh bertelanjang bulat di ranjang. Cairan dari liangku telah meleleh ke paha sebelah dalam, terus ke bawah membasahi sprei. Aku merenggangkan kedua kakiku lebar-lebar. Bibir kemaluanku sudah basah, juga berwarna merah agak tua.

Seperti dikomando, Bob langsung membuka seluruh pakaiannya, seperti kesetanan. Sepatu, baju, celana, pakaian dalam... semuanya terlepas dalam hitungan detik. Senyumku semakin lebar. Aku berhitung, berapa lama sejak terakhir Bob menyentuhku? Sudah hampir dua minggu. Selama itu kami berpacaran hanya sebatas berpegangan tangan, selebihnya dipenuhi dengan diskusi dan obrolan. Tetapi, sekarang waktunya pelepasan, karena aku sudah melihat penis Bob mengacung dengan tegaknya. Dengan kerasnya, seperti sebatang singkong.

Oh ya, ada lagi satu hal... tadi pagi, ketika Bob menjemputku, aku memberinya minum "lemon tea". Ini sebenarnya adalah obat kuat lelaki, barang baru dari Malaysia, yang kandungannya terbuat dari semacam sari buah yang berasal dari Peru. Konon, dahulu suku Inca memakai sari buah ini untuk meningkatkan daya tahan di waktu perang, juga daya tahan untuk bertempur dengan para perempuan di waktu malam. Yang kudengar, dengan khasiatnya, seorang laki-laki Inca sanggup menyetubuhi empat perempuan dalam satu malam.

Dan sekarang, laki-laki ini menyetubuhiku. Aku harus menjadi sekuat empat perempuan untuk mengimbanginya.


"Kemari sayang.... aku berikan semuanya, buat kamu," bisikku perlahan. Isyarat ini langsung meledakkan Bob. Ia langsung mendekatkan ujung penisnya ke bibir vagina, menggesekkan. Besar sekali, keras sekali, menggesek kelentitku yang sudah lebih dahulu keras membesar. Ooh, betapa gatalnya! Betapa inginnya! Aku mengangkat kedua kakiku, betisku menekuk sehingga ujung tumitku menyentuh pantatnya. Aku menekan. Bob meluncur ke bawah. Masuk. Bless!

"Ooohhh... Bob... Bob... aku cinta padamu...." aku mulai meracau. Rasanya dimasuki lagi sangat luarbiasa. Vaginaku sudah sangat siap, sangat licin, menerima penis yang berdiameter begitu besar dan berurat pula. Dia masuk dan tidak berhenti sampai seluruh batang kelaminnya terbenam di dalam tubuhku. Bersatu tubuh denganku. Aku bergetar, seketika merasa tak tahan lagi dilanda orgasme yang hebat. Gila, padahal ini baru sekali terbenam saja!

"Oohhh.... Bob... aku sungguh bahagia.... kamu hebat, sayang...." rintihku ketika orgasmeku mulai melemah. Dan saat itu juga, Bob menjadi semakin keras menekan, lalu aku merasakan penisnya menyemburkan semua isi kantong maninya di depan mulut rahim, jauh di dalam liangku. Benar, betapa pernyataan bahagia mampu merangsang laki-laki!

Tetapi, semua ini bukan merupakan akhir. Kemaluan Bob masih sekeras singkong, demikian juga aku siap untuk disuntik lagi dengan penisnya. Aku sekarang merangkak, dengan keempat tungkaiku di atas ranjang. Vaginaku nampak berlendir putih, menetes-netes. Aku melapnya dengan tisu. Setelah bersih, aku menghadapkan pantatku kepada Bob. Bibir kemaluanku berkedut-kedut, seperti meminta disenggamai.

Bob menjawab dengan penisnya. Ia langsung menerobos dari belakang. Ugh! Aku tersentak enak. Hanya bisa memejamkan mata, merasakan gaya doggie ini berlangsung dengan keras dan cepat, dan sangat cepat, dan sangat keras. Liar. Kenikmatannya pun menjadi semakin liar. Aku mulai merintih, mengeluh, meracau....meraung. Bukan kata-kata yang dapat dipahami artinya, tetapi suara-suara seorang perempuan yang sedang dipuncak kenikmatan ditancap lelaki dari belakang.

Lima menit kemudian, tegangannya tidak tertahankan. Aku terus orgasme hebat, ambruk ke ranjang karena tanganku tak kuat lagi menahan. Hanya pantatku saja yang masih membulat ke belakang, menawarkan diri pada Bob, kekasihku yang jantan.

"Bob... kamu mau masuk dari anal? Boleh Bob...." bisikku serak. Aku ingin disetubuhi dengan segala cara. Termasuk disodomi. Bukankah dulu pun aku pernah disodomi?

Penis Bob sudah amat penuh lendir, dari vaginaku dan dari sisa ejakulasinya tadi. Kini penis yang masih keras itu mengarah pada lubang anusku, dan mulai menyeruak masuk. Sakit. Enak. Sakit. Enak, enak, enak! Penisnya begitu besar, seperti mendongkrak lubang anusku sebesar-besarnya, tetapi aku justru merasakan kenikmatan yang amat sangat. Rasanya seperti sudah melayang, terus dilontarkan lagi ke atas. Belum selesai satu gelombang orgasme, aku sudah merasakan gelombang berikutnya datang dan semakin kuat.

Gila, siapa sangka disodomi bisa seenak ini?

Aku mencapai lagi orgasmeku, yang ketiga. Bob juga tidak tahan, ia sekali lagi berejakulasi, kali ini di anusku. Gila-gilaan... sebulan sekali, bolehlah.

Kami berdua lantas ambruk, tak kuat menahan beban. Sudah lega. Mendadak saja, tubuh terasa lemas. Tapi aku masih harus ke kamar mandi, bukan? Jadi dengan menguatkan kaki, aku berdiri dan melangkah ke kamar mandi -- kamar mandiku ada di luar, persis di sebelah pintu masuk kost. Tapi biasanya selalu sepi, jadi aku begitu saja -- telanjang bulat -- masuk ke kamar mandi, diikuti Bob di belakangku. Ia menenteng baju dan celananya. Buat jaga-jaga, katanya.

Kami membutuhkan waktu dua menit agar air shower membasahi dan melarutkan semua lendir yang tersisa. Akupun harus duduk di kloset, membuang lendir dan mani dari kedua lubangku yang masih berdenyut-denyut. Air dingin menolong, disemprotkan ke dalam untuk mengalir kembali ke luar. Sementara itu, Bob juga membersihkan batang kemaluannya... yang masih tetap besar. Obat kuat itu sungguh manjur! Cari sendiri, namanya: Trica Jus.

Selagi aku masih duduk di kloset, Bob datang menghampiri. Ia nampak sedikit agak malu, sekaligus masih sangat terangsang.

"Ren... aku masih besar nih..."
"Ya sayang, kamu hebat sekali..."
"Dicium dong."
"Apanya?"
"Ya ini... aku pengin tahu rasanya."
"Mau di blow, sayang?"
Bob mengangguk.

Aku mulai dengan kepalanya. Sekarang sudah bersih, karena tadi disabuni oleh Bob. Tapi jadinya semua lendir ikut hilang, kulitnya jadi kesat. Aku menjilatinya seperti eskrim, dari kepala lalu turun hingga seluruh batang itu tersapu oleh lidahku. Kembali jadi basah. Sekali lagi jadi licin. Dan sekali ini, penis yang keras ini masuk ke lubang "ketiga" pada diriku.

Seumur-umur, aku dahulu selalu dipaksa untuk blowjob. Sekarang, waktu aku dengan sukarela dan sukacita melakukannya, tak urung menjadi canggung juga. Tapi, aku tahu beberapa hal. Misalnya, yang paling sensitif adalah di lingkaran sekitar kepala cendawan penis laki-laki. Lalu, jangan sampai penis kena gigi. Dan yang ketiga, selain mulut, gunakan juga tangan untuk meremas dan mengocok batangnya. Sesekali masukkan semua, yang mana tak muat, sambil dihisap perlahan. Caranya, kulum kepala penisnya sambil kocok batangnya dengan satu tangan sementara tangan lain mengelus pelirnya.

Ternyata, ini memang cara yang ampuh. Kalau sudah mau dapat, lepaskan kepalanya dari mulut, ganti dengan jari-jari menjepit saluran di sebelah bawah, persis di pinggiran kepala kuat-kuat. Sebagai gantinya, kulum kedua pelir yang di bawah itu... kalau sudah turun suhu birahinya, kulum lagi penisnya. Begitu terus. Berulang-ulang.

Akibatnya, Bob nyaris sampai, lalu turun, lalu nyaris sampai lagi, diturunkan lagi. Setelah tiga kali demikian, ia tidak tahan lagi. Bob menahan kepalaku agar tetap di atas penisnya, dan sementara masih berada di mulutku, ia memuntahkan maninya sekali lagi. Tidak terlalu banyak, jadi bisa kunikmati, kurasakan, kutelan.

Bob lemas. Tiga kali ejakulasi. Tapi batangnya masih keras juga...hanya, sudah nyaris tidak tersisa apa-apa lagi di dalamnya. Ia sudah cukup bahagia luar biasa hari ini.

Cinta adalah permainan. Dan pemenangnya, kurasa, adalah aku, yang perempuan berbahagia karena memuaskan lelakiku.

Untuk sekarang. Besok...kurasa Bob mempunyai kejutan pula. Siapa tahu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar