tag:blogger.com,1999:blog-11430683727112958402024-02-19T18:34:59.311-08:00Cerita seruKoleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.comBlogger55125tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-71071876093239702552010-03-21T10:01:00.000-07:002010-03-21T10:03:41.545-07:00<strong>Sekretarisku berani bentak-bentak aku</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_569324"> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Suatu hari di kantor, penampilan Sylvia, sekretarisku, agak berbeda dari biasanya. Dengan blazer dan rok mini yang serba merah, sangat kontras dengan kulitnya yang putih mulus. Belum lagi lipsticknya yang merah senada di bibirnya yang mungil serta rambutnya yang ikal terurai, membuat wajahnya yang judes menggemaskan itu makin nampak sensual. ?<br />Kan hari ini ulang tahunku, jadi boleh dong tampil beda,? jawabnya waktu kupuji. ?Kalau gitu pulang kantor nanti kita langsung makan-makan ya,? kataku lagi. Sylvia cuma mengangguk dibarengi dengan senyum manisnya. </span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Pulang kantor, kami langsung menuju ke resto di sebuah hotel bintang<br />lima. Sambil makan, seperti biasa kami ngobrol dan bercanda. Memang hubunganku dengannya bukan hanya dalam kerja saja, tapi juga dalam hubungan pribadi. Sering dia aku ajak jalan, entah nonton atau sekedar ke cafe. Dari cerita-ceritanya, aku jadi tahu juga bahwa dia belum lama putus dengan cowoknya yang orang Amerika. Bahkan lebih jauh lagi, dia mengaku sering melakukan ML selama pacaran dan sudah mencoba berbagai<br />gaya. Dan menurutnya yang paling membuat dia puas adalah bila dia bisa mendominasi pacarnya dengan<br />gaya apapun. Entah kenapa dia begitu terbuka padaku.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Selesai makan, aku sengaja membuatnya surprise dengan memberinya hadiah menginap di hotel tersebut. Kebetulan hari itu hari Jum?at sehingga dia tidak usah memikirkan kerja esok harinya. ?Makasih ya..? bisiknya di telingaku sambil mengecup pipiku. Aku kemudian mengantarnya sampai ke kamar di atas dan melanjutkan ngobrol sambil minum wine.<br />?Syl, kamu minta apa lagi nih sebelum aku pulang?? tanyaku.<br />?Aku minta dua hal aja. Pertama, Bapak nggak usah pulang, dan yang kedua, Sylvi pengen gantian jadi boss malem ini aja,<br />kan Bapak biasa merintah, sekarang aku yang merintah Bapak ya,? katanya agak manja.<br />Kaget juga aku mendengar permintaannya, dan baru kuingat cerita dia yang suka mendominasi pacarnya tadi. Karena sayangku padanya sembari penasaran juga, langsung kuiyakan.<br />?Oke, kupenuhi permintaanmu bossku yang cantik, sekarang aku siap melakukan apa saja perintahmu, dan jangan panggil aku Bapak lagi ya,? candaku lagi.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Bagai bermain sandiwara, dengan tetap duduk dan menyulut rokok, Sylvi mulai memerankan dirinya sebagai bossku, dan dengan wajahnya yang memang judes itu pantas sekali dengan perannya.<br />?Oke Jo, buktikan kata-katamu, sekarang aku mau kamu buka seluruh pakaianmu sambil berdiri..!? perintahnya langsung yang membuatku kaget setengah mati.<br />?Buka semuanya Syl?? kataku lagi tak percaya.<br />?Iya..! kenapa? nggak mau??<br />?Iy.. iya deh..? jawabku terbata-bata sambil berdiri dan pelan-pelan mulai membuka satu persatu pakaianku mirip penari striptease.<br />Bersamaan dengan lepasnya pakaian terakhirku alias CD-ku, kulihat Sylvia menatap batang kemaluanku yang masih belum bangkit sambil mengepulkan asap rokoknya. Karena risih, kusilangkan kedua tanganku menutupinya. Namun tiba-tiba Sylvia beranjak dari tempat duduknya lalu mengambil ikat pinggang di celanaku. Tangannya kemudian menarik paksa kedua tanganku ke belakang dan diikatnya dengan ikat pinggangku. ?Nah, begini lebih bagus khan?? katanya lagi sambil duduk kembali di sofa. Kali ini dia menyilangkan kakinya yang ramping itu agak tinggi sehingga rok mini merahnya makin naik ke atas. Kontan kelakianku mulai bangkit perlahan-lahan melihat pemandangan indah pahanya yang putih mulus serta padat berisi itu. Dan memang ini yang diharapkannya.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">?Ayo, tunjukkan seberapa besar punyamu,? katanya lagi yang dilanjutkan dengan diluruskannya kakinya ke depan hingga ujung sepatunya yang runcing menempel di batang kemaluanku. Dengan posisiku yang masih berdiri dengan tangan terikat, makin tak karuan perasaanku. Gesekan-gesekan ujung sepatunya di kemaluanku membangkitkan sensasi tersendiri dan malah justru membuatku ingin terus mengikuti permainannya. Sesekali diputar-putarnya sepatunya mengelilingi batang kemaluaku yang makin mengeras sambil terkadang mempertontonkan keindahan pahanya dengan membuka sedikit kaki satunya. Tiba-tiba, Sylvia menghentikan kegiatannya dan menarik kakinya kembali. ?Keenakan kamu ya Jo.. sekarang berlutut!? perintahnya yang mengagetkanku, namun kuturuti saja kemudian kemauannya. ?Kamu harus berterima kasih sama ini sepatu yang membuatmu keenakan,? tambahnya lagi sambil melepas sepatu berhak tingginya dan menyodorkannya ke mukaku. ?Tunjukkan terima kasihmu dengan cium ini sepatu!? Belum lagi aku sempat teratur bernafas, lubang sepatunya sudah menutupi hidung dan mulutku sehingga aku menghirup langsung aroma khas di dalamnya yang makin membangkitkan nafsuku. Tangannya terus menekan sepatunya ke mukaku dan tak membiarkan aku menghirup udara segar, sementara aku tak berdaya dengan posisi berlutut dan tangan terikat. ?Enak<br />kan Jo..? kamu pasti lebih suka lagi sama isinya deh..? katanya sambil menarik sepatunya dari mukaku.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Dengan cepat diangkatnya kaki kanannya lurus ke depan hingga kakinya hanya beberapa centi saja di depan mukaku. Kutatap sejenak kakinya yang indah dan bersih itu. Jari-jarinya mungil dan putih, kontras sekali dengan cutex-nya yang merah menyala.<br />?Tunggu apa lagi..? ayo cium kakiku!?<br />?Baik.. baik boss,? jawabku sambil perlahan menundukkan kepalaku menghampiri kakinya.<br />Mulai kudaratkan bibirku di punggung kakinya dan kugeser pelan dari atas ke bawah sambil merasakan kehalusan kulitnya. Dari situ kugeser lagi bibirku ke samping kakinya hingga ke mata kaki yang membuatnya menggelinjang kegelian. Sylvi nampak sangat menikmatinya sambil terus mengepulkan asap rokoknya. Dinaikkannya sedikit kakinya agar aku bisa menciumi telapak kakinya yang berlekuk indah itu. Sylvi makin kegelian dan mulai merintih pelan waktu kucium sepanjang telapak kakinya yang beraroma khas, namun justru makin membangkitkan nafsuku.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">?Ayo, keluarin lidahmu, jilatin cepet!? perintahnya lagi yang langsung kukerjakan dengan penuh nafsu. Dari jilatan panjang telapak kakinya, kuakhiri di bawah jari-jari kakinya yang membuat Sylvi menggeliat dan menarik kakinya mundur. ?Buka mulutmu!? perintahnya. Belum lagi mulutku terbuka semua, ujung kakinya didorongnya masuk sehingga jari-jari kakinya yang mungil berada di mulutku sampai aku gelagepan. Tanpa menunggu perintahnya, kumainkan lidahku disela-sela jarinya sambil sesekali menghisapnya. Kulihat kepala Sylvi menengadah ke atas, tanda menahan geli yang sangat. ?Isep satu persatu jariku!? demikian pintanya. Sambil kuhisap satu demi satu, diam-diam Sylvi membuka sepatu kaki kirinya dan langsung mengarahkannya ke hidungku yang bebas, lalu menjepitkan jari-jarinya di situ. Kini lengkap sudah kedua kakinya yang mungil itu terlayani sekaligus. Satu di mulutku dan satunya di hidungku. Sementara itu, aku makin bisa menikmati permainan yang penuh sensasi ini, bahkan makin penasaran menunggu perintah selanjutnya.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Kegiatan tadi cukup membuatnya berkeringat, walaupun AC di kamar cukup dingin. Sylvi sekonyong-konyong menghentikan permainannya dan berdiri meninggalkanku yang masih dalam posisi berlutut. Dari kejauhan kulihat dia mulai melepas blazer dan bajunya sekaligus, sementara BH dan rok mininya masih dibiarkan menempel. ?Jo, coba kemari!? teriaknya dari depan lemari kamar. Aku kemudian menghampirinya dan berdiri di belakangnya. ?Lihat badanku berkeringat nih.. ayo jilatin!? perintah Sylvy makin menggila dan membuatku kaget. Namun aku yang tak berdaya dengan tangan masih terikat ini cuma bisa memenuhi permintaannya saja. Dari posisiku berdiri, kembali batang kemaluanku berdenyut-denyut memandang kemulusan kulit tubuhnya bagian atas yang putih bersih serta mengkilap karena keringatnya. Dan waktu kutempelkan bibirku di bahunya, ?Aaah..? tercium aroma tubuhnya yang sangat merangsang gairahku. Campuran antara parfum dan keringatnya ini membuatku tak langsung menjilatinya, namun kugunakan hidung dan bibirku terlebih dahulu untuk menghirup sepuas-puasnya keharuman tubuhnya. Sylvipun tak menolak, bahkan menggeliatkan tubuhnya waktu ciumanku berpindah dari bahunya ke sepanjang lehernya yang putih mulus. Tak kulewatkan gigitan-gigitan kecil di telinganya sebelum Sylvi menyibakkan rambutnya dengan tangan kirinya memintaku turun ke tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Dari situ, lidahku mulai menari-nari dengan turus turun menyusuri punggungnya yang mengkilap hingga ke atas rok mininya yang masih menempel kencang. Wajahku lalu kugerakkan ke arah pinggangnya yang ramping, dan waktu Sylvi menggeliat dengan kedua tangan ke atas, wajahku kugeserkan ke atas menuju ketiaknya yang terbuka lebar. Sylvi makin menggelinjang waktu bibir dan hidungku berputar-putar di ketiaknya yang putih bersih tanpa bulu itu, sampai-sampai lengannya dirapatkan kembali hingga kepalaku terhimpit di situ. ?Mulai nakal ya kamu,? desah Sylvi sambil menahan geli. Tak banyak yang bisa kulakukan kecuali menghirup aromanya yang penuh sensualitas itu.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Entah apa lagi yang akan dilakukannya. Silvy melepaskan kepalaku tiba-tiba lalu berbalik dan menyuruhku kembali berlutut. Dengan gerakan refleks, tangannya masuk ke dalam rok mininya dan menarik celana dalamnya ke bawah. Begitu lepas, Sylvi langsung merenggangkan kakinya dan mengangkat sedikit demi sedikit rok mininya dengan kedua tangannya, hingga muncul pemandangan indah tepat di depan wajahku. Bagian bawah kemaluannya nampak mengintip di balik rok mininya yang tersingkap. Batang kemaluanku makin keras memandangnya, apalagi dibarengi dengan liukan-liukan erotis pinggulnya yang menggodaku.<br />?Kamu pasti mau merasakannya<br />kan?? goda Silvy.<br />?Ayo, tunggu apa lagi? lumat sepuasnya!? katanya keras sambil menjambak rambutku dan menariknya ke dalam rok mininya.<br />Wajahku jadi terbenam di selangkangannya dengan posisi terus berlutut dan kedua tanganku yang masih terikat ke belakang. Mulailah bibir dan lidahku menjalankan tugasnya dengan melumat liang kemaluannya yang ternyata sudah basah sedari tadi. Aroma khasnya di situ makin membangkitkan nafsuku untuk memainkan lidahku dengan liar. dan membuat liukan-liukan Sylvi menjadi makin tak karuan menahan nikmat yang tiada<br />tara. Kadang-kadang kakinya bergetar waktu bibirku menemukan clitorisnya dan mengemutnya lembut.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Merasa tak tahan lagi, Sylvi malah menaikkan kaki kirinya ke atas meja koper di sampingnya, sehingga praktis rok mininya tak menutupi apa-apa lagi. Liang kemaluannya makin terbuka lebar yang membuat lidahku makin leluasa menjilat dan mengemut segala sudutnya. Tangannya makin keras menjambak rambutku ikut mengatur gerakan-gerakan kepalaku di selangkangannya, sampai akhirnya dengan sekuat tenaga ditekannya dalam-dalam wajahku dibarengi dengan hentakan-hentakan pinggulnya yang hebat. ?Aghh.. agghh,? teriaknya lepas menandakan telah tercapainya puncak kenikmatan di dirinya. Kedua pahanya menghimpit keras kepalaku beberapa saat lamanya. Sementara itu wajahku pun tak bisa banyak bergerak dan hanya bisa menikmati hangatnya cairan yang membanjir dari liang kewanitaannya.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Pelan-pelan himpitannya pahanya mengendur, lalu dia menyuruhku duduk di kursi tegak di depan meja rias. Sylvi tetap tak membuka ikatan tanganku, bahkan memindahkannya ke belakang kursi, sehingga posisiku mirip orang tahanan yang sedang diinterogasi. Bedanya aku dalam keadaan bugil total dengan batang kemaluanku yang berdiri tegak dan sulit turun, apalagi melihat di kaca rias, Sylvi mulai memerosotkan rok mini merahnya di sebelahku. Beberapa detik kemudian Sylvi membuat kejutan lagi dengan segera duduk di meja rias depanku dengan posisi kaki mengangkang dan tangan menumpu ke belakang. Sengaja rupanya dia berbuat begitu agar aku makin tersiksa memandang segarnya kemaluan wanita muda ini serta keindahan tubuhnya tanpa bisa berbuat apa-apa, walaupun masih tersisa BH mini hitamnya yang membuat buah dadanya menyembul bak hendak keluar.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Masih dengan liukan-liukan erotisnya dengan wajahnya yang dingin penuh sensualitas menatapku, pelan-pelan kedua kakinya diturunkan sambil memajukan tubuhnya hingga kakinya terkangkang menghimpit pinggir kursi yang kududuki. Ingin rasanya segera kutusukkan batang kemaluanku yang tepat berada di bawah kemaluannya, namun Sylvi punya sensasi lain. Mataku yang kini tepat di depan buah dadanya harus memandang gerakan tangannya yang perlahan ke belakang, membuka kaitan BH-nya dan melemparnya jauh. Kedua tangannya lalu dilepaskannya ke samping sambil lebih menegakkan badannya membiarkan mataku tak berkedip memandang kedua bukitnya yang tak begitu besar namun bulat padat dan mancung ke depan. Putingnya yang nampak menegang berwarna merah muda itu sangat kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih mulus.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Sylvi membuatku makin panas-dingin dengan gerakan tangannya kemudian yang memelintir-melintir sendiri putingnya sambil meliuk-liuk.<br />?Kamu pasti mau ini!? kata Sylvi menggodaku.<br />?Iya boss.. aku mau.. please,? pintaku menyambung.<br />?Ayo jilat!? perintahnya sambil tiba-tiba menyodorkan buah dadanya ke depan.<br />?Slurp.. slurp..? lidahku menjilat-jilat putingnya dengan ganasnya bak makan ice cream.<br />Bersamaan dengan itu Silvy menurunkan tubuh mungilnya sehingga batang kemaluanku yang makin tegak mengeras terbenam ke dalam lubang kemaluannya. ?Aaakh..?, desah kami hampir bersamaan merasakan nikmat yang penuh sensasi ini. Tubuhnya bergoyang hebat seirama dengan membabi butanya bibir dan mulutku menjelajah kedua bukitnya yang berguncang-guncang bebas. Keringatnya yang deras di situ makin melicinkan jalannya bibirku berpindah-pindah di kedua bukitnya.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">?Ayo gigit.. isep sepuasmu!? perintahnya lagi sambil meluruskan kedua tangannya berpegangan pada ujung atas kursiku. Gerakan pinggulnya yang kadang berputar kadang naik-turun membuat batang kemaluanku bagai dikocok dan terasa semakin licin menembus lubang kemaluannya dari bawah. Ketika goyangannya makin cepat, kembali mendadak Sylvi menghentikan gerakannya dan mengangkat tubuhnya buru-buru. ?Aku mau ganti posisi,? katanya cepat sambil membuka ikatan tanganku, lalu naik ke tempat tidur dengan posisi merangkak. Pantatnya yang putih mulus menungging di hadapanku membuatku berinisiatif menciumi bongkahan pantatnya bersamaan dengan kubukanya kedua pahanya lebih lebar dengan tanganku yang sudah bebas. Sylvi tak tahan, apalagi waktu kujilat panjang berulang-ulang di sepanjang belahan pantatnya. ?Cepaat masukkan,? teriaknya menahan geli. Segera kuhujamkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya dari belakang. Sylvi meronta-ronta kenikmatan waktu gerakan memompaku makin cepat, apalagi dibarengi kedua tanganku yang begerilya meremas-remas buah dadanya di depan.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Kembali Sylvi tak tahan, dan dia menginginkan permainan ini diakhiri dengan posisi berhadapan. Tubuhnya membalik dengan cepat dan menjepitkan kedua kakinya di pinggangku. Dengan cepat kupompakan batang kemaluanku yang disambut kembali dengan goyangan pinggulnya yang seksi. Sylvi lalu melepaskan jepitan kakinya dan menaruh ujung kakinya di kedua bahuku.<br />?Gunakan mulutmu.. ciumi apa yang ada,? perintahnya sambil tersengal-sengal.<br />?Baik boss,? jawabku lagi sambil meraih kedua kakinya yang indah itu ke wajahku dan kujilat-kujilat dengan lahap telapak kakinya.<br />Goyangan pinggulnya menjadi semakin menggila mengikuti kegelian di kakinya. Sementara posisi batang kemaluanku yang masuk tegak lurus ke liang kemaluannya membuatnya makin mendekati klimaks. Benar saja, Sylvi melebarkan pahanya tiba-tiba dan menarik tubuhku ke arahnya.<br />?Lebih cepat.. ayo!? perintahnya yang segera kuikuti dengan hujaman batang kemaluanku yang makin dalam dan cepat dibarengi dengan mulutku yang kini mendarat di buah dadanya kembali.<br />?Ahh.. ahh.. agghh..? teriak Sylvi bersamaan dengan tubuhnya yang melengkung ke atas menandakan kenikmatan tiada<br />tara.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Sylvi yang mengetahui aku belum mencapai klimaks langsung meraih batang kemaluanku dan mengocoknya cepat. ?Aku mau kau keluarkan di mulutku.. cepat!? kata Silvy sambil membuka bibirnya yang sensual itu tepat di depan batang kemaluanku. ?Iyya boss.. iyya,? jawabku tersengal-sengal menahan nikmat. ?Aaagghh..? erangku kemudian berbarengan dengan menyemburnya cairan dari ujung batang kemaluanku yang langsung memenuhi mulut dan wajah Sylvi. Tak Cuma berhenti disitu saja. Sylvi kemudian menjilat-jilat sisa cairan di sepanjang batang kemaluanku, memainkan lidahnya di ujung kepalanya, dan diakhiri kuluman lembut dengan memasukkan dalam-dalam batang kemaluanku ke mulutnya yang membuatku bagai terbang di awan.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">?Sylvi jadi bossku terus aja yah,? kataku sambil mengecup bibirnya lembut setelah kami beristirahat.<br />?Kenapa.. suka ya permainan tadi? kalo gitu ciumin lagi tubuhku sebelum masa jabatanku berakhir,? katanya lagi yang kali ini agak manja.<br />?Dengan senang hati boss,? jawabku sambil mulai menjilati kembali tubuh bugilnya yang mulus dan menelentang pasrah itu tanpa ada yang terlewatkan.</span></span><span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;"><br /></span></span> <span style="font-family:Century Gothic;"><span style="font-size:85%;">Hari Seninnya, pagi-pagi di kantor, kami bertemu. ?Selamat pagi boss,? sapa kami bersamaan. Aku dan Sylvi saling memandang sejenak lalu tertawa bersama. So, who?s the boss?</span></span> </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-52570600566003500182010-03-21T09:33:00.002-07:002010-03-21T09:57:04.173-07:00<strong>Mosaik Para Istri yang diperkosa </strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_290374"> Pemerkosaan seksual dalam beragam bentuk hampir setiap hari terjadi di seputar kita. Baca saja koran-koran kuning ibu kota yang pada setiap hari penerbitannya selalu memuat berita pemerkosaan atau tindak kekerasan seksual lainnya. Bahkan hampir setiap minggu berita-berita pemerkosaan menjadi headline.<br /><br />Secara harfiah kata pemerkosaan berarti, memaksakan kehendak. Seseorang memperkosa secara seksual pada orang lain, artinya sesorang memaksakan kehendaknya atas segala yang dia pikirkan dan lakukan secara seksual kepada orang lain dan masa bodoh apakah orang lain itu senang atau tidak senang dengan apa yang dia lakukan. Prinsip memaksakan kehendak itulah yang menetapkan, bagaimanapun juga, sebuah pemerkosaan adalah sebuah kejahatan. Artinya pemerkosaan seksual adalah perbuatan yang penuh kepengecutan, noda dan pelanggaran hukum yang bisa mendatangkan penderitaan pada sang korban dan hukuman fisik dunia bagi para pelakunya.<br /><br />Beberapa orang korban pemerkosaan atau orang dekatnya telah mengirimkan informasi atau kisah melalui e'mail ke saya. Ternyata demikian banyak ragam pemerkosaan, baik dari segi motif-nya, pemicunya, situasi saat pemerkosaan berlangsung, akibat sesudahnya dan sebagainya. Secara umum masyarakat memandang korban pemerkosaan sebagai aib. Tetapi di antara para korban tidak seluruhnya menyesali apa yang pernah mereka alami. Bahkan mereka menyebutnya sebagai pengalaman hidup yang indah. Mereka memperoleh sensasi nikmat birahi dari pemerkosaan yang mereka alami. Dalam batas-batas tertentu mereka selalu mengenang bahkan ingin sekali mengalaminya lagi.<br /><br />Saat-saat yang paling menyeramkan dalam menghadapi pemerkosaan adalah saat awal terjadinya peristiwa. Rata-rata korban sangat ketakutan atas kemungkinannya tindakan keras dan kasar yang bisa melukai fisiknya atau bahkan mengancam jiwanya. Dan banyak para pemerkosa, yang biasanya memang lantas ketagihan untuk mencari korban berikutnya, sangat memahami kelemahan akan tekanan psikologis pada para korban tersebut. Oleh karenanya untuk memperlancar operasionalnya mereka juga menggunakan berbagai bentuk ancaman, baik berupa ancaman fisik lengkap dengan peralatan senjata tajam atau lainnya, juga ancaman mental psikologis misalnya dipermalukan atau mempermalukan di depan orang lain.<br /><br />Sesudah melewati saat awal yang menakutkan itu ada 2 kemungkinan yang bisa terjadi pada sang korban, yaitu, dia menyerah pasrah dan menikmati sebagai bentuk petualangan seksual atau menyerah pasrah dengan tetap merasa menderita, dendam dan tertekan jiwanya. Hal tersebut sangat tergantung konsep alam pikiran maupun kesiagaan dan kesadaran mental setiap orangnya. Tetapi yang paling nyata adalah, apa yang sesungguhnya terjadi sulit sekali bisa dimengerti dan dibaca dari pihak luar.<br /><br />Beberapa pelaku sering membela diri bahwa dia tidak memperkosanya, karena dia mengetahui pada saat pemerkosaan berlangsung sang korban nampak begitu menikmati perkosaannya, bahkan ada yang menyatakan ingin mengulangi kenikmatannya lagi. Beberapa komplain atau pengaduan dari korban lebih disebabkan adanya kehendak-kehendak lain di luar perkosaannya itu sendiri, misalnya kekhawatiran akan kemungkinan keluarga suami korban menuntut perceraian karena merasa aib, atau bahkan minta segera dikawinkan dengan si pemerkosa apabila ternyata belakangan ketahuan hamil dari hasil perkosaannya itu.<br /><br />Mosaik di bawah ini hanya sebagian hal yang mungkin terjadi dari ribuan kemungkinan lain yang bisa terjadi pula. Dengan nama-nama orang yang disamarkan, dari beberapa informasi itu saya coba susun dan jadikan kisah pemerkosaan seksual khususnya yang dialami para istri sebagaimana yang tertera di bawah ini.<br /><br />*****<br /><br />Peristiwa Pertama,<br />DI ATAS KERETA API MALAM<br /><br />Secara rutin aku dengan atau tanpa suamiku pulang mudik setiap 3 bulan. Maklum orang tuaku sudah uzur dan aku sama suamiku, Mas Marsudi, punya cukup waktu untuk jalan sana jalan sini. Anak-anak-ku sudah pada mandiri. Walaupun usiaku baru 42 tahun dan usia Mas Marsudi 47 tahun tetapi kami sudah berstatus kakek & nenek deng 2 cucu yang manis-manis. Kami merupakan pasangan yang sehat dan berbahagia. Sisa-sisa kecantikkan masa mudaku masih banyak menjadi perhatian para pria. Bahkan para perjaka tidak akan mengira kalau aku sudah nenek-nenek. Orang bilang sex appealku sangat menonjol. Dengan tinggi badanku yang 165 cm dan berat tubuh yang 52 kg mereka bilang tubuhku sangat sintal. Suamiku orang swasta yang tak kenal lelah. Ada saja yang dia kerjakan untuk kesejahteraan ekonomi kami. Satu hal yang masih dominan dalam diri kami masing-masing adalah libido kami yang masih terus menggebu. Kami masih melakukan hubungan seks dengan penuh ber-kobar-kobar setidaknya 3 kali seminggu. Kami merupakan pasangan yang bahagia dalam masalah seks ini. Tak ada kekecewaan yang menggelantung sebagaimana yang sering aku dengar dari keluarga yang lain. Aku selalu mendapatkan orgasmeku setiap kali berhubungan dengan suamiku.<br /><br />Saat ini kami berada di stasiun Kota, Jakarta, menunggu kedatangan KA BIMA yang akan membawa kami ke Surabaya tempat orang tua kami tinggal. Tepat jam 7.30 malam kereta mulai bergerak ke arah selatan menuju satsiun Gambir, Manggarai dan Jatinegara untuk kemudian akan lurus menuju ke timur hingga stasiun Gubeng, Surabaya.<br /><br />Dinginnya gerbong eksekutif BIMA membuat kami memilih banyak tidur. Mas Marsudi sendiri orangnya paling mudah tidur. Aku bilang nggak boleh kesenggol bantal, karena kesenggol sedikit saja dia langsung tidur pulas. Sesudah hidangan makan malam keluar, yang langsung kami santap habis, kembali kami tertidur. Aku sendiri yang tidak begitu tahan dingin, sebentar-sebentar ke toilet untuk membuang air kecil.<br /><br />Kuperhatikan kursi di gerbong eksekutip ini sekitar 60 % terisi, maklum bukan hari libur. Mereka nampaknya para pedagang, karyawan yang sedang mendapatkan tugas atau cuti dan sebagainya. Kami kebagian kursi paling belakang, sehingga setiap penumpang selalu melewati kursi kami setiap akan menuju toilet kereta yang lokasinya tepat berada di belakang kursi kami. Dan yang paling aku perhatikan para pria selalu menyempatkan matanya untuk melirik ke aku. Aku sudah terbiasa dengan hal semacam itu. Sering dalam pikiran nakalku untuk mencoba menggoda mereka, apalagi kalau kebetulan ketemu orang ber-type Bon Jovi yang rambutnya bebas terurai, dadanya yang aduhai. Ah, tetapi itu hanya pikiran ngelanturku. Mas Marsudi walaupun typenya jauh dari yang namanya Bon Jovi telah memberikan segalanya padaku, mau apa lagi.<br /><br />Sekitar jam 3 dini hari aku kebelet kencing. Saat aku keluar gerbong menuju toilet kulihat dalam kegelapan ada seorang pria yang sedang menunggu. Rupanya sesorang sedang berada di toilet. Aku malas untuk bolak-balik di atas kereta yang melaju 80 km per jam ini. Aku ikut nunggu saja. Begitu orang keluar dari toilet aku pikir pria yang lebih dahulu menunggu itu bergegas untuk masuk, tetapi ternyata dia tidak bergerak dari tempatnya. Aku pikir dia hanya mau cari angin barangkali. Jadi akulah kini yang bergerak masuk toilet. Begitu aku masuk langsung disambut cahaya lampu toilet yang benderang. Tetapi begitu aku mau menutup pintu tiba-tiba kulihat sebuah tangan berbungkus jaket kulit mengganjal antara daun pintu dengan kusennya. Aku panik, mau apa orang ini. Dia mendorong pintuku demikian kuat yang aku nggak mampu menahannya dia ikut memasuki kamar toilet yang sempit itu. Dia bekap mulutku kuat-kuat dengan tangannya agar aku tidak teriak. Aku sangat ketakutan. Aku panik.<br /><br />Aku coba gedor-gedor dinding toilet agar orang-orang lain mendengar dan menolongku, tetapi lajunya kereta yang disertai berisiknya gerbong yang berlari kencang gedoran tanganku hanya sia-sia. Pria itu membisikkan padaku,<br />"Bu, jangan berisik. Awas nanti kalau kedengaran bapak di sebelah dinding dan kita ketahuan berdua-an di kamar toilet ini akau akan berlagak bahwa ibulah yang menarik aku masuk ke toilet bersama ibu".<br />Deg, hatiku langsung terpukul. Dan ternyata dia nggak memberi aku berpikir panjang. Dia langsung singkap rok-ku dan turunkan celana dalamku. Dengan tetap membungkam mulutku tangannya menyuruh aku untuk berbalik membelakangi dia. Dia dorong tubuhku hingga aku hampir terjatuh hingga tanganku secara refleks meraih pipa dan kran di depanku. Posisi tubuhku mau tidak mau menjadi setengah nungging. Pada saat itu pula aku merasakan tangannya mengelusi bokong dan meremasi nonokku. Dimainkannya jarinya pada kelentitku dan dimasuk-masukannya ke lubang vaginaku. Dengan tangan lainnya yang terus membekat mulutku membuat aku nggak bisa berteriak kecuali berpikir dan merasakan apa yang terjadi. Akhirnya karena ketakutan dan kekagetan yang melandaku, aku merasa lebih baik mengalah dari pada terjadi hal-hal yang mungkin berakibat fatal padaku.<br /><br />Remasan jari-jari pada nonokku kurasakan mulai melanda birahiku dan semakin hebat akibatnya. Aku merasakan nonokku mulai membasah. Cairan birahiku mulai mengalir keluar di lubang vaginaku. Aku mengerang penuh kehausan. Dan saat jari-jarinya dia cabut dan angkat aku sangat tak sabar menunggu penggantinya. Dan saat sebuah tonjokkan bulatan panas mendesak bibir vaginaku aku tahu bahwa ****** lelaki itu telah siap ******* nonokku. Aku langsung menggelinjang. Kini aku didorong oleh suatu keinginan yang kuat sekali untuk merasakan ****** orang lain yang bukan suamiku menembusi memekku. Keinginan itu pasti nafsu birahiku yang telah menyergap aku yang membuat aku terbakar hingga melumpuhkan nalar sehatku. Refleks pada pantatku kini adalah menggoyang agar ****** itu lekas meruyak ke dalam vaginaku yang sudah demikian gatal menantinya. Aku merintih.<br /><br />Aku dilanda prahara nikmatnya pemerkosaan padaku ini. Dan kini yang terjadi adalah dua insan yang berpacu untuk meraih orgasmenya dalam ruang toilet sempit diatas rel yang melaju antara Jakarta Surabaya. ****** lelaki itu dengan sangat cepat memompa kemaluanku. Dan aku sendiri menjadi sepenuhnya menyambutnya. Pantatku terus bergerak maju mundur mengimbangi kecepatan pompanya. Dan sepertinya memang demikianlah yang harus terjadi. Persanggama-an buah pemerkosaan ini tidak berlangsung lebih dari 5 menit. Kami sama-sama menumpahkan cairan-cairan kami. Sperma panas lelaki itu menyemprot-nyemprot dan membanjiri liang vaginaku. Aku meraih orgasme dalam sensasi birahinya korban pemerkosaan. Aku sangat puas. Demikian besar kepuasan orgasme yang aku dapatkan dan rasakan melebihi lebih dari 5 tahun orgasmeku yang secara rutin aku dapatkan dari suamiku. Aku melenguh kelelahan.<br /><br />Aku masih setengah nungging dan lelah saat lelaki itu demikian saja menghilang ke balik pintu. Dia meninggalkan aku sendirian kembali. Kini pintu aku kunci. Dan aku mulai berkilas balik. Saat lelaki itu mengganjalkan tangannya di pintu, kemudian membekap mulutku, kemudian menyibak rok-ku dan memelorotkan celana dalamku, kemudian membalikkan badanku hingga setengah menungging, kemudian mengobok-obok memekku, kemudian menusukkan ******nya pada vaginaku, kemudian memompakan ******nya yang aku langsung sambut dengan pantatku yang maju mundur menjemputi pompaannya. Dan yang paling akhir adalah orgasmeku yang demikian dahsyat nikmatnya mengalahkan nikmat-nikmat orgasmeku dengan suami sepanjang lebih dari 5 tahun terakhir ini. Oohh.., kenapa ini terjadi padaku.<br /><br />Saat aku keluar toilet aku dihinggapi rasa bimbang, adakah aku masih istri yang setia? Adakah aku masih berhak duduk di samping suamiku yang masih tidur pulas sejak kutinggalkan ke toilet tadi? Kulihat wajah suamiku yang begitu damai. Yang tak pernah tahu bahwa walaupun bukan mauku, aku merasa telah menghianatinya.<br /><br />Peristiwa Kedua,<br />SOPIR BOSS<br /><br />Pesta ulang tahun istri boss telah usai. Para undangan sebagian menuju mobil mereka untuk pulang, sebagian lain lagi menunggu supir masing-masing berdiri di kanopi rumah boss. Dengan ditemani istri boss aku menunggu suamiku yang saat ini masih terlihat bicara serius dengan boss serta staff direksi yang lain. Beberapa saat kemudian kulihat suamiku bersama boss mendekat ke aku. Boss yang bicara padaku,<br />"Maaf Bu Dibyo, pak Dibyo saya tahan karena ada yang perlu dibicarakan untuk pertemuan dengan pengusaha Jerman besok. Ibu biar diantar Tarjo supir saya pulang lebih dahulu. Nggak apa-apa ya Bu, maaf nih", demikian permintaan maaf boss Mas Dibyo yang nggak mungkin aku sanggah lagi sebagaimana kebiasaan di lingkungan kantor kami.<br />Ada kebanggaan bahwa suamiku, Mas Dibyo, merupakan staff inti yang selalu dibutuhkan pada saat-saat kritis seperti ini, tetapi aku sudah terlampau banyak dikorbankan untuk hal-hal seperti ini.<br /><br />Kebetulan aku meraih "door prize" saat istri boss mengundi nomer urut tamu malam ini. Lumayan aku dapat flat TV 21 inchi yang bisa aku pasang di kamar tidurku nanti. Mobil BMW 650i yang super mewah berhenti di latar kanopi begitu boss usai bicara padaku. Tarjo sang supir bergegas mengambil dooz besar TV-ku dan membukakan pintu kursi belakang untukku.<br /><br />"Selamat malam, Bu. Wah rupanya pak Dibyo bisa sampai malam hari ini, Bu. Soalnya saya dengar rombongan pengusaha Jerman itu minta bapak untuk membuat draft LOI (maksudnya, Letter of Intent) untuk besok pagi". Begitu Tarjo memberikan selamat malam padaku dan menyampaikan informasi mengenai tugas Mas Dibyo hasil dari nguping pembicaraan bossnya.<br /><br />Sampai di rumah aku turun lebih dahulu untuk membuka pintu dan menyalakan lampu ruang depan. Tarjo mengangkat dooz TV ke dalam rumah. Saat itu terpikir alangkah baiknya kalau Tarjo bisa sekalian membantu membongkar TV-nya dan menaruh di kamar tidurku. Dengan senang hati dia melakukan permintaanku. Boss sudah nggak nunggu saya lagi kok Bu, jadi saya bisa bantu ibu sebentar, begitu jawabnya. Saat itu kuperhatikan matanya begitu berbinar setiap aku ngajak omong. Dia tidak hanya memperhatikan bibirku yang bicara tetapi juga gaun malamku yang menampakkan bahuku yang terbuka, belahan buah dadaku, pinggulku. Aku sudah terbiasa menghadapi pandangan mata lelaki macam itu, tetapi mestinya bukan kelasnya Tarjo. Aku merasakan bahwa sebagai lelaki Tarjo pasti juga tergerak birahinya melihat perempuan seperti aku, itu jelas dari cara matanya memandangku. Aku mafhum.<br /><br />Tarjo dengan cepat dan cekatan melaksanakan permintaanku. Nampaknya dia ingin benar-benar membuat aku senang. Dan sebagai terima kasihku kubuatkan minuman saat selesai memasang TV di kamar tidurku. Sementara dia minum aku masuk kamar untuk ganti baju.<br /><br />Aku sedang membuka blus setengah dadaku yang tanpa kancing melalui kepalaku ketika tiba-tiba aku mendengar langkah kaki Tarjo memasuki kamarku dan sama sekali tak kuduga ketika dia memelukku dengan kuat dan langsung menciumi ketiakku. Aku berteriak tertahan karena malu kalau sampai kedengaran tetangga, sementara mukaku masih tertutup oleh blusku sehingga aku tidak melihat apa-apa di sekelilingku. Dengan sigap tangan kuat Tarjo membekap mulutku dari balik blusku,<br />"Jangan teriak, Bu. Malu khan kalau kedengaran tetangga. Saya nggak tahan nih Bu. Kepingin ******* ibu sejak berangkat dari rumah boss tadi. Sebentar saja, Bu". Gaya bicara Tarjo yang demikian tenang sangat membuatku jengkel dan marah. Sepertinya dia biasa melakukan hal begini kepada orang lain. Dasar begundal gila kamu, Jo.<br /><br />Aku berontak dan jatuh ke ranjang tertindih tubuh Tarjo yang terus merangsek ketiak dan bagian tubuhku yang lain. Aku mulai ketakutan Tarjo akan memperkosa aku. Nggak mungkin dia berbuat begitu padaku yang istri atasan dia juga. Tetapi teriakkan dan berontakku rasanya sia-sia. Dia terlampau kuat buat aku. Dengan mudah Tarjo meringkus aku. Mulutku disumpal dengan sapu tanganku yang dia raih dari meja toiletku. Tanganku dia ikat kuat-kuat pakai tali rafiah bekas pengikat TV ke kisi-kisi ranjangku. Sementara kakiku ditahan dengan tubuhnya dengan kuat.<br /><br />Aku terus berusaha berontak dengan tubuhku yang masih bebas untuk menggeliat menolak muka Tarjo yang nyungsep ke dadaku yang hanya tinggal memakai BH. Kakiku juga masih berusaha melawan kendati tubuhnya sangat kuat menindihku. Aku mulai berpikir kalau aku bisa menendang selangkangannya pasti Tarjo akan kesakitan. Tetapi aku nggak mampu. Bahkan tangan kanan Tarjo yang telah menyingkap gaun malamku mulai menarik-narik celana dalamku. Aku mulai menangis putus asa. Bagaimanapun nafsu jahat Tarjo akan kesampaian juga.<br /><br />Dengan menangis ini Tarjo jadi tahu bahwa perlawananku tinggal separoh, selebihnya tinggal keputus asa-an dan penyerahan tubuhku yang siap untuk melampiaskan nafsu binatangnya. Hal ini membuat Tarjo menjadi lebih gila dan mulai melepasi ikat pinggang kemudian memerosotkan celana panjangnya hingga ke pahanya. Aku memang semakin putus asa saat kurasakan Tarjo berhasil menarik melepasi celana dalamku kemudian menguakkan selangkanganku dan menenggelamkan wajahnya ke kemaluanku. Dia merangsek menciumi dan menyedoti nonokku. Aku tak bisa membayangkan lagi bagaimana perasaanku waktu itu. Kemaluanku yang berbulu tipis dengan bibir vaginanya yang sangat ranum dilumat-lumatnya yang terkadang sambil melepaskan gigitan-gigitan kecilnya.<br /><br />Cukup puas menggarap kemaluanku kini wajah Tardjo merangkaki perutku. Dengan bibirnya yang terus menjilati dan menyedoti tangan-tangannya melepasi BH-ku dan membetot keluar payudaraku yang memang sangat menggunung dan pasti menimbulkan nafsu birahi Tardjo yang makin kesetanan ini. Kemudian dari jilatan dan sedotan di perutku bibirnya bergerak cepat beralih mengenyoti dengan sangat ganas buah dadaku yang sudah keluar dari BH yang sudah berantakkan ikatannya.<br /><br />Dan di bawah sana kurasakan benda keras yang aku pastikan adalah ******nya mulai didorong-dorongkannya ke lubang vaginaku. Aku semakin benar-benar tidak melihat jalan keluar lagi. Aku dilanda kecemasan dan ketakutan yang amat sangat. Aku menjadi lumpuh dengan penuh sakit di hatiku. Aku terus menangis. Sopir gila ini benar-benar akan memperkosa aku. Edan. Gila. Benar-benar ****** kamu, Tarjo.<br /><br />Tetapi Tardjo ternyata sangat professional untuk merubah penolakanku menjadi penantianku. Dengan bertumpu pada lumatan, isepan dan gigitan pada payudara dan pentil-pentilku yang sangat intens, Tardjo mengembangkan variasi remasan dan rabaan pada bagian-bagian tubuhku yang paling sensitive. Terkadang jarinya seakan mencakar kasar untuk kemudian berubah mengelus lembut. Aku dipermainkan oleh gelombang sentuhan erotisnya. Aku tergiring untuk memasuki wilayah peka birahi yang demikian dahsyat. Aku nggak habis pikir, terkadang aku dibuatnya menunggu, apa lagi dan yang mana yang akan dirambah rabaannya. Dan itu merupakan siksaan yang paling aku benci. Menunggu Tardjo, menunggu rabaannya, sementara lidah dan bibirnya terus menggelitik payudara dan pentilku dengan disertai dengusan serta lenguhan nikmat yang sangat merangsang iba birahi siapapun yang mendengarnya. Rasanya dalam waktu yang singkat kini beralih aku yang terlanda kehausan. Birahiku seakan tercambuk untuk mendera nafsu libidoku. Ayooo, Tardjoooo, cepattt.. yang mana lagi.., ayooo, kurang ajar benar sih, kamu..<br /><br />Aku ngap-ngapan mengejar nafasku karena perbuatan Tardjo ini. Kini situasinya jadi berbalik. Kini aku yang justru menginginkan Tardjo dalam arti sesungguhnya untuk memperkosa aku habis-habisan. Kini aku berubah menjadi hewan betina yang menunggu dilahap rakus jantannya.<br /><br />Dan ketika akhirnya kurasakan ujung ****** Tarjo mendesaki gerbang vaginaku. Bibir vaginaku kurasakan menebal dan menjadi sangat peka terhadap sentuhan. Aku sangat berharap ****** Tardjo cepat menembusi nonokku. Aku goyangkan pantatku naik turun dan berputar cobek untuk menjemput dan menangkap batangan ****** Tardjo. Aku sudah demikian kegilaan menunggunya. Oohhh.., Mas Dibyooo, maafkan aku, ini bukan salahku, masss.. Kenapa kamu nggak pulang mengantar aku dulu kemudian kembali dengan urusan pekerjaanmu, demikian aku menangisi nasibku. Dan Tarjo mulai dan terus mengocok-ocokkan ******nya secara intensif ke liang kemaluanku.<br /><br />Dan saat akhirnya vaginaku menelan seluruh batangan ****** itu, wwuuhhh.. Aku dilanda gelinjang nikmat yang sangat dahsyat. Kini aku mendesah dengan hebatnya. Dan lebih konyol lagi, kegatalan pada nonokku terus memaksa pantatku bergoyang naik turun untuk menjemput ****** Tarjo agar menembusi lebih dalam lagi, dan bergoyang seperti "ngebor", memutar pantat ke kanan dan ke kiri agar memekku bisa melumat batang ****** untuk menggaruk dinding vaginaku yang nggak mampu aku tahan lagi rasa gatalnya. Dan inilah yang diharapkan Tarjo sebagai tanda telah mampu menundukkan aku. Oocchh, ampuni aku Mas Dibyooo..<br /><br />Kini Tarjo merasa tidak perlu terlampau ketat menahan meringkus aku. Bahkan dengan penuh keyakinan sumpal di mulutku dilepasnya. Tarjo tahu aku telah berada di wilayah kenikmatan birahiku dan tak akan mungkin berteriak-teriak yang membuat kehilangan kenikmatan itu. ******nya mulai dipompakan secara teratur dan cepat menembusi nonokku. Dan cairan birahiku tak lagi bisa menyembunyikan hadirnya nafsu birahiku itu.<br /><br />"Bu, enhak sekali ya, Bu .., Bu enhaakk, yaa..", racau Tardjo sambil menahan birahinya yang sudah demikian tak terkendali. Tetapi ucapan Tarjo itu sama sekali tidak salah. Aku memang merasakan enak dan nikmatnya pemerkosaan ini. Bahkan kini aku benar-benar menggoyang-goyangkan pantatku karena kenikmatan yang menimpa diriku. Dan racauan mulutku mengalir menyahuti menyemangati racauan Tarjo,<br />"Teruzzss Mas Tarjo.., terusszz.., enhhaakk.., terusszzhh..".<br /><br />Semua menjadi serba cepat. Genjotan ****** Tarjo yang semakin kuat ******* kemaluanku membuat susu-susuku tergoncang-goncang seperti terlanda gempa bumi. Aku merasa kehausan yang amat sangat. Aku minta Tarjo menciumi bibirku. Kami saling melumat dengan ganas yang disebabkan gelombang dahsyat yang menerpa birahi kami. Dan kini aku merasa seluruh urat dan otot-otot tubuhku meregang. Aku merasa ada desakkan kuat yang harus meledak keluar dari dalam tubuhku. Dan kemudian aku merasakan aliran stroom jutaan watt hadir mengawali muncratnya cairan birahiku dari dalam kemaluanku. Aku merasakan kenikmatan yang dahsyat saat orgasmeku datang. Mataku membeliak-beliak menahan dera nikmat. Aku gigit pundak Tarjo hingga terluka.<br /><br />Aku belum pernah mendapatkan pengalaman nikmat macam ini selama perkawinanku dengan Mas Dibyo. Aku menjadi buas dan kehilangan perasaan malu. Aku meracau dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang sangat seronok dan kotor yang seharusnya tidak keluar dari mulutku. Aku terdorong oleh nafsu birahiku yang menggelegak hebat mengucapkan nikmat luar biasa sambil merintih. Dan berbareng dengan itu, Tarjo yang seperti orang gila semakin keras dan cepatnya memompa nonokku hingga kudengar suara bijih pelirnya yang memukul-mukul bawah nonokku. Tarjo menyusul menyemprotkan air maninya yang sangat panas ke dalam memekku. Aku tak bisa bayangkan lagi betapa kuyupnya lubang kemaluanku. Air mani dan cairan birahiku membusa meleleh keluar menyertai keluar masuknya pompaan ****** Tarjo. Dan akhirnya semua berhenti.<br /><br />Sepertinya Tarjo lunglai menindih tubuhku dengan keringatnya yang mengalir deras dari tubuhnya, tetapi wajahnya yang juga basah yang nyungsep di belahan dadaku bibirnya masih pelan mengenyoti payudaraku dan ******nya yang terendam basah masih kurasakan tegang kaku dalam rongga kemaluanku. Walaupun terus terang aku mendapatkan kenikmatan seksual yang hebat dari paksaan Tardjo tapi demi gengsiku kutolak tubuh Tardjo dari tubuhku, aku ingin dia cepat menyingkir dari aku. Tetapi apa kata dia,<br />"Bu Dibyo, kemaluan ibu seperti kemaluan perawan, sangat sempit dan sangat nikmat. ******ku belum puas, Bu. Aku mau lagi. Aku mau ibu melayani aku lebih baik lagi. Aku pengin ******* ibu lagi. Aku mau ibu menjilati ******ku sebelum kumasukkan ke nonok ibu lagi".<br />Edan kau Tardjooo.. Omonganmu sama sekali menghinaku. Kamu anggap apa aku ini? Memangnya aku tempat pelampiasan nafsu binatangmu? Memangnya aku budakmu? Pergi kau Tardjoo.. Pergi..!!!, demikian aku berteriak padanya.<br /><br />Terus terang aku berteriak bukan benar-benar menyuarakan hatiku. Aku hanya berteriak demi gengsiku. Aku akan menangis penuh penyesalan seandainya Tardjo lantas dengan kecut meninggalkan aku. Terus terang kata-kata jorok brutal Tardjo tadi tiba-tiba menjadi sensasi birahi yang menggelegak menghantam sanubari libidoku. Aku merasakan birahi nikmat mendengar kata ****** belum puas, ******* nonokku, menjilati ******nya, ah, merinding dan bergetar merasakan betapa kata-kata itu menjadi demikian merangsang nafsu birahiku. Aku ingin mendengarnya lagi, aku ingin Tardjo mengucapkannya lagi untukku. Aku ingin ada kata-kata yang lebih kotor lagi. Aku ingin Tardjo mengucapkan keinginan kotornya padaku lagi.<br /><br />Tetapi ternyata dia tidak bicara lagi. Dia bertindak. Dia mencabut dari memekku ******nya yang masih kuyup oleh lendir spermanya yang tercampur dengan cairan birahiku. Dia merangkaki tubuhku. Dia melangkahi payudaraku untuk mendekatkan ******nya ke wajahku. Untuk menjejalkan ke mulutku. Sungguh mati aku sangat jijik menghadapi ini. Mulutku belum pernah mencium apalagi mengulum ******. Aku sangat jijik karena memang belum pernah aku melakukannya walaupun suamiku sering minta agar aku melakukannya. Walaupun kedua tanganku masih tetap terikat, aku mati-matian menggeliat-geliat untuk berusaha menolaknya. Aku pandang hanya binatang saja yang melakukan cara macam ini. Tetapi Tardjo yang menjadi demikian terbakar nafsunya melihat geliatan tubuhku tidak memintaku. Dia memaksa aku. Dia telah berhasil memperkosa kemaluanku, dan kini dia akan memaksa mulutku untuk menerima ******nya.<br /><br />Dan Tardjo memiliki banyak cara. Dia memencet hidungku hingga aku kesulitan mengambil nafas sampai mulutku terpaksa terbuka untuk bernafas. Pada saat itu ******nya langsung disodokkan dan dijejalkan ke mulutku. Reaksi pertamaku adalah gelagapan dan rasa muak yang tak terhingga. Aku mau muntah. Tetapi keinginan itu seketika lenyap ketika Tardjo dengan tiba-tiba dan sangat kurang ajar meraih kepalaku, menjambak rambutku dan kemudian berkali-kali menampari pipiku. Kali ini aku sungguh-sunguh merasa direndahkan harga diriku. Seorang sopir macam Tardjo beraninya menampar istri bossnya.<br /><br />Tetapi Tardjo sudah kerasukan setan. Dan yang hadir pada diriku kini bukan lagi gengsi tetapi ketakutan yang amat sangat pada orang yang kerasukan setan. Aku jadi terpaksa membiarkan ******nya yang disodok-sodokkan ke mulutku. Aku pasif, tidak menggerakkan mulutku sama sekali, tetapi Tardjo kembali menamparku,<br />"Ayo, Bu, isep-isep ****** enak, Bu, kulum, ayo, enak ini bu..", antara ketakutan dan merinding birahi yang sangat, aku diserang gemetar hebat. Dan diluar kesadaranku akhirnya aku mengulum ******nya. Aku menggerakkan bibirku. Aku menjilatinya. Rasa asin yang menyergap lidahku membuat aku terkaget. Tetapi Tardjo sama sekali tak memberikan aku ruang untuk menolak. ******nya sedikit demi sedikt dijebloskan ke mulutku hingga menyentuh tenggorokanku. Kemudian ditariknya sedikit untuk kembali dijebloskannya lagi, demikian di ulang-ulanginya hingga aku jadi ber-adaptasi. Aroma sekitar selangkangannya yang semula sangat membuat aku mual kini tak terasa lagi. Rasa jijikku menyurut.<br /><br />Paksaan yang tak bisa kutolak menggiring aku untuk kompromi. Aku menerima dengan setengah perasaanku, sementara aku mencoba meraba dimana kenikmatannya. Sampai-sampai orang-orang suka membicarakan hal macam begini, bagaimana rasa nikmat melakukan oral seksual dengan mengkulum dan mejilati ****** lelakinya. Dan saat tangan Tardjo juga meremasi buah dadaku dan memainkan pentilku aku tak bisa mengelak, nikmat birahi melumati ****** lelaki segera merambati aku pelan, pelan, pelan dan kemudian menerkam diriku dengan hebatnya. Situasi serasa berbalik 180 derajat, akulah kini yang mengerang dan mendesah sambil dengan penuh penghayatan dan nafsu birahi aku memperdalam dan memompa ******nya dengan seluruh haribaan mulutku. Tardjo tahu aku sudah bisa dia taklukkan. Dan aku merasakan gelinjang nikmat bagaimana sebagai perempuan terhormat ditaklukkan oleh ****** supirnya.<br /><br />Aku merasakan sensasi seksual sebagai budak nafsu supir boss suamiku. Kini aku menjadi pihak yang banyak menuntut. Aku ingin Tardjo menumpahkan seluruh nafsunya ke tubuhku. Setiap tindakan kasarnya menambah nikmat birahiku. Keinginan untuk menyerah sebagai budak taklukannya merupakan ungkapan yang sangat sensasional untuk nafsu birahiku. Aku ingin direndahkan. Aku ingin dihina. Aku ingin dijajah oleh Tardjo. Aku bahkan ingin disakitinya. Untuk itu aku berontak habis-habisan hingga ******nya lepas dari mulutku. Aku tendang sebisaku apa yang aku bisa tendang. Aku cakari tubuhnya. Aku maki dia dengan kasar,<br />"****** kamu Tardjo, babi, setan!", dan rupanya perlawananku langsung memancing kemarahannya. Aku ditamparinya hingga bibirku pecah dan berdarah. Dia memaki aku,<br />"Dasar pelacur kamu, cabo murahan, pemakan tai!", katanya dengan kasar sambil meraih mukaku dengan kedua tangannya.<br /><br />Dipegangnya mulutku pada rahang bawah dan atasnya. Dipaksakannya aku membuka mulutnya. Kemudian di ludahi mulutku. Dia ludahi lagi. Dia ludahi terus mulutku. Dia gumpalkan air liurnya ke bibirnya kemudian diludahkannya kemulutku. Dan setiap kali dia membuang ludahnya ke mulutku, setiap kali pula dia pencet hidungku hingga aku gelagapan dan terpaksa aku menelan ludahnya. Tiba-tiba merinding dingin dan gemetar seluruh tubuhku, seakan badai kutub utara menyergap aku. Seluruh saraf-saraf dan ototku mengejang. Aku merasa kegatalan birahi yang sangat pada kemaluanku dan membuat rasa ingin kencingku meledak-ledak. Aku tahu perlakuan kasar Tardjo telah memancing nafsu birahiku dengan dahsyat. Dan kini aku akan kedatangan nikmat orgasme yang tak kuduga-duga akan secepat ini sebelumnya.<br /><br />Aku sudah tenggelam dalam badai birahi yang tak lagi terkendali. Ludah Tardjo telah mendongkrak libidoku dan mendorongku untuk kembali mencengkeram dan memepet-pepetkan selangkanganku ke tubuh Tardjo sebagai ungkapan kegatalan nonokku sambil aku merintih dengan histeris dan setengah teriak,<br />"Tardjo, masukin ******mu, Djo, entot aku lagi, Djo, tolong, entot aku lagi", tentu saja dia heran akan sikapku yang berbalik 180 derajat.<br />Dan langsung Tardjo menyambut gembira histerisku itu. Tetapi dia tidak langsung menjawab permintaanku. Dia melepaskan terlebih dahulu tanganku dari ikatannya. Dia nampak begitu yakin bahwa aku telah benar-benar dia kalahkan. Dia ingin merasakan bagaimana aku akan sepenuhnya mengekspresikan kenikmatan yang dia berikan. Dia ingin aku menggunakan tangan-tanganku untuk memelukinya dikarenakan birahi yang membakar diriku.<br /><br />Dengan penuh keyakinan dia kangkangkan selangkanganku. Dia arahkan ******nya ke nonokku yang dengan serta-merta pantatku naik tinggi-tinggi menjemputnya. ****** itu langsung.. bleezzhh.. menghunjam dan ditelan memekku bulat-bulat. Dengan tanganku yang terbabas aku memeluki tubuh keringat Tardjo dengan sepenuh puas hatiku. Dengan cepat pantatku goyang memutar dan memompa naik turun.<br /><br />Saat orgasmeku benar-benar berada di depan gerbang puncak nikmat, aku berbalik dengan cepat ganti menindih tubuh Tardjo. Doronganku adalah menghunjamkan ******nya untuk lebih dalam meruyak menusukki nonokku. Dan saat itulah, cakar-cakarku melukai bahu Tardjo dengan disertai teriakkan seperti ****** betina yang melonglong keenakkan dientot jantannya, orgasmeku akhirnya muncrat, tumpah ruah membuat nonokku menjadi banjir dan kuyup. Dengan cepat kuterkam mulutnya dengan mulutku, kuhisap-isap lidah dan ludahnya untuk menghapus dahaga birahiku dan menuntaskan puncratan cairan birahiku. Kuhisap terus, kuhisap terus, kuhisap terus hingga akhirnya aku tergeletak lemas ke kasur pengantinku. Sepintas aku lihat Tarjo bangkit dan meloco ******nya. Dia mengeluarkan spermanya beberapa saat kemudian disertai dengan teriakkan lepas birahinya dengan sekeras-kerasnya. Dia puncratkan sperma hangatnya ke tubuhku, ke dadaku, ke mukaku, ke rambutku. Sesudah ber-galon-galon spermanya tersedot keluar, Tardjo jatuh lemas ke kasur di sebelahku. Aku terlena.<br /><br />Entah berapa lama aku tertidur kecapaian hingga terbangun saat kulihat Tardjo bergerak bangun. Mataku yang kini selalu terpaku pada ******nya melihat betapa ****** gede itu belum nampak surut juga dari tegang kakunya. ****** itu masih nampak ber-ayun-ayun setiap kali pemiliknya bergerak ke-sana-kesini. Kulihat dia bergerak turun.<br /><br />Dia balikkan tubuhku kemudian dia tarik kakiku hingga tungkai kakiku terjuntai ke lantai. Dia rabai lubang pantatku. Kemudian aku rasakan dia membenamkan wajahnya di sana untuk menciumi dan menjilati lubang analku. Rasa gatal yang sangat dengan cepat kembali menggelitik nafsu birahiku. Suamiku tak pernah menjilati pantatku, apalagi lubangnya sebagaimana yang dilakukan Tardjo kini. Aku tidak berfikir lagi untuk menolaknya, rasanya Tardjo sudah menaklukkan aku secara total, aku pasrah apa maunya saja. Saat dia menjilati dan menusukkan lidahnya ke lubang anusku aku langsung menggelinjang. Tanganku bergerak kebelakang meraih kepalanya, aku ingin Tardjo lebih tenggelam lagi menjilat pantatku. Tetapi Tardjo bergerak bangkit sambil beberapa kali meludahi lubang anusku. Dia tusukkan jar-jarinya ke lubang itu. Aku kesakitan dan mengaduh. Dia tidak ambil pusing.<br /><br />Dan ketika ******nya dia asongkan ke analku, aku baru tahu, rupanya Tardjo ingin melakukan sodomi padaku. Aku rasanya tak mampu berkutik. Aku menjadi tawanan yang sudah lunglai kehabisan tenaga untuk melawan musuhku. Dan saat rasa sakit yang langsung menerpa pantaku karena ****** Tardjo memaksakan untuk menembusinya, aku tak menahan diri lagi untuk berteriak sekeras-kerasnya. Aku benar-benar tak tahan menerima tusukkan ******nya di pantatku. Aku belum pernah merasakan sodomi, bahkan berpikir saja tak pernah.<br /><br />Rasa panas dan pedih pada bibir dan dinding anusku tak tertahankan lagi. Aku berusaha berontak menghindar, tetapi justru membuat aku semakin terkunci oleh jepitan tubuhnya yang sambil terus menggerakkan pantatnya merangsek dan mendorong serta menarik ******nya memompa anusku. Kini aku benar-benar diperlakukan seperti ****** betina, Dengan setengah tengkurap di tepian ranjang dan kaki terjuntai ke tanah, aku dipaksa menerima peralakuan sodomi pada pantatku. Aku terguncang-guncang oleh sodokkan ritmisnya. Anusku terasa sangat panas seperti kecabean dan pedihnya luar biasa. Kembali aku menangis. Aku melolong karena rasa sakit yang amat sangat.<br /><br />Tardjo menikmati banget apa yang dia bisa raih dari tubuhku. Dengan terus menyodomi analku dia memelukku dari belakang, menciumi kudukku habis-habisan sambil tangannya merangkul tubuhku dan meremasi payudaraku. Kudengar nafasnya yang mengendus dengan buas menyertai nafsu birahinya yang benar-benar telah menjadi binatang liar yang tak terkendali lagi.<br /><br />Saat akhirnya ****** itu terus mempercepat pompaannya, aku tahu bahwa Tradjo telah mendekati puncak birahinya. Untuk yang kesekian kali dia akan menyemprotkan air maninya ke dalam tubuhku. Di antara panas dan pedih yang merobek-robek lubang pantatku aku terguncang-guncang di atas ranjang pengantinku sambil meraung kesakitan. Aku merasakan betapa sodomi ini begitu menyiksaku. Kepalaku langsung pening, mataku terasa menggelap ber-kunang-kunang. Kuremasi pinggiran kasurku dalam upaya menahan kepedihan itu. Yang aku pikirkan hanyalah kapan siksaan ini berhenti dan selesai. Aku nyaris kehilangan kesadaranku saat Tardjo kembali menyemprotkan lahar panasnya di lubang analku. Lendirnya melicinkan bibir dan dindingnya hingga rasa sakit ini sedikit berkurang. Tardjo kembali berteriak histeris, melolong bak ****** jantan yang telah memuasi betinanya. Kemudian kembali dia lemas dan rebah penuh keringat menindihi punggungku. Aku lemas sekali. Aku berharap Tardjo sudah lemas dan puas pula hingga tidak lagi memaksa aku untuk menampung kebrutalannya lagi. Aku harap selekasnya Tardjo meninggalkan aku. Aku sudah tak mampu lagi melayaninya. Percuma. Aku nggak akan mampu lagi menikmatinya. Dan harapanku benar terpenuhi.<br /><br />Tetapi caranya sungguh menunjukkan kekurang-ajarannya. Tanpa memperhatikan keadaanku, tanpa ada omongan "ba bi Bu" enak saja Tarjo turun dari ranjangku. Dengan tanpa mencuci apa-apa pada tubuhnya, ditariknya kembali celana panjangnya yang tetap nyangkut di pahanya dan menutup resluitingnya serta mengikat kembali ikat pinggangnya. Dan kemudian dengan se-enaknya dia ngeloyor pergi,<br />"Terima kasih, Bu. Maafin saya, ya, Bu", demikian kering kata-katanya, seolah apa yang telah terjadi bukan hal yang luar biasa. Kemudian dengan sama sekali tidak menunggu reaksiku dengan cepat dia meninggalkan aku yang masih tergolek telanjang di tempat tidurku.<br /><br />Sesudah lebih dari 1 jam dia melampiaskan nafsu hewaniahnya untuk mendapatkan kepuasan birahinya dengan cara memaksa menggauli aku, dengan menembusi nonokku, mulutku dan yang terakhir lubang duburku tanpa khawatir akan suamiku yang bisa kapan saja muncul pulang tiba-tiba, kini sepertinya pahlawan yang meninggalkan musuhnya yang sedang sekarat dia pergi begitu saja tanpa tanda-tanda dan jejak yang bisa dijadikan alibi kecuali hatiku yang terluka dan bimbang.<br /><br />Aku bimbang, benarkah Tardjo telah memperkosa aku? Dengan kenikmatan yang begitu luar biasa yang kudapatkan dari pemerkosaku aku menerima perbuatan Tardjo sebagai sesuatu yang tak akan pernah kusesali seumur hidupku. Masih pantaskah aku disebut istri yang setia bagi Mas Dibyo? Ah, lelaki dimana-mana sama saja, membingungkan. Dasar bajingan kamu, Jo.<br /><br /><table id="post290403" class="tborder" align="center" border="0" cellpadding="6" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr valign="top"><td class="alt1" id="td_post_290403" style="border-right: 1px solid rgb(255, 255, 255);"><div id="post_message_290403">DI BAWAH SELIMUT KERETA MALAM ARGO LAWU<br /><br />Ini memang bukan masalah sepele, bukan sekedar masalah tangan, bukan sekedar soal keusilan seseorang. Aku merasa ini sudah menyentuh masalah prinsip sebuah kesetiaan. Kesetiaan seorang istri yang telah 20 tahun lebih mampu menahan segala terpaan goda nafsu birahinya.<br /><br />Setiap 2 atau 3 bulan sekali aku bersama suamiku, Mas Rudy, pergi ke Solo menengok anakku yang kuliah di Universitas Sebelas Maret (UNS). Tetapi keberangkatanku sekarang ini terpaksa aku lakukan sendiri karena Mas Rudy kebetulan ada urusan pekerjaannya yang tidak bisa ditinggalkan. Dia berjanji akan menyusul dan menjemput aku saat kepulangannya nanti. Mas Rudy hanya bisa mengantarkan sampai aku duduk nyaman di kursiku di kereta api Argo Lawu yang akan meninggalkan stasiun Gambir menuju Solo jam 7.30 malam. Kalau tidak ada kelambatan kereta Argo Lawu ini akan memasuki stasiun Balapan Solo sekitar jam 5 pagi. Anakku Suryo sudah akan menunggunya di sana.<br /><br />Aku dapat tempat duduk dengan nomor 14 C di larik sebelah kanan gerbong. Kursi di sampingku yang berada ditepi jendela nampaknya sudah ada yang menempati, orangnya tidak kelihatan tetapi dari barang bawaannya dan jaket yang ditaruh dikursinya aku perkirakan dia adalah orang laki-laki. Beberapa detik sebelum keberangkatan Mas Rudy turun dengan sebelumnya mencium pipiku sebagaimana kebiasaan kami apabila ada anggota keluarga datang atau pergi melakukan perjalanan.<br /><br />Sesaat kereta bergerak meninggalkan Gambir seorang pria muda pemilik kursi di sampingku baru muncul. Dengan penuh santun dan hormat dia mengucapkan selamat malam padaku dan bahkan menawari aku apabila aku menghendaki duduk di kursinya yang disebelah jendela. Aku ucapkan terima kasih, aku tidak ingin pindah dari kursiku. Pertimbanganku karena aku ini punya kebiasaan beser. Bisa dipastikan aku akan berbelas-kali mondar-mandir ke toilet untuk kencing. Dan itu akan membuat aku sungkan apabila setiap kali aku harus ngomong sama dia untuk ke toilet.<br /><br />Pria ini berinisiatip untuk banyak ngomong dan mengajak aku berbicara. Dari pembicaraannya kelihatan bahwa dia adalah seorang terpelajar. Dia ke Solo dalam rangka tugas dari perusahaannya, dia akan tinggal selama 1 minggu di kota itu. Selama pembicaraan sepenuhnya dia menujukkan sikap hormat dan santunnya padaku. Aku juga menaruh respek padanya karena sikapnya itu. Dia pinjamkan majalah dan koran bacaannya padaku, dia juga tawarkan makanan atau minuman saat pelayan restoran melewati bangku kami. Kecuali koran dan majalahnya yang lain aku menolak dengan halus. Aku terbiasa hanya minum air mineral saat bepergian begini. Dan untuk makan malam aku rencanakan nanti sekitar jam 10 malam baru aku mau pesan ke restoran. Aku sudah membayangkan steak Argo Lawu yang enak itu untuk makan malamku.<br /><br />Sesungguhnya aku nggak pernah membanding-bandingkan suamiku dengan lelaki lain, tetapi nggak tahu kenapa kali ini tanpa bisa kuhindarkan aku melakukan itu, mungkin karena waktu yang waktu panjang perjalanan yang membuat aku sempat berpikir macam-macam. Aku perhatikan pria di sampingku ini tampan banget. Wajahnya mengingatkan aku pada bintang film Onky Alexander yang main di film Catatan si Boy itu. Bahkan terus terang sebagai penonton film dan sinetron aku termasuk pengagum tampang Onky itu. Gayanya dalam film yang acuh, santun dan jantan sering aku tempatkan dalam khayalan isengku saat membayangkan macam bagaimana pria idola itu. Walaupun semua itu sama sekali tidak mempengaruhi sikap seriusku sebagai istri yang setia tanpa reserve yang telah lebih dari 20 tahun mendampingi Mas Rudy suamiku. Tetapi kali ini sepertinya pikiranku agak nggak lempang, kenapa?<br /><br />Dilain pihak pria ini, yang aku perkirakan usianya paling sekitar 30 tahunan atau 8 tahun lebih muda dari aku, memperkenalkan namanya Rendy (ah, kenapa sama-sama menggunakan huruf "R" di depan, "d" di tengah dan "y" dibelakang sebagaimana nama Rudy suamiku). Kalau ngomong dia menatapku sedemikian rupa hingga aku sering merasa kikuk. Bahkan beberapa kali dia demikian mendekatkan wajahnya ke wajahku saat menyampaikan sesuatu, seakan untuk mengimbangi suara gemuruh kereta Argo Lawu yang lari kencang ini. Tetapi aku lebih mengartikan bahwa cara demikian itu sebagai tanda bahwa sebagai seorang pria dia tertarik padaku yang wanita. Dia ingin dekat padaku dan aku dekat padanya. Mau akrab, gitu lah.<br /><br />Sesungguhnya aku juga nggak begitu heran dengan caranya itu. Banyak lelaki yang juga bersikap demikian padaku. Walaupun usiaku sudah menjelang 38 tahun tetapi penampilanku masih sering menggoda perhatian para lelaki. Dengan kulitku yang putih bersih dan tinggi badanku yang 172 cm dan berat 55 kg, banyak teman-teman di arisan kompleks rumahku mengatakan aku awet muda. Mereka juga bilang aku manis, cantik, sensual, ah, pokoknya macam-macam pujianlah. Dan kalau lagi kelakar di rumah, suamiku juga sering mengatakan bahwa kecantikanku tidak surut oleh usiaku. Mas Rudy selalu bilang bahwa kecantikkanku tidak berubah sejak ketemu 20 tahun yang lalu. Tentu saja aku mensyukuri semua itu. Dan secara fisik memang dengan sadar aku menjaga kesehatan, makanan dan olah raga secara ter-atur. Setidaknya sebulan 4 kali aku perlukan waktu untuk berenang, di mana saja. Aku juga selalu bangun pagi menyertai Mas Rudy untuk lari jogging setiap pagi.<br /><br />Dalam soal busana aku senang dengan cara berpakaian yang santun. Aku tidak pernah memakai blus yang memperlihatkan belahan dada, atau celah ketiak atau punggung terbuka. Semua busana pilihanku relatip serba tertutup. Dan aku bahkan sangat menyenangi pakaian Jawa yang kain dengan kebayanya, atau baju muslim saat aku menghadiri undangan atau pesta-pesta hajatan keluarga maupun teman. Aku juga menyenangi tampilan alami, hanya sedikit kosmetik. Aku termasuk orang yang mencintai dan yakin dengan "inner beauty".<br /><br />Gerbong eksekutip Argo Lawu ini dingin AC-nya terasa sangat menggigit. Selimut tebal Argo Lawu yang dibagikan bersama bantal tidak banyak menolong aku. Aku sangat sensitip terhadap dingin macam begini. Kalau aku jalan sama suamiku dia sudah merangkulku memberikan kehangatan. Kini aku menggigil hingga kedengaran gigiku yang menggelutuk beradu. Rupanya Rendy langsung tahu apa yang terjadi pada diriku, dengan penuh spontan dia lepaskan jaketnya dan diserahkannya padaku. Semula aku menolaknya, tetapi dia sudah langsung menutupkan pada tubuhku sambil bilang bahwa dia tidak begitu memerlukannya, dia bilang dingin macam ini nyaman untuk tubuhnya.<br /><br />Begitu jaket itu menutupi tubuhku yang pertama aku rasakan adalah sedikit kehangatan dan aroma wewangian pria. Seperti wewangian yang terbuat dari rempah-rempah. Tentu saja ada semburat aroma ke-lelaki-an Rendy yang berebut menembus hidungku. Aku merasakan keadaan yang aneh, sepertinya ada lelaki lain yang bukan suamiku sedang memeluk aku. Sekali lagi aku mengkhawatirkan pikiranku yang nggak lempang ini. Rasanya ada yang salah dengan keadaan diriku. Sepertinya sebuah kesetiaan sedang mendapat cobaan. Dan celakanya aku nggak bisa memastikan, aku ini senang atau prihatin dengan apa yang sedang berlangsung ini.<br /><br />Aku sangat kaget ketika tiba-tiba tangannya menggenggam tanganku, hampir kutarik kalau dia tidak bilang,<br />"Tangan mbak dingin banget, nih. Mau nggak kalau aku pijat refleksi tangannya, nanti hangat, deh?", ah, dia punya seribu satu alasan yang selalu tepat untuk banyak berbuat padaku. Aku juga nggak tahu, kenapa aku pasrah saja saat tangannya meraih tanganku membawa ke pangkuannya untuk dia pijit-pijit. Dia bilang pijat refleksi. Aduh, aku berteriak tertahan karena kesakitan, tetapi dengan cepat dia bilang dalam bisikkan, bahwa kalau aku merasakan sakit artinya bahwa memang aku sedang sakit. Dia terangkan bahwa yang dia pijat itu adalah tombol-tombol saraf yang berhubungan dengan bagian di tubuhku yang sedang kena sakit. Dia bilang paru-paru dan punggungku sedang tidak normal karena dingin atau mungkin karena lelahnya perjalanan. Dan yang membuatku langsung merinding dan bergetar adalah suara bisikkannya itu. Dalam khayalku se-akan seorang lelaki bukan suamiku sedang membisikkan birahinya ke padaku. Aku menggelinjang kecil, perasaan serupa pernah aku rasakan sudah begitu lama, saat pertama kalinya pacar pertamaku barhasil membawaku ke ranjangnya. Tapi aku masih sepenuhnya sadar untuk jangan sampai segalanya berkembang terlalu jauh,<br />"Sudah, dik, sudah, terima kasih, aku nggak tahan sakitnya, nih". Kutarik tanganku dan dia lepaskan. Untuk beberapa saat kami saling berdiam diri, walaupun sebentar-sebentar dia menengok ke arahku menunjukkan rasa khawatirnya.<br /><br />Ternyata yang namanya godaan selalu ada saja. Alergi dinginku membuat aku terbatuk-batuk hingga tubuhku terbungkuk-bungkuk menahan gatalnya tenggorokkanku. Dan dia yang penuh perhatian padaku terasa begitu saja spontan saat memegang kudukku untuk meijat-mijatnya sambil,<br />"Mbak masuk angin, nih". Aku memang nampak seperti nenek-nenek kronis. Batukku ini benar-benar membuat aku tidak berkutik saat tangannya juga merangkul pundakku sambil terus memijat tengkukku. Ah, kenapa harus begini, sih. Apa yang akan terjadi selanjutnya ..? Kemudian dia lepaskan rangkulannya padaku dan berdiri,<br />"Sebentar, mbak, ya", dia beranjak jalan, mungkin ingin ke toilet. Tetapi setelah beberapa saat dia muncul lagi dengan segelas teh hangat di tangannya. Ah, orang ini selalu mengambil tindakan yang tepat pada waktu yang tepat. Teh hangat ini memang yang sangat aku butuhkan pada saat-saat seperti ini,<br />"Wah, dik, anda kok begitu repot, sih, terima kasih banget, ya. Maafkan, aku ini memang nggak tahan dingin. Ya, begini jadinya, mudah-mudahan teh panas dik Rendy akan mengurangi kedinginanku", begitu jawabku saat dia menyodorkan teh panas itu padaku sambil aku memberikan jalan untuk dia duduk kembali ke kursinya. Dan begitu aku me"nyeruput"-nya memang aku langsung merasakan hangatnya teh panas itu mengalir di tenggorokanku dan batuk-batukku seketika jauh berkurang. Ah, nikmatnya. Untung ada Rendy yang penuh perhatian padaku. Ya, begitulah, aku jadi merasa berhutang budi pada dia karena teh panas ini.<br /><br />Dan ketika sama-sama berada di bawah selimut Argo Lawu tangan Rendi kembali meraih tanganku seakan hendak memeriksa suhu tubuhku aku tidak lagi merasa perlu menghindar. Tangan itu meremasi tanganku dan diluar kesadaranku, refleks tanganku membalas remasannya. Aku sendiri kaget dengan reaksi refleks tanganku itu, tetapi sudah terlambat untuk begitu saja menghentikannya. Apalagi nampaknya Rendy jadi demikian antusias dengan balasan remasan tanganku. Akhirnya aku, mau tidak mau dan tidak ada pilihan lain lagi, mencoba menikmati apa yang sedang berlangsung ini. Juga saat tangan lainnya kembali meraih pundakku dan menariknya agar bersandar ke pundaknya untuk mendapatkan kehangatan yang lebih aku benar-benar tak mampu menghindar lagi. Dan remasan Rendy aku rasakan semakin "intens" saat dia juga mengeluarkan bisikannya,<br />"Mbak, tangan mbak lembut banget, ya. Halus sekali. Dan mbak juga halus sekali. Mbak cantik sekali". Rupanya dia sudah tak bisa kuhentikan lagi. Rendy sudah memasuki tahap "batas tidak wajar" yang serius, sementara aku merasa mulai memasuki tahap terjebak "batas tidak wajar" yang sulit aku hindari. Toh, aku masih mencoba bertahan,<br />"Ingat dik Rendy, aku sudah bersuami. Dan aku sangat mencintai suami dan anak-anakku tak kurang suatu apapun",<br />"Saya tak akan mengganggu kebahagiaan mbak, kok. Saya hanya mengucapkan apa yang secara nyata aku hadapi terhadap mbak. Mbak sungguh cantik sekali", dia mencoba bertahan dengan diplomasi cinta gombalnya, sementara remasan tangannya terkadang berubah menjadi elusan di punggung dan telapak tanganku dan walaupun aku tidak begitu menunjukkan semangat membalasnya aku tak pernah lagi berusaha menghindarinya, kecuali jantungku yang deg-deg-an semakin menahan gejolak "batas tidak wajar" lembutku.<br /><br />Jam menunjukkan pukul 3 dini hari, aku lihat sepintas tadi kereta malamku telah melintasi stasiun Kroya. Apabila tidak ada hambatan kereta ini akan memasuki stasiun Balapan Solo pada jam 5.30 pagi. Rendy tertidur, tetapi aku nggak yakin kalau bisa tidur beneran. Dia bergerak terus, nampaknya ada kegelisahan. Aku pastikan dia sedang memikirkan bagaimana bisa membuka kembali omongan denganku.<br /><br />Aku akui, sesungguhnya aku menikmati remasan-remasan tangannya tadi. Dan aku akui juga sesungguhnya aku hampir bobol pertahanan "batas wajar"-ku tadi. Tetapi kini aku merasa lebih tegar untuk tidak begitu saja merontokkan harga diriku padanya. Tiba-tiba dia melek, menatap aku dan kembali meraih tanganku yang sama-sama di bawah selimut Argo Lawu itu,<br />"Ah, tangan mbak sudah normal, nih, nggak kedinginan lagi, ya", dia membuka omongan dan aku menarik ingin tanganku saat dia menyambung bicaranya,<br />"Mbak kalau.. Eehh.. kalau saya minta tolong, mbak mau menolong saya?", aku dengar suaranya sedikit berubah tekanannya dan terbata, sepertinya suara seorang kompromis. Aku merasa memegang kartu tawarku, rasanya "bargenning position" ada padaku,<br />"Apa, dik. Kalau aku bisa menolong..?", kata-kataku tidak selesai ketika tiba-tiba dia merenggut tanganku dan dipaksanya menggenggam .. ah, sangat aku tidak duga kalau hal seperti ini akan dia lakukan padaku.., dia paksa agar aku menggenggam ******nya yang nggak tahu sejak kapan dia keluarkan dari celananya, telah berdiri ngaceng tegang di bawah selimut Argo Lawunya.<br /><br />Sebetulnya aku amat tersinggung dan terhina pada ulah Rendy ini, tetapi nggak tahu kenapa aku tiba-tiba serasa ditimpa dan ditampar sebuah sensasi yang hebat saat tanganku dia paksakan menggenggam sesuatu yang sangat luar biasa bagiku. Tanganku merasakan ****** Rendy itu sangat hangat, gede dan panjang. Sepertinya aku terpukau oleh sihir gedenya ****** Rendy ini. Untung reflek bertahanku masih menampakkan penolakkan dengan berusaha menarik dari cengkeraman tangannya. Hanya akhirnya karena kekuatan yang tidak seimbang, dia membuat aku tidak berkutik,<br />"Tolong, mbak, sebentar saja, saya bener-bener tidak bisa menahan nafsu birahiku, tolong mbak, biar aku terlepas dari siksaanku ini, tolon..ng..", dia menghiba dalam berbisik dan aku semakin tertelikung oleh kekuatan tangannya dan sekaligus sihir nafsu birahiku yang tak mampu menghadapi sensasi penuh pesona ****** gede dari lelaki yang sangat ngganteng mirip Onky Alexander ini.<br /><br />Dia kembali bisikkan ke telingaku,<br />"Kocok, mbak, aku pengin keluar cepet, nih", sambil dia pegang tanganku untuk menuntun kocokkannya. Dan aku sudah mengambil keputusan yang sangat berbeda dengan ketegaran awalku tadi. Aku merasa telah dikalahkan oleh suatu kondisi. Aku merasa dia telah memperkosa aku. Memaksa sesuatu demi mengejar kepuasan seksual apapun bentuknya adalah sebuah pemerkosaan. Dia telah memperkosa tanganku. Dan sebagaimana pemerkosaan di manapun juga, para korbannya malu untuk berteriak karena malu ketahuan kalau dirinya diperkosa orang. Bukan sekedar malu tetapi juga takut, bayangkan kalau di antara para penumpang ada yang wartawan koran "kuning" ibu kota, terus besoknya keluar head line "Seorang Ibu Diperkosa dalam Kereta Malam Argo Lawu", dan suamiku serta anak-anakku membacanya, dengan kemungkinan fotoku sebagai korban pemerkosaan ikut terpampang di head line tadi. Uh, mau disembunyikan kemana mukaku. Jadi keputusanku yaa.., aku layani sajalah apa maunya..<br /><br />Telah beberapa saat dia mendesah dan merintih lirih, tetapi belum juga ejakulasinya datang. Bahkan kini aku sendiri mulai terjebak dalam kisaran arus birahi sejak tangannya juga merabai payudaraku dan memainkan putting susuku. Aku terbawa mendesah dan merintih pelan dan tertahan. Aku mengalami keadaan ekstase birahi. Mataku tertutup, khayalanku mengembara, aku bayangkan alangkah nikmatnya apabila ****** segede ini meruyak ke kemaluanku. Ah, alangkah nikmatnya.., nikmat sekali .., nikmat sekali..,<br />"Ayooo, dik, aku sudah cape, nih, keluarin cepeeettt..",<br />Dia tersenyum, "Susah, mbak, kecualii..",<br />"Apaan lagi?",<br />"Kalau mbak mau menciumi dan mengisepnya", gila. Dia sudah gila. Beraninya dia bilang begitu padaku. Tt.. tet.. ttapi .. mungkin aku kini yang lebih gila lagi. Aa.. aak.. ku mengangguk saat matanya melihat mataku. Sesungguhnya sejak tadi saat tanganku menggapai ******nya kemudian merasakan betapa keras, panjang dan besarnya aku sudah demikian terhanyut untuk selekasnya bisa menyaksikan betapa mentakjubkan ****** segede itu. Aku sudah demikian tergiring untuk selekasnya mencium betapa harumnya aroma ****** segede itu, betapa lidahkupun ingin merasakan bagaimana seandainya aku berkesempatan melumat-lumat ****** si ganteng Onky ini. Dan kini rasanya yang sangat berharap untuk mengisep-isep itu bukan dia tetapi aku kini yang kehausan dan ingin sekali menciumi dan mengisep ****** Onky Alexander-ku ini.<br /><br />Cahaya lampu Argo Lawu yang memang diredupkan untuk memberi kesempatan para penumpang bisa tidur nyenyak sangat membantu apa yang sedang berlangsung di kursi 14 C dan D ini. Seakan-akan aku tidur di pangkuan suamiku, aku bergerak telungkup menyusup ke dalam selimutnya. Gelap, tetapi bibirku langsung menyentuh kemudian mencaplok ****** gede idamanku itu. Aku sudah menjadi hewan. Nafsuku nafsu hewaniah. Aku tidak lagi memikirkain nilai-nilai kesetiaan dan sembarang nilai lainnya. Aku sudah masa bodo. Nafsuku sudah menjerat aku. Aku mulai mengkulum ****** gede itu, lidahku bermain dan aku mulai memompakan mulutku ke ****** Rendy. Huuuhh, aroma ******nyaaa.., sungguh aku langsung terhanyut dan bergelegak. Aku mengharapkan sperma dan air mani Rendy cepat muncrat ke mulutku. Aku biasa menelan sperma suamiku, sehingga kini aku juga merasa biasa saja kalau ****** ini akhirnya akan memuncratkan spermanya dan aku pasti menelannya.<br /><br />Entah bagaimana tampaknya dari luar, selimut Argo Lawu punya di arah selangkangan Rendy pasti akan naik turun bak gelombang laut selatan yang ganas itu. Aku yakin Rendy sudah memikirkan kemungkinan untuk tidak sampai menjadi perhatian penumpang lainnya. Aku sendiri akhirnya demikian masa bodoh. Aku yang sudah demikian larut dalam kenikmatan yang tak mudah kutemui di tempat lain ini terus hanyut dalam keasyikan birahi dengan ****** dalam jilatan dan kulumanku. Aku merem melek setiap lidahku menjulur dan menariknya kembali. Rasa asin precum Rendy demikian aku rindukan dan nikmati sepenuh perasaan dan gelinjang nafsuku.<br />Aroma jembut tebal Rendy sangat memabukkanku. Dalam ruangan selimut yang demikian sempit itu aroma kelelakian Rendy demikian menggumpal merasuki hidungku. Sementara tangan Rendy sendiri kurasakan aktif mengelusi di arah rambutku, terkadang juga turun hingga ke pantatku. Aku menggelinjang tertahan dalam tempat yang serba terbatas ini.<br /><br />Kini yang kurasakan adalah kehausan yang amat sangat. Aku ingin minum. Aku ingin secepatnya air mani Rendy muncrat dari ******nya ini. Aku sangat haus untuk segera meminum sperma panasnya. Aku lumat-lumat sepenuh perasaanku dengan harapan bisa secepatnya merangsang Rendy untuk melepaskan spermanya. ****** itu kuperosokkan dalam-dalam kemulutku hingga menyentuh tenggorokkanku. Aku mengerang, mendesah sambil bergumam meracau. Tanganku juga ikut mengelusi batangnya kekar dan keras itu. Sesekali lidah dan bibirku menjilati batangnya hingga ke pangkal dan bijih pelernya.<br /><br />Benar, tidak sampai 5 menit sebuah kedutan yang sangat keras mengejut dalam mulutku diikuti pancaran panas air mani Rendy. Kedutan-kedutan selanjutnya membuat mulutku penuh oleh cairan lendir panas itu. Aku buru-buru menelannya agar tidak tercecer. Sayang, khan.<br /><br />"Terima kasih, ya mbak", katanya sambil membetulkan celananya dan menarik tutup resluitingnya. Dia sama sekali nggak memperhitungkan factor aku. Mestinya dia memikirkan bahwa akupun butuh penyaluran sesudah dia giring aku ke lembah birahi tak terkendali hinga aku kini merasakan harus tuntas melalui orgasmeku. Dilain pihak, waktu juga sudah mengejar, mungkin sekita 20 menit lagi kereta akan sampai ke tujuan. Dengan perasaan yang sangat menggantung aku kembali duduk manis, seakan tidak ada sesuatu yang pernah terjadi. Aku lihat para penumpang lain masih nyenyak dalam mimpi mereka.<br /><br />Anehnya, sesudah itu Rendy nampak tak acuh padaku. Jangan-jangan karena maksudnya sudah kesampaian. Artinya sejak awal tadi dia banyak memperhatikan aku semata kerena didorong oleh kehendak bvirahinya. Kurang ajar kamu, Rendi. Aku juga menjadi dongkol, marah dan masa bodo padanya. Aku merasa dihinakan dan direndahkan. Aku berfikir mungkin karena aku sudah tua. Ah, memang aku sudah tua. Aku yang sudah tua dan tidak tahu diri.<br /><br />Saat kereta nyampai dia menyambar tas ranselnya dan mendahului aku turun. Mbak, saya duluan ya, katanya kering tanpa sedikitpun keinginan untuk membantu aku bawa tas, kek, koper, kek, tahu bahwa bawaanku cukup ribet begini. Dasar sudah tua ngak tahu diri, begitu pikirku pada diriku sendiri.<br /><br />Untung Suryo cepat muncul, dia mencium tanganku dengan penuh hormat dan takzim. Aku yang menerima ciuman hormat dan takzim anakku kembali merasa malu, aku adalah orang tua yang nggak tahu diri, hina, memalukan ah.. macam-macam yang serba jeleklah. Nilaiku kini tidak setinggi nilai saat aku berangkat diantar suamiku kemarin sore. Yang harus aku usahakan kini adalah mengembalikan rasa percaya diriku.<br /><br />TETANGGA<br /><br />Sehabis menikah aku langsung mengikuti suami tinggal di Ibu Kota, Jakarta. Sebagai pegawai negeri suamiku hanya bisa kontrak rumah petak untuk tempat kami berteduh dan seseorang memiliki alamat untuk pulang. Sangat beda rasanya rumah di kota asalku Salatiga dimana hubungan antar manusia masih demikian kental dan saling manusia memanusiakan antara satu terhadap yang lain. Sementara di Jakarta yang aku rasakan pertemuan antar manusia semata-mata lebih didorong oleh adanya kebutuhan duniawi. Hubungan akan berarti baik apabila seseorang bisa memberikan manfaat dunia lebih besar dari yang lain. Di Jakarta orang lebih berhitung pada masalah jumlah dengan mengorbankan mutu. Kalau aku bisa memberi lebih banyak dari yang lain berarti aku lebih baik dari yang lain, dan pantas menerima sikap hormat yang lebih tinggi dari yang lain.<br /><br />Demikianlah suamiku yang dosen Universitas Negeri yang notabene pegawai negeri dengan embel-embel Ir. di depan namanya plus MM di belakangnya tidak mampu meraih penampilan dan nilai yang layak di tengah masyarakat di sekitarku. Keluarga Mas Tondy yang penjaga gudang di daerah Cakung yang mengkontrak petak di sebelah kananku rumahku lebih memiliki nilai karena tampilan dunianya jauh lebih dari tampilan kami. Itulah kenyataan metropolitan yang hingar bingar dan gegap gempita ini.<br /><br />Kebutuhan MCK (mandi, cuci dan kakus) kami berhimpitan hanya dibatasi oleh selembar gedek yang rawan bolong-bolong. Hanya sikap morallah yang membatasi kami dalam arti yang lebih jauh. Bagi kami, khususnya bagi aku dan dik Narti istri Mas Tondy tetangga sebelah, sumur adalah segala-galanya. Hampir 90% waktu kami habiskan di seputar sumur dan MCK-nya itu. Suami kami masing-masing sibuk dengan pekerjaannya. Bedanya kalau suamiku, Mas Naryo, seharian siang dia nggak ada di rumah, sementara kalau dik Narti seharian malamnya suaminya jaga gudang di Cakung.<br /><br />Antara para suami kami praktis jarang jumpa berpapasan karena waktu kesibukkannya yang saling terbalik. Sementara kami para istri juga kesibukan melayani suaminya jatuh pada waktu yang berbeda pula. Sebagai suami istri muda, dik Narti baru keluar dari kamarnya menuju ke sumur baru sekitar jam 11 siang. Tentu dia harus siap melayani berbagai kebutuhan suaminya yang baru pulang setiap jam 6 pagi itu. Dan aku sendiri sebagaimana yang lain bercengkerama dengan suamiku pada malam harinya sepulang dari pekerjaannya. Kemungkinan penyimpangan hanya terjadi pada saat-saat tertentu, misalnya salah satu dari pasangan di antara kami ada yang sakit atau bepergian atau karena sebab yang lain. Suasana seperti itu juga terjadi di keluarga tetangga sekitar kami. Pada pagi hari rata-rata sepi. Anak-anak mereka pergi kesekolah dan para suami hampir seharian penuh mencari sandang pangan.<br /><br />Telah 5 hari dik Narti pulang ke desanya dengan maksud menjemput adiknya untuk diajak membantu di Jakarta. Ku lihat Mas Tondy menyiapkan sendiri segala kebutuhan sehari-harinya yang mulai dia lakukan sekitar jam 10 atau 11 pagi, seusai tidur sepulang jaga malam. Dia mencuci pakaiannnya, membersihkan rumah, mencuci perabot dapur dan sebagainya. Mau tidak mau aku sering berpapasan di seputar sumur yang memang kami pakai berdua keluarga. Walaupun begitu kami jarang saling bicara. Aku lebih senang begitu. Aku takut omongan tetangga yang gampang usil. Mas Tondy hampir seharian selalu berpakaian minimum dengan alasan udara Jakarta yang panas. Tanpa "ewuh pekewuh" dia selalu hanya bercelana pendek dan melepas bajunya. Aku suka mencuri pandang. Postur tubuhnya yang cukup tinggi nampak kekar berotot, sesuatu hal yang memang diperlukan untuk tugas semacam penjaga gudang dan semacamnya.<br /><br />Pagi itu aku sedang masak di dapurku yang sempit. Panasnya udara Jakarta memaksa aku sendiri mondar-mandir di dapur dan sumur hanya menggunakan kutang dan kain yang kuikatkan se-enaknya ketika tiba-tiba Mas Tondy muncul di pintu.<br /><br />"Mbakyu Larsih, aku mau minta tolong sedikit, nih", sambil terus nyelonong memasuki rumahku. Aku kaget, mau apa dia. Kulihat wajahnya kemerahan dengan matanya yang seperti kucing lapar melihat ikan asin menatap mataku. Aku merasakan sesuatu yang nggak begitu enak. Adakah yang sangat penting sehingga dia harus masuk ke rumahku tanpa permisi lebih dahulu? Antara khawatir dan ingin menolong tetanga aku bangun berdiri mengikuti langkahnya,<br />"Ada apa, Mas Tondy?", aku melihat matanya yang semakin menakutkanku,<br />"Jangan marah, ya Mbak. Masalahnya aku bener-bener nggak tahan, nih. Dik Narti khan sudah 5 hari pulang kampung. Aa.. kkuu.., mm.. maaf.., ya, mBak, tadi pagi saat pulang jaga malam aku mendengar mBak dan Mas Naryo masih ada di kamar sedang asyik masyuk". Deg, hatiku. Kenapa Mas Tondy teganya ngomong begitu padaku. Aku nggak sempat berpikir lebih jauh saat dengan serta merta dia meraih tubuhku dengan tangannya yang kuat membungkam mulutku kemudian beringsut merebahkan aku ke kasur kamarku yang memang hanya terpisah oleh dinding gedek dapurku. Dengan sigapnya dia jejalkan gombal dari kantongnya ke mulutku yang aku rasa telah dia siapkan sebelumnya. Kemudian dengan kekuatan ototnya ditelikungnya tanganku untuk dia ikatkan ke ranjangku. Aku langsung dilanda ketakutan yang amat sangat. Aku ingat suamiku, ingat sanak keluargaku. Mungkinkan Mas Tondy mau membunuhku? Tetapi justru ketakutanku itulah yang membuat aku lemas dan langsung menyerah.<br /><br />"mBak Larsih nggak usah takut, aku nggak akan nyakitin mBak, kok. Aku hanya perlu sebentar saja. Aku sudah pengin banget, nih. Tadi pagi saat Mas Naryo menyetubuhi mBak Larsih aku ngintip dari balik dinding", dia berbisik dengan tajam ke telingaku untuk meyakinkan bahwa aku nggak akan disakitinya,<br />"Aku nggak tahan, mBak, tolongin aku, Mbak..", dia langsung merangsek buah dadaku dengan buasnya. Aku melawan karena hal semacam ini tak pernah sama sekali terbit dalam pikiranku dan bayanganku.<br /><br />"Aku nggak tahan bener, mBak.. Tolongin aku, mBak..", kini ketiakku dia ruyaki sambil menyedoti dan menciumi habis-habisan. Dengan tanganku yang terikat sisa tenagaku sama sekali nggak sebanding dengan penjaga gudang berotot ini. Dengan kasar penuh nafsu kain penutup tubuhku dia tarik dan lepasi dengan mudahnya. Tangannya yang kasar dan kokoh itu langsung mengelus-elusi pahaku. Kemudian dengan cepat juga jari-jarinya menyeruak kekemaluanku. Aduh, nggak pernah terpikir olehku akan ada lelaki selain suamiku yang menyentuh barang kehormatanku ini. Aku tidak begitu saja bisa menerima kenyatan ini. Aku menangis pilu walaupun hanya air mataku saja yang menampakkan tangisku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sebagai tanda penolakanku akan perbuatan Mas Tondy ini. Aku anggap dia sudah berlaku sangat tidak menghormati aku, suamiku, keluargaku. Aku sangat takut akan aib yang akn menimpa kami.<br /><br />Tetapi Mas Tondy terus membisiki aku,<br />"Tenang mBak Larsih, nggak apa-apa. Jangan takut, nggak ada yang bakalan tahu. Hanya kita berdua saja yang tahu. Aku berjanji untuk seumur hidupku hanya akan menjadi rahasia kita berdua saja". Benarkah? Penjaga gudang ini ternyata memang lihay. Benar atau tidak kata-katanya itu ternyata mampu memberikan aku kesejukkan, setidak-tidaknya melerai rasa takutku akan kemungkinan dia melukai atau menyakiti tubuhmu. Seakan aku memiliki pilihan, melawan dengan risiko dia akan bertindak brutal dengan menyakiti aku atau menyerah pasrah dengan risiko aku harus mengikuti dan memenuhi permintaannya. Dan menyadari akan keterbatasanku saat ini pilihan kedua akan memberikan padaku keselamatan fisikku. Hal-hal lain soal nantilah, yang penting aku selamat lebih dahulu.<br /><br />Kini aku mulai merasakan secara rinci apa yang sedang dan kemungkinan akan dia lakukan padaku. Jari-jarinya yang terus menari-nari di kemaluanku terasa sangat menggelikan saraf-saraf peka birahimu. Aku mulai merasakan kenikmatan. Aku merasakan jari-jari Mas Tondy sangat pintar membangkitkan kehausan birahiku.<br /><br />Melihat aku bersikap menyerah dan pasrah dia semakin ganas melumati ketiak yang kemudian melata bergeser ke leherku kemudian juga ke tepian kupingku.<br />"mBak Larsih, mBak sangat cantik sekali. Aku tadi pagi mengintip mBak yang sedang digauli Mas Naryo, oh, mBak.., aku nggak tahan melihat wajah mBak yang menggelinjang menerima kenikmatan dari Mas Naryo. Sekarang mBak mesti nyobain kenikmatan dari aku, ya, mBak?".<br />Kemudian dengan pelan tetapi pasti Mas Tondy membelah selangkanganku. Dia menempatkan tubuhnya tepat di antara selangkanganku. Dan dengan sekejab aku merasakan sesuatu yang hangat panas mendesak-desaki kemaluanku. Aku sudah tahu, itu ******nya.<br /><br />Rasa pasrah dan menyerahku hanya memberikan aku satu pilihan, nikmatilah. Dan aku mencoba mencari kenikmatannya. Saat Mas Tondy terus mendesakkan ******nya dengan cara mendorong menaik-turunkan tubuhnya memompakan ******nya ke kemaluanku dengan refleks yang aku miliki aku menjemputinya.<br /><br />Aku memutar-mutar bokongku kemudian menaik turunkannya untuk menjemput ******nya. Aku merasa mulai gatal di lubang vaginaku. Aku merasakan mulai mengalirnya cairan birahiku. Dan itu juga langsung diketahui oleh Mas Tondy yang semakin cepat dan keras mendesakkan ******nya ke kemaluanku.<br /><br />Dan tanpa ayal lagi, akhirnya seluruh batangan ****** Mas Tondy tenggelam dilahap kemaluanku. Hoohhh.., aku tidak menduga bahwa aku akan mendapatkan kenikmatan yang sangat luar biasa di pagi hari ini. ****** Mas Tondi yang berada dalam terkaman nonokku keluar masuk menggelitiki dinding-dinding peka vaginaku. Aku menggelinjang, mendesah dan merintih lirih. Aku ikut memompa mengimbamgi pompaan Mas Tondy.<br /><br />Mas Tondy menatapku sesaat sementara ******nya terus memompa memekku. Kemudian dia lepaskan sumpal mulutku untuk selanjutnya dia daratkan bibirnya ke bibirku. Kami saling melumat. Aku merasa sangat kehausan. Lepas dari sumpal itu sungguh melegakan. Dan kini sikapku adalah ingin memberikan sepenuhnya kepuasan kepada Mas Tondy. Aku sudah memasuki gerbang nafsuku sendiri. Aku juga ingin meraih madunya paksaan dan pemerkosaan dia atasku. Aku melumat habis-habisan mulutnya. Aku hisap-hisap lidahnya, aku sedoti ludahnya. Aku mengerang dan meracau,<br />"Mas Tondy, maafin aku, ya.., aku tadi takut banget.., Mas Tondy, uuhhh.. ******mu ennaakk banget.. Mas Tondy, maafin mBak Larsih, ya.. Mas Tondiii.. teruszzhh.. ennhhaakk bangettt..", dan Tondy terus memompakan ******nya ke memekku dengan mantab sekali. Kami telah meraih irama persanggamaan bersama. Kami sedang mengejar kepuasan puncak dari persanggamaan ini.<br /><br />Akhirnya tali yang mengikat tangankupun dilepaskannya. Kini tak ada lagi pemerkosaan. Yang ada adalah kesepakatan bersama untuk meraih puncak nikmat birahi. Keringat mulai membanjir dari tubuh-tubuh kami. Mas Tondy menggenjot dan aku menjemput. Kakiku kunaikkan ke pundaknya hingga ****** Mas Tondy terasa mentok menyentuh rahimku. Nikmat yang kurasakan sungguh luar biasa. Dari penyebab awalnya dimana norma sopan dan adab tak lagi dijadikan batasan membuat aku juga bisa berlaku saenakku, kini kurenggut kepala Mas Tondy. Kudekatkan ke wajahku dan kuenyoti bibirnya sambil kujambaki rambutnya. Nonokku yang gatalnya semakin nggak ketulungan membuat aku jadi buas, binal dan liar tidak sebagaimana saat aku bersanggama dengan suamiku selama ini.<br /><br />Aku menggelinjang-gelinjang dengan sangat hebatnya. Aku berteriak histeris tertahan sebagai wujud pelampiasan nafsu birahiku yang tak terkendali ini. Aku ingin dipuaskan sejadi-jadinya. Aku berguling. Dengan rambutku yang telah lepas terurai dari ikatannya dan dengan keringat yang semakin membasah mengucur dari tubuhku aku tumpakin tubuh Mas Tondy. Aku desakkan habis-habisan nonokku ke ******nya untuk menggaruk lebih keras kegatalan di dalamnya. Aku sangat gelisah dan resah menunggu hadirnya orgasmeku. Setiap kali aku mendongak dan menyibakkan rambutku kemudian kembali menunduk histeris. Tangan-tanganku mencekal gumpalan dada Mas Tondy hingga kuku-kukuku menancap dalam ke dagingnya. Rasa gatal yang sangat mendesaki nonokku, aku tahu bahwa tak akan lama cairan birahiku akan tumpah ruah. Aku sudah demikian lupa diriku.<br /><br />Akhirnya kami sama-sama mencapai kepuasan puncak kami. Cairan hangat yang menyemprot dari ****** Mas Tondy ke dalam nonokku langsung disambut dengan muntahan berlimpah cairan birahi nonokku. Aku langsung tersungkur sementara kedutan-kedutan ****** Mas Tondy belum sepenuhnya usai.<br /><br />Aku masih melamun dalam penyesalan saat Mas Tondy bangkit dari ranjangku. Dia mencium keningku dan berlalu. Kudengar bisikan terima kasih dari bibirnya. Saat aku ingin sekali lagi menangkap untuk mengecupnya dia telah hilang di balik pintu.<br /><br />Siang itu aku tidak masak. Rasa penat disekujur tubuhku membuat aku bermalasan sepanjang hari itu. Saat Mas Naryo pulang kulihat dia membawa bungkusan plastik di tangannya. Dia membawa mie goreng dan puyunghai kesukaanku. Seakan aku melupakan apa yang telah terjadi siang tadi kini aku duduk makan bersama suamiku dengan perasaan penuh galau. Pada Mas Naryo aku sampaikan keinginanku untuk beberapa waktu aku pulang mudik. Aku bilang sudah kangen sama sanak famili di Salatiga. Mas Naryo menatap aku, menatap mataku. Dia berusaha membaca relung hatiku. Dia setuju aku pulang. Dia menyadari bahwa aku masih dalam proses adaptasi dalam menyelami kehidupan Jakarta. Dia akan menjemputku saat kembali ke Jakarta nanti.<br /><br />Rupanya permintaanku pulang dia sambut dengan sebuah rencana yang memberikan kejutan bagiku. Sesudah barang tiga minggu dengan penuh rindu aku menunggu jemputan Mas Naryo, dia menelponku. Dia bilang bahwa tidak bisa datang menjemputku karena kesibukkan di kampusnya. Tetapi dia telah mengirimkan 5 lembar tiket Garuda yang bisa aku ambil di kantor Garuda Semarang. Dia minta supaya aku mengajak serta kedua orang tuaku dan 2 orang adikku yang sedang liburan sekolah. Sesuai dengan hari yang ditetapkan Mas Naryo menjemputku di bandara Sukarno Hatta dengan sebuah Kijang baru. Aku heran ternyata Mas Naryo bisa menyopir mobil sendiri.<br /><br />Dan kejutan yang paling hebat dari Mas Naryo adalah saat mobil Kijang ini tidak meluncur ke rumah yang kukenal sebagai rumah kami selama ini. Melalui jalan tol Jagorawi Mas Naryo membawa mobilnya ke kompleks perumahan dosen di Cibubur. Kami memasuki rumah baru kami yang besar dan luas. Segala barang-barang dari rumah lama telah dipindahkan seluruhnya ke rumah baru ini. Aku melihat bagaimana orang tuaku dan adik-adikku menyambut gembira atas limpahan rejeki dan rahmat kepada kami. Di depan mereka Mas Naryo merangkul aku dan mencium pipiku yang kusambut dengan sepenuh hangat hatiku. Aku membulatkan tekadku untuk sepenuhnya mengabdi dan mendukung segala usaha dan karier Mas Naryo suamiku.<br /><br /></div> <!-- / message --> </td> </tr> <tr> <td class="alt2" style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color rgb(255, 255, 255) rgb(255, 255, 255); border-width: 0px 1px 1px; text-align: center;"> <br /> </td> <td class="alt1" style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color rgb(255, 255, 255) rgb(255, 255, 255) -moz-use-text-color; border-width: 0px 1px 1px 0px;" align="right"> <!-- controls --><br /></td></tr></tbody></table><br /></div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-22314512161781439122010-03-21T09:33:00.001-07:002010-03-21T09:33:40.086-07:00<strong>Akal-akalan</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_1630813079"> Saya seorang pemain bola di kesebelasan tempat tinggal saya. Karena terjadi tabrakan dengan teman, kaki saya mengalami patah tulang ringan. Dan saya harus dirawat di rumah sakit. Saya berada di kamar kelas VIP. Jadi saya bebas untuk melakukan apa saja. Saya sebetulnya sudah sehat, tetapi masih belum boleh meninggalkan rumah sakit. Makanya saya bosan tinggal disitu.<br /><br />Pada pagi hari ketika saya sedang tidur, saya terkejut pada saat dibangunkan oleh seorang suster. Gila..! Suster yang satu ini cantik sekali.<br />"Mas Sony udah bangun ya..? Gimana tadi malam, mimpi indah..?" katanya.<br />"Ya Sus, indah sekali. Saya lagi bercinta dengan cewek cantik berbaju putih Sus..? Dan mukanya mirip Suster lho..!" kata saya menggodanya.<br />"Ah.. Mas Sony ini bisa aja.., habis ini mas mandi ya..?" katanya lembut.<br />Lalu dia membawa handuk kecil, sabun, wash lap, dan ember kecil. Suster itu mulai menyingkap selimut yang saya pakai, serta melipatnya di dekat kaki saya. Terbuka sudah seluruh tubuh telanjang saya. Saya dengan sengaja tadi melepaskan semua baju dan celana saya. Ketika dia melihat daerah di sekitar kemalua saya, terkejut dia, karena ukuran kelamin saya serta kepalanya yang di luar normal. Sangat besar, mirip helm tentara NAZI dulu.<br /><br />Lalu dia mengambil wash lap dan sabun.<br />"Sus... jangan pake wash lap.., geli... saya nggak biasa. Pakai tangan suster yang indah itu saja..." kata saya memancingnya.<br />Suster itu mulai dengan tanganku. Dibasuh dan disabuninya seluruh tangan saya. Usapannya lembut sekali. Sambil dimandikan, saya pandangi wajahnya, dadanya, cukup besar juga kalau saya lihat. Orangnya putih mulus, tangannya lembut. Selesai dengan yang kiri, sekarang ganti tangan kanan. Dan seterusnya ke leher dan dada. Terus diusapnya tubuh saya, sapuan telapak tangannya lembut sekali saya rasakan, dan tidak terasa saya memejamkan mata untuk lebih menikmati sentuhannya.<br /><br />Sampai juga akhirnya pada batang kejantanan saya, dipegangnya dengan lembut ditambah sabun. Digosok batangnya, biji kembarnya, kembali ke batangnya. Saya merasa tidak kuat untuk menahan supaya tetap lemas. Akhirnya batang kemaluan saya berdiri juga. Pertama setengah tiang, lama-lama akhirnya penuh juga dia berdiri keras.<br />Dia bersihkan juga sekitar kepala meriam saya sambil berkata lirih, "Ini kepalanya besar sekali mas... baru kali ini saya lihat kaya gini besarnya. Dikasih makan apa sih koq bisa gini mas..?" katanya manja.<br /><br />"Sus... enak dimandiin gini..." kata saya memancing.<br />Dia diam saja, tetapi yang jelas dia mulai mengocok dan memainkan batang kemaluan saya. Sepertinya dia suka dengan ukurannya yang menakjubkan.<br />"Enak Mas Sony... kalo diginikan..?" tanyanya dengan lirikan nakal.<br />"Ssshh... iya terusin ahhh... sus... sampai keluar..." kata saya sambil menahan rasa nikmat yang tidak terkira.<br />Tangan kirinya mengambil air dan membilas batang kejantanan saya yang sudah menegang itu, kemudian disekanya dengan tangan kanannya. Kenapa kok diseka pikir saya. Tetapi saya diam saja, mengikuti apa yang mau dia lakukan, pokoknya jangan berhenti sampai disini saja. Bisa-bisa saya pusing nantinya menahan nafsu yang tidak tersalurkan.<br /><br />Lalu dia dekatkan kepalanya, dan dijulurkan lidahnya. Kepala batang kejantanan saya dijilatinya perlahan. Lidahnya mengitari kepala senjata meriam saya. Semilyard dollar... rasanya... wow... enak sekali. Lalu dikulumnya batang kejantanan saya. Saya melihat mulutnya sampai penuh rasanya, tetapi belum seluruhnya tenggelam di dalam mulutnya yang mungil. Bibirnya yang tipis terayun keluar masuk saat menghisap maju mundur.<br /><br />Lama juga saya dikulumi suster jaga ini, sampai akhirnya saya sudah tidak tahan lagi, dan, "Crooott... crooott..." nikmat sekali.<br />Sperma saya tumpah di dalam rongga mulutnya dan ditelannya habis. Sisa pada ujung batang kemaluan pun dijilat serta dihisapnya habis.<br />"Sudah ya Mas, sekarang dilanjutkan mandinya ya..?" kata suster itu, dan dia melanjutkan memandikan kaki kiri saya setelah sebelumnya mencuci bersih batang kejantanan saya.<br />Badan saya dibalikkannya dan dimandikan pula sisi belakang badan terutama punggung saya.<br /><br />Selesai acara mandi.<br />"Nanti malam saya ke sini lagi, boleh khan Mas..?" katanya sambil membereskan barang-barangnya.<br />Saya tidak bisa menjawab dan hanya tersenyum kepadanya. Saya serasa melayang dan tidak percaya hal ini bisa terjadi. Terakhir sebelum keluar kamar dia sempat mencium bibir saya. Hangat sekali.<br />"Nanti malam saya kasih yang lebih hebat." begitu katanya seraya meninggalkan kamar saya.<br /><br />Saya pun berusaha untuk tidur. Nikmat sekali apa yang telah saya alami sore ini. Sambil memikirkan apa yang akan saya dapatkan nanti malam, saya pun tertidur lelap sekali. Tiba-tiba saya dibangunkan oleh suster yang tadi lagi. Tetapi saya belum sempat menanyakan namanya. Baru setelah dia mau keluar kamar selesai meletakkan makanan dan membangunkan saya, dia memberitahukan namanya, rupanya Vina. Cara dia membangunkan saya cukup aneh. Rasanya suster dimanapun tidak akan melakukan dengan cara ini. Dia sempat meremas-remas batang kemaluan saya sambil digosoknya dengan lembut, dan hal itu membuat saya terbangun dari tidur. Langsung saya selesaikan makan saya dengan susah payah. Akhirnya selesai juga. Lalu saya tekan bel.<br /><br />Tidak lama kemudian datang suster yang lain, saya meminta dia untuk menyalakan TV di atas dan mengangkat makanan saya. Saya nonton acara-acara TV yang membosankan dan juga semua berita yang ditayangkan tanpa konsentrasi sedikit pun.<br /><br />Sekitar jam 9 malam, suster Vita datang untuk mengobati luka saya, dan dia harus membuka selimut saya lagi. Pada saat dia melihat alat kelamin saya, dia takjub.<br />"Ngga salah apa yang diomongkan temen-temen di ruang jaga..!" demikian komentarnya.<br />"Kenapa emangnya Sus..?" tanya saya keheranan.<br />"Oo... itu tadi teman-teman bilang kalau punya mas besar sekali kepalanya." jawabnya.<br />Setelah selesai dengan mengobati luka saya, dan dia akan meninggalkan ruangan. Tetapi dia sempat membetulkan selimut saya, dia sempatkan mengelus kepala batang kejantanan saya.<br /><br />"Hmmm... gimana ya rasanya..?" manjanya.<br />Dan saya hanya bisa tersenyum saja. Wah suster di sini gila semua ya pikirku. Jam 22:00, kira-kira saya baru mulai tertidur. Saya mimpi indah sekali di dalam tidur saya karena sebelum tidur tadi otak saya sempat berpikir hal-hal yang jorok. Saya merasakan hangat sekali pada bagian selangkangan, tepatnya pada bagian batang kemaluan saya, sampai saya jadi terbangun. Ternyata suster Vina sedang menghisap senjata saya. Dengan bermalas-malasan, saya menikmati terus hisapannya. Saya mulai ikut aktif dengan meraba dadanya. Suatu lokasi yang saya anggap paling dekat dengan jangkauan tangan saya.<br /><br />Saya buka kancing atasnya, lalu meraba dadanya di balik BH hitamnya. Terus saya mendapati segumpal daging hangat yang kenyal. Saya menelusuri sambil meremas-remas kecil. Sampai juga pada putingnya. Saya memilin putingnya dengan lembut dan Suster Vina pun mendesah.<br />Entah berapa lama saya dihisap dan saya merabai Suster Vina, sampai dia akhirnya bilang, "Mas... boleh ya..?" katanya memelas.<br />"Mangga Sus, dilanjut..?" tanya saya bingung.<br />Dan tanpa menjawab dia pun meloloskan CD-nya, dilemparkan di sisi ranjang, lalu dia naik ke ranjang dan mulai mengangkangkan kakinya di atas batang kejantanan saya.<br /><br />Dan, "Bless..." dia memasukkan kemaluan saya pada lubangnya yang hangat dan sudah basah sekali.<br />"Aduh.. Mas.., kontolnya hangat dan enak lho... ohhhh..."<br />Lalu dia pun mulai menggoyang perlahan. Pertama dengan gerakan naik turun, lalu disusul dengan gerakan memutar. Wah.., suster ini rupanya sudah profesional sekali. Lubang senggamanya saya rasakan masih sangat sempit, makanya dia juga hanya berani gerak perlahan. Mungkin juga karena saya masih sakit. Lama sekali permainan itu dan memang dia tidak mengganti posisi, karena posisi yang memungkinkan hanya satu posisi. Saya tidur di bawah dan dia di atas tubuh saya.<br /><br />Sampai saat itu belum ada tanda-tanda saya akan keluar, tetapi kalau tidak salah, dia sempat mengejang sekali. Tadi di pertengahan dan lemas sebentar, lalu mulai menggoyang lagi. Sampai tiba-tiba pintu kamarku dibuka dari luar, dan seorang suster masuk dengan tiba-tiba. Kaget sekali kami berdua, karena tidak ada alasan lain, jelas sekali kami sedang main. Apalagi posisinya baju dinas Suster Vina terbuka sampai perutnya, dan BH-nya juga sudah terlepas dan tergeletak di lantai.<br />Ternyata yang masuk suster Vita, dia langsung menghampiri dan bilang, "Teruskan saja Vin... gue cuman mau ikutan... memek gue udah gatel nich..!" katanya dengan santai.<br /><br />Suster Vita pun mengelus dada saya yang agak bidang, dia ciumi seluruh wajah saya dengan lembut. Saya membalasnya dengan meremas dadanya. Dia diam saja, lalu saya buka kancingnya, terus langsung saya loloskan pakaian dinasnya. Saya buka sekalian BH-nya yang berenda tipis dan merangsang. Dadanya terlihat masih sangat kencang. Tinggal CD minim yang digunakannya yang belum saya lepaskan.<br /><br />Suster Vina masih saja dengan aksinya naik turun dan kadang berputar. Saya lihat dadanya yang terguncang akibat gerakannya yang mulai liar. Lidah Suster Vita mulai memasuki rongga mulut saya dan langsung saya hisap ujung lidahnya yang menjulur itu. Tangan kiri saya mulai meraba di sekitar selangkangan Suster Vita dari luar. Basah sudah CD-nya, dengan perlahan saya tarik ke samping dan saya mendapatkan permukaan bulu halus menyelimuti liang kewanitaannya. Saya elus perlahan, baru kemudian sedikit menekan. Ketemu sudah klit-nya. Agak ke belakang saya rasakan semakin menghangat. Tersentuh olehku kemudian liang nikmat tersebut. Saya raba sampai tiga kali sebelum akhirnya memasukkan jari saya ke dalamnya. Saya mencoba memasukkan sedalam mungkin jari telunjuk saya. Kemudian disusul oleh jari tengah. Saya putar jari-jari saya di dalamnya. Baru kemudian saya kocok keluar masuk sambil memainkan jempol saya di klit-nya.<br /><br />Dia mendesah ringan, sementara Suster Vina rebahan karena lelah di dadaku dengan pinggulnya tiada hentinya menggoyang kanan dan kiri. Suster Vita menyibak rambut panjang Suster Vina dan mulai menciumi punggung terbuka itu. Suster Vina semakin mengerang, mengerang, dan mengerang, sampai pada erangan panjang yang menandakan dia akan orgasme, dan semakin keras goyangan pinggulnya. Sementara saya sendiri mencoba mengimbangi dengan gerakan yang lebih keras dari sebelumnya, karena dari tadi saya tidak dapat terlalu bergoyang, takut luka saya menjadi sakit.<br /><br />Suster Vina mengerang panjang sekali seperti orang sedang kesakitan, tetapi juga mirip orang kepedasan. Mendesis di antara erangannya. Dia sudah sampai rupanya, dan dia tahan dulu sementara, baru dicabutnya perlahan. Sekarang giliran Suster Vita, dilapnya dulu batang kemaluan saya yang basah oleh cairan kenikmatan, dikeringkan, baru dia mulai menaiki tubuh saya.<br /><br />Ketika Suster Vita telah menempati posisinya, saya melihat Suster Vina mengelap liang kemaluannya dengan tissue yang diambilnya dari meja kecil di sampingku. Suster Vita seakan menunggang kuda, dia menggoyang maju mundur, perlahan tapi penuh kepastian. Makin lama makin cepat iramanya. Sementara kedua tangan saya asyik meremas-remas dadanya yang mengembung indah. Kenyal sekali rasanya, cukup besar ukurannya dan lebih besar dari miliknya Suster Vina. Yang ini tidak kurang dari 36C.<br /><br />Sesekali saya mainkan putingnya yang mulai mengeras. Dia mendesis, hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya. Desisan itu sungguh manja kurasakan, sementara Suster Vina telah selesai dengan membersihkan liang hangatnya. Kemudian dia mulai lagi mengelus-elus badan telanjang Suster Vita dan juga memainkan rambutku, mengusapnya. Kemudian karena sudah cukup pemanasannya, dia mulai menaiki ranjang lagi. Dikangkangkannya kakinya yang jenjang di atas kepala saya. Setengah berjongkok gayanya saat itu dengan menghadap tembok di atas kepala saya. Kedua tangannya berpegangan pada bagian kepala ranjang.<br /><br />Mulai disorongkannya liang kenikmatannya yang telah kering ke mulut saya. Dengan cepat saya julurkan lidah, lalu saya colek sekali dan menarik nafas, "Hhhmmm..." bau khas kewanitaannya. Saya jilat liangnya dengan lidah saya yang memang terkenal panjang. Saya mainkan lidah saya, mereka berdua mengerang bersamaan, kadang bersahutan. Saya lihat lubang pantatnya yang merah agak terbuka, lalu saya masukkan jari jempol ke dalam lubang pantatnya.<br />Suster Vina merintih kecil, "Auuww... mas nakal deh..!"<br />Lalu saya jilati lubang pantatnya yang sudah mulai basah itu, tapi kemudian, "Tuuuttt..!"<br />Saya kaget, "Suster kentut ya..?" tanya saya.<br />Suster Vina tertawa kecil lalu minta maaf. Lalu kembali saya teruskan jilatan saya.<br /><br />Lama sekali permainannya, sampai tiba-tiba Suster Vita mengerang besar dan panjang serta mengejang. Setelah Suster Vita selesai, dia mencabut batang kejantanan saya, sedang lidah saya tetap menghajar liang kenikmatan Suster Vina. Sesekali saya menjilati klit-nya. Dia menggelinjang setiap kali lidah saya menyentuh klit-nya. Mendengar desisan Suster Vina sudah lemas dan beranjak turun dari posisinya, saya menyudahi permainan ini. Saya lunglai rasanya menghabisi dua suster sekaligus.<br /><br />"Kasihan Mas Sony, nanti sembuhnya jadi lama... soalnya ngga sempet istirahat..!" kata Suster Vina.<br />"Iya dan kayanya kita akan setiap malam rajin minta giliran kaya malem ini." sahut suster Vita.<br />"Kalo itu dibuat system arisan saja." kata Suster Vina sadis sekali kedengarannya.<br />"Emangnya gue piala bergilir apa..?" kata saya dalam hati.<br /><br />Malam itu saya tidur lelap sekali dan saya sempat minta Suster Vina menemaniku tidur, saya berjanji tiap malam, mereka dapat giliran menemani saya tidur, tetapi setelah mendapat jatah batin tentunya. Malam itu kami tidur berdekapan mesra sekali seperti pengantin baru dan sama-sama polos. Sampai jam 4 pagi, dia minta jatah tambahan dan kami pun bermain one on one (satu lawan satu, tidak keroyokan seperti semalam). Hot sekali dia pagi itu, karena kami lebih bebas tetapi yang kacau adalah setelah selesai. Saya merasa sakit karena luka kaki saya menjadi berdarah lagi. Jadi terpaksa ketahuan dech sama Suster Vita kalau ada sesi tambahan, dan mereka berdua pun ramai-ramai mengobati luka saya, sambil masih ingin melihat kejantanan dasyat yang meluluh lantakkan tubuh mereka semalaman.<br /><br />Setelah itu, sekitar jam 5:00, saya kembali tidur sampai pagi jam 7:20. Saya dibangunkan untuk mandi pagi. Mandi pagi dibantu oleh Suster Vita dan sempat dihisap sampai keluar dalam mulutnya.<br /><br />Pada pagi harinya, Dokter Vivi melihat keadaan saya.<br />"Gimana Mas Sony, masih sakit kakinya..?" katanya.<br />"Sudah lumayan Dok..!" kata saya.<br />Lalu, "Sekarang coba kamu tarik nafas lalu hembuskan, begitu berulang-ulang ya..!"<br />Dengan stetoskopnya, Dokter Vivi memeriksa tubuh saya. Saat stetoskopnya yang dingin itu menyentuh dada saya, seketika itu juga suatu aliran aneh menjalar di tubuh saya. Tanpa saya sadari, saya rasakan batang kejantanan saya mulai menegang. Saya menjadi gugup, takut kalau Dokter Vivi tahu. Tapi untung dia tidak memperhatikan gerakan di balik selimut saya. Namun setiap sentuhan stetoskopnya, apalagi setelah tangannya menekan-nekan ulu hati, semakin membuat batang kejantanan saya bertambah tegak lagi, sehingga cukup menonjol di balik selimut.<br /><br />"Wah, kenapa kamu ini..? Kok itu kamu berdiri..? Terangsang saya ya..?" katanya.<br />Mati deh! Ternyata Dokter Vivi mengetahui apa yang terjadi diselangkangan saya. Aduh!<br />Lalu dia dengan tiba-tiba membuka selimut sambil berkata, "Sekarang saya mau periksa kaki mas..." katanya.<br />Dan, "Opsss... i did it again..!" terpampanglah kemaluan saya yang besar dihadapannya.<br />Gila! Dokter Vivi tertawa melihat batang kejantanan saya yang besar dan mengeras itu.<br />"Uh, ****** mas besar ya..?" kata Dokter Vivi serasa mengelus kemaluan saya dengan tangannya yang halus.<br />Wajah saya menjadi bersemu merah dibuatnya, sementara tanpa dapat dicegah lagi, senjata saya semakin bertambah tegak tersentuh tangan Dokter Vivi. Dokter Vivi masih mengelus-elus dan mengusap-usap batang kejantanan saya itu dari pangkal hingga ujung, juga meremas-remas biji kembar saya.<br /><br />"Mmm... mas pernah bermain..?" katanya manja.<br />Saya menggeleng. Saya pura-pura agar ya...ya...ya....<br />"Aahhh..." saya mendesah ketika mulut Dokter Vivi mulai mengulum kemaluan saya.<br />Lalu dengan lidahnya yang kelihatannya sudah mahir, digelitiknya ujung kemaluan saya itu, membuat saya menggerinjal-gerinjal. Seluruh kemaluan saya sudah hampir masuk ke dalam mulut Dokter Vivi yang cantik itu. Dengan bertubi-tubi disedot-sedotnya kemaluan saya. Terasa geli dan nikmat sekali.<br /><br />Dokter Vivi segera melanjutkan permainannya. Ia memasukkan dan mengeluarkan kejantanan saya dari dalam mulutnya berulang-ulang, naik-turun. Gesekan-gesekan antara kemaluan saya dengan dinding mulutnya yang basah membangkitkan kenikmatan tersendiri bagi saya.<br />"Auuh... aahhh..." akhirnya saya sudah tidak tahan lagi.<br />Batang kemaluan saya menyemprotkan sperma kental berwarna putih ke dalam mulut Dokter Vivi. Bagai kehausan, Dokter Vivi meneguk semua cairan kental tersebut sampai habis.<br />"Duh, masa baru begitu saja mas udah keluar." Dokter Vivi meledek saya yang baru bermain oral saja sudah mencapai klimaks.<br /><br />"Dok.., saya... baru pertama kali... melakukan ini..." jawab saya terengah-engah (kena dia, tetapi memang saya akui hisapannya lebih hebat dari kedua suster tadi malam). Dokter Vivi tidak menjawab. Ia mencopot jas dokternya dan menyampirkannya di gantungan baju di dekat pintu. Kemudian ia menanggalkan kaos oblong yang dikenakannya, juga celana jeans-nya. Mata saya melotot memandangi payudara montoknya yang tampaknya seperti sudah tidak sabar ingin meloncat keluar dari balik BH-nya yang halus. Mata saya serasa mau meloncat keluar sewaktu Dokter Vivi mencopot BH-nya dan memelorotkan CD-nya. Astaga! Sungguh besar namun terpelihara dan kencang. Tidak ada tanda-tanda kendor atau lipatan-lipatan lemak di tubuhnya. Demikian pula pantatnya. Masih menggumpal bulat yang montok dan kenyal. Benar-benar tubuh paling sempurna yang pernah saya lihat selama hidup ini. Saya merasakan batang kejantanan saya mulai bangkit lebih tinggi menyaksikan pemandangan yang teramat indah ini.<br /><br />Dokter Vivi kembali menghampiri saya. Ia menyodorkan payudaranya yang menggantung kenyal ke wajah saya. Tanpa mau membuang waktu, saya langsung menerima pemberiannya. Mulut saya langsung menyergap payudara nan indah ini. Sambil menyedot-nyedot puting susunya yang amat tinggi itu, mengingatkan saya ketika menyusu pada kedua suster tadi malam.<br />"Uuuhhh... Aaah..." Dokter Vivi mendesah-desah tatkala lidah saya menjilat-jilati ujung puting susunya yang begitu tinggi menantang.<br />Saya permainkan puting susu yang memang amat menggiurkan ini dengan bebasnya. Sekali-sekali saya gigit puting susunya itu. Tidak cukup keras memang, namun cukup membuat Dokter Vivi menggelinjang sambil meringis-ringis.<br /><br />Tidak lama kemudian, saya menarik tangan Dokter Vivi agar ikut naik ke atas tempat tidur. Dokter Vivi memahami apa maksud saya. Ia langsung naik ke atas tubuh saya yang terbaring telentang di tempat tidur. Perlahan-lahan dengan tubuh sedikit menunduk, ia mengarahkan kemaluan saya ke lubang kewanitaannya yang di sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu lebat kehitaman. Lalu dengan cukup keras, setelah batang kejantanan saya sudah masuk 2 cm ke dalam liang senggamanya, ia menurunkan pantatnya, membuat senjata saya hampir tertelan seluruhnya di dalam lubang surganya. Saya melenguh keras dan menggerinjal-gerinjal cukup kencang waktu ujung kepala kemaluan saya menyentuh pangkal rahim Dokter Vivi. Menyadari bahwa saya mulai terangsang, Dokter Vivi menambah kualitas permainannya. Ia menggerak-gerakkan pantatnya, berputar-putar ke kiri ke kanan dan naik turun ke atas ke bawah. Begitu seterusnya berulang-ulang dengan tempo yang semakin lama semakin tinggi. Membuat tubuh saya menjadi meregang merasakan nikmat yang bukan main.<br /><br />Saya merasa sudah hampir tidak tahan lagi. Batang keperkasaan saya sudah nyaris menyemprotkan cairan kenikmatan lagi. Namun saya mencoba menahannya sekuat tenaga dan mencoba mengimbangi permainan Dokter Vivi yang liar itu.<br />Akhirnya, "Aaahh..." jerit saya.<br />"Ouuhhh..!" desah Dokter Vivi.<br />Dokter Vivi dan saya menjerit keras. Kami berdua mencapai klimaks hampir bersamaan. Saya menyemprotkan air mani saya di dalam liang rahim Dokter Vivi yang masih berdenyut-denyut menjepit keperkasaan saya yang masih kelihatan tegang itu.<br /><br />Lalu, wajah, mata, dahi, hidung saya habis diciumi oleh Dokter Vivi sambil berkata, "Terima kasih Mas Sony, ohhh... endanggg..!"<br />Kami tidak lama kemudian tertidur dalam posisi yang sama, yaitu kakinya melingkar di pinggang saya sambil memeluk tubuh saya dengan hangat. Nah itulah cerita saya.<br /><br /><br />TAMAT </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-47149447479910584872010-03-21T09:31:00.000-07:002010-03-21T09:33:23.104-07:00<strong>[Pesta Sex] Kejutan....</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_306994"> Hari itu adalah hari Minggu sebulan setelah peristiwaku di vila bersama Pak Imam dan Muklas ,selama ini aku belum ke sana lagi akibat kesibukan kuliahku. Hari Minggu itu aku pergi ke sana untuk refreshing seperti biasa karena Seninnya tanggal merah atau libur. Kali ini aku tidak sendiri tapi bersama 2 orang teman cewekku yaitu Kiki dan Indah, kami semua adalah teman akrab di kampus, sebenarnya geng kami ini ada 4 orang, satu lagi si Ratna yang hari ini tidak bisa ikut karena ada acara dengan keluarganya.<br /><br />Kami sama-sama terbuka tentang seks dan sama-sama penggemar seks, Kiki dikaruniai tubuh putih mulus tinggi semampai dengan buah dada yang bulat montok berukuran 38B yang membuat pikiran kotor para cowok melayang-layang, beruntunglah mereka karena Kiki tidak sulit diajak ?naik ranjang? karena dia sudah ketagihan seks sejak SMP. Sedangkan Indah mempunyai wajah yang imut dengan rambut panjang yang indah, bodynya pun tidak kalah dari Kiki walaupun payudaranya lebih kecil, namun dibalik wajah imutnya ternyata Indah termasuk cewek yang lihai memanfaatkan cowok, sudah berkali-kali dia ganti pacar gara-gara sifat materenya. Sedangkan aku sendiri sepertinya kalian sudah tahulah cewek seperti apa aku ini dari cerita-ceritaku dulu.<br /><br />Baiklah, sekarang kita kembali ke kejadian hari itu yang rencananya mau mengadakan orgy party setelah sekian lama otak kami dijejali bahan-bahan kuliah dan urusan sehari-hari. Waktu itu Kiki protes karena aku tidak memperbolehkannya mengajak teman-teman cowok yang biasa diajak, begitu juga Indah yang ikut mendukung Kiki karena pacarnya juga tidak boleh diajak.<br />?Emangnya lu ngundang siapa lagi sih Ni, masa si Chevy aja ga boleh ikutan ?? kata Indah<br />?Iya nih, emangnya kita mau pesta lesbian apa, wah gua kan cewek normal nih? timpal Kiki<br />?Udahlah, lu orang tenang aja, cowok-cowoknya nanti nyusul, pokoknya yang kali ini surprise deh ! dijamin kalian puas sampe ga bisa bangun lagi deh?<br />Aku ingin sedikit membuat kejutan agar acara kali ini lain dari yang lain, karena itulah aku merahasiakan siapa pejantannya yang tidak lain adalah penjaga vilaku dan vila tetanggaku, Pak Imam dan Muklas.<br /><br />Kemarinnya aku memang sudah mengabari Pak Imam lewat telepon bahwa aku besok akan ke sana dengan teman-temanku yang pernah kujanjikan pada mereka dulu. Pak Imam tentu antusias sekali dengan acara kali ini, kami telah mengatur skenario acaranya agar seru. Beberapa jam kemudian kami sampai di villaku, Pak Imam seperti biasa membukakan pintu garasi, bola matanya melihat jelalatan pada kami terutama Kiki yang hari itu pakaiannya seksi berupa rok mini dan sebuah tank top merah berdada rendah sehingga payudaranya seakan mau keluar. Dia kusuruh keluar dulu sampai aku memberi syarat padanya, dia menunggunya di villa tetangga yang tidak lain vila yang dijaga si Muklas. Setelah membereskan barang bawaan, kami menyantap makan siang, lalu ngobrol-ngobrol dan istirahat. Indah yang daritadi kelihatan letih terlelap lebih dulu. Kami bangun sore hari sekitar jam 4 sore.<br /><br />?Eh?sambil nunggu cowok-cowoknya mendingan kita berenang dulu yuk? ajakku pada mereka<br />Aku melepaskan semua bajuku tanpa tersisa dan berjalan ke arah kolam dengan santainya<br />?Wei?gila lo Ni, masa mau berenang ga pake apa-apa gitu, kalo keliatan orang gimana ?? tegur Indah<br />?Iya Ni, lagian kan kalo si tua Imam itu dateng gimana tuh? sambung Kiki<br />?Yah kalian, katanya mo party, masa berenang bugil aja ga berani, tenang aja Pak Imam udah gua suruh jangan ke sini sampai kita pulang nanti? bujukku sambil menarik tangan Kiki<br />Di tepi kolam mereka masih agak ragu melepas pakaiannya, alasannya takut kepergok tetangga, setelah kutantang Kiki baru mulai berani melepas satu demi satu yang melekat di tubuhnya, aku membantu Indah yang masih agak malu mempreteli pakaiannya. Akhirnya kami bertiga nyebur ke kolam tanpa memakai apapun.<br /><br />Perlahan-lahan rasa risih mereka pun mulai berkurang, kami tertawa-tawa, main siram-siraman air, dan balapan renang kesana kemari dengan bebasnya. Mungkin seperti inilah kira-kira gambaran tempat pemandian di istana haremnya para raja. Sesudah agak lama bermain di air aku naik ke atas dan mengelap tubuhku yang basah, lalu membalut tubuhku dengan kimono.<br />?Ni, sekalian ambilin kita minum yah? pinta Kiki<br />Akupun berjalan ke dalam dan meminum segelas air.<br />?Ok, it?s the showtime? gumamku dalam hati, inilah saat yang tepat untuk menjalankan skenario ini. Aku segera menelepon vila sebelah menyuruh Pak Imam dan Muklas segera kesini karena pesta akan segera dimulai.<br /><br />?Iya neng, kita segera ke sana? sahut Muklas sambil menutup gagang telepon<br />Hanya dalam hitungan menit mereka sudah nampak di pekarangan depan vilaku. Aku yang sudah menunggu membukakan pintu untuk mereka.<br />?Wah udah ga sabaran nih, dari tadi cuma ngintipin neng sama temen-temen neng dari loteng? kata Pak Imam<br />?Pokoknya yang payudaranya gede itu buat saya dulu yah neng? ujar Muklas merujuk pada Kiki.<br />"Saya juga mau yang dadanya aduhai itu neng" lanjut Pak Imam<br />?Iya tenang, sabar, Pokoknya semua kebagian, ok? kataku ?yang penting sekarang surprise buat mereka dulu?<br />Setelah beberapa saat berbicara kasak-kusuk, akhirnya operasipun siap dilaksanakan. Pertama-tama dimulai dari Kiki. Aku berjalan ke arah kolam membawakan mereka dua gelas air, disana Indah sedang tiduran di kursi santai tanpa busana, sementara Kiki masih berendam di air.<br /><br />?Ki, lu bisa ke kamar gua sebentar ga, gua mo minta tolong dikit nih? pintaku padanya ?lu lap badan dulu gih, gua tunggu di sana?<br />Aku masuk ke dalam terlebih dahulu dan duduk di pingir ranjang menunggunya. Di balik pintu itu Pak Imam dan Muklas yang sudah kusuruh bugil telah siap memangsa temanku itu, kemaluan mereka sudah mengeras dan berdiri tegak seperti pedang yang terhunus. Tak lama kemudian Kiki memasuki kamarku sambil mengelap rambutnya yang masih basah.<br />?Kenapa Ni, ada perlu apa emang ?? tanyanya.<br />?Ngga, cuma mau ngasih surprise dikit kok? jawabku dengan menyeringai dan memberi aba-aba pada mereka. Sebelum Kiki sempat membalikkan badan, sepasang lengan hitam sudah memeluknya dari belakang dan tangan yang satunya dengan sigap membekap mulutnya agar tidak berteriak. Kiki yang terkejut tentu saja meronta-ronta , namun pemberontakkan itu justru makin membakar nafsu kedua orang itu.<br /><br />Pak Imam dengan gemas meremas payudara kirinya dan memilin-milin putingnya. Si Muklas berhasil menangkap kedua pergelangan kakinya yang menendang-nendang. Dibentangkannya kedua tungkai itu, lalu dia berjongkok dengan wajah tepat di hadapan kemaluan Kiki.<br />?Wah jembutnya lebat juga yah, kaya si neng? komentar Muklas sambil menyentuhkan lidahnya ke liang vagina Kiki, diperlakukan seperti itu Kiki cuma bisa merem melek dan mengeluarkan desahan tertahan karena bekapan Pak Imam begitu kokoh.<br />?Hei, jangan rakus dong Klas, dia kan buat Pak Imam, tuh jatahlu masih nunggu di luar sana? kataku padanya<br />Mengingat kembali sasarannya semula, Muklas menurunkan kembali kaki Kiki dan bergegas menuju ke kolam.<br />?Jangan terlalu kasar yah ke dia, bisa-bisa pingsan gara-gara lu? godaku<br /><br />Setelah Muklas keluar tinggallah kami bertiga di kamarku. Pak Imam langsung menghempaskan dirinya bersama Kiki ke ranjang spring bed-ku. Tak berapa lama terdengarlah jeritan Indah dari kolam, aku melihat dari jendela kamarku apa yang terjadi antara mereka. Indah terpelanting dari kursi santai dan berusaha melepaskan diri dari Muklas. Dia berhasil berdiri dan mendapat kesempatan menghindar, tapi kalah cepat dari Muklas, tukang kebun itu berhasil mendekapnya dari belakang lalu mengangkat badannya.<br />?Jangan?tolong !!? jeritnya sambil meronta-ronta dalam gendongan Muklas<br />Muklas dengan santai membawa Indah ke tepi kolam, lalu dilemparnya ke air, setelah itu dia ikutan nyebur. Dia air Indah terus berontak saat Muklas menggerayangi tubuhnya dalam himpitannya. Sekuat apapun Indah tentu saja bukan tandingan Muklas yang sudah kesurupan itu. Perlawanan Indah mengendur setelah Muklas mendesaknya di sudut kolam, riak di kolam juga mulai berkurang. Tidak terlalu jelas detilnya Muklas menggerayangi tubuh Indah, tapi aku dapat melihat Muklas memeluk erat Indah sambil melumat bibirnya.<br /><br />Kutinggalkan mereka menikmati saat-saat nikmatnya untuk kembali lagi pada situasi di kamarku. Aku lalu menghampiri Pak Imam dan Kiki untuk bergabung dalam kenikmatan ini. Sama seperti Indah, Kiki juga menjerit-jerit, namun jeritannya juga pelan-pelan berubah menjadi erangan nikmat akibat rangsangan-rangsangan yang dilakukan Pak Imam. Waktu aku menghampiri mereka Pak Imam sedang menjilati paha mulus Kiki sambil kedua tangannya masing-masing bergerilya pada payudara dan kemaluan Kiki.<br />?Aduh Ni?tega-teganya lu nyerahin kita ke orang-orang kaya gini?ahhh !!? kata Kiki ditengah desahannya<br />?Tenang Ki, ini baru namanya surprise, sekali kali coba produk kampung dong? kataku seraya melumat bibirnya<br /><br />Aku berpagutan dengan Kiki beberapa menit lamanya. Jilatan Pak Imam mulai merambat naik hingga dia melumat dan meremas payudara Kiki secara bergantian, sementara tangannya masih saja mengobok-obok vaginanya. Desahan Kiki tertahan karena sedang berciuman denganku, tubuhnya menggeliat-geliat merasakan nikmat yang tiada tara.<br />?Hhhmmhh?tetek Neng Kiki ini gede juga ya, lebih gede dari punya Neng? kata Pak Imam disela aktivitasnya.<br />Memang sih diantara kami bereempat, payudara Kiki termasuk yang paling montok. Menurut pengakuannya, cowok-cowok yang pernah ML dengannya paling tergila-gila mengeyot benda itu atau mengocok penis mereka diantara himpitannya. Pak Imam pun tidak terkecuali, dia dengan gemas mengemut susunya, seluruh susu kanan Kiki ditelan olehnya dan Pak Imam juga mengocok penisnya diantara himpitan payudara montok Kiki?.ach..aach..desah Kiki yang sangat menikmati kocokan penis di payudaranya.<br /><br />Puas menetek pada Kiki, Pak Imam bersiap memasuki vagina Kiki dengan penisnya. Kulihat dalam posisinya diantara kedua belah paha Kiki dia memegang penisnya untuk diarahkan ke liang itu.<br />?Ouch?sakit , duh kasar banget sih babu lu? Kiki meringis dan mencengkram lenganku waktu penis super Pak Imam mendorong-dorongkan penisnya dengan bernafsu<br />?Tahan Ki, ntar juga lu keenakan kok, pokoknya enjoy aja? kataku sambil meremasi kedua payudaranya yang sudah basah dan merah akibat disedot Pak Imam.<br />Pak Imam menyodokkan penisnya dengan keras sehingga Kiki pun tidak bisa menahan jeritannya, Kiki kelihatan mau menangis nampak dari matanya yang sedikit berair.Pak Imam mulai menggarap Kiki dengan genjotannya. Aku merasakan tangan Kiki menyelinap ke bawah kimonoku menuju selangkangan, eennghh?aku mendesah merasakan jari-jari Kiki menggerayangi kemaluanku.<br /><br />Aku lalu naik ke wajah Kiki berhadapan dengan Pak Imam yang sedang menggenjotnya. Kiki langsung menjilati kemaluanku dan Pak Imam menarik tali pinggang kimonoku sehingga tubuhku tersingkap. Dengan terus menyodoki Kiki, dia meraih payudaraku yang kiri, mula-mula dibelainya dengan lembut tapi lama-lama tangannya semakin keras mencengkramnya sampai aku meringis menahan sakit. Dia juga menyorongkan kepalanya berusaha mencaplok payudara yang satunya. Aku yang mengerti apa maunya segera mencondongkan badanku ke depan sehingga dadaku pun makin membusung indah. Ternyata dia tidak langsung mencaplok payudaraku, tetapi hanya menjulurkan lidahnya untuk menjilati putingku menyebabkan benda itu makin mengeras saja. Aku merasakan sensasi yang luar biasa, geli bercampur nikmat. Sapuan-sapuan lidah Kiki pada vaginaku membuat daerah itu semakin becek, bukan cuma itu saja Kiki juga mengorek-ngoreknya dengan jarinya.<br /><br />Aku mendesah tak karuan marasakan jilatan dan sedotan pada klistoris dan putingku. Ciuman Pak Imam merambat naik dari dadaku hingga hinggap di bibirku, kami berCiuman dengan penuh nafsu. Tidak kuhiraukan nafasnya yang bau rokok, lidah kami beradu dengan liar sampai ludah kami bercampur baur.<br />?Aahh?oohh?gua dah mau?Pak !!? erang Kiki bersamaan dengan tubuhnya yang mengejang dan membusur ke atas.<br />Melihat reaksi Kiki, Pak Imam semakin memperdahsyat sodokannya dan semakin ganas meremas dadanya. Aku sendiri tidak merasa akan segera menyusul Kiki, dibawah sana seperti mau meledak rasanya. Dalam waktu yang hampir bersamaan aku dan Kiki mencapai klimaks, tubuh kami mengejang hebat dan cairan kewanitaanku tumpah ke wajah Kiki. Erangan kami memenuhi kamar ini membuat Pak Imam semakin liar.<br /><br />Setelah aku ambruk ke samping, Pak Imam menindih Kiki dan mulai menciuminya, dijilatinya cairan cintaku yang blepotan di sekitar mulut Kiki, tangannya tak henti-hentinya menggerayangi payudara montok itu, seolah-oleh tak ingin lepas darinya.<br />?Hhmmpphh?sluurrpp?cup?cup?? demikian bunyinya saat mereka bercipokan, lidah mereka saling membelit dan bermain di rongga mulut masing-masing. Pak Imam cukup pengertian akan kondisi Kiki yang mulai kepayahan, jadi setelah puas berciuman dia membiarkannya memulihkan tenaga dulu. Dan kini disambarnya tubuhku, padahal gairahku baru naik setengahnya setelah orgasme barusan. Tubuhku yang dalam posisi tengkurap diangkatnya pada bagian pinggul sehingga menungging. Dia membuka lebar bibir vaginaku dan menyentuhkan kepala penisnya disitu. Benda itu pelan-pelan mendesak masuk ke vaginaku. Aku mendesah sambil meremas-remas sprei menghayati proses pencoblosan itu.<br /><br />Permainan Pak Imam sungguh membuatku terhanyut, dia memulainya dengan genjotan-genjotan pelan, tapi lama-kelamaan sodokannya terasa makin keras dan kasar sampai tubuhku berguncang dengan hebatnya. Aku meraih tangannya untuk meremasi payudaraku yang berayun-ayun. Tiba-tiba suara desahan Kiki terdengar lagi menjari sahut menyahut dengan desahanku. Gila, penjaga vilaku ini mengerjai kami berdua dalam waktu bersamaan, bedanya aku dikocok dengan penis sedangkan Kiki dikocok dengan jari-jarinya. Kiki membuka pahanya lebih lebar lagi agar jari-jari Pak Imam bermain lebih leluasa.<br />?Aduhh?aahh?gila Ki?enak banget !!? ceracauku sambil merem-melek<br />?Oohh?terus Pak?kocok terus? Kiki terus mendesah dan meremas-remas dadanya sendiri, wajahnya sudah memerah saking terangsangnya.<br /><br />?Yak?dikit lagi?aahh?Pak?udah mau? aku mempercepat iramaku karena merasa sudah hampir klimaks<br />?Neng Nia?Neng Kiki?bapak juga?mau keluar?eerrhh? geramnya dengan mempercepat gerakkannya.<br />Penis itu terasa menyodok semakin dalam bahkan sepertinya menyentuh dasar rahimku. Sebuah rintihan panjang menandai orgasmeku, tubuhku berkelejotan seperti kesetrum. Kemudian dia lepaskan penisnya dari vaginaku dan berdiri di ranjang. Disuruhnya Kiki berlutut dan mengoral penisnya yang berlumuran cairan cintaku. Kiki berlutut mengemut penis basah itu sambil tangan kanannya mengocok vaginanya sendiri yang tanggung belum tuntas. Aku bangkit perlahan dan ikut bergabung dengan Kiki menikmati penis Pak Imam. Kiki mengemut batangnya, aku mengemut buah zakarnya, kami saling berbagi menikmati ?sosis? itu.<br /><br />Di tengah kulumannya mendadak Kiki merintih tertahan, tubuhnya seperti menggigil, dan kulihat ke bawah ternyata dari vaginanya mengucur cairan bening hasil masturbasinya sendiri. Disusul beberapa detik kemudian, Pak Imam mencabut penisnya dari mulutku lalu mengerang panjang. Cairan kental berbau khas memancar dengan derasnya membasahi wajah kami. Kami berebutan menelan cairan itu, penis itu kupompa dalam genggamanku agar semuanya keluar, nampak pemiliknya mendesah-desah dan kelabakan<br />?Sabar, sabar dong neng, bisa putus ****** bapak kalo rebutan gini? katanya terbata-bata<br />Setelah tidak ada yang keluar lagi Kiki menjilati sisanya di wajahku, demikian pula sebaliknya. Mereka berdua akhirnya ambruk kecapaian, wajah Pak Imam jatuh tepat di dada Kiki.<br /><br />Saat mereka ambruk, sebaliknya gairahku mulai timbul lagi. Maka kutinggalkan mereka untuk melihat keadaan Indah dan Muklas. Aku tiba di kolam melihat Muklas sedang menggarap tubuh mungil Indah. Di daerah dangkal Indah dalam posisi berpegangan pada tangga kolam, Muklas dari bawahnya juga dalam posisi berdiri sedang asyik menggenjot penisnya pada vagina Indah. Kedua payudara Indah bergoyang naik turun seirama goyang tubuhnya. Pasti adegan ini membuat para cowok di kampusku sirik pada Muklas yang buruk rupa tapi bisa ******* dengan gadis seimut itu.<br />?Belum selesai juga lu orang, udah berapa ronde nih ?? sapaku<br />?Edan Ni?gua sampe klimaks tiga kali?aahh !!? desah Indah tak karuan<br />?Neng?.temennya enak banget, udah cantik, memeknya seret lagi? komentar Muklas sambil terus menggenjot.<br /><br />Indah tak kuasa menahan rintihannya setiap Muklas menusukkan penisnya, tubuhnya bergetar hebat akibat tarikan dan dorongan penis penjaga vila itu pada kemaluannya. Kepala Muklas menyelinap lewat ketiak sebelah kirinya lalu mulutnya mencaplok buah dadanya. Pinggul Indah naik turun berkali kali mengikuti gerakan Muklas. Jeritannya makin menjadi-jadi hingga akhirnya satu lenguhan panjang membuatnya terlarut dalam orgasme, beberapa saat tubuhnya menegang sebelum akhirnya terkulai lemas di tangga kolam. Setelah menaklukkan Indah, Muklas memanggilku yang mengelus-ngelus kemaluanku sendiri menonton adegan mereka.<br />?Sini neng, mendingan dipuasin pake ****** saya aja daripada ngocok sendiri?<br /><br />Akupun turun ke air yang merendam sebatas lutut kami, disambutnya aku dengan pelukannya, tangannya mengelusi punggungku terus turun hingga meremas bongkahan pantatku. Sementara tanganku juga turun meraih kemaluannya.<br />?Gila nih ******, masih keras juga?udah keluar berapa kali tadi ?? tanyaku waktu menggenggam batangnya yang masih ?lapar? itu.<br />?Baru sekali tadi?abis saya masih nungguin neng sih? godanya saambil nyengir.<br />Kemudian diangkatnya badanku dengan posisi kakiku dipinggangnya, aku melingkarkan tangan pada lehernya agar tidak jatuh. Diletakkannya aku pada lantai di tepi kolam, disebelah Indah yang terkapar, dia merapatkan badannya diantara kedua kakiku yang tergantung.<br /><br />Dia mulai menciumiku dari telinga, lidah itu menelusuri belakang telingaku juga bermain-main di lubangnya. Dengusan nafas dan lidahnya membuatku merasa geli dan menggeliat-geliat. Mulutnya berpindah melumat bibirku dengan ganas, lidahnya menyapu langit-langit mulutku, kurespon dengan mengulum lidahnya. Tanganku meraba-raba kebawah mencari kemaluannya karena birahiku telah demikian tingginya, tak sabar lagi untuk dientot. Ketika kuraih benda itu kutuntun memasuki kemaluanku, tangan kanan Muklas ikut menuntun senjatanya menembaki sasaran. Saat kepala penisnya menyentuh bibir kemaluanku, dia menekannya ke dalam, mulutku menggumam tertahan karena sedang berciuman dengannya. Ciuman kami baru terlepas disertai jeritan kecil ketika Muklas mengehentakkan pinggulnya hingga penisnya tertanam semua dalam vaginaku. Pinggulnya bergerak cepat diantara kedua pahaku sementara mulutnya mencupangi pundak dan leher jenjangku. Aku hanya bisa menengadahkan kepala menatap langit dan mendesah sejadi-jadinya.<br /><br />Kalau dibandingkan dengan Pak Imam, memang sodokan Muklas lebih mantap selain karena usianya masih 30-an, badannya juga lebih berisi daripada Pak Imam yang tinggi kurus seperti Datuk Maringgih itu. Di tengah badai kenikmatan itu sekonyong-konyong aku melihat sesuatu yang bergerak-gerak di jendela kamarku. Kufokuskan pandanganku dan astaga?ternyata si Kiki, dia sedang disetubuhi dari belakang dengan posisi menghadap jendela, tubuhnya terlonjak-lonjak dan terdorong ke depan sampai payudaranya menempel pada kaca jendela, mulutnya tampak mengap-mengap atau terkadang meringis, sungguh suatu pemandangan yang erotis. Adegan itu ditambah serangan Muklas yang makin gencar membuatku makin tak terkontrol, pelukanku semakin erat sehingga dadaku tertekan di dadanya, kedua kakiku menggelepar-gelepar menepuk permukaan air. Aku merasa detik-detik orgasme sudah dekat, maka kuberitahu dia tentang hal ini. Muklas memintaku bertahan sebentar lagi karena dia juga sudah mau keluar.<br /><br />Susah payah aku bertahan agar bisa klimaks bersama, setelah kurasakan ada cairan hangat menyemprot di rahimku, akupun melepas sesuatu yang daritadi ditahan-tahan. Perasaan itu mengalir dengan deras di sekujur tubuhku, otot-ototku mengejang, tak terasa kukuku menggores punggungnya. Beberapa detik kemudian badanku terkulai lemas seolah mati rasa, begitu juga Muklas yang jatuh bersandar di pinggir kolam. Aku berbaring di pinggir kolam di atas lantai marmer, kedua payudaraku nampak bergerak naik turun seiring desah nafasku. Kugerakkan mataku, di jendela Kiki dan Pak Imam sudah tak nampak lagi, di sisi lain Indah yang sudah pulih merendam dirinya di air dangkal untuk membasuh tubuhnya.<br /><br />Kami beristirahat sebentar, bahkan beberapa diantara kami tertidur. Pesta dimulai lagi sekitar pukul 8 malam setelah makan. Kami mengadakan permainan gila, ceritanya kami bertiga bermain poker dengan taruhan yang kalah paling awal harus rela dikeroyok kedua penjaga villa itu dan diabadikan dalam video klip dengan HP Nokia model terbaru milik Indah, filenya akan disimpan dalam komputer Indah untuk koleksi dan tidak akan boleh dicopy atau dilihat orang lain selain geng kami, mengingat kasus bokep Itenas. Kami duduk melingkar di ranjang, Pak Imam dan Muklas kusuruh menjauh dan kularang menyentuh siapapun sebelum ada yang kalah, mereka menunggu hanya dengan memakai kolor, sambil sebentar-sebentar mengocok anunya sendiri Aku mulai membagikan kartu dan permainan dimulai. Suasana tegang menyelimuti kami bertiga, setelah akhirnya Kiki melempar kartunya yang buruk sambil menepuk jidatnya, dia kalah. Kedua orang yang sudah tak sabar menunggu itu segera maju mengeksekusi Kiki.<br /><br />Kiki sempat berontak, tapi berhasil dilumpuhkan mereka dengan dipegangi erat-erat dan digerayangi bagian-bagian sensitifnya. Muklas menyusupkan tangannya ke kimono Kiki meraih payudaranya yang tak memakai apa-apa di baliknya. Pak Imam menyerang dari bawah dengan merentangkan lebar-lebar kedua paha Kiki dan langsung membenamkan kepalanya pada kemaluannya yang terawat dan berbulu lebat itu. Perlakuan ini membuat rontaan Kiki terhenti, kini dia malah mengelus-elus penis Muklas yang menegang sambil memejamkan mata menikmati vaginanya dijilati Pak Imam dan dadanya diremas Mulkas. Aku melihat lidah Pak Imam menjalar jari belahan bawah hingga puncak kemaluan Kiki, lalu disentil-sentilkan pada klistorisnya. Kiki tidak tahan lagi, dia merundukkan badan untuk memasukkan penis Muklas ke mulutnya, benda itu dikulumnya dengan rakus seperti sedang makan es krim. Event menarik itu tidak dilewatkan Indah dengan kamera-HP nya.<br /><br />Kiki terengah-engah melayani penis super Muklas, sepertinya dia sudah tidak peduli keadaan sekitarnya, rasa malunya hilang digantikan dengan hasrat yang besar untuk menyelesaikan gairahnya. Dia mempertunjukkan suatu live show yang panas seperti aktris bokep dan Indah sebagai juru kameranya. Pak Imam yang baru saja melepaskan kolornya menggesek-gesekkan benda itu ke payudara Kiki, sebagai pemanasan sebelum memasukinya. Kemulusan tubuh Kiki terpampang begitu Muklas menarik lepas tali pinggang pada kimononya, sesosok tubuh yang putih mulus serta terawat baik diantara dua tubuh hitam dan kasar, sungguh perpaduan yang kontras tapi menggairahkan. Pak Imam mempergencar rangsangannya dengan menCiumi batang kakinya mulai dari betis, tumit, hingga jari-jari kakinya. Kiki yang sudah kesurupan ?setan seks? itu jadi makin gila dengan perlakuan seperti itu<br /><br />?Ahhh?awww?Pak enak banget?.masukin aja sekarang !!? rintihnya manja sambil meraih penis Pak Imam yang masih bergesekan dengan bibir vaginanya.<br />Pak Imam pun mendorong penis itu membelah kedua belahan kemaluan Kiki diiringi desahan nikmat yang memenuhi kamar ini sampai aku dibuat merinding mendengarnya. Aku mengeluarkan payudara kiriku dari balik kimono dan meremasnya dengan tanganku, tangan yang satu lagi turun menggesek-gesekkan jariku ke kemaluanku, Indah yang juga sudah horny sesekali mengelus kemaluannya sendiri. Kiki nampak sangat liar, kemaluannya digenjot dari depan, dan Muklas yang menopang tubuhnya dari belakang meremasi kedua payudaranya serta memencet-mencet putingnya. Rambutnya yang sudah terurai itu disibakkan Muklas, lalu melumat leher dan pundaknya dengan jilatan dan gigitan ringan. Hal ini menyebabkan Kiki tambah menggelinjang dan mempercepat kocokannya pada penis Muklas.<br /><br />Serangan Pak Imam pada vagina Kiki semakin cepat sehingga tubuhnya menggelinjang hebat<br />?Aaakhhh?aahhh !!? jerit Kiki dengan melengkungkan tubuhnya ke atas<br />Kiki telah mencapai orgasme hampir bersamaan dengan Pak Imam yang menyemprotkan spermanya di dalam rahimnya. Adegan ini juga direkam oleh Indah, difokuskan terutama pada wajah Kiki yang sedang orgasme. Tanpa memberi istirahat, Muklas menaikkan Kiki ke pangkuannya dengan posisi membelakangi. Kembali vagina Kiki dikocok oleh penis Muklas. Walaupun masih lemas dia mulai menggoyangkan pantatnya mengikuti kocokan Muklas. Muklas yang merasa keenakan hanya bisa mengerang sambil meremas pantat Kiki menikmati pijatan kemaluannya. Pak Imam mengistirahatkan penisnya sambil menyusu dari kedua payudara Kiki secara bergantian. Aku semakin dalam mencucukkan jariku ke dalam vaginaku saking terangsangnya, sampai-sampai cairanku mulai meleleh membasahi selangkangan dan jari-jariku.<br /><br />Bosan dengan gaya berpangkuan, Muklas berbaring telentang dan membiarkan Kiki bergoyang di atas penisnya. Kemudian dia menyuruh Indah naik ke atas wajahnya agar bisa menikmati kemaluannya. Indah yang daritadi sudah terangsang itu segera melakukan apa yang disuruh tanpa ragu-ragu. Seluruh wajah Muklas tertutup oleh daster transparan Indah, namun aku masih dapat melihat dia dengan rakusnya melahap kemaluannya sambil menyusupkan tangannya dari bawah daster menuju payudaranya. Pak Imam yang anunya sudah mulai bangkit lagi menerkamku, kami berguling-guling sambil berCiuman penuh nafsu. Dengan tetap berCiuman Pak Imam memasukkan penisnya ke vaginaku, cairan yang melumuri selangkanganku melancarkan penetrasinya. Dengan kecepatan tinggi penisnya keluar masuk dalam vaginaku hingga aku histeris setiap benda itu menghujam keras ke dalam. Aku cuma bisa pasrah di bawah tindihannya membiarkan tangannya menggerayangi payudaraku, mulutnya pun terus menjilati leherku. Aku masih memakai kimonoku, hanya saja sudah tersingkap kesana kemari.<br /><br />Aku melihat Muklas masih berasyik-masyuk dengan kedua temanku, hanya kali ini Indah sudah bertukar posisi dengan Kiki. Sekarang mereka saling berhadapan, Indah bergoyang naik turun diatas penis Muklas sambil berCiuman dengan Kiki yang mekangkangi wajah Muklas. Kiki membuka kakinya lebar-lebar sehingga cairannya semakin mengalir, cairan itu diseruput dengan rakus oleh si Muklas sampai terdengar suara sluurrpp?. sshhrrpp?Ketika aku sedang menikmati orgasmeku yang hebat, dia tekan sepenuhnya penis itu ke dalam dan ini membawa efek yang luar biasa padaku dalam menghayati setiap detik klimaks tersebut, tubuhku menggelinjang dan berteriak tak tentu arah sampai akhirnya melemas kembali. Pesta gila-gilaan ini berakhir sekitar jam 11 malam. Aku sudah setengah sadar ketika Pak Imam menumpahkan maninya di wajahku, tulang-tulangku serasa berantakan. Kiki sudah terkapar lebih dulu dengan tubuh bersimbah peluh dan ceceran sperma di dadanya, dari pangkal pahanya yang terbuka nampak cairan kewanitaan bercampur sperma yang mengalir bak mata air.<br /><br /><br /><br />Sebelum tak sadarkan diri aku masih sempat melihat Muklas menyodok memek Kiki tubuh keduanya sudah mandi keringat. Karena letih dan ngantuk aku pun segera tertidur tanpa kupedulikan jeritan histeris Kiki maupun tubuhku yang sudah lengket oleh sperma. Besok paginya aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan aku hanya mendapati Indah yang masih terlelap di sebelah kiriku. Kuguncang tubuh Indah untuk membangunkannya.<br />?Gimana Dah?puas semalem ?? tanyaku<br />?Gila gua dientotin sampe kelenger , barbar banget tuh dua orang, eh?omong-omong pada kemana yang lain si Kiki juga ga ada ??<br />?Ga tau juga tuh gua juga baru bangun kok, duh lengket banget mandi dulu yuk?udah lengket gini? ajakku karena merasa tidak nyaman dengan sperma kering terutama di wajahku, rasanya seperti ada sarang laba-laba menempel di sana.<br /><br />Baru saja keluar dari kamar, sayup-sayup sudah terdengar suara desahan, kuikuti asal suara itu yang ternyata dari kamar mandi. Kami berdua segera menuju ke kamar mandi yang pintunya setengah terbuka itu, kami tengok ke dalam dan melihat Kiki dan kedua penjaga villa itu. Darahku berdesir melihat pemandangan erotis di depan kami, dimana Kiki sedang dikerjai oleh mereka di lantai kamar mandi. Muklas sedang enak-enaknya mengocok senjatanya diantara kedua gunung bulat itu, sedangkan Pak Imam berlutut diantara paha jenjang itu sedang menyetubuhinya, air dan sabun membuat tubuh mereka basah berkilauan. Kedatangan kami sepertinya tidak terlalu membuat mereka terkejut, mereka malah menyapa kami sambil terus ?bekerja?. Aku dengan tidak terlepas dari live show itu berjalan ke arah shower dan membuka kimonoku diikuti Indah dari belakang. Air hangat mengucur membasuh dan menyegarkan tubuh kami, kuambil sabun cair dan menggosokkannya ke sekujur tubuh Indah. Demikian juga Indah dia melakukan hal yang sama padaku, kami saling menyabuni satu sama lain.<br /><br />Kami saling mengelus bagian tubuh masing-masing, suatu ketika ketika tanganku sampai ke bawah, iseng-iseng kubelai bibir kemaluannya sekaligus mempermainkan klistorisnya.<br />?Uuhh...Ni !!? dia menjerit kecil dan mempererat pelukannya padaku sehingga buah dada kami saling berhimpit.<br />Tangan Indah yang lembut juga mengelusi punggungku lalu mulai turun ke bawah meremas bongkahan pantatku. Darahku pun mengalir makin cepat ditambah lagi adegan panas Kiki dengan kedua pria itu membuatku makin naik. Indah mendekatkan wajahnya padaku dan menCium bibirku yang terbuka karena sedang mendesah, selama beberapa menit bibir kami berpagutan. Kemudian aku memutar badanku membelakangi Indah supaya bisa lebih nyaman menonton Kiki.<br /><br />Aku melihat wajah horny Kiki yang cantik, dia meringis dan mengerang menikmati tusukan Pak Imam pada vaginanya, sementara Muklas hampir mencapai orgasmenya, dia semakin cepat menggesek-gesekkan penisnya diantara gunung kembar itu, tangannya pun semakin keras mencengkram daging kenyal itu sehingga pemiliknya merintih kesakitan. Akhirnya menyemprotlah spermanya membasahi dada, leher dan mulut Kiki. Mataku tidak berkedip menyaksikan semua itu sambil menikmati belaian Indah pada daerah sensitifku. Dengan tangan kanannya dia memainkan payudaraku, putingnya dipencet dan dipilin hingga makin menegang, tangan kirinya meraba-raba selangkanganku. Perbuatan Indah yang mengobok-obok vaginaku dengan jarinya itu hampir membuatku orgasme, sungguh sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu.<br /><br />Aku masih menikmati jari-jari Indah bermain di vaginaku ketika Muklas yang baru menyelesaikan hajatnya dengan Kiki berjalan ke arahku, penisnya agak menyusut karena baru orgasme. Jantungku berdetak lebih kencang menunggu apa yang akan terjadi. Tangannya mendarat di payudara kiriku dan meremasnya dengan lembut sambil sesekali memelintirnya. Lalu dia membungkuk dan mengarahkan kepalanya ke payudara kananku yang langsung dikenyotnya. Aku memejamkan mata menghayati suasana itu dan mengeluarkan desahan menggoda. Lalu aku merasakan kaki kananku diangkat dan sesuatu mendesak masuk ke vaginaku. Sejenak kubuka mataku untuk melihat, dan ternyata yang bertengger di vaginaku bukan lagi tangan Indah tapi penis Muklas yang sudah bangkit lagi. Kembali aku disetubuhi dalam posisi berdiri sambil digerayangi Indah dari belakang. Tubuhku seolah terbang tinggi, wajahku menengadah dengan mata merem-melek merasakan nikmat yang tak terkira.<br /><br />Hampir satu jam lamanya kami melakukan orgy di kamar mandi. Akhirnya setelah mandi bersih-bersih kami bertiga mencari udara segar dengan berjalan-jalan di kompleks sekalian makan siang di sebuah restoran di daerah itu. Setelah makan kami kembali ke vila dan mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Indah dan Kiki keluar dari kamar terlebih dulu meninggalkanku yang masih membereskan bawaanku yang lebih banyak. Cukup lama juga aku dikamar gara-gara sibuk mencari alat charge HP-ku yang ternyata kutaruh di lemari meja rias. Waktu aku menuju ke garasi terdengar suara desahan dan ya ampun...ternyata mereka sedang bermain ?short time? sambil menungguku.<br /><br />Indah yang celana panjang dan dalamnya sudah dipeloroti sedang menungging dengan bersandar pada moncong mobil, Pak Imam menyodokinya dari belakang sambil memegangi payudaranya yang tidak terbuka. Sementara di pintu mobil, Kiki berdiri bersandar dengan baju dan rok tersingkap, paha kirinya bertumpu pada bahu Muklas yang berjongkok di bawahnya. Celana dalamnya tidak dibuka, Muklas menjilati kemaluannya hanya dengan menggeser pinggiran celana dalamnya, tangannya turut bekerja meremasi payudara dan pantatnya.<br />?Weleh...weleh...masih sempat-sempatnya lu orang, asal jangan kelamaan aja, ntar kejebak macet kita? kataku sambil geleng-geleng kepala.<br />?Tengan neng ga usah buru-buru, masih pagi kok, ini cuma sebentar aja kok? tanggap Pak Imam dengan terengah-engah<br /><br />Akhirnya setelah 15 menitan Pak Imam melepas penisnya dan memanggilku untuk bergabung dengan Indah menjilatinya. Aku tadinya menolak karena tak ingin make upku luntur, tapi karena didesak terus akhirnya aku berjongkok di sebelah Indah.<br />?Tapi kalo keluar lu yang isep ya Dah, ntar muka gua luntur? kataku padanya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala sambil mengulum benda itu<br />Sesuai perjanjian tidak lama kemudian Pak Imam menggeram dan cepat-cepat kuberikan penis itu pada Indah yang segera memasukkan ke mulutnya. Pria itu mendesah panjang sambil menekan penisnya ke mulut Indah, Indah sendiri sedang menyedot sperma dari batang itu, sepertinya yang keluar tidak banyak lagi soalnya Indah tidak terlalu lama mengisapnya.<br />?Yuk cabut, udah ga haus lagi kan Dah ?? ujar Kiki yang sudah merapikan kembali pakaiannya.<br />Kami naik ke mobil dan kembali ke kota kami dengan kenangan tak terlupakan. Dalam perjalanan kami saling berbagi cerita dan kesan-kesan dari pengalaman kemarin dan membicarakan rencana untuk mengerjai si Ratna yang hari ini absen. </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-75025532493641998232010-03-21T09:29:00.001-07:002010-03-21T09:29:44.076-07:00<strong>Gara gara nilai ujian</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_1637229705"> Gara gara nilai ujian. Sore itu aku baru pulang dari rumah temanku. Karena perjalanan pulang melewati kampusku, maka sekalian aku menyempatkan diri untuk mampir ke sana dengan tujuan melihat nilai UTS-ku dan mencatat jadwal SP (Semester Pendek). Kumasuki halaman kampus dan kuparkirkan sepeda motor Tornado GX-ku. Saat itu waktu telah menunjukkan jam 17.35, di tempat parkir pun hanya terlihat 3-4 kendaraan. Aku segera memasuki gedung fakultasku, di sana lorong-lorong sudah gelap hanya diterangi beberapa lampu downlight, sehingga suasananya remang-remang, terkadang timbul perasaan ngeri di gedung tua itu sepertinya hanya aku sendirian, bahkan suara, langkah kakiku menaiki tangga pun menggema. Akhirnya sampai juga aku di tingkat 4 dimana pengumuman hasil ujian dan jadwal SP dipasang. Ketika aku sedang melihat hasil UTS-ku dari lantai bawah sekonyong-konyomg terdengar langkah pelan yang menuju ke sini. Sadar atau tidak kurasakan bulu kudukku berdiri dan membayangkan makhluk apa yang nantinya akan muncul. Ah konyol, kubuang pikiran itu jauh-jauh, hantu mana mungkin terdengar bunyi langkahnya. Suara langkah itu makin mendekat dan akhirnya kulihat sosoknya, oohh, ternyata lain dari yang kubayangkan, yang muncul ternyata seorang gadis cantik. Aku pun mengenalnya walaupun tidak kenal dekat, dia adalah mahasiswi yang pernah sekelas denganku dalam salah satu mata kuliah, namanya Yuli, orangnya tinggi langsing, pahanya jenjang dan mulus, buah dadanya pun membusung indah, kuperkirakan ukurannya 34B, dipercantik dengan rambut panjang kemerahan yang dikuncir ke belakang dan wajah oval yang putih mulus. Dia juga termasuk salah satu bunga kampus.<br /> “Hai.. sore, mau lihat nilai ya?” tanyaku berbasa-basi.<br />“Iya, kamu juga ya?” jawabnya dengan tersenyum manis.<br />Aku lalu meneruskan mencatat jadwal SP, sementara dia sedang mencari-cari NRP dan melihat hasil ujiannya.<br />“Sori, boleh pinjam bolpoin dan kertas? gua mau catat jadwal nih,” tanyanya.<br />“Ooo, boleh, boleh gua juga udah selesai kok,” aku lalu memberikannya secarik kertas dan bolpoinku.<br />“Eh, omong-omong kamu kok baru datang sekarang malam-malam gini, nggak takut gedungnya udah gelap gini?” tanyaku.<br />“Iya, sekalian lewat aja kok, jadi mampir ke sini, kamu sendiri juga kok datang jam segini?”<br />“Sama nih, gua juga baru pulang dari teman dan lewat sini, jadi biar sekali jalanlah.”<br />Kami pun mulai mengobrol, dan obrolan kami makin melebar dan semakin akrab. Hingga kini belum ada seorang pun yang terlihat di tempat kami sehingga mulai timbul pikiran kotorku terlebih lagi hanya ada sepasang pria dan wanita dalam tempat remang-remang. Aku mulai merasakan senjataku menggeliat dan mengeras. Kupandangi wajah cantiknya, wajah kami saling menatap dan tanpa sadar wajahku makin mendekati wajahnya. Ketika semakin dekat tiba-tiba wajahnya maju menyambutku sehingga bibir kami sekarang saling berpagutan. Tanganku pun mulai melingkari pinggangnya yang ramping. Sekarang mulutnya mulai membuka dan lidah kami saling beradu, rupanya dia cukup ahli juga dalam berciuman, nampaknya ini bukan pertama kalinya dia melakukannya. Wangi parfum dan desah nafasnya yang sudah tidak beraturan meningkatkan gairahku untuk berbuat lebih jauh, tanganku kini mulai turun meremas-remas pantatnya yang montok dan berisi, dia juga membalasnya dengan melepas kancing kemejaku satu persatu. Tiba-tiba aku sadar sedang di tempat yang salah, segera kulepas ciumanku.<br /> “Jangan di sini, gua tau tempat aman, ayo ikut gua!”<br />Kuajak dia ke lantai 3, kami menelusuri koridor yang remang-remang itu menuju ke sebuah ruangan kosong bekas ruangan mahasiswa pecinta alam, sejak team pecinta alam pindah ke ruang lain yang lebih besar ruangan ini dikosongkan hanya untuk menyimpan peralatan bekas dan sering tidak dikunci. Kubuka pintu dan kutekan saklar di tembok, ruangan itu hampir tidak ada apa-apa, hanya sebuah meja dan kursi kayu jati yang sandarannya sudah bengkok, beberapa perkakas usang, dan sebuah matras bekas yang berlubang.<br />Segera setelah tombol kunci kutekan, kudekap tubuhnya yang sedang bersandar di tepi meja. Sambil berciuman tangan kami saling melucuti pakaian masing-masing. Setelah kulepas tank top dan branya, kulihat tubuh putih mulus dengan payudara kencang dan putingnya yang kemerahan. Saat itu aku dan dia sudah topless tinggal memakai celana panjang saja. Kuarahkan mulutku ke dada kanannya sementara tanganku melepas kancing celananya lalu mulai menyusup ke balik celana itu. Kurasakan kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan sudah becek oleh cairan kenikmatan. Puting yang sudah menegang itu kusapu dengan permukaan kasar lidahku hingga dia menggelinjang-gelinjang disertai desahan. Dengan jari telunjuk dan jari manis kurenggangkan bibir kemaluannya dan jari tengahku kumainkan di bibir dan dalam lubang itu membuat desahannya bertambah hebat sambil menarik-narik rambutku.<br />Akhirnya dengan perlahan-lahan kuturunkan celana beserta celana dalamnya hingga lepas. Kubuka resleting celanaku lalu kuturunkan CD-ku sehingga menyembullah senjata yang dari tadi sudah mengeras itu. Tangannya turut membimbing senjataku memasuki liang vaginanya, setelah masuk sebagian kusentakkan badanku ke depan sehingga dia menjerit kecil. Aku mulai menggerakkan badanku maju mundur, semakin lama frekuensinya semakin cepat sehingga dia mengerang-erang keenakan, tanganku sibuk meremas-remas payudara montoknya, dan lidahku menjilati leher dan telinganya. Aku terus mendesaknya dengan dorongan-dorongan badanku, hingga akhirnya aku merasakan tangannya yang melingkari leherku makin erat serta jepitan kedua pahanya mengencang. Saat itu gerakanku makin kupercepat, erangannya pun bertambah dahsyat sampai diakhiri dengan jeritan kecil, bersamaan dengan itu kurasakan pula cairan hangat menyelubungi senjataku dan spermaku mulai mengalir di dalam rahimnya. Kami menikmati klimaks pertama ini dengan saling berpelukan dan bercumbu mesra.<br />Tiba-tihba terdengar suara kunci dibuka dan gagang pintu diputar, pintu pun terbuka, ternyata yang masuk adalah Pak Ayip, kepala karyawan gedung ini yang juga memegang kunci ruangan, orangnya berumur 50-an keatas, rambutnya sudah agak beruban, namun badannya masih gagah. Kami kaget karena kehadirannya, aku segera menaikkan celanaku yang sudah merosot, Yuli berlindung di belakang badanku untuk menutupi tubuh telanjangnya.<br />“Wah, wah, wah saya pikir ada maling di sini, eh.. ternyata ada sepasang kekasih lagi berasik ria!” katanya sambil berkacak pinggang.<br />“Maaf Pak, kita memang salah, tolong Pak jangan bilang sama siapa-siapa tentang hal ini,” kataku terbata-bata.<br />“Hmmm… baik saya pasti akan jaga rahasia ini kok, asal…”<br />“Asal apa Pak?” tanyaku.<br />Orang tua itu menutup pintu dan berjalan mendekati kami.<br />“sal saya boleh ikut merasakan si Mak ini, he.. he… he…!” katanya sambil terus mendekati kami dengan senyum mengerikan.<br />“Jangan, Pak, jangan!”<br />Dengan wajah pucat Yuli berjalan mundur sambil menutupi dada dan kemaluannya untuk menghindar, namun dia terdesak di sudut ruangan. Kesempatan itu segera dipakai Pak Ayip untuk mendekap tubuh Yuli. Dia langsung memegangi kedua pergelangan tangan Yuli dan mengangkatnya ke atas. “Ahh.. jangan gitu Pak, lepasin saya atau… eeemmmhhh…!” belum sempat Yuli melanjutkan perkataannya, Pak Ayip sudah melumat bibirnya dengan ganas. Sekarang Yuli sudah mulai berhenti meronta sehingga tangan Pak Ayip sudah mulai melepaskan pegangannya dan perlahan-lahan mulai turun ke payudara kanan Yuli lalu meremas-remasnya dengan gemas. Entah mengapa daritadi aku hanya diam saja tanpa berbuat apa-apa selain bengong menonton adegan panas itu, sangat kontas nampaknya Yuli yang berparas cantik itu sedang digerayangi oleh Pak Ayip yang tua dan bopengan itu, seperti beauty and the beast saja, dalam hati berkata, “Dasar bandot tua, sudah ganggu acara orang masih minta bagian pula.”<br />Ciuman Pak Ayip pada bibir Yuli kini mulai merambat turun ke lehernya, dijilatinya leher jenjang Yuli kemudian dia mulai menciumi payudara Yuli sambil tangannya mengobok-obok liang vagina Yuli. Diperlakukan seperti itu Yuli sudah tidak bisa apa-apa lagi, hanya pasrah sambil mendesah-desah, “Pak… aaakhh.. jangan.. eeemmhh… sudah Pak!” Setelah puas “menyusu” Pak Ayip mulai menjelajahi tubuh bagian bawah Yuli dengan jilatan dan ciumannya. Setelah mengambil posisi berjongkok Pak Ayip mengaitkan kaki kanan Yuli di bahunya dan mengarahkan mulutnya untuk mencium kemaluan yang sudah basah itu sambil sesekali menusukan jarinya. Sementara Pak Ayip mengerjai bagian bawah, aku melumat bibirnya dan meremas buah dadanya yang montok itu, putingnya yang sudah tegang itu kupencet dan kupuntir.<br />Masih tampak jelas warna kemerahan bekas gigitan dan sisa-sisa ludah pada payudara kirinya yang tadi menjadi bulan-bulanan Pak Ayip. Tak lama kemudian kurasakan dia mencengkram lenganku dengan keras dan nafasnya makin memburu, ciumannya pun makin dalam. Rupanya dia mencapai orgasme karena oral seks-nya Pak Ayip dan kulihat Pak Ayip juga sedang asyik menghisap cairan yang keluar dari liang senggamanya sehingga membuat tubuh Yuli menegang beberapa saat dan dari mulutnya terdengar erangan-erangan yang terhambat oleh ciumanku. Sekarang aku membuat posisi Yuli menungging di matras yang kugelar di lantai. Kesetubuhi dia dari belakang, sambil meremas-remas pantat dan payudaranya. Pak Ayip melepaskan pakaiannya hingga bugil, kemudian dia berlutut di depan wajah Yuli. Tanpa diperintah Yuli segera meraih penis yang besar dan hitam itu, mula-mula dijilatinya benda itu, dikulumnya buah pelir itu sejenak lalu dimasukkannya benda itu ke mulutnya. Pak Ayip mendengus dan merem melek kenikmatan oleh kuluman Yuli, dia menjejali penis itu hingga masuk seluruhnya ke mulut Yuli.<br />Yuli pun agak kewalahan diserang dari 2 arah seperti ini. Beberapa saat kemudian Pak Ayip mengeluarkan geraman panjang, dia menahan kepala Yuli yang ingin mengeluarkan penisnya dari mulutnya, sementara aku makin mempercepat goyanganku dari belakang. Tubuh Yuli mulai bergetar hebat karena sodokan-sodokanku dan juga karena Pak Ayip yang sudah klimaks menahan kepalanya dan menyeburkan spermanya di dalam mulut Yuli, sangat banyak sperma Pak Ayip yang tercurah sampai cairan putih itu meluap keluar membasahi bibirnya, jeritan klimaks Yuli tersumbat oleh penis Pak Ayip yang cukup besar sehingga dari mulutnya hanya terdengar, “Emmpphh.. mmm.. hmmpphh…” tangannya menggapai-gapai, dan matanya terbeliak-beliak nikmat.<br />Kemudian Pak Ayip melepas penisnya dari mulut Yuli, lalu dia berbaring telentang dan menyuruh Yuli memasukkan penis yang berdiri kokoh itu ke dalam vaginanya. Sesuai perintah Pak Ayip, dia menduduki dan memasukkan penis Pak Ayip, ekspresi kesakitan nampak pada wajahnya karena penis Pak Ayip yang besar tidak mudah memasuki liang vaginanya yang masih sempit, Pak Ayip meremas-remas susu Yuli yang sedang bergoyang di atas penisnya itu. Aku lalu memintanya untuk membersihkan barangku yang sudah belepotan sperma dan cairan kemaluannya, ketika penisku sedang dijilati dan dikulum olehnya, kutarik ikat rambutnya hingga rambutnya tergerai bebas. “Wah cantik banget si Mbak ini, mana memeknya masih sempit lagi, benar-benar beruntung saya malam ini,” kata Pak Ayip memuji Yuli. “Dasar muka nanas, kalo dia pacar gua udah gua hajar lo dari tadi!” gerutuku dalam hati.<br />Setelah penisku dibersihkan Yuli, kuatur posisinya tengkurap di atas Pak Ayip, dan kumasukkan penisku ke duburnya, sungguh sempit liang anusnya itu hingga dia menjerit histeris ketika aku berhasil menancapkan penisku di sana. Kami bertiga lalu mengatur gerakan agar dapat serasi antara penis Pak Ayip di vaginanya dan penisku di anusnya. Aku menghujam-hujamkan penisku dengan ganas sambil meremas-remas payudara dan pantatnya juga sesekali kujilati lehernya. Sementara Pak Ayip juga aktif memainkan payudara yang hanya beberapa sentimeter dari wajahnya itu. Tak lama kemudian Yuli menjerit keras, “Akkhh…!” tubuhnya menegang dan tersentak-sentak lalu terkulai lemah menelungkup, begitu tubuhnya rebah langsung disambut Pak Ayip dengan kuluman di bibirnya. Aku dan Pak Ayip melepas penis kami dan berdiri di depan Yuli secara bergantian dia mengulum dan mengocok penis kami hingga sperma kami muncrat membasahi wajahnya.<br />Tubuh kami bertiga sudah bersimbah keringat dan benar-benar lelah, terutama Yuli, dia nampak sangat kelelahan setelah melayani 2 lelaki sekaligus. Sesudah beristirahat sejenak, kami berpakaian kembali. Kami membuat kesepakatan dengan Pak Ayip untuk saling menjaga rahasia ini, Pak Ayip pun menyetujuinya dengan syarat Yuli mau melayaninya sekali lagi kapanpun bila dipanggil, meskipun mulanya dia agak ragu-ragu akhirnya disetujuinya juga. Kami yakin dia tidak berani kelewatan karena dia juga tidak ingin hal ini diketahui keluarganya. Sejak itu kami semakin akrab dan sering melakukakan perbuatan itu lagi meskipun tidak sampai pacaran, karena kami sudah punya pacar masing-masing. </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-51961717284551356762010-03-21T09:27:00.000-07:002010-03-21T09:29:21.271-07:00<strong>Nilai Ujian</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_1635878049"> Dengan langkah ragu-ragu aku mendekati ruang dosen di mana Pak Hr berada.<br />"Winda...", sebuah suara memanggil.<br />"Hei Ratna!".<br />"Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?", Ratna itu bertanya heran.<br />"Tau nih, aku mau minta ujian susulan, sudah dua kali aku minta diundur terus, kenapa ya?".<br />"Idih jahat banget!".<br />"Makanya, aku takut nanti di raport merah, mata kuliah dia kan penting!, tauk nih, bentar ya aku masuk dulu!".<br />"He-eh deh, sampai nanti!" Ratna berlalu.<br /><br />Dengan memberanikan diri aku mengetuk pintu.<br />"Masuk...!", Sebuah suara yang amat ditakutinya menyilakannya masuk.<br />"Selamat siang pak!".<br />"Selamat siang, kamu siapa?", tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang dikerjakannya.<br />"Saya Winda...!".<br />"Aku..? Oh, yang mau minta ujian lagi itu ya?".<br />"Iya benar pak."<br />"Saya tidak ada waktu, nanti hari Mminggu saja kamu datang ke rumah saya, ini kartu nama saya", Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan kartu namanya.<br />"Ada lagi?" tanya dosen itu.<br />"Tidak pak, selamat siang!"<br />"Selamat siang!".<br /><br />Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali rasanya, sudah belajar sampai larut malam, sampai di sini harus kembali lagi hari Minggu, huh!<br />Mungkin hanya akulah yang hari Minggu masih berjalan sambil membawa tas hendak kuliah. Hari ini aku harus memenuhi ujian susulan di rumah Pak Hr, dosen berengsek itu.<br /><br />Rumah Pak Hr terletak di sebuah perumahan elite, di atas sebuah bukit, agak jauh dari rumah-rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah terbuka, Seraut wajah yang sudah mulai tua tetapi tetap segar muncul.<br />"Ehh...! Winda, ayo masuk!", sapa orang itu yang tak lain adalah pak Hr sendiri.<br />"Permisi pak! Ibu mana?", tanyaku berbasa-basi.<br />"Ibu sedang pergi dengan anak-anak ke rumah neneknya!", sahut pak Hr ramah.<br />"Sebentar ya...", katanya lagi sambil masuk ke dalam ruangan.<br />Tumben tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenal paling killer.<br /><br />Rumah Pak Hr tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat putih. Di sudut ruangan terdapat seperangkat lemari kaca temapat tersimpan berbagai barang hiasan porselin. Di tengahnya ada hamparan permadani berbulu, dan kursi sofa kelas satu.<br />"Gimana sudah siap?", tanya pak Hr mengejutkan aku dari lamunannya.<br />"Eh sudah pak!"<br />"Sebenarnya..., sebenarnya Winda tidak perlu mengikuti ulang susulan kalau..., kalau...!"<br />"Kalau apa pak?", aku bertanya tak mengerti. Belum habis bicaranya, Pak Hr sudah menuburuk tubuhku.<br />"Pak..., apa-apaan ini?", tanyaku kaget sambil meronta mencoba melepaskan diri.<br />"Jangan berpura-pura Winda sayang, aku membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai bukan, kau akan kululuskan asalkan mau melayani aku!", sahut lelaki itu sambil berusaha menciumi bibirku.<br /><br />Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli, jijik..., namun detah dari mana asalnya perasaan hasrat menggebu-gebu juga kembali menyerangku. Ingin rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaku semaunya atas diriku. Harus kuakui memang, walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, namun sebenarnya lelaki tua ini sering membuatku berdebar-debar juga kalau sedang mengajar. Tapi aku tetap berusaha meronta-ronta, untuk menaikkan harga diriku di mata Pak Hr.<br />"Lepaskan..., Pak jangan hhmmpppff...!", kata-kataku tidak terselesaikan karena terburu bibirku tersumbat mulut pak Hr.<br /><br />Aku meronta dan berhasil melepaskan diri. Aku bangkit dan berlari menghindar. Namun entah mengapa aku justru berlari masuk ke sebuah kamar tidur. Kurapatkan tubuhku di sudut ruangan sambil mengatur kembali nafasku yang terengah-engah, entah mengapa birahiku sedemikian cepat naik. Seluruh wajahku terasa panas, kedua kakikupun terasa gemetar.<br /><br />Pak Hr seperti diberi kesempatan emas. Ia berjalan memasuki kamar dan mengunci pintunya. Lalu dengan perlahan ia mendekatiku. Tubuhku bergetar hebat manakala lelaki tua itu mengulurkan tangannya untuk merengkuh diriku. Dengan sekali tarik aku jatuh ke pelukan Pak Hr, bibirku segera tersumbat bibir laki-laki tua itu. Terasa lidahnya yang kasap bermain menyapu telak di dalam mulutku. Perasaanku bercampur aduk jadi satu, benci, jijik bercampur dengan rasa ingin dicumbui yang semakin kuat hingga akhirnya akupun merasa sudah kepalang basah, hati kecilku juga menginginkannya. Terbayang olehku saat-saat aku dicumbui seperti itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia sekarang. aku tidak menolak lagi. bahkan kini malah membalas dengan hangat.<br /><br />Merasa mendapat angin kini tangan Pak Hr bahkan makin berani menelusup di balik blouse yang aku pakai, tidak berhenti di situ, terus menelup ke balik beha yang aku pakai.<br /><br />Jantungku berdegup kencang ketika tangan laki-laki itu meremas-remas gundukan daging kenyal yang ada di dadaku dengan gemas. Terasa benar, telapak tangannya yang kasap di permukaan buah dadaku, ditingkahi dengan jari-jarinya yang nakal mepermainkan puting susuku. Gemas sekali nampaknya dia. Tangannya makin lama makin kasar bergerak di dadaku ke kanan dan ke kiri.<br /><br />Setelah puas, dengan tidak sabaran tangannya mulai melucuti pakaian yang aku pakai satu demi satu hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aku hanya memakai secarik G-string saja. Bergegas pula Pak Hr melucuti kaos oblong dan sarungnya. Di baliknya menyembul batang penis laki-laki itu yang telah menegang, sebesar lengan Bayi.<br /><br />Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah melihat alat vital lelaki sebesar itu. Aku sedikit ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda itu. Namun aku tak dapat menyembunyikan kekagumanku. Seolah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataku terus tertuju ke benda itu. Pak Hr berjalan mendekatiku, tangannya meraih kunciran rambutku dan menariknya hingga ikatannya lepas dan rambutku bebas tergerai sampai ke punggung.<br />"Kau Cantik sekali Winda...", gumam pak Hr mengagumi kecantikanku.<br />Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar pujian itu.<br /><br />Dengan lembut Pak Hr mendorong tubuhku sampai terduduk di pinggir kasur. Lalu ia menarik G-string, kain terakhir yang menutupi tubuhku dan dibuangnya ke lantai. Kini kami berdua telah telanjang bulat. Tanpa melepaskan kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia mementangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu demikian memburu.<br /><br />Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang tertutup rambut lebat itu. Aku memejamkan mata, oohh, indahnya, aku sungguh menikmatinya, sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang-gelinjang kegelian.<br />"Pak...!", rintihku memelas.<br />"Pak..., aku tak tahan lagi...!", aku memelas sambil menggigit bibir. Sungguh aku tak tahan lagi mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan Pak Hr. Namun rupanya lelaki tua itu tidak peduli, bahkan senang melihat aku dalam keadaan demikian. Ini terlihat dari gerakan tangannya yang kini bahkan terjulur ke atas meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi perbuatannya. Padahal aku sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.<br /><br />"Paakk..., aakkhh...!", aku mengerang keras, kakinya menjepit kepala Pak Hr melampiaskan derita birahiku, kujambak rambut Pak Hr keras-keras. Kini aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah dosen yang aku hormati. Sungguh lihai laki-laki ini membangkitkan gairahku. aku yakin dengan nafsunya yang sebesar itu dia tentu sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan sangat mungkin sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yang sudah digaulinya. Tapi apa peduliku?<br /><br />Tiba-tiba Pak Hr melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku yang masih terduduk di tepi ranjang dengan bagian bawah perutnya persis berada di depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun tanpa sempat melakukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk dibawa mendekati kejantanannya yang aduh mak.., Sungguh besar itu.<br /><br />Tanpa melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulum sekalian alat vital Pak Hr ke dalam mulutku hingga membuat lelaki itu melek merem keenakan. Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulutku. Itupun sudah terasa penuh. Aku hampir sesak nafas dibuatnya. Aku pun bekerja keras, menghisap, mengulum serta mempermainkan batang itu keluar masuk ke dalam mulutku. Terasa benar kepala itu bergetar hebat setiap kali lidahku menyapu kepalanya.<br /><br />Beberapa saat kemudian Pak Hr melepaskan diri, ia membaringkan aku di tempat tidur dan menyusul berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat disilangkan di pinggangnya. Lalu Ia berusaha memasuki tubuhku belakang. Ketika itu pula kepala penis Pak Hr yang besar itu menggesek clitoris di liang senggamaku hingga aku merintih kenikmatan. Ia terus berusaha menekankan miliknya ke dalam milikku yang memang sudah sangat basah. Pelahan-lahan benda itu meluncur masuk ke dalam milikku.<br /><br />Dan ketika dengan kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dalam diriku aku tak kuasa menahan diri untuk tidak memekik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku mengejang beberapa detik.<br /><br />Pak Hr cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk seluruhnya dia memberi kesempatan padaku untuk menguasai diri beberapa saat. Sebelum kemudian dia mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan kemudian makin lama makin cepat.<br /><br />Aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap Pak Hr menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding dalam liang senggamaku sungguh membuatku lupa ingatan. Pak Hr menyetubuhi aku dengan cara itu. Sementara bibirnya tak hentinya melumat bibir, tengkuk dan leherku, tangannya selalu meremas-remas payudaraku. Aku dapat merasakan puting susuku mulai mengeras, runcing dan kaku.<br /><br />Aku bisa melihat bagaimana batang penis lelaki itu keluar masuk ke dalam liang kemaluanku. Aku selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalam. Milikku hampir tidak dapat menampung ukuran Pak Hr yang super itu, dan ini makin membuat Pak Hr tergila-gila.<br /><br />Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Pak Hr membalik tubuhku hingga menungging di hadapannya. Ia ingin pakai doggy style rupanya. Tangan lelaki itu kini lebih leluasa meremas-remas kedua belah payudara aku yang kini menggantung berat ke bawah. Sebagai seorang wanita aku memiliki daya tahan alami dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini aku kewalahan menghadapi Pak Hr. Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir setengah jam ia bertahan. Aku yang kini duduk mengangkangi tubuhnya hampir kehabisan nafas.<br /><br />Kupacu terus goyangan pinggulku, karena aku merasa sebentar lagi aku akan memperolehnya. Terus..., terus..., aku tak peduli lagi dengan gerakanku yang brutal ataupun suaraku yang kadang-kadang memekik menahan rasa luar biasa itu. Dan ketika klimaks itu sampai, aku tak peduli lagi..., aku memekik keras sambil menjambak rambutnya. Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhku mengejang. Sungguh hebat rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh ironi memang, aku mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dengan orang yang aku sukai. Tapi masa bodohlah.<br /><br />Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi dahiku. Pak Hr kemudian kembali mengambil inisiatif. kini gantian Pak Hr yang menindihi tubuhku. Ia memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan pinggulnya pun semakin cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur tubuhnya dan tubuhku. Sementara kami terus berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini. Walaupun sudah berumur tapi masih bertahan segitu lama. Bahkan mengalahkan semua cowok-cowok yang pernah tidur denganku, walaupun mereka rata-rata sebaya denganku.<br /><br />Namun beberapa saat kemudian, Pak Hr mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya. Tubuh lelaki tua itu bergetar hebat di atas tubuhku. Penisnya menyemburkan cairan kental yang hangat ke dalam liang kemaluanku dengan derasnya.<br /><br />Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan di atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-satu bercampur dengan bunyi nafasnya yang berat. Kami masing-masing terdiam mengumpulkan tenaga kami yang sudah tercerai berai.<br /><br />Aku sendiri terpejam sambil mencoba merasakan kenikmatan yang baru saja aku alami di sekujur tubuhku ini. Terasa benar ada cairan kental yang hangat perlahan-lahan meluncur masuk ke dalam liang vaginaku. Hangat dan sedikit gatal menggelitik.<br /><br />Bagian bawah tubuhku itu terasa benar-benar banjir, basah kuyub. Aku menggerakkan tanganku untuk menyeka bibir bawahku itu dan tanganku pun langsung dipenuhi dengan cairan kental berwarna putih susu yang berlepotan di sana.<br /><br />"Bukan main Winda, ternyata kau pun seperti kuda liar!" kata Pak Hr penuh kepuasan. Aku yang berbaring menelungkup di atas kasur hanya tersenyum lemah. aku sungguh sangat kelelahan, kupejamkan mataku untuk sejenak beristirahat. Persetan dengan tubuhku yang masih telanjang bulat.<br /><br />Pak Hr kemudian bangkit berdiri, ia menyulut sebatang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai mengenakan kembali pakaiannya. Aku pun dengan malas bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai.<br />Sambil berpakaian ia bertanya, "Bagaimana dengan ujian saya pak?".<br />"Minggu depan kamu dapat mengambil hasilnya", sahut laki-laki itu pendek.<br />"Kenapa tidak besok pagi saja?", protes aku tak puas.<br />"Aku masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini aku minta agar kau tidak tidur dengan lelaki lain kecuali aku!", jawab Pak Hr.<br /><br />Aku sedikit terkejut dengan jawabannya itu. Tapi akupun segera dapat menguasai keadaanku. Rupanya dia belum puas dengan pelayanan habis-habisanku barusan.<br />"Aku tidak bisa janji!", sahutku seenaknya sambil bangkit berdiri dan keluar dari kamar mencari kamar mandi. Pak Hr hanya mampu terbengong mendengar jawabanku yang seenaknya itu.<br /><br />Aku sedang berjalan santai meninggalkan rumah pak Hr, ini pertemuanku yang ketiga dengan laki-laki itu demi menebus nilai ujianku yang selalu jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat jeblok biar dia bisa main denganku. Dasar..., namun harus kuakui, dia laki-laki hebat, daya tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan usianya yang hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini dia masih sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu aku datang, dan dua kali di kamar tidur. Aku sempat terlelap sesudahnya beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang. Berutung kali ini, aku bisa memaksanya menandatangani berkas ujian susulanku.<br /><br />"Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan", katanya sambil membubuhkan nilai A di berkas ujianku.<br />"Selama bapak masih bisa memberiku nilai A", kataku pendek.<br />"Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai minggu depan!".<br />"Terima kasih pak!" kataku sambil tak lupa memberikan senyum semanis mungkin.<br /><br />"Winda!" teriakan seseorang mengejutkan lamunanku. Aku menoleh ke arah sumber suara tadi yang aku perkirakan berasal dari dalam mobil yang berjalan perlahan menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah yang sangat aku benci muncul dari balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu.<br />"Masuklah Winda...".<br />"Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!", Aku masih mencoba menolak dengan halus.<br />"Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku, padahal dengan pak Hr saja kau mau!".<br /><br />Aku tertegun sesaat, Bagai disambar petir di siang bolong.<br />"Da...,Darimana kau tahu?".<br />"Nah, jadi benar kan..., padahal aku tadi hanya menduga-duga!"<br />"Sialan!", Aku mengumpat di dalam hati, harusnya tadi aku bersikap lebih tenang, aku memang selalu nervous kalau ketemu cowok satu ini, rasanya ingin buru-buru pergi dari hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu.<br /><br />Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur, cowok ini hitam tinggi besar dengan postur sedikit gemuk, janggut dan cambang yang tidak pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang dipelihara panjang ditambah dengan caranya memakai kemeja yang tidak pernah dikancingkan dengan benar sehingga memamerkan dadanya yang penuh bulu. Dengan asesoris kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian..., cukup menunjukkan bahwa dia ini orang yang memang punya duit. Namun, aku menjadi muak dengan penampilan seperti itu.<br /><br />Dino memang salah satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan dengan kekuatan uang serta gaya jawara seperti itu membuat dia menjadi salah satu momok yang paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan mungkin bahkan tidak pernah lulus, namun tidak ada orang yang berani mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik sekalipun.<br />"Gimana? Masih tidak mau masuk?", tanya dia setengah mendesak.<br /><br />Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku memang sangat tidak menyukai laki-laki ini, Tetapi kelihatannya aku tidak punya pilihan lain, bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat dengan pak Hr, dan aku sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin, tunanganku. Namun saat ini aku benar benar terdesak dan ingin segera membiarkan masalah ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan saja ajakannya.<br /><br />Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu berbicara dengan orang yang berada di sebelahnya supaya berpindah ke jok belakang. Aku membanting pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda. Kesenangan.<br />"Ke mana kita?", tanyaku hambar.<br />"Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau ke mana?", tanya Dino pura-pura heran.<br />"Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi, kau mau apa?", Suaraku sudah sedemikian pasrahnya. Aku sudah tidak mau berpikir panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku tertawa.<br />"Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu Dino!", Dia berkomentar.<br />"Ah, diam kau Maki!" Rupanya orang itu namanya Maki, orang dengan penampilan hampir mirip dengan Dino kecuali rambutnya yang dipotong crew-cut.<br />"Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku sangat merindukanmu Winda!", pancing Dino.<br />"Sesukamulah...!", Aku tahu benar memang itu yang diinginkannya.<br />Dino tertawa penuh kemenangan.<br /><br />Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks perumahan. Lalu mobil yang ditumpangi mereka memasuki pekarangan sebuah rumah yang cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun keduanya kelihatan diparkir sekenanya tak beraturan.<br /><br />Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah. Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah bar dengan rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan, menghadap ke taman samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya baru saja dimatikan dengan tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.<br /><br />Dari pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan seorang gadis, yang jelas-jelas masih menggunakan seragam SMU. Mereka semua mengeluarkan suara setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang sepertinya sesuku dengan Dino atau sebangsanya, sedangkan yang satu lagi seperti bule dengan rambutnya yang gondrong. Sementara si gadis berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam lurus dan panjang tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar di kepalanya dengan poni tebal menutupi dahinya. Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus kuakui dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda dengan penampilan ketiga laki-laki itu, gadis ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan mereka, dilihat dari tampangnya yang masih lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yang langsung bisa aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa bergaul dengan orang-orang ini.<br /><br />Dino bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku dengan mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino, Tito berbadan tambun dan yang bule namanya Marchell, sementara gadis SMU itu bernama Shelly. Mereka semua yang laki-laki memandang diriku dengan mata "lapar" membuat aku tanpa sadar menyilangkan tangan di depan dadaku, seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini.<br /><br />Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung menuju sebuah kamar yang ada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu, sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga antara teras dengan kamar-kamar yang lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu tembusan ke ruang lain.<br /><br />Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu saja di lantai kamar. Dengan sprei yang sudah acak-acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Di bawahnya berserakan majalah-majalah yang cover depannya saja bisa membuat orang merinding. Bergambar perempuan-perempuan telanjang.<br /><br />Aku sadar bahkan sangat sadar, apa yang dimaui Dino di kamar ini. Aku beranjak ke jendela. Menutup gordynnya hingga ruangan itu kelihatan sedikit gelap. Namun tak lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu. Aku berputar membelakangi Dino, dan mulai melucuti pakaian yang aku kenakan. Dari blouse, kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik menghadap Dino.<br /><br />Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di hadapanku kini tidak hanya ada Dino, namun Maki juga sedang berdiri di situ sambil cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar blouseku untuk menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.<br />"Ayolah Winda, Toh engkau juga sudah sering memperlihatkan tubuh telanjangmu kepada beberapa laki-laki lain?".<br />"Kurang ajar kau Dino!" Aku mengumpat sekenanya.<br />Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi serius, sangat serius. Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar, "Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan kejadian ini."<br /><br />Aku tertegun, melayani dua orang sekaligus belum pernah aku lakukan sebelumnya. Apalagi orang-orang yang bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yang dia bilang, aku tak punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya.<br /><br />Akhirnya, dengan sangat berat aku menggerakkan kedua tangan ke arah punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH yang aku pakai. Baju yang tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas dan sebelum terjatuh ke lantai kulemparkan benda itu ke arah Dino yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian dalam mangkuk bra-ku dengan penuh perasaan.<br />"Harum!", katanya.<br /><br />Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika ditemukannya ia berhenti.<br />"36B!", katanya pendek.<br />Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaku ini.<br />"BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!", katanya seraya memberikan BH itu kepada Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi benda itu. Namun demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan payudaraku yang kini tidak tertutup apa-apa lagi.<br /><br />Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dino melangkah mendekatiku. Ia meraih kepalaku. Tangannya meraih kunciran rambut dan melepaskannya hingga rambutku kini tergerai bebas sampai ke punggung.<br />"Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!"<br /><br />Ia terus berjalan memutari tubuhku dan memelukku dari belakang. Ia sibakkan rambutku dan memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku, sehingga bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang. Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku. Lidahnya menjelajah di sekitar leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di sana. Kedua belah tangannya yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk pinggangku kini mulai merayap naik dan mulai meremas-remas kedua belah payudaraku dengan gemas. Aku masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak bereaksi sama sekali selain memejamkan mataku.<br /><br />Dino rupanya tidak begitu suka aku bersikap pasif, dengan kasar ia menarik wajahku hingga bibirnya bisa melumat bibirku. Aku hanya berdiam diri saja tak memberikan reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun meronta-ronta.<br /><br />Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk menikmati perasaan itu dengan utuh. Tak ada gunanya aku menolak, hal itu akan membuatku lebih menderita lagi. Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan telapak tangannya di payudaraku sambil sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting susuku, pertahananku akhirnya bobol juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai dengan permaian seperti ini hingga dengan mudahnya Dino mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai memberanikan menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di belakangku. Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki beranjak berjalan menuju sofa dan duduk di sana, sambil pandangan matanya tidak pernah lepas dari kami berdua.<br /><br />Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku, ciuman Dino terus merambat turun ke leherku, menghisapnya hingga aku menggelinjang. Lalu merosot lagi menelusup di balik ketiak dan merayap ke depan sampai akhirnya hinggap di salah satu pucuk bukit di dadaku, Dengan satu remasan yang gemas hingga membuat puting susuku melejit Dino untuk mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu bergerak memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya mengenyot habis puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai pipinya kempot.<br /><br />Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli yang luar biasa bercampur sedikit nyeri di bagian itu. Aku menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-gigit perlahan oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu dipermainkan pula dengan lidah Dino yang kasap. Dipilin-pilinnya kesana kemari. Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai putingnya menempel pada telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik kepalanya sehingga semakin membenam di kedua gunung kembarku yang putih dan padat. Aku sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aku justeru tenggelam dalam permaianan itu? Semula aku hanya merasa terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian nyatanya, permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh sekali, Tanpa sadar aku mulai mengikuti permainan yang dipimpin dengan cemerlang oleh Dino.<br />"Winda...", "Ya?", "Kau suka aku perlakukan seperti ini?". Aku hanya mengangguk. Dan memejamkan matanya. membiarkan payudaraku terus diremas-remas dan puting susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat, merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu yang mungil itu hanya sebentar saja sudah berubah membengkak, keras dan mencuat semakin runcing.<br /><br />"Hsss..., ah!", Aku mendesah saat merasakan jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalamku dan merayap mencari liang yang ada di selangkanganku. Dan ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap-usap dan ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding dalam liang itu.<br /><br />Dalam posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui payudaraku, Dino meneruskan aksinya di dalam liang gelap yang sudah basah itu. Makin lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak karuan, kedua buah jari yang ada di dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar. Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga menganga. Dan yang membuat aku tambah gila, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk ke dalam liang vaginaku seolah-olah sedang menyetubuhiku. Aku tak kuasa untuk menahan diri.<br /><br />"Nggghh...!", mulutku mulai meracau. Aku sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa menahan tubuhku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku sungguh tidak memperhatikan lagi yang kutahu kini tiba-tiba saja Dino telah berdiri telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri mengangkang persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya. Disitu, aku melihat batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar panjang kehitaman dengan bulu hitam yang lebat di daerah pangkalnya.<br /><br />Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aku tahu apa yang dimauinya, bahkan sangat tahu ini adalah perbuatan yang sangat disukai para lelaki. Di mana ketika aku melakukan oral seks terhadap kelaminnya.<br /><br />Maka, dengan kepalang basah, kulakukan apa yang harus kulakukan. Benda itu telah masuk ke dalam mulutku dan menjadi permainan lidahku yang berputar mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis di ujungnya. Lalu dengan segala kemampuanku aku mulai mengelomoh batang itu sambil kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya bergetar hebat menahan rasa yang tak tertahankan.<br /><br />Pada saat itu aku sempat melirik ke arah sofa di mana Maki berada, dan ternyata laki-laki ini sudah mulai terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah mengeluarkan batang kejantanannya dan mengocoknya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah. Konsentrasiku buyar ketika Dino menarik kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku hingga telentang di atas kasur yang terhampar di situ. Lalu dengan cepat ia melucuti celana dalamku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan ia takut aku akan memakainya kembali.<br /><br />Untuk beberapa detik mata Dino nanar memandang bagian bawah tubuhku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi. Si Makipun sampai berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan.<br /><br />Namun beberapa detik kemudian, Dino mulai merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vaginaku yang sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan mata.<br /><br />Sedetik kemudian, aku merasakan ada benda lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang vaginaku. Aku menahan nafas ketika terasa ada benda asing mulai menyeruak di situ. Seperti biasanya, aku tak kuasa untuk menahan jeritanku pada saat pertama kali ada kejantanan laki-laki menyeruak masuk ke dalam liang vaginaku.<br /><br />Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Dino meluncur masuk semakin dalam. Dan ketika sudah masuk setengahnya ia bahkan memasukkan sisanya dengan satu sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak karena terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan diri dulu, Dino sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri.<br /><br />Dino menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dalam tubuhku hingga aku memekik keras setiap kali kejantanan Dino menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat yang tak terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aku juga merasakan rasa nikmat yang tak terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku sampai menangis menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali Dino menghunjam, tapi aku semakin mempererat pelukanku, Pedih, tapi aku juga tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap diriku.<br /><br />Aku semakin merintih. Air mataku meleleh keluar. kami terus bergulat dalam posisi demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa di sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang yang aku benci. Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum melemas. Namun Dino rupanya belum selesai. Ia kini membalikkan tubuhku hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja.<br /><br />Kini ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku yang menggelantung berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat serangannya. Ia bisa dengan leluasa menggoyangkan tubuhnya dengan cepat dan semakin kasar.<br /><br />Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah telanjang bulat. Ia menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku.<br /><br />Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino yang sedang menyetubuhiku dari belakang. Dan Maki yang sedang memaksaku melakukan oral seks terhadap dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya ke depan untuk menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi seperti ini.<br /><br />Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang aku hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti kesulitanku mengalah dan hanya diam saja. Dino yang mengatur segala gerakan.<br /><br />Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan tidak berdaya saat bermain seks ternyata mengakibatkan diriku melambung di luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku mengejang, deras dan tanpa henti. Aku mengalami orgasme yang datang dengan beruntun seperti tak berkesudahan.<br /><br />Tidak lama kemudian Dino mengalami orgasme. Batang penisnya menyemprotkan air mani dengan deras ke dalam liang vaginaku. Benda itu menyentak-nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol dinding vaginaku. Aku bisa merasakan air mani yang disemprotkannya banyak sekali, hingga sebagian meluap keluar meleleh di salah satu pahaku. Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy style. Batang kejantanannya dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir rahimku. Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah sangat licin dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan sudah bercampur dengan air mani Dino yang sangat banyak. Permainan dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dino dengan nafas yang tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa yang tadi diduduki Maki untuk mengumpulkan tenaga. Aku mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu gerakkannya. Semakin lama semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih dan mengaduh tak berkesudahan.<br /><br />Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke dalam ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun langsung melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton adegan mesum yang sedang terjadi antara aku dan Maki. Bram nampak kelihatan tidak sabaran Tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Maki terus memacu menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung berat ke bawah.<br /><br />Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan kembali telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram dengan tangkas menyodorkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki menggeluti tubuhku. Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut masai. Tubuhku sudah bersimpah peluh. Tidak hanya keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang bergantian menggauliku. Aku kini hanya telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito yang bergoyang-goyang di atasnya.<br /><br />Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua belah pahaku lebar-lebar sambil terus menghunjam-hunjamkan miliknya ke dalam milikku. Sementara Bram tak pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia terus saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalam mulutku. Aku sendiri sudah tidak bisa mengotrol diriku lagi. Guncangan demi guncangan yang diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat Bram makin terangsang. Bukan lagi kuluman dan jilatan yang harusnya aku lakukan dengan lidah dan mulutku.<br /><br />Dan ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai orgasmenya dengan meremas kedua belah payudaraku kuat-kuat hingga aku berteriak mengaduh kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia dengan nafasnya yang tersengal-sengal memisahkan diri dari diriku. Dan pada saat hampir bersamaan Bram juga mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih berada di dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. Aku meronta, ingin mengeluarkan banda itu dari dalam mulutku, namun tangan Bram yang kokoh tetap menahan kepalaku dan aku tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan kental yang hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan cepat mencoba menelan semua yang ada supaya tidak terlalu terasa di dalam mulutku. Aku memejamkan mata erat-erat, tubuhku mengejang melampiaskan rasa yang tidak karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang luar biasa juga di dalam diriku. Sungguh sangat erotis merasakan siksa birahi semacam ini hingga akupun akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian kalinya.<br /><br />Dengan ekor mataku aku kembali melihat seseorang masuk ke ruangan yang ternyata si bule dan orang itu juga mulai membuka celananya. Aku menggigit bibir, dan mulai menangis terisak-isak. Aku hanya bisa memejamkan mata ketika Marchell mulai menindihi tubuhku. Pasrah.<br /><br />Tidak lama kemudian setelah orang terakhir melaksanakan hasratnya pada diriku mereka keluar. aku merasa seluruh tubuhku luluh lantak. Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaianku seadanya dan pergi mencari kamar mandi.<br /><br />Aku berpapasan dengan Dino yang muncul dari dalam sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu sedang sibuk mengancingkan retsluiting celananya. Masih sempat terlihat dari luar di dalam kamar itu, di atas tempat tidur tubuh Shelly yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh Maki yang bergerak-gerak cepat. Memacu naik turun. Gadis itu menggelinjang-gelinjang setiap kali Maki bergerak naik turun. Rupanya anak itu bernasib sama seperti diriku.<br />"Di mana aku bisa menemukan kamar mandi?" tanyaku pada Dino.<br />Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi lagi aku segera beranjak menuju pintu itu.<br /><br />Di sana aku mandi berendam air panas sambil mengangis. Aku tidak tahu saya sudah terjerumus ke dalam apa kini. Yang membuat aku benci kepada diriku sendiri, walaupun aku merasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi satu, namun demikian setiap kali teringat kejadian barusan, langsung saja selangkanganku basah lagi.<br /><br />Aku berendam di sana sangat lama, mungkin lebih dari satu jam lamanya. Setelah terasa kepenatan tubuhku agak berkurang aku menyudahi mandiku. Dengan berjalan tertatih-tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan mencari pintu keluar. Sudah hampir jam sebelas malam ketika aku keluar dari rumah itu.<br /><br />Sampai di dalam rumah, Aku langsung ngeloyor masuk ke kamar. Aku tak peduli dengan kakakku yang terheran-heran melihat tingkah lakuku yang tidak biasa, aku tak menyapanya karena memang sudah tidak ada keinginan untuk berbicara lagi malam ini. Aku tumpahkan segala perasaan campur aduk itu, kekesalan, dan sakit hati dengan menangis.<br /><br /><br />TAMAT </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-75986847083085588002010-03-21T09:19:00.000-07:002010-03-21T09:27:09.723-07:00<strong>Warung Makan Plus</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_1636235137"> Aku adalah seorang penggemar masakan. Sudah banyak tempat yang kudatangi untuk mencicipi masakannya. Tetapi aku justru tertarik oleh sebuah warung yang kata teman-teman banyak menyediakan berbagai menu, sebut saja warung plus (WP).<br /><br />Seperti biasa, malam hari sekitar jam 19:00, sepulang kerja aku selalu mencari tempat untuk makan (maklum bujangan), dan aku teringat oleh kata temanku yang baru siang tadi makan di WP. Karena jarak antara kantor dan WP agak jauh maka aku segera buru-buru melarikan mobilku. Sesampainya di sana aku agak bingung, karena begitu banyak mobil dan motor yang parkir. Tanpa pikir panjang kuparkir di tempat yang agak jauh. Mobil yang parkir di situ rata-rata adalah mobil luar kota, kebanyakan plat L dan W. Ketika memasuki WP, di sana ada banyak meja yang kosong, sempat aku berpikir, "Apakah aku salah tempat?"<br /><br />"Ndhut.." kulihat seorang teman memanggil diriku.<br />Aku biasa dipanggil Gendhut oleh teman karena perut yang agak menonjol, mungkin karena terlalu banyak makan.<br />"Den, ngapain di sini?" tanyaku ke Deny, karena kulihat di mejanya hanya ada sebotol Fanta dan gelas.<br />"Lagi nunggu," sahutnya.<br />"Nunggu apa? Makanan?" tanyaku penasaran.<br />"Lagi nunggu servis," balasnya yang membuatku penasaran.<br />"Servis apa? Mobil?" tanyaku semakin penasaran.<br />"Lha kamu mau apa?" Deny balik bertanya.<br />"Makan," jawabku polos.<br />"Wah kuno kamu, di sini ada servis selain makan dan minum," balas Deny sambil menyeringai.<br /><br />"Mas, mau pesan apa?" tanya seorang cewek yang sempat membuatku terkejut.<br />"Eh.. di sini ada apa aja?" jawabku.<br />"Di sini ada cewek," sahut Deny seraya mengerlipkan sebelah mata kepada cewek tadi.<br />"Ah.. Mas Deny ini, genit ah.. kan pelanggan baru kalau nggak mau bagaimana?" jawab si cewek agak manja.<br />"Saya pesan nasi campur dan es jeruk yang lainnya nanti saja," jawabku sambil memperhatikan cewek yang akhirnya kutahu namanya adalah Mina.<br /><br />Mina adalah pegawai di warung itu, selain cantik juga mempunyai tubuh yang lumayan, tinggi; sekitar 170 cm, kulit; putih mulus, dada; sekitar 36, pinggul; seksi (apalagi kalau berjalan). Sambil makan dan berbincang dengan Deny, baru kutahu kalau si Deny ini sering ke sini, makanya dia berani menggoda Mina. Selesai makan Deny mengajakku ke sebuah ruangan di dalam warung itu, ruangan itu tidak terlalu lebar tapi sangat panjang dan memiliki banyak kamar dan hanya ada satu pintu untuk masuk dan keluar. Kulihat Deny memasuki kamar pertama, dan ternyata di situ adalah tempat receptionis dan seorang wanita yang sedang menulis-nulis sebuah buku (sepertinya buku administrasi).<br /><br />"Mbak, ada yang kosong?" tanya Deny.<br />"Ada, ehm.. mau dua atau satu Den, atau.. masing-masing dua?" sambil melihat ke arahku.<br />"Masing-masing satu aja, ini temanku baru pertama kali ke sini," kata Deny.<br />"Oke, mau yang mana?" tanya wanita itu sambil memberikan foto-foto cewek lengkap dengan nama dan umur mereka di balik foto-foto itu.<br />"Eh.. kamu mau yang mana?" tanya Deny kepadaku.<br />Kemudian aku melihat separuh foto-foto itu karena yang separuhnya sedang dilihat Deny. Tak lama setelah kami bertukar foto, aku memilih sebuah foto yang dibaliknya ada nama Putri dan berumur 20 tahun.<br />"Oke, silakan tunggu di kamar 30 dan 31!" jawab wanita itu sambil memberikan kunci kamar nomor 30 kepadaku.<br /><br />Sambil berjalan menuju kamar 30, aku sempat mendengar suara desahan nafas yang sangat kuhafal karena sering menonton film biru. Ketika aku sampai di depan pintu kamar seorang cewek cantik berusia sekitar 18 tahun menghampiriku dan bertanya,<br />"Mau sama Mbak Putri ya Mas?" tanyanya.<br />"Iya.." jawabku sambil mengamati wajah dan tubuh yang hanya mengenakan kaos ketat tipis tanpa BH dan celana ketat pendek (sepertinya celana untuk senam).<br />"Mas baru pertama ya ke sini?" tanyanya menyelidik.<br />"Iya.. kok tahu?" sahutku.<br />"Iya, tahu dong kan yang masuk sini selalu saya perhatikan dan kebanyakan hanya om-om. Oh iya nama saya Nani. Situ siapa?" tanyanya.<br />"Aku Charles. Masuk yuk, di dalam kan lebih enak!" sambil membuka pintu kamar dan menutup setelah Nani masuk.<br /><br />Setelah berbincang dengan dia baru kutahu kalau dia anak pemilik warung yang tidak diperhatikan oleh orangtuanya karena sibuk dengan urusan warung, makanya dia berada di ruangan itu tanpa sepengetahuan orangtuanya. Tak berapa lama kemudian pintu kamar terbuka, ternyata Putri yang kupesan tadi.<br /><br />"Maaf, lama menunggu ya," kata putri.<br />"Udah dulu ya Mas, Mbak putri sudah datang, silakan bersenang-senang," kata Nani.<br />"Lho, Nani nanti kalau ibu tahu kamu bisa dimarahi lho," kata Putri.<br />"Cuek aja, yang penting bisa happy (sambil keluar dari kamar)," kata Nani.<br />"Mas sudah lama nunggu ya?" tanya Nani.<br />"Ah enggak kok, lagian kan ada Nani," kataku.<br />"Saya ke kamar mandi dulu ya, Mas buka saja dulu pakaiannya supaya lebih rileks," kata Putri.<br /><br />Setelah Putri masuk kamar mandi, kubuka baju dan celana sampai telanjang bulat. Sambil menunggu kuperhatikan kamar itu, ternyata itu adalah kamar Putri, di sana banyak foto Putri sedang in action. "Wah Mas kok nafsu banget, nggak pakai pemanasan?" tanya Putri menyadarkanku dari lamunan. Ternyata Putri sudah tidak memakai apa-apa kecuali handuk yang hanya mampu menutupi dadanya yang kalau dilihat dia berukuran 35D itu, dan daerah liang senggamanya hanya tertutupi oleh bulu kemaluan yang tidak terlalu lebat.<br />"Mas, kok ngelamun?" tanya dia lagi.<br />"Wah tubuhmu bagus sekali," jawabku.<br />Tanpa basa-basi kutarik tubuh itu dan kuciumi bibir tipis yang membuat wajahnya menjadi cantik. Putri tidak membalas ciuman pada menit pertama, tapi lama kelamaan dia mulai membalas ciumanku dengan sangat buas. "Mas rebahan di kasur ya! biar bisa isep itu," sambil menunjuk ke arah kemaluanku yang tak terasa sudah mulai menegang.<br /><br />Aku langsung saja tiduran dan dia membuka handuk yang menempel tadi dan menjatuhkannya di lantai. Ternyata aku salah menilai susu yang besar itu, ternyata berukuran 36D. Setelah menaiki kasur dia langsung menciumi bibirku dan perlahan mulai turun dan akhirnya dia mengulum batang kemaluanku yang berukuran sekitar 15 cm itu. Aku pun menikmati permainan itu, secara perlahan dia mulai menaikiku dan mengarahkan batang kemaluanku yang sudah siap perang ke arah lubang kemaluannya. "Bless.." dan, "Ah.." Putri mendesah sambil memejamkan matanya. Agak lama dia terdiam dan aku merasakan sesuatu yang memijit batang kemaluanku di dalam lubang kemaluannya. Dia mulai membuka mata dan menaik-turunkan pinggulnya.<br /><br />"Ah.. ah.. ah.. Mass.. ah.. ennaaknyaa.. ah.." sambil terus menaik-turunkan pinggulnya. Sampai akhirnya dia menjerit "Mass.. aku.. mauu.. keluuarr.. ah.." kurasakan ada cairan yang menyemprot kemaluanku dengan derasnya. Namun aku masih belum bisa menerima perlakuan ini, aku ganti posisi sehingga aku berada di atas dan dia membuka kakinya lebar-lebar seakan menyambut kedatangan kemaluanku. "Ayo Mas, puaskan Mas, basahi memek ini Mas." Tanpa ba bi bu, aku langsung menggenjot dia sehingga dia mengalami klimaks yang kedua kalinya.<br /><br />"Aaah.. aah.. aah.. Maass.."<br />"Puutt.. aku.. su.. dah.. nggak.. kuaat.. ah.."<br /><br />Kuakhiri kata-kata terakhir sambil memuncratkan spermaku ke dalam lubang kemaluannya. "Mas ini kuat sekali ya, aku belum pernah seperti ini," katanya sambil lubang kemaluannya memijit batang kemaluanku yang masih tegang di dalam. "Aku juga Put, belum pernah merasakan yang seperti ini (hanya alasan supaya senang)." Dan kami melakukannya sekali lagi karena kemaluanku masih tegang dan dipijat terus oleh lubang kemaluannya, jadinya tidak bisa tidur walau sudah keluar. Setelah selesai aku membersihkan diriku di kamar mandi. Selesai mandi aku keluar kamar dan melihat Putri tertidur, aku langsung saja keluar kamar, eh.. ternyata Deny sudah lama menungguku dan dia sudah membayar ongkos service tadi. Aku pun pamit dan berterima kasih pada Deny karena sudah malam dan besok masih ada pekerjaan yang menunggu di kantor.<br /><br />Pada hari Sabtu sore aku berjalan-jalan di sebuah pertokoan di dekat alun-alun. Kulihat jam sudah menunjukan pukul 18.00 dan perutku sudah mulai lapar. Ketika mencari sebuah rumah makan aku melihat ada seorang gadis yang duduk sendiri membelakangiku dan tampaknya gadis itu adalah Nani anak dari yang punya WP, dan kusapa dia.<br /><br />"Hi, Nan.." sapaku.<br />"Oh, Mas Charles.." kata Nani.<br />"Sendiri?" tanyaku.<br />"Nggak, sama teman," jawabnya.<br />"Sama pacar?" tanyaku lagi.<br />"Pacar? belum punya tuh," katanya.<br /><br />Tak lama kemudian ada sepasang muda-mudi yang bergandengan tangan ke arah kami.<br /><br />"Mas kenalin ini teman saya Erika dan Budi," kata Nani.<br />"Nama saya Charles," kataku memperkenalkan diri.<br />"Saya Erika," kata Erika.<br />"Budi," kata Budi.<br />"Kok lama banget sih, kamu lagi pesan atau buat masakan?" tanya Nani.<br />"Kan antri non," kata Erika.<br />"Char, kamu nggak pesan?" tanya Budi.<br />"Sudah tadi (ketika sedang berduaan)," kataku.<br />"Nan, kamu nanti ikut kami nggak? Berempat kan asyik," kata Erika.<br />"Tanya dulu dong, masa langsung angkut. Mas Charles ada acara nggak?" tanya Nani.<br />"Nggak ada," kataku.<br />"Mau ikut kami?" tanya Nani.<br />"Ke mana?" tanyaku.<br />"Ada deh," kata Nani.<br />"Boleh, lagian besok libur kantor, nganggur," kataku.<br /><br />Sambil makan aku memperhatikan Erika yang tak kalah cantik dibanding Nani, tingginya sekitar 160 cm, dadanya sekitar 34, kulitnya coklat, pinggulnya agak kecil (lumayan). Setelah makan kami menuju ke areal parkir. Karena masing-masing bawa mobil (aku dan Budi) maka aku satu mobil sama Nani karena dia yang tahu mau ke mana. Saat di dalam mobil dia banyak cerita tentang temannya yang akhirnya kutahu kalau mereka itu sedang berpacaran dan sudah bertunangan. Ketika akan melewati sebuah hotel Nani menyuruhku untuk masuk ke dalam hotel itu.<br /><br />"Mau nginap?" tanyaku.<br />"Ya ke sini ini tujuan kita," kata Nani.<br /><br />Sambil mencari tempat parkir aku berpikir kalau aku sedang mendapat kejutan akan berkencan dengan seorang gadis yang cantik dan gratis karena dia yang mengajak. Setelah menemukan tempat yang aman dari teman sekantor, kami masuk ke dalam dan teman Nani sudah memesan sebuah kamar VIP. Kami pun berjalan mengikuti belboy yang menunjukkan di mana kamar kami. Sesampainya di kamar, Budi memberi tip kepada belboy dan menutup pintu kamar. Kamar yang unik menurutku (karena belum pernah masuk), ada dua kasur besar di dalam dua ruangan tanpa pintu yang berseberangan, sebuah ruang tamu lengkap dengan TV, kulkas, AC dan sebuah meja kecil dengan telepon. Kami berempat duduk berpasangan di ruang tamu, aku dengan Nani dan Budi dengan Erika. Tanpa menunggu aba-aba Budi langsung menciumi Erika, dan kurasakan tangan Nani mulai membelai pahaku. Aku pun langsung memeluk Nani dan menciumi bibir sensualnya. Nani pun membalas ciuman itu dengan buas dan liar bagai singa sedang memakan mangsanya. Kemudian Erika bertanya,<br />"Nan, kamu kamar yang mana?"<br />"Terserah deh, pokoknya ada kasurnya," kata Nani.<br />"Aku masuk dulu ya," kata Erika.<br />"Aku juga ah.. nggak enak di sini," kata Nani.<br /><br />Sambil menarikku ke dalam kamar dan membaringkan aku dengan sedikit mendorong.<br />"Mas, aku akan servis kamu lebih dari yang pernah kamu alami," kata Nani.<br />"Boleh aja, asal bisa tahan lama," kataku.<br /><br />Nani membuka pakaiannya sambil melenggak-lenggokkan pinggul layaknya seorang penari striptease. Setelah pakaiannya habis dia berjongkok sambil menciumi batang kemaluanku yang sudah tegak di dalam celana. Sambil menciumi dia membuka celana dan aku membuka baju sampai telanjang bulat. Dia langsung menciumi dan menjilati kemaluanku yang sudah tegak berdiri dengan gagahnya.<br />"Mas besar sekali?" tanya Nani.<br />"Tapi enakkan.." kataku.<br />"Iya.." katanya.<br />Kemudian kutarik tubuhnya sehingga aku dapat menciumi lubang kemaluannya dan dia tetap dapat mengulum kemaluanku.<br />"Mas.. lidahnya.. nakal.. auw.. ah.." katanya sambil mendesah.<br />"Kamu juga pintar mainin lidah," kataku.<br />"Mas.. masukin.. aja.. ya.. aku.. pingin.. ini.." kata Nani.<br /><br />Sambil memutar tubuhnya, sayub-sayub aku mendengar jeritan nikmat dari kamar seberang.<br />"Ah.. Mas.. nikmat.. Mas.. ah.." katanya ketika batang kemaluanku masuk dan sambil menaik-turunkan pinggulnya aku merasakan batang kemaluanku mendapat hisapan yang sangat kuat.<br />"Mas.. oh.. ah.. Mas.. enak.. ah.." desah Nani.<br />"Ka.. muu.. juga.." selang agak lama dia mulai mempercepat genjotannya dan akhirnya dia orgasme.<br />"Ah.. Mas.. ah.. enak.."<br />Aku tahu dia sudah lemas, maka aku membalikkan tubuhnya sambil batang kemaluanku tetap di dalam dan mulai menggenjot tubuhnya.<br />"Oh.. Mas.. yang keras.. Mas.. ah.." dia berkata sambil mengangkat kedua kakinya sehingga aku dapat menciumi betisnya.<br /><br />Tak berapa lama, "Mas.. aku.. mau kegh.. luar.. ah.. Mas.. nggak.. kuat.." teriaknya.<br />"Ta.. han.. sebentar ya.. aku.. juga.. hmmff," aku mempercepat gerakan dan akhirnya..<br />"Mas.. ah.. aku.. keluar.. Mas.. aagh.. hmmff.. hmmff.."<br />"Ah.. ah.. oh.."<br />Kami mengeluarkan secara bersamaan dan aku mencium keningnya dan dia pun membalas mencium dadaku sambil sedikit menggenjot secara halus untuk mengeluarkan sisa sperma yang belum keluar. "Plok, plok, wah hebat bener sampai Nani harus dua kali keluar," kata Erika yang sedang memperhatikan kami, ternyata dia dan Budi sudah lama menonton pertandingan kami dan kami tidak menyadarinya.<br /><br />Setelah membersihkan diri kami berkumpul di ruang tamu sambil berbincang tanpa sehelai benang yang menempel.<br />"Gimana Nan enak?" tanya Erika.<br />"Luar biasa Er, aku belum pernah seperti ini," kata Erika.<br />"Kalau sama aku?" tanya Budi.<br />"Kamu sih nggak ada apa-apanya sama dia?" kata Nani sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.<br />"Masa?" tanya Budi.<br />"Iya, punya dia kan lebih besar dan lebih lama," kata Nani.<br />"Kalau lama aku mungkin bisa kan biasanya melayani kalian berdua jadinya capek kan," kata Budi.<br />"Gimana kalau nanti kita tukar, aku sama Charles dan kamu (Nani) sama Budi," kata Erika.<br />"Wah rugi aku dapat Budi," kata Nani.<br />"Menghina ya," kata Budi.<br />"Nggak pa-pa Nan, aku kan juga pingin ngerasain," kata Erika.<br />"Kamu mau nggak Mas?" tanya Nani kepadaku.<br />"Boleh, tapi biasanya yang kedua lebih lama," kataku.<br />"Waduh, rugi dua kali nih," kata Nani.<br />"Kamu kan kapan-kapan bisa berduaan lagi, kalau aku kan mau menikah," kata Erika.<br />"Iya deh," kata Nani.<br /><br />Setelah itu Erika dan Nani bertukar tempat dan sekarang Erika berada dalam pelukanku sedangkan Nani bersama Budi. Selang agak lama berbincang-bincang Erika mulai meraba-raba dadaku dan memberikan ciuman kecil pada pentilku. Aku pun membalas dengan membelai lembut buah dada yang tampak menggairahkan itu. Tak lama kemudian Budi menggendong Nani dan membawanya memasuki kamar tempat Erika dan Budi bermain pada mulanya. Sedangkan Erika semakin buas dan segera mengulum batang kejantananku yang masih tidur dengan nyenyaknya. Aku pun menikmati perlakuan yang diberikan Erika kepada batang kejantanan yang sekarang setengah tiang itu. Tampaknya Erika sangat ahli dalam hal mengulum, buktinya tidak lama kemudian adik kesayanganku itu terbangun dalam keadaan siap tempur. Aku menjadi tidak sabar dengan keadaan itu maka dengan nafsu yang besar kugendong tubuh Erika menuju ke kamar yang satunya lagi.<br /><br />Di dalam kamar langsung kulempar tubuh itu ke atas kasur dan aku pun mulai menciumi daerah liang senggama Erika yang sudah terlihat sangat merangsang. "Emh.. emh.. ahh.." tampaknya Erika mulai merasakan rangsangan yang aku berikan. "Mas.. aku.. pingin.. Mas.. ah.." setelah berkata, dia langsung membalikkan badannya dan sekarang posisi kami saling berhadapan dengan dia di atas dan aku di bawah. Dia mulai mengarahkan batang kemaluanku ke arah kemaluannya dan.. "Ahh.." amblaslah batang kemaluan yang lumayan besar itu. Tanganku pun tak mau tinggal diam, meremas-remas buah dada yang sedang mengayun-ayun di atas dadaku. "Emh.. ah.." dia pun mulai memainkan pantatnya. Tak berapa lama dia mengejang dan menurunkan pantatnya sampai batang kemaluanku amblas tak terlihat, rupanya dia sudah orgasme, tapi dia tidak seperti habis orgasme tetap menaik-turunkan pantatnya malah semakin cepat. Aku pun merasa nikmat dan dalam waktu singkat aku pun orgasme. Kami pun tertidur kecapaian sambil kemaluanku tetap di dalam liang senggamanya dan kepalanya berada di dadaku. Keesokan harinya kami pulang ke rumah masing-masing, dan sejak kejadian itu aku tidak pernah bertemu dengan Erika lagi, begitu juga Nani, entah kemana mereka, seolah hilang ditelan bumi. Maka aku pun hanya bisa membayangkan tidur bersama mereka berdua. Dan aku semakin sering datang ke warung barangkali bisa bertemu Nani, kalaupun tidak bertemu masih ada keistimewaan dari warung itu, makan sambil ngeseks. </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-29994177195706373282010-03-21T09:17:00.000-07:002010-03-21T09:19:48.146-07:00<strong style="color: rgb(0, 0, 0);">Sakit Tapi Nikmat</strong> <hr style="color: rgb(0, 0, 0); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div style="color: rgb(0, 0, 0);" id="post_message_738589"> <span style="font-size:100%;">Saya mengenal Rani pertama kali lewat IRC. Mulanya kami ngobrol biasa saja (kenalan, bercanda, tebak-tebakan, dsb). Menginjak minggu ke dua, tidak di sangka dia menanggapi secara antusias setiap obrolan saya yang berbau seks. Sampai saat itu sebenarnya saya masih ragu apakah Rani ini betul-betul perempuan atau cuma lelaki iseng yang menyamar sebagai wanita. Maklumlah, selama ini kami berkomunikasi hanya secara tulisan, bukan lisan. Keragu-raguan itu akhirnya musnah setelah kami melakukan "copy darat" di Plaza Senayan.<br /><br />Ternyata dia seorang wanita muda. Tidak begitu cantik tapi tidak juga jelek. Sedang-sedang sajalah. Yang istimewa darinya adalah bentuk tubuh yang montok dan buah dadanya yang besar di atas rata-rata buah dada wanita Indonesia. Setelah berbicara beberapa saat, dia mengajakku ke rumahnya di daerah Pondok Indah. Dari situ saya mengetahui bahwa Rani sebenarnya adalah seorang ibu rumah tangga. Suaminya sekarang sedang bekerja di sebuah kontraktor. Setelah masuk ke ruang tamu, Rani mempersilakan saya menunggu sementara dia membuatkan es jeruk untukku. Agak lama saya menunggu sampai akhirnya saya melihat Rani keluar membawa segelas es jeruk.<br /><br />Pakaian kerjanya telah ia ganti menjadi daster tipis. Darah saya langsung berdesir melihat puting susunya yang menyembul karena ia melepaskan BH-nya. Setelah saya minum beberapa teguk, tidak saya sangka Rani langsung memeluk dan menciumi saya dengan sangat bernafsu. Lidahnya menjalar di dalam rongga mulut saya. Tangannya memasuki kemeja saya lalu mengusap-usap dada saya. Kemudian tangannya mulai bergerak turun, menuju ritsleting celana luar saya lalu membukanya. Jari-jarinya menyeruak masuk ke celana dalam dan menyentuh bulu-bulu keriting sebelum akhirnya sampai pada penis saya yang sudah membesar. Nikmat sekali rasanya. Tangannya meremas-remas penis dan sesekali meremas pula kantong pelir.<br /><br />Saya menyambutnya dengan memasukkan jari saya ke dalam dasternya. Buah dadanya yang sangat besar kuremas dengan sangat bernafsu. Tangan satu lagi saya masukkan ke dalam celana dalamnya. Dari situ saya masukkan jari tengah saya ke dalam lobang vaginanya yang sudah basah. Dia mengerang ketika jari-jari tangan saya mengorek-ngorek dinding vaginanya. Tidak puas dengan satu jari, saya masukkan lagi jari telunjuk saya hingga sekarang dua jari masuk ke dalam vaginanya. Jari manis dan jempol saya gunakan untuk mencubit-cubit kelentitnya yang besar dan keras. Dia merintih manja. Di saat-saat hot seperti itu tiba-tiba dia melepaskan pelukannya. "Di dalam saja yuk," pintanya sambil menarik tanganku. Aku menurut lalu mengikutinya menuju kamar tidur.<br /><br />Di sana dia mulai melepaskan seluruh pakaiannya, begitu pula saya hingga kami sekarang dalam keadaan telanjang bulat. "Ikat saya pakai ini," katanya sambil memberikan kepadaku beberapa utas tali. Saya terdiam keheranan. "Ayo, jangan ragu-ragu. Siksa dan sakiti saya sepuas hatimu." "Tapi ...," tanyaku. "Jangan takut, Rani menikmatinya kok. Ayo cepat ... Tunggu apa lagi?" "Oke," sahut saya. Memang inilah yang paling saya senangi. Bergegas saya mengambil segumpal kain lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Setelah itu mulutnya saya ikat kuat hingga tak mungkin dia dapat berteriak. Kalaupun berteriak, suaranya tidak akan terdengar karena sangat lirih teredam kain tebal.<br /><br />Setelah itu kedua tangan dan kedua kakinya saya ikat ke masing-masing sudut tempat tidur. Sekarang tubuhnya sudah benar-benar tidak berkutik. Posisinya terlentang seperti patung pembebasan Irian Barat. Siksaan dimulai. Buah dadanya yang sangat besar saya tarik kuat-kuat lalu pangkalnya saya ikat hingga sekarang bentuk buah dadanya seperti balon. Demikian pula dengan buah dadanya yang satu lagi. Dia menjerit sekuat-kuatnya. Saya dapat melihat buah dadanya yang putih dan montok sekarang berubah kemerah-merahan. Pembuluh darahnya membesar sebab darah tidak dapat mengalir lancar. Benar-benar mengerikan bentuknya. Saya ambil dua utas karet gelang. Karet gelang itu saya pilin berkali-kali sampai kecil lalu saya ikatkan ke puting susunya. Rani menjerit sekuat-kuatnya. Tubuhnya mengejang merasakan sakit yang tiada tara.<br /><br />Saya lari ke belakang, ke tempat jemuran. Di sana saya mengambil beberapa penjepit jemuran. Sampai di kamar ternyata Rani sudah mulai agak tenang. Tanpa buang waktu, saya jepit kedua puting susunya. Dia menjerit sangat keras. Tubuhnya kembali meronta-ronta. Tapi ikatan pada tubuhnya terlalu kuat hingga dia tidak dapat berkutik. Penjepit berikutnya hendak saya pasang di kelentitnya. Tapi dia meronta. Mulutnya berusaha mengatakan sesuatu tapi kain yang membungkam mulutnya membuat kata-katanya tidak terdengar jelas bagiku. Ketika saya hendak menjepitkan penjepit itu ke klitorisnya, dia menggoyang-goyangkan pinggulnya agar usaha saya gagal. Tapi saya tidak menyerah begitu saja, perutnya saya duduki lalu secepat kilat penjepit itu sudah menancap erat di klitorisnya.<br /><br />Rani menjerit sangat kuat. Tubuhnya mengejang dan meronta-ronta menahan sakit yang teramat sangat. Mukanya memerah dan dari matanya saya melihat tetesan air mata. Saya tinggalkan tubuhnya yang menggelepar-gelepar kesakitan. Saya masuk ke ruang makan. Di dalam lemari es (kotak dingin) saya menemukan sebuah pare putih (Momordica charantia, bentuknya seperti mentimun, berasa agak pahit dan biasanya dijual tukang siomay bersama tahu, kentang, dan kol) sangat besar. Pare ini kemudian saya pakai untuk mengocok lubang vaginanya dengan sangat cepat dan kasar. Rani menggelepar-gelepar saat pare yang sepanjang permukaannya berbintil-bintil sebesar biji jangung itu keluar masuk lubang vaginanya. Pare yang semula kering sekarang penuh dilumuri lendir putih, licin, dan berbau khas. Sebagian lendir lain yang berubah menjadi busa karena dikocok, meleleh keluar vagina menuju anus. Rani sepertinya menikmati perlakuan ini.<br /><br />Bibir vaginanya membesar dan merekah. Setelah sepuluh menit, saya lihat tubuh Rani mengejang. Kakinya menendang-nendang. Pinggulnya terangkat ke atas. Mulutnya berteriak keras. Saya kira dia mengalami orgasme hebat. Setelah tubuhnya mulai tenang, saya lepas ikatan pada kedua kakinya. Kaki itu kemudian saya angkat ke atas kepalanya hingga lututnya menyentuh buah dadanya lalu saya ikat kembali. Saya masukkan penis ke dalam lubang vaginanya yang menganga lebar. Sampai di sini tidak ada masalah baginya. Bahkan sepertinya Rani sangat menikmati. Setelah tiga kali dorongan, saya cabut penisku yang sekarang sudah penuh dengan lendir licin. Dengan cepat saya tusukkan penis saya ke dalam lubang duburnya. Sempit dan sulit sekali. Penis saya sampai bengkok. Rani berteriak hendak mengatakan "jangan". Kepalanya menggeleng-geleng. Saya tidak peduli.<br /><br />Pada usaha berikutnya saat penis saya benar-benar keras, lubang anusnya berhasil saya tembus hingga dalam. Rani menjerit. Setelah masuk seluruhnya, saya kocokkan penis saya keluar masuk dengan sangat cepat. Rani kembali berteriak kesakitan. Kakinya menendang-nendang tapi percuma saja, karena penis saya tidak mungkin dapat lepas. Sekitar 4 menit kemudian saya merasakan ejakulasi telah hampir sampai. Saya ambil bantal lalu saya tutupkan ke muka Rani hingga Rani tidak dapat bernafas. Saat itulah saya mempercepat gerakan penis saya maju mundur. Sepuluh detik kemudian penis saya benar-benar menegang, memuntahkan sperma banyak sekali ke dalam anusnya.<br /><br />Ah, nikmat sekali. Saya menikmati peristiwa itu selama belasan detik sampai kemudian saya sadar bahwa rontaan Rani semakin melemah. Cepat-cepat saya angkat bantal yang menutupi mukanya. Rani tersengal-sengal sambil diselingi batuk-batuk. Hampir saja dia mati tercekik. Setelah puas, saya mulai melepas semua ikatannya lalu saya bertanya, apakah ia menikmati perlakuan saya ini? Dia mengangguk kemudian memeluk saya erat-erat. Bibirnya menciumi seluruh muka saya tak henti-hentinya.</span> </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-15637714046049347772010-03-21T09:13:00.000-07:002010-03-21T09:14:02.242-07:00<div style="text-align: justify;"><strong>Special delivery</strong> </div><hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255); margin-left: 0px; margin-right: 0px;" size="1"><div style="text-align: justify;"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> </div><div style="text-align: justify;" id="post_message_137323"> <img src="http://www.duniasex.com/forum/images/smilies/tongue.gif" alt="" title="Stick Out Tongue" class="inlineimg" border="0" /> Namaku Karina, usiaku 21 tahun dan aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Aku yang juga mirip dengan adikku, Citra, memiliki kulit yang putih, tinggiku sekitar 164 cm dan berat 50 kg. Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada 36B. Dalam keluargaku, semua wanitanya rata-rata berbadan seperti aku, sehingga tidak seperti gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang indah sampai rela berdiet ketat. Di keluarga kami justru makan apapun tetap segini-segini saja.<br /><br />Tadi siang saat dikampus, aku ditelepone sama papaku, katanya ada file pentingnya yang ketinggalan dikantor dan minta aku untuk mengambilkannya sekalian saat aku pulang lalu mengantarkannya ke papa yang kebetulan sedang ada dirumah temannya. Karena temannya yang biasa dipanggil Om Ari ini kebetulan rumahnya terletaknya di kompleks perumahan elit selatan Jakarta yang sama dengan rumah kami.<br /><br />Om Ari ini usianya sudah di awalan kepala 4, namun wajah dan gayanya masih seperti anak muda. Dari dulu diam-diam aku sedikit sempat naksir padanya. Habis selain ganteng dan rambutnya sedikit beruban dengan kulitnya yang coklat karena banyak berktivitas diluar, badannya juga lumayan tinggi tegap apalagi hobinya berenang serta tenis jadi terlihat fit banget. Papa kenal dengannya sejak 10 tahun yang lalu dan Om Ari pulalah yang membantunya dalam membangun usahanya hingga maju seperti sekarang ini, oleh sebab itu kami lumayan dekat dengan keluarganya.<br /><br />Kedua anaknya sudah duduk di SMP dan SMA, sedang istrinya aktif di kegiatan sosial dan sering pergi ke pesta-pesta. Mamaku yang sangat akrab dengan Tante Milla, istri Om Ari ini, sering diajak jalan-jalan hingga le luar negeri. Jadi kalo mereka sedang ngerumpi, wuih..bisa lupa waktu.<br /><br />Dengan diantar taxi, aku sampai juga di rumahnya Om Ari yang dari luar terlihat sederhana namun di dalam ada kolam renang dan kebun yang luas. Sejak kecil aku sudah sering ke sini, namun baru kali ini aku datang sendiri tanpa papa atau mamaku. Masih dengan pakaianku ke kampus tadi yang terdiri dari rok jeans span warna biru yang panjangnya belasan centi diatas paha, dan kemeja warna putih yang ketat dengan dua kancingnya terbuka, aku memencet bel pintu rumahnya sambil membawa amplop besar titipan papaku.<br /><br />Papa memang sedang ada bisnis dengan Om Ari yang menjadi konsultan keuangan, maka akhir-akhir ini mereka giat saling mengontak satu sama lain.<br /><br />Seorang pembantu wanita yang sudah lumayan tua keluar dari dalam dan membukakan pintu untukku.<br />Ketika memasuki halaman aku melihat mobil papa dan mobil mama,..lah kok lagi pada disini, hem pasti deh mereka lagi pada ngerumpi..begitu pikirku.<br />"Tuan sedang berenang, tapi papanya non ada diatas, diruang kerja, mamanya juga lagi ngerumpi tuh sama nyonya dirumah taman dibelakang. Tunggu saja di ruang tamu, biar saya beritahu Tuan kalau Non sudah datang.”<br /><br />"Eh iya, eh mbok tapi gak usah kasih tahu papa sama mamaku juga tante Milla klo saya ada disini yah, saya cuman sebentar kok. “ kataku cepat karena aku gak mau ganggu kegiatan mereka<br />“Oh gitu..ya udah” katanya sambil permisi pergi “Makasih, mbok." jawabku sambil duduk di sofa yang empuk.<br /><br />Sudah 10 menit lebih menunggu, si mbok tidak muncul-muncul juga, begitu pula dengan Om Ari. Karena bosan, aku jalan-jalan dan sampai di pintu yang ternyata menghubungkan rumah itu dengan halaman belakang dan kolam renangnya yang lumayan besar, juga terlihat rumah taman yang disebutkan bibi tadi diujung, agak jauh juga dari rumah utama. Kubuka pintunya dan di tepi kolam kulihat Om Ari yang sedang berdiri dan mengeringkan tubuh dengan handuk.<br /><br />"Ooh.." pekikku dalam hati demi melihat tubuh atletisnya terutama bulu-bulu dadanya yang lebat, dan tonjolan di antara kedua pahanya.<br />Wajahku agak memerah karena mendadak aku jadi horny, dan payudaraku terasa gatal. Om Ari menoleh dan melihatku berdiri terpaku dengan tatapan tolol, dia pun tertawa dan memanggilku untuk menghampirinya.<br /><br />"Halo Karina,...”, sapanya “Ina Om” balasku, mengoreksinya “ah iya Ina apa kabar kamu..?" sapa Om Ari hangat sambil memberikan sun di pipiku.<br />Aku pun balas sun dia walau kagok, "Oh, baik Om. Om sendiri apa kabar..?"<br />"Om baik-baik aja” jawabnya.<br />“Khan nama kamu sudah bagus. ‘Karina’”.katanya memulai pembicaraan “Iya makasih yah Om tapi panggil aku disingkat Ina ajah yah”<br />“hem ya,ya,ya” ujarnya ngangguk-ngangguk<br />Kamu baru pulang dari kampus yah..?" tanya Om Ari sambil memandangku dari atas sampai ke bawah.<br /><br />Tatapannya berhenti sebentar di dadaku yang membusung terbungkus kemeja ketat apalagi dengan dua kancingnya yang terbuka jadi semakin agak terbuka, sedangkan aku sendiri hanya dapat tersenyum melihat tonjolan di celana renang Om Ari yang ketat itu mengeras.<br /><br />"Iya Om, baru dari kampus. Tante Milla mana Om..?" ujarku basa-basi.<br />"Tuh biasa sama mamamu di rumah taman. Si Robert dan Axel lagi ke Bali, liburan sama omanya, tinggal Om dan oh papamu, tuh diatas, ta’ tinggal sendirian." balas Om Ari sambil ketawa-tawa kecil dan memasang kimono di tubuhnya.<br />"Ooh.." jawabku dengan nada sedikit kecewa karena tidak dapat melihat tubuh atletis Om Ari dengan leluasa lagi.<br />"Ke dapur yuk..!"<br /><br />"Kamu mau minum apa Rin..eh ‘Na?" tanya Om Ari ketika kami sampai di dapur.<br />"Air putih aja Om, biar awet muda." jawabku asal.<br />Sambil menunggu Om Ari menuangkan air dingin ke gelas, aku pindah duduk ke atas meja di tengah-tengah dapurnya yang luas karena tidak ada bangku di dapurnya.<br />"Duduk di sini boleh yah Om..?" tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan membiarkan paha putihku makin tinggi terlihat.<br />"Boleh kok ‘Na." kata Om Ari sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.<br /><br />Namun entah karena pandangannya terpaku pada cara dudukku yang menggoda itu atau memang beneran tidak sengaja, kakinya tersandung ujung keset yang berada di lantai dan Om Ari pun limbung ke depan hingga menumpahkan isi gelas tadi ke baju dan rokku.<br />"Aaah..!" pekikku kaget, sedang kedua tangan Om Ari langsung menggapai pahaku untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh.<br />"Aduh.., begimana sih..? Om nggak sengaja ’Na. Maaf yah, baju kamu jadi basah semua tuh. Dingin nggak airnya tadi..?" tanya Om Ari sambil buru-buru mengambil lap dan menyeka rok dan kemejaku.<br /><br />Aku yang masih terkejut hanya diam mengamati tangan Om Ari yang berada di atas dadaku dan matanya yang nampak berkonsentrasi menyeka kemejaku. Bayang-bayang bra hitamku yang tanpa spon dengan putingku tercetak semakin jelas di balik kemejaku yang basah dan hembusan napasku yang memburu menerpa wajah Om Ari.<br />"Om.. udah Om..!" kataku lirih.<br />Dia pun menoleh ke atas memandang wajahku dan bukannya menjauh malah meletakkan kain lap tadi di sampingku dan mendekatkan kembali wajahnya ke wajahku dan tersenyum sambil mengelus rambutku.<br /><br />"Ina Kamu cantik..." ujarnya lembut.<br />Aku jadi tertunduk malu tapi tangannya mengangkat daguku dan malahan menciumku tepat di bibir. Aku refleks memejamkan mata dan Om Ari kembali menciumku tapi sekarang lidahnya mencoba mendesak masuk ke dalam mulutku. Aku ingin menolak rasanya, tapi dorongan dari dalam tidak dapat berbohong. Aku balas melumat bibirnya dan tanganku meraih pundak Om Ari, sedang tangannya sendiri meraba-raba pahaku dari dalam rokku yang makin terangkat hingga terlihat jelas celana dalam dan selangkanganku.<br /><br />“Ooommhh..tapi papa, mama dan tante..gi..gi..gimana “kataku tertahan diantara ciuman kami…<br />“Ssstt..gak apa-apa kok sayang,..papamu lagi asik browsing ‘ds’ dan yang lainnya lagi ngerumpi...mmppffhh” jawabnya meneruskan aktivitas kami. Sebenarnya apapun jawaban Om Ari aku tetap gak peduli, nafsu sudah menghalangi akal sehat kami.<br /><br />Ciumannya makin buas, dan kini Om Ari turun ke leher dan menciumku di sana. Sambil berciuman, tanganku meraih pengikat kimono Om Ari dan membukanya. Tanganku menelusuri dadanya yang bidang dan bulu-bulunya yang lebat, kemudian mengecupnya lembut. Sementara itu tangan Om Ari juga tidak mau kalah bergerak mengelus celana dalamku dari luar, kemudian ke atas lagi dan meremas payudaraku yang sudah gatal sedari tadi.<br /><br />Aku melenguh agak keras dan Om Ari pun makin giat meremas-remas dadaku yang montok itu. “Hmpfff..agh…” Perlahan dia melepaskan ciumannya dan aku membiarkan dia melepas satu persatu kancing dan kemejaku. Kini aku duduk hanya mengenakan bra hitam dan rok jeans saja. Om Ari memandangku tidak berkedip. Tiba-tiba aku ingat Mas Tom pacarku yang akan menjemputku nanti dikampus, padahal khan aku sudah tidak disana.<br />“Om..om sebentar yah aku harus telepone dulu, supaya gak dicari-in” kataku tersenyum sambil mengedipkan sebelah mataku. Om Ari dengan kematangannya hanya tersenyum manis dan membiarkan aku menelpone dengan hp-ku.<br />“Halo mas Tom” sapaku<br />“Eeh Iina..ke.kenapa sayang”,<br />“kamu lagi dimana say?”tanyaku,<br />“Eh aku lagi di.ee di..mau ke wc neh..kamu di di manah.. eeh” tanyanya<br />“Ehm massh..aaku lagi ditempatnya..oomm Ari..” kataku berusaha berbicara sewajarnya, walau sebenarnya aku agak aneh juga mendengar suara mas-ku itu, sepertinya sedang mau batuk kali, atau tenggorokannya lagi gak enak, suaranya jadi terbata-bata getu, tapi aku gak bisa memikirkan yang lainnya karena saat aku memulai pembicaraan tadi, Om ari dengan cepat melepas kaitan bra-ku dari belakang dengan tangannya yang cekatan.<br /><br />Kini dadaku benar-benar telanjang bulat. Aku masih merasa aneh karena baru kali ini aku telanjang dada di depan pria yang aku tahu adalah teman ayahku, sementara aku sedang bertelephone dengan pacarku. Om Ari mulai meremas kedua payudaraku bergantian dan aku memilih untuk memejamkan mata dan menikmati saja. “Estt.. iiya sayang hem..gini loh..uh” kataku terus berusaha keras berbicara dengan normal, “mas kamu ntar jemputh akhu di thempat Om Ari yah..” oh ya ampun aku benar2 gak tahan ingin bersuara..sementara tanganku yang satu mengelus-elus kepala Om Ari, tiba-tiba aku merasa putingku yang sudah tegang akibat nafsu itu menjadi basah, dan ternyata Om Ari sedang asyik menjilatnya dengan lidahnya yang panjang dan tebal. Uh.., jago sekali dia melumat, mencium, menarik-narik dan menghisap-hisap puting kiri dan kananku.<br />“kira2 2 jam lagi yah..Ughh..”<br />“Eeh..iiya..iya..k.kamu k..kenapa sayang?” katanya dari seberang sana..ugh kok jadi lama gene sih ngomongnya..<br />”Agh gak apa..apa..” aku sudah betul-betul goyah tak bisa menahan lagi..setelah ngobrol beberapa lama kemudian ”eh maasshh..kkaa..kamu ke..kenapa..”tanyaku, "Nggak kok.. tidak apa-apa.. cuma tenggorokkan ku ada masalah dikit ‘Na" lalu tak berapa lama setelah janjian, kami menutup telephone dan tanpa kusadari, aku pun mengeluarkan erangan yang lumayan keras, dan itu malah semakin membuat Om Robert bernafsu.<br />"Oom.. aagh.. aaah..!" sambil meremas kepalanya didadaku.<br />"Ina, kamu kok seksi banget sih..? Om suka banget sama badan kamu, bagus banget. Apalagi ini.." godanya sambil memelintir putingku yang makin mencuat dan tegang.<br />"Ahh..si-Om..gelii..!" balasku manja.<br />Kemudian dia bergerak cepat melumat kembali bibirku dan sambil french kissing<br />"Sshh.. jangan panggil 'Om', sekarang panggil 'Ari saja ya, ‘Na. Kamu kan udah gede.." ujarnya.<br />"Iya deh, Om." jawabku nakal dan Om Ari pun sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi.<br />"Eeessth..! Om.. eh Ari..geli aah..!" kataku sambil sedikit cemberut namun dia tidak menjawab malahan mencium bibirku mesra.<br /><br />Entah kapan tepatnya, Om Ari berhasil meloloskan rok dan celana dalam hitamku, yang pasti tahu-tahu aku sudah telanjang bulat di atas meja dapur itu dan Om Ari sendiri sudah melepas celana renangnya, hanya tinggal memakai kimononya saja. Kini Om Ari membungkuk dan jilatannya pindah ke perutku yang rata kemudian lanjut keselangkanganku yang sengaja kubuka selebar-lebarnya agar dia dapat melihat isi vaginaku yang sudah tak yang merekah dan berwarna merah muda.<br /><br />”Ah Ina..tempikmu ini harum loh..”katanya, kemudian lidah yang hangat dan basah itu pun pindah ke atas dan mulai mengerjai klitorisku dari atas ke bawah dan begitu terus berulang-ulang hingga aku mengerang tidak tertahan.<br />"Aeeggh.. uuggh...Ar.. aawh.. ehh..!"<br />Aku hanya dapat mengelus dan menjambak rambut Om Ari dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku berusaha berpegang pada atas meja untuk menopang tubuhku agar tidak jatuh ke depan atau ke belakang.<br />Om Ari terus menjilati kemaluanku yang berambut rapi itu, karena aku rajin merawatnya. “Ough..Ri….ri..ouhg..aakkh..estt..agh”<br />Badanku terasa mengejang serta cairan vaginaku terasa berkedut-kedut bersamaan dengan orgasme pertamaku dan cairan cintaku mulai meleleh keluar dan Om Aripun menjilatinya dengan cepat sampai terasa agak ngilu. Badanku kemudian direbahkan di atas meja dan dibiarkannya kakiku menjuntai ke bawah, sedang Om Ari melebarkan kedua kakinya dan siap-siap memasukkan penisnya yang besar dan sudah tegang dari tadi ke dalam kemaluanku yang juga sudah tidak sabar ingin dimasuki olehnya.<br />“Aku masukin ya sayang..”katanya dengan suara lembut dan aku hanya menganguk lemah.<br />Perlahan Om Ari menempelkannya di bibir kemaluanku, kemudian mendorong penisnya ke dalam vaginaku yang sempit perlahan-lahan. "Aaww.. gede banget sih ‘Ri..!" ujarku "Iyah..tahan sebentar yah Sayang, tempikmu juga sempitnya.. ampun deh..!"<br />Aku tersenyum dengan menggigit bibirku sambil menahan gejolak nafsu yang sudah menggebu.Sementara Om Ari yang baru memasukannya setengah jalan merasakan otot kegel ku mulai aktif “Ough..Ina..sayang..punyamu..enak sekali ..” desahnya, dan penisnya terasa mulai menggosok-gosok dinding vaginaku. Rasanya benar-benar nikmat, geli, dan entah apa lagi, pokoknya aku hanya memejamkan mata dan menikmati semuanya.<br /><br />Akhirnya setelah lima kali lebih gerakan keluar-masuk, penis Om Ari memasukan seluruhnya ke dalam kemaluanku “Ough..’Ri..hhmph..agkh..” “Ouh ‘Na..tempikmu ini bisa ngurut punyaku..ough..”desah Om Ari berdiam diri sesaat merasakan kontraksi dari dinding vaginaku “hebat kamu sayang..” ujarnya dan pinggulnya pun mulai bergerak maju mundur perlahan. Makin lama gerakannya makin cepat dan terdengar Om Ari mengerang keenakan.<br />"Agh ‘Na..enak sekali ‘Na..agh..hah..hah!"<br />"Iii.. iyaah.. Omh.. enakkh.. *******t.. Om.. terusssh.. eeghh..egh..egh!" balasku sambil merem melek keenakan.<br /><br />Om Ari tersenyum mendengarku yang mulai meracau ngomongnya. Memang kalau sudah begini biasanya keluar kata-kata kasar dari mulutku dan ternyata itu membuat Om Ari semakin nafsu saja.<br />”Agh..agh.agh..Oohmm..I.ina..mau..ma..” desahku tak tahan.<br />“Ough..hegh..hegh..iya sayang..” sementara Om Ari semakin mempercepat gerakannya<br />"Aaghh..agh..iigghh..iighh..ouh..ouh..aah..!" sambil mencengkram kedua lengan Om Ari, orgasmeku mulai lagi.<br />Sesaat Om Ari menghentikan gerakannya dan membenamkan miliknya didalam kemaluanku. “Ouh Ina, orgasmemu nikmat sekali sayang” ujarnya sambil menciumku.<br />Tidak lama kemudian badanku diperosotkan ke bawah dari atas meja dan diputar menghadap ke depan meja, membelakangi Om Ari yang masih berdiri tanpa mencabut penisnya dari dalam vaginaku. Diputar begitu rasanya agak ngilu, dan cairanku menetes ke sela-sela paha kami dan gesekannya benar-benar nikmat.<br /><br />Kini posisiku membelakangi Om Ari dan dia pun mulai menggenjot lagi dengan gaya doggie style. Badanku membungkuk ke depan, kedua payudara montokku menggantung bebas dan ikut berayun-ayun setiap kali pinggul Om Ari maju mundur. Aku pun ikut memutar-mutar pinggul dan pantatku. “Ough..’Riii..teruss..’Rii..” “Ough iya sayang...pinter kamu ‘Na..ough” Om Ari mempercepat gerakannya sambil sesekali meremas gemas pantatku yang semok dan putih itu dan sesekali memukul pantatku, kemudian berpindah ke depan dan mencari putingku yang sudah sangat tegang dari tadi.<br /><br />"Awwh.. lebih keras Om.. pentilnya.. puterrr..!" rintihku dan Om Ari serta merta meremas putingku lebih keras lagi dan tangan satunya bergerak menjambak rambutku yang panjang.<br />Kedua tanganku berpegang pada ujung meja dan kepalaku menoleh ke belakang melihat Om Ari yang sedang merem melek keenakan. “Ash..agh..sshh..Ohm..mmmphhff..” desahan dari bibirku yang langsung disambut ciuman dari Om Ari. Gila rasanya tubuhku banjir keringat dan nikmatnya tangan Om Ari di mana-mana yang menggerayangi tubuhku.<br /><br />Putingku diputar-putar makin keras sambil sesekali payudaraku diremas kuat. “Ough..Oom..’Riii..agh..agh..”dan hentakan penisnya keluar masuk vaginaku makin cepat. Akhirnya orgasmeku mulai lagi. “Aagh..Ough..Aariii..agkh..agkh..aghk..” Bagai terkena badai, tubuhku mengejang kuat dan lututku lemas sekali sehingga aku semakin menunduk. Om Ari yang mengerti keadaanku segera melepaskan penisnya dari kemaluanku dan membiarkan aku terduduk dilantai dan mengatur nafasku.<br /><br />Kemudian dia mengambil kimononya dan menaruhnya dilantai. Melihat itu aku mengerti keinginannya. Dengan perlahan aku rebahan diatas kimononya, dan membuka kakiku lebar-lebar. Kemudian Om Ari bersimpuh dan memasukan penisnya perlahan ke kemaluanku. Kali ini langsung masuk dengan mudah hingga kepangkal-pangkalnya karena vaginaku sudah becek sekali dengan cairan cintaku. “Ugh..Ariii..uhmm..” desahku pasrah, karena aku sudah lemas sekali.<br />Om Ari pun memegangi betisku, mengangkatnya lalu menjepitkannya dilehernya, dan mendorongnya kearahku hingga pantatku ikut naik kemudian ia mulai memompa miliknya yang besar itu didalam kemaluanku dengan leluasanya. Crep..crep.. “Oohh..agkh..agkh..aghk..Oommhh..” Setelah beberapa lama aku sudah didera orgasme lagi dan entah sudah yang kesekian kali aku mendpatkannya dengan posisi ini. Suaraku pun rasanya sudah tak bisa keluar lagi dan aku hanya bisa merem melek melihatnya sambil menggigit bibirku sendiri. Lalu Om Ari melepaskan kaki ku lalu menindih dan memelukku<br />“Ouh sayang kenapa?” tanya sambil menciumku dengan nafasnya yang menderu.<br />“gak apa-apa..enakh banget ‘Ri..ah..ah..” desahku lemah dan terus bertukar liur. Karena ciuman kami yang intens membuat nafsuku naik lagi dan seperti mendapat tenaga baru, aku terus menggerakan pinggulku, dan menjepit pinggul Om Ari, desahan dan nafas kami semakin menderu.<br /><br />“Ah Ina sayangh..digoyangin terusshh..iiiyaa..iiyaa..terus gitu ‘Na..iiya teruss..ough” “ouh..kayak ginii.hh..omh” “iihh..iya sayangh..iiyaah..terus ‘Na ..ough..”Miliknya yang besar dan panjang rasanya hingga ke rahimku terus bergerak liar, apalagi diselingi oleh hisapan dan jilatan lidahnya dikedua tetekku dan putingku yang semakin keras membuat aku keenakan dan tak dapat menahan gelombang orgasme ku lagi yang kali ini terasa amat berbeda dengan yang sebelumnya “Oohhm...’Rii..Ii.iinnaahh..gaakhh..khhuaatt..ough ....Oommhh...Aarriihh..Oukgh..ougkh...” seiring tubuhku menegang sesaat dan berkejat-kejat. Punggungku agak naik hingga dadaku membusung kedepan hingga kedua tetekku terhimpit erat dengan dadanya, kakiku juga menjepit pinggang Om Ari. aku sudah tak begitu peduli lagi dengan situasi kami, nikmatnya terasa lama sekali hingga Om Ari yang sedari tadi terus memompa mengerang dan menekan penisnya dalam sekali ke kemaluanku, badannya menegang dan pantatnya berkejat-kejat seiring muncrat spermanya yang banyak sekali di dalam vaginaku bercampur dengan cairan cintaku. Uh rasanya nikmat dan hangat sekali.<br /><br />"Aaakghh..’Nnaa..hakh..agkh!" erangnya. Sesaat kurasakan penisnya masih terus berkedut dan memuntahkan cairan hangat didalam vaginaku. Sambil ngos-ngosan, kami berciuman dan berusah mengatur nafas diantara basahnya dan lengketnya keringat yang membasahi tubuh kami.<br />Om Ari kemudian perlahan melepaskan penisnya dari dalam vaginaku dan menggelosor kesamping. Aku hanya bisa terlentang lemas di samping meja dapur dan mengatur napasku. Kami sama-sama masih terengah-engah setelah pertempuran yang seru dan lumayan lama tadi.<br /><br />Kemudian Om Ari berdiri dan membantuku untuk ikut bangkit.<br />"Sini Om..! Ina bersihin sisanya tadi..!" ujarku sambil sebelum berdiri, kujilati sisa-sisa cairan cinta tadi di sekitar penis dan selangkangan Om Ari. “Ooougghh... I.iina.. ough..iiyyaa.. sayangh..oough..” desahnya sambil menjambak rambutku dan badannya sedikit bergetar “ngilu yah Om..” tanyaku manja setelah bersih.<br />Om Ari tak menjawabku, tapi dia langsung mencium bibirku dan mengelus rambutku yang sudah acak-acakan. Kemudian dia mengumpulkan pakaianku yang berceceran di lantai dapur dan mengantarku ke kamar mandi.<br /><br />Setelah mencuci vaginaku dan memakai pakaianku kembali, aku keluar menemui Om Ari yang ternyata sudah memakai kaos dan celana kulot, dan kami sama-sama tersenyum.<br />"Ina, Om minta maaf yah malah begini jadinya, kamu nggak menyesal kan..?" ujar Om Ari sambil menarik diriku duduk di pangkuannya.<br />"Enggak Om, dari dulu Ina memang senang sama Om, menurut Ina, Om itu temen papa yang paling ganteng dan baik." pujiku.<br />"Makasih ya Sayang, ingat kalau ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?" balasnya. "Iya Om, makasih juga yah permainannya yang tadi, Om jago deh."<br />"Iya Rin, kamu juga. Om aja nggak nyangka kamu bisa muasin Om kayak tadi."<br />"He.. he.. he.." aku tersipu malu.<br /><br />Hp-ku berbunyi, ternyata sms dari mas Tom katanya dia baru otw.<br />Setelah itu kami ngobrol agak lama. Ah iya aku jadi ingat alasan aku kesini.<br />"Oh iya Om, ini file yang papa minta tadi siang, hampir lupa." ujarku sambil buru-buru menyerahkan file milik papa pada Om Ari.<br />"Iya, makasih ya Ina sayang.." jawab Om Robert sambil memelukku dan kami pun ber-french kiss lagi. Tangannya mulai meraba dan meremas dadaku lagi. Lalu tangannya yang lain mulai meraba pahaku lagi dari dalam rokku dan meremas pantatku dan tanganku sudah meremas penisnya yang sudah mulai bangun lagi.<br /><br />Samar-samar kami mendengar suara dua perempuan yang lagi ngomong dan ketawa-ketiwi mendekat. Dan ku hapal banget kalo salah satu suara itu adalah suara mamaku dan yang lain pasti Tante Millaa!!! Datangnya dari arah pintu yang berbeda dari arah aku masuk tadi. "Aah.. Om, Ina musti pulang nih," bisikku sambil melepaskan diri dari Om Ari.<br />Tiba-tiba hp-ku berbunyi,..shit..kok bunyinya pas kayak gini sih..!!! makiku dalam hati, ternyata sms dari mas Tom katanya dia sudah didepan gerbang.<br /><br />Om Ari dengan tenang langsung menyuruhku kearah pintu darimana aku masuk.<br />Sambil melambai kemudian aku cepat-cepat keluar dari dapur itu ke pintu lain dan langsung kearah garasi dan keluar ke gerbang. Diluar gerbang sudah ada Masku menunggu di mobil dan aku pun pulang.<br /><br />Di dalam mobil, pacarku yang mungkin heran melihatku tersenyum-senyum sendirian mengingat kejadian tadi pun bertanya.<br />"Sayang, kamu kenapa? Aku sms-in kok gak langsung keluar..?Ditahan dulu yah..?"<br />Sambil menahan tawa aku pun berkata, "Iya mas, dikasih 'wejangan' pula.."<br />Pacarku hanya dapat memandangku dengan pandangan tidak mengerti dan aku hanya membalasnya dengan senyuman rahasia. He..he..he..<br /><br />TAMAT <br /></div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-48308890179862045502010-03-21T08:48:00.000-07:002010-03-21T09:11:03.255-07:00<div style="text-align: justify;"> <strong style="font-family: times new roman;">Sleeping with enemy - part 1</strong> </div><hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255); font-family: times new roman; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" size="1"><div style="text-align: justify;"> <!-- / icon and title --> <!-- message --><span style="font-family: times new roman;"> Seperti malam minggu lainnya, Sanctuary – sebuah club exclusive di daerah Jakarta Utara – sudah dibanjiri tamu. Yang datang bukan orang sembarangan melainkan sekelas konglomerat yang biasa muncul di media massa dan televisi. Mereka pun tidak datang sendirian melainkan disertai beberapa pengawal pribadi. Beberapa di antara mereka membawa cewek sendiri yang penampilannya tak kalah cantik dan keren dari bintang sinetron papan atas.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Tamu penting sudah datang.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Bisikan serak di telingaku membuatku terlonjak kaget. Sialan! Kenapa sih Pak Dibyo senang sekali mengagetkanku. Padahal aku juga sudah melihat seorang pria berwajah angkuh yang baru saja memasuki ruang VIP. Budi Lukman namanya. Konglomerat berusia empat puluh satu tahun yang memiliki bisnis segudang, mulai dari pabrik kondom sampai tambang batu bara. BL – begitu ia biasa disebut – dikenal sebagai konglomerat berdarah dingin. Ia melibas pesaing tanpa ampun dan menghajar semua pihak yang dianggap menghalangi geraknya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Delapan pengawal berambut cepak dan bertubuh kekar selalu mengelilingi BL. Selain itu ada pula seorang lelaki ngintil persis di belakangnya, namanya Bandi Lukman. Wajah keduanya seperti pinang dibelah dua karena keduanya memang kembar, tapi aura yang memancar dari keduanya bertolak belakang. Bila BL tampak dingin dan berkarisma maka Bandi terlihat klemer dan tolol. Cengiran konyol tak lepas dari bibirnya membuatnya terlihat seperti orang terbelakang.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kasihan ayam-ayam itu,” desah Pak Dibyo sambil menggeleng prihatin saat melihat Bandi menggandeng dua cewek cantik berkulit kuning pucat dengan rambut lurus berwarna karamel. “Mereka nggak akan bisa pulang ke Cungkuo dengan utuh kalau sudah dipegang orang sadomasokis macam Bandi itu.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Hah? Orang klemer itu sadomasokis? Aku tak sempat melongo lama-lama karena kulihat empat ayam koleksi premium Sanctuary segera mengerumuni BL. Aksi keempat bidadari itu sedikit terhalang oleh ketatnya pagar betis yang memagari BL, tapi tak lama kemudian tangan BL menunjuk salah satu diantaranya dengan gaya angkuh. Tanpa sadar aku mengernyitkan kening saat memikirkan bagaimana cara aku bisa mendekati bajingan sombong itu. Waktu yang kumiliki tidak banyak. Selama hampir sebulan di sini baru kali ini kulihat BL sedangkan aku tidak tahan berada dalam tempat keparat ini lebih lama lagi.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tubuhku berjengit saat tangan Pak Dibyo menggerayangi punggungku. Kontan aku beringsut menjauh, tapi jari-jari gemuknya yang dililit cincin bermata berlian dan batu giok mencekal lenganku dengan kuat hingga aku meringis menahan sakit.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Apa aku menggajimu hanya untuk menonton?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Desisannya terasa panas di telingaku disusul jilatan menjijikkan di daun telingaku. Aku bergidik sekaligus menggeleng seraya berusaha melepaskan diri, tapi pemilik Sanctuary ini malah menarikku dengan kasar hingga hidung kami hampir beradu.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau sudah sembuh dari mencret dan harusnya hari ini kau sudah nggak mens lagi. Sudah seminggu lebih kan? Aku nggak puas cuma dioral. Aku mau ngerasain mem*kmu malam ini juga.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Saat itu juga aku ingin muntah, persisnya memuntahi muka si babi mesum ini. Aku benci sekali bila harus diingatkan pada kewajiban mengoral penis bos Sanctuary ini tiap malam. Dia memang selalu mencobai mem*k semua karyawannya dan selama ini aku menghindar dengan berbagai alasan. Cukup sudah penis buntek itu menjadi kont*l pertama yang memasuki mulutku, tapi tidak untuk liang vaginaku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Untung saja saat itu salah seorang bodyguard BL melambaikan tangan memanggil waitress untuk memesan minuman dan kebetulan aku yang berdiri paling dekat dengan meja mereka. Tanpa banyak kata Pak Dibyo melepaskan lenganku, tapi tangannya masih sempat meremas pantatku dengan gemas. Darahku mendidih. Aku langsung nekat menjalankan rencanaku meski nyawaku menjadi taruhannya. Lebih baik mati daripada harus ditiduri babi mesum brengsek itu. Aku tahu, seharusnya aku berpikir panjang supaya tidak menyesal nantinya. Aku masih muda, baru 24 th. Masih banyak hal yang bisa kunikmati dalam hidup daripada mati konyol, tapi aku sudah mantap berjibaku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Hatiku bersorak gembira begitu mendengar BL memesan Flaming Ferraris. Sudah kuduga BL pasti akan memesan minuman favoritnya. Minuman beralkohol pekat yang disajikan dalam sloki itu harus dibakar sebelum diminum untuk mengurangi kadar alkohol agar tidak membakar tenggorokan yang meminumnya. Tapi kali ini minuman itu akan membakar sang pemesan. Aku ingin bajingan angkuh itu merasakan bagaimana rasanya mati terbakar seperti yang dia lakukan pada papaku empat bulan yang lalu.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Papaku bersaing ketat dengan BL dalam memperebutkan konsesi batu bara di Kalimantan. Setelah menerima berbagai intimidasi dan tidak juga mau mundur, papaku tewas mengenaskan. Helicopter yang ditumpanginya mendadak meledak sesaat sesudah lepas landas. Seharusnya aku juga ikut mati, tapi di saat terakhir aku membatalkan keberangkatanku karena tak ingin duduk bersama dengan ayam piaraan papa yang selalu mengataiku karung beras. Papaku memang bukan orang suci. Dia buaya tulen sampai mamaku mati karena sakit hati saat aku masih kecil. Tapi papa tak pernah menikah lagi dan berusaha mengasuh anak tunggalnya sebaik mungkin sembari mencicipi berbagai jenis ayam.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Semua orang mengira aku sudah mati. Mereka pikir ayam hangus dalam bangkai helicopter itu mayatku. Aku terpaksa bersembunyi sambil menyusun rencana membalas dendam. Kemarahanku makin menggunung melihat harta warisan papa yang seharusnya menjadi milikku dicaplok BL tanpa ada perlawanan sama sekali dari keluarga besarku yang pengecut.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Namun membalas dendam pada bajingan yang dibeking aparat, memiliki pengacara segudang dan dikawal sepasukan bodyguard tidaklah mudah. Setelah mengikuti gerak-gerik BL selama sebulan penuh, aku tahu penjagaan terlemah adalah saat dia berada di Sanctuary. Maka aku pun nekat menyamar sebagai waitress di sini.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mulai sekarang sampai jahanam sialan itu mati tidak ada Pamela Rachel Tanuseja lagi. Yang ada Lara Tan,” tekatku dalam hati sebelum menginjakkan kaki memasuki gedung mewah yang pintu utamanya diapit dua patung unicorn.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Dan sekarang aku sudah menembus barisan kawalan BL yang sudah tidak serapat tadi. Calon korbanku tidak mengenaliku lagi. Aku memang sudah banyak berubah. Tubuhku yang mirip buntelan lemak itu sudah menciut hingga separuhnya. Dendam sudah menggerus rasa laparku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku pura-pura tersandung dan menumpahkan isi sloki ke pangkuan BL. Aku memang mengincar penisnya karena sebagai seorang playboy, penis terbakar rasanya pasti lebih menyakitkan daripada muka terbakar. Tangan kanan siap melemparkan geretan yang menyala, tapi… Astaga! Ternyata ada ayam di kolong meja yang sedang mengoral BJ dengan hotnya. Isi sloki mengguyur kepala ayam itu dengan sukses.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku tertegun. Berkali-kali aku berlatih membakar guling dan boneka, semuanya tak pernah gagal, tapi sekarang… Brengsek! Mengapa hal sebodoh ini bisa terjadi? Aku masih terdiam sementara ayam kuyup itu memaki-maki. Seorang pengawal dengan cekatan mencekal lenganku dan menggiringku menjauhi meja BL. Kulihat Pak Dibyo memelototiku. Celaka, malam ini penis buntek itu…</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Her, apa aku sudah menyuruhmu membawa dia pergi?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku kembali digiring ke hadapan BL. Dengan menyipitkan matanya, BL men-scan diriku dari ujung rambut ke ujung kaki.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Anak baru ya?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ya.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Namamu?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Lara.”</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img143.imagevenue.com/img.php?image=94548_1_122_1165lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img143.imagevenue.com/loc1165/th_94548_1_122_1165lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kenapa kau nggak minta maaf?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Maaf, aku nggak sengaja. Akan kuganti minuman Tuan dengan yang baru.”</span><br /> <br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Semua jawabanku tak bernada ramah bahkan boleh dibilang ketus. Aku masih merasa kesal pada diriku sendiri dan pada situasi kacau ini sehingga tidak bisa menutupi kejengkelanku. Pak Dibyo mendadak muncul merunduk-runduk meminta maaf pada BL sambil kembali mencengkeram lenganku dengan kasar untuk memaksaku meminta maaf dengan lebih sopan.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aku sudah nggak mau minum lagi,” tukas BL usai aku meminta maaf lagi dengan nada terpaksa. “Kau di sini saja, gantikan dia.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kurang ajar! Dia pikir aku sama seperti ayam-ayam itu? Aku pura-pura tidak mendengar dan beranjak pergi, tapi Pak Dibyo dan seorang bodyguard memaksaku berlutut di hadapan BL. Semua ayam menyingkir sambil memelototiku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Tunggu apa lagi? Bukannya kau sudah biasa ngemut kont*l?” desak Pak Dibyo.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img128.imagevenue.com/img.php?image=94317_blow_122_1075lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img128.imagevenue.com/loc1075/th_94317_blow_122_1075lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku merasa terhina. Ingin kubakar kont*l panjang di hadapanku, tapi geretan di tanganku sudah direbut Pak Dibyo. BL duduk bersandar dengan santai sementara kont*lnya yang sudah berdiri tegang menungguku dengan angkuh. Aku terkejut melihat kont*lnya lumayan besar dan panjang, soalnya tubuh BL sedang-sedang saja malah boleh dibilang kurus. Aku diam saja sambil memandang ke arah lain, tapi salah satu bodyguard memegangi kepalaku erat-erat sambil menuntun bibirku ke arah kont*l majikannya. Aku terus menutup mulutku meski Pak Dibyo menjambak rambutku yang dikuncir ekor kuda, menampar pipiku dan memukul punggung dan lenganku dengan keras.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Terus! Hajar teruss! Lagi! Lagi!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Bandi tampak gembira melihatku dihajar. Sampai-sampai ia juga ikut menjambaki dan memukuli kedua ayam yang sedang bergantian mengoralnya. BL sendiri tidak ikut memukulku. Dia hanya menontonku dengan penuh minat.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Sudah, Dib. Kalau dia nggak mau nggak usah dipaksa,” tukas BL melihat babi mesum tua itu mencoba membuka mulutku dengan paksa. “Kan masih ada mulut lainnya.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Hajaran Pak Dibyo membuat mataku sedikit berkunang-kunang sehingga reaksiku lamban saat melihat BL memakaikan kondom pada kont*lnya. Kondomnya aneh, berbintil-bintil kecil di sekujur batang sehingga mirip kaktus.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Mendadak BL menarikku bangun. Aku yang masih terhuyung, menjerit kaget saat BL mendorongku ke atas meja. Botol dan gelas minum di atas meja disapu BL hingga jatuh ke lantai, pecah berantakan. Tak sempat kubayangkan seperti apa wajah Pak Dibyo karena aku sudah panik memikirkan diriku sendiri. Aku tergeletak di atas meja dengan seragam berantakan. Rok mini hitamku tersingkap dan kancing-kancing blus putih lengan panjangku sebagian sudah terbuka. Tangan BL bekerja cepat sekali dan sekarang sudah mencengkeram ujung celana dalamku dan menariknya ke bawah. Gila! Dia ingin memperkosaku di depan umum!</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Jangaan! Aku nggak mau! Tolong! Toloong!” teriakku panik sambil meronta.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tapi tidak ada yang mau atau berani menolongku. Aku mulai memaki, semua perbendaharaan kata kasarku meluncur keluar. Pak Dibyo membentak marah, tapi saat tangan gemuknya menyelonong ingin menampar pipiku, sebuah tangan kekar mencengkeram tangannya hingga kudengar babi tua itu merintih sakit. Rupanya pengawal BL tahu kalau bosnya tidak ingin bantuan dari orang lain lagi. Dia ingin membereskanku sendirian.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kuayunkan kakiku kuat-kuat saat BL mengangkangkan kakiku lebar-lebar. Aku bertekat akan menendang kont*l yang berdiri itu dengan keras hingga memar. Kuayunkan jari-jariku yang berkuku tajam. Tapi BL yang tubuhnya tidak kekar itu ternyata sangat kuat. Dengan satu tangan dia menahan kedua pergelangan tanganku di atas kepalaku. Dan dengan pecahan botol, disobeknya celana dalamku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Tidak! Tidaaak! Tida…aaaargh! Aaaaah!”</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img190.imagevenue.com/img.php?image=96478_ml_122_256lo.JPG" target="_blank"><img src="http://img190.imagevenue.com/loc256/th_96478_ml_122_256lo.JPG" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku melolong kesakitan saat kont*l itu menembus paksa liang vaginaku yang masih perawan. Aku terus meronta, tapi hal itu malah membuat BL makin bernafsu. Sebelah tangannya meremasi payudaraku dan bibirnya melumat bibirku. Kugigit bibirnya keras-keras hingga berdarah. Tapi ia malah tertawa dan menggenjotku makin keras. Dirobeknya blus putih dan memelorotkan BHku. Dilumatnya payudaraku dengan lahap dan digigitnya pentilku dengan keras. Aku menggeleng-geleng, mencoba menghilangkan rasa sakit seraya berharap semua ini hanya mimpi buruk.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Namun sia-sia. Rasa sakit itu tak kunjung hilang, malah makin menjadi. Tubuhku berayun keras seiring genjotan BL yang makin cepat hingga bergeser ke ujung meja. Kepalaku sudah tergantung di tepi meja dan rambutku menyapu lantai. Teriakanku melemah dan pandanganku mengabur. Sempat kulihat wajah Pak Dibyo yang tampak gemas, dia pasti menyesal tidak mencicipi tubuhku lebih dulu. Aku juga melihat pandangan sirik para ayam yang tersingkir. Tatapan dingin para pengawal membuatku menggigil, kejadian ini pasti sudah sering mereka lihat. Yang paling ribut malah Bandi yang terus berteriak sambil menjambaki dan menampari kedua ayamnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tiba-tiba BL berhenti, mencabut kont*lnya dan menyorongkannya ke wajahku. Aku berpaling karena tak ingin mengemut kont*lnya, tapi teriakan tertahan para penonton membuatku penasaran dan kembali menatap kont*l jahanam yang masih terbungkus kondom kaktus itu. Ada darahku di sana.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ternyata dia masih mens,” ucap Pak Dibyo gegetun.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Para ayam melenguh jijik. Bandi tertawa gembira, tapi BL malah mendengus sinis.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ajaib. Perawan kok bekerja di tempat seperti ini,” ujarnya mengejek.</span><br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img231.imagevenue.com/img.php?image=94316_3_122_30lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img231.imagevenue.com/loc30/th_94316_3_122_30lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Pe..perawan? Dia masih perawan?” Pak Dibyo terbata dengan nada menyesal.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Tadinya,” sahut BL sambil mengocok kont*lnya yang belum ejakulasi.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku sedang berusaha bangun saat BL menyemprotkan spermanya ke dadaku sehingga menyiprat ke leher dan wajahku. Semua orang menahan napas melihatku menampar dan meludahi wajah BL sebelum turun dari meja dengan tergesa sambil merapatkan blusku yang sobek. Seharusnya aku tidak melakukan hal yang membuatnya marah, tapi kepalaku sudah dikuasai kemarahan dan kebencian. Yang kupikirkan hanyalah pergi dari neraka ini sesegera mungkin. Tapi aku tidak bisa keluar dengan penampilan sekacau ini jadi aku menuju ruang ganti karyawan untuk berganti pakaian. Tak kupedulikan tatapan para tamu dan karyawan lain pada tubuhku yang setengah telanjang.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tubuhku gemetar, tapi aku tidak menangis. Aku sudah siap dengan segala resiko dari rencana balas dendamku, tapi aku tidak pernah membayangkan akan menerima pelecehan dan penghinaan seperti tadi. Amarahku makin menggelegak dan ingin rasanya mencabik-cabik tubuh BL seperti ia mencabik celana dalamku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Pintu terbuka dan Pak Dibyo masuk sebelum aku sempat berganti pakaian. Dia menatapku dengan pandangan aneh.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau boleh pergi.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Jadi aku dipecat setelah diperkosa di depan umum?” balasku dengan suara bergetar menahan marah.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Babi tua itu seperti ingin mendekatiku, tapi tidak berani.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aku nggak tahu, kau ini beruntung atau sial. Bereskan bajumu. Kamu nggak mau membiarkan dia menunggumu lama-lama kan?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Dia? Dia siapa?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “BL. Dia sudah membelimu. Lima juta.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Astaga! Keperawanan dan harga diriku cuma dihargai lima juta? Aku ternganga sebelum menyemburkan amarahku</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Enak saja! Memangnya sejak kapan kau memilikiku? Dengar ya aku bukan ayam yang bisa diperjualbelikan!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Semua itu salahmu sendiri. Kalau kau nggak membohongiku…”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Memangnya kau berani membelaku di depan bajingan sialan itu?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Serentetan cacian yang kutujukan pada BL tak juga berhenti meski si angkuh muncul dari balik pintu dengan wajah dingin. Pak Dibyo langsung menyingkir keluar, meninggalkan kami berdua.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Sepertinya kamu harus diajari sopan-santun,” tukas BL sambil mendekatiku dengan gaya mengancam. “Seumur hidupku belum pernah ada yang meludahiku apalagi di depan umum.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Seharusnya sudah sejak dulu kau diludahi!” tukasku marah sambil menghujamkan jepit rambut ke matanya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Seperti tadi, tangan BL bergerak cepat. Dengan sekali gerakan dia sudah berhasil menepis tanganku hingga jepit rambut terjatuh. Gerakan selanjutnya adalah memitingku. Tapi aku tidak tinggal diam. Aku terus melawan. BRAK! Punggungku menghantam lemari loker setelah didorong dengan keras. Untung tidak ada pegangan loker atau kunci yang menancap di lubang kunci loker, kalau tidak punggungku pasti sudah bolong.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku terjepit sementara BL merobek blusku dan menurunkannya sehingga kedua lenganku tertahan oleh lengan panjang blusku sendiri. Aku nyaris tak bisa bernapas karena BL melumat bibirku dengan penuh nafsu. Lalau dia menyumbat mulutku dengan sesuatu yang kenyal dan berbau karet. Astaga! Rupanya kondom kaktus bekas tadi! Aku berusaha memuntahkan kondom bekas yang masih berlumur cairan vagina dan darahku itu tapi tak bisa.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL mengangkat kaki kananku dan menghujamkan kont*lnya ke dalam mem*kku. Sekarang kont*lnya terbungkus kondom yang berornamen aneh. Ada cincin berbulu yang melingkar di tengah-tengah batangnya. Tangan satunya menarik pundakku turun sehingga hujaman kont*lnya terasa menumbuk mulut rahimku. Kedua alisku mengernyit menahan sakit.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Hhhgh hhhgh hhhgh.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Napas BL menderu di telingaku. Dia menjilati leherku dan membuat belasan cupang di sana, juga di dadaku. Kugertakkan gigiku untuk meredakan rasa perih dan linu di selangkanganku. Rasanya vaginaku berdarah lagi. Cincin berbulu di kondom itu membuat liang vaginaku terasa pedas dan perih. Tiba-tiba dia berhenti untuk melepas sumpal di mulutku. Dan hentakan pantatnya semakin keras.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Minta maaf… Ayo, minta maaf…,” perintahnya setengah menggeram.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku mendelik dan meludahinya mukanya lagi. Bukannya marah, BL malah tertawa dan melepaskanku hingga aku jatuh berlutut di hadapannya. Lalu sebelum aku sadar, BL menjepit hidungku dengan jepit rambut hingga mulutku terbuka untuk menghirup oksigen. Dan hap! Kont*l panjang itu masuk menusuk tenggorokanku dengan telak. Entah kapan dia melepas kondom dari kont*lnya. Tanpa ampun dia memegangi kepalaku kuat-kuat dan terus menyodok kont*lnya dalam-dalam. Aku hampir tak bisa bernapas dan mencoba meronta, tapi tenagaku habis. Hek! Ujung kont*lnya melesak masuk ke ujung tenggorokanku dan CROT! CROT CROT! Aku tersedak cairan gurih kental, tapi BL tak juga melepaskan kepalaku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Baru dua menit kemudian dia mencabut kont*lnya dan melepaskan jepit rambut dari batang hidungku. Dia tampak puas melihatku ambruk tak berdaya di lantai dengan mulut berlumuran spermanya. Dijambaknya rambutku yang sudah awut-awutan dan bertanya lagi,</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kalau kau minta maaf, hukumanmu akan kuperingan.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Go to hell,” bisikku geram sambil berusaha meludahinya lagi.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL menggeleng-geleng dan mendorong kepalaku menjauh.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kayaknya aku harus mengajarimu dengan lebih keras lagi. Aheng!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Pintu terbuka dan seorang bodyguard bertubuh paling besar masuk. Wajahnya yang dipenuhi bopeng bekas cacar tampak kekanak-kanakan dan tak kalah tololnya dari Bandi. Aku menjerit kaget saat Aheng mengangkat tubuhku yang setengah telanjang dan memanggulnya di pundak seperti aku ini sekarung beras saja.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Turunkan aku! Lepaskan aku! Bajingan!” seruku sambil menendang-nendang punggung Aheng dan memukuli perutnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Namun Aheng bergeming dan tetap berjalan santai sampai keluar Sanctuary. Astaga! Aku pasti menjadi tontonan banyak orang. Aduh, apa yang akan dilakukan BL padaku? Menggilirku bersama para bodyguard-nya di halaman parkir?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aaah! Jangan! Tolong! Jangan tinggalkan aku di sini!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku berteriak ketakutan saat Aheng menjatuhkan tubuhku ke dalam bagasi mobil dan menutupnya. Aku takut pada kegelapan total. Membuatku tak bisa membedakan apakah mataku sudah terbuka atau masih tertutup. Tapi mereka tak peduli pada teriakan dan gedoranku. Tubuhku terguncang-guncang saat mobil melaju kencang.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Rasanya berjam-jam aku terkocok dalam kegelapan dan kepengapan sebelum mobil berhenti dan pintu bagasi terbuka. Aku masih sibuk mengerjap-ngerjapkan mataku yang berusaha beradaptasi pada sinar lampu benderang sembari menyedot oksigen bebas sebanyak mungkin saat tubuhku ditarik keluar dari bagasi. Aheng kembali memanggulku di pundaknya. Aku tidak tahu hendak dibawa ke mana karena pandanganku terbatas hanya pada sepatu hitam Aheng yang mengkilat. Aku merasa mual setelah menerima hajaran Pak Dibyo, terbentur pintu loker dan terayun-ayun begini. Tapi makian tak berhenti kulontarkan.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku baru diam setelah Aheng menurunkanku di sebuah ruangan yang ternyata kamar mandi. Kamar mandi yang tidak terlalu luas, tapi bersih.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Eh! Kau mau apa?!” jeritku kaget saat Aheng merobek sisa pakaianku begitu saja seperti mengupas pisang sehingga aku bugil total.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Bukannya menjawab, gorila berwajah bopeng ini malah membopongku dan menceburkanku ke dalam bathtub yang berisi air mandi hangat.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bos bilang kau harus mandi.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku tertegun melihatnya pergi meninggalkanku sendirian tanpa memanfaatkan kesempatan untuk mencolek tubuhku. Mungkin dia tidak berani atau aku bukan tipe gadis yang disukainya. Oh my God! Kenapa aku gila begini? Sudah bagus telapak tangannya yang segede piring itu tidak meremas payudaraku sampai penyok kok aku malah merasa terhina. Ya sudah. Sekarang mandi saja. Toh tidak ada ruginya. Lagipula aku memang ingin sekali membersihkan diriku dari sisa-sisa air liur, keringat dan air mani BL juga darahku sendiri. Tulang selangkanganku sedikit linu dan mem*kku memar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Anehnya aku tidak juga menangis meski merasa terguncang. Tak pernah terbayangkan oleku kalau keperawananku hilang dengan cara tragis seperti itu. Seharusnya aku membunuhnya, tapi dia malah memperkosaku. Sampai dua kali lagi. Aku benci setengah mati padanya juga pada kebodohanku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Saat aku sedang mengeringkan tubuh, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka dan orang yang paling kubenci sedunia masuk. BL hanya mengenakan kimono. Darahku kembali mendidih melihat senyum mengejek di wajahnya.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img218.imagevenue.com/img.php?image=96498_wc2_122_132lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img218.imagevenue.com/loc132/th_96498_wc2_122_132lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img139.imagevenue.com/img.php?image=96497_wc_122_801lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img139.imagevenue.com/loc801/th_96497_wc_122_801lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bajingan! *******!” makiku sambil menimpukinya dengan semua barang disekelilingku. Dari botol sampo, sabun mandi sampai lilin aromaterapi.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Seperti tadi BL hanya tertawa sambil menepis barang-barang itu dengan santai. Dia terus maju sambil membuka kimono, memperlihatkan tubuh telanjangnya yang kurus liat sementara aku mulai panik karena kehabisan amunisi. Aku terpojok sambil memegangi sikat toilet dengan posisi mengancam.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau mau apa? Menyikatku sampai bersih?” ejeknya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku hanya bisa gelagapan saat dia menyemprotkan air panas dari gagang shower ke mukaku. Sialan! Aku salah pilih senjata! Dengan mudah dia melumpuhkanku. Aku setengah terjerembab di lantai, terpeleset oleh air sabun, tapi dia malah menindihku dari belakang.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “F*cking shit! Lepaskan aku!” seruku sambil meronta dan berusaha mencakar wajahnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Yeah. Let’s f*cking,” sahutnya sambil memiting kedua tanganku di punggungku dan menggencet kepalaku ke lantai.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Lalu BL meregangkan kakiku dan menunggingkan pantatku. Kulihat dia merogoh sesuatu dari saku kimononya. Kondom lagi, kali ini bentuknya beruas-ruas pendek. Aku berusaha melepaskan diri saat dia memasangkan kondom pada kont*lnya, tapi lagi-lagi aku tak mampu melawannya. Genggaman tangannya sangat kuat.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aaaaargh! Auch! Pelan-pelan! Sakit! Aaaaooh!” lolongku kesakitan saat kont*lnya menembus mem*kku dengan sekali sodokan mantap.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tapi BL mana mau mendengar jeritanku. Semakin aku menjerit, semakin bernafsu dia. Pipiku sampai sakit tergesek ubin kamar mandi yang dingin. Dengkulku juga. Tapi yang paling sakit liang vaginaku. Rasanya seperti diparut dari dalam. Aku curiga desain kondomnya yang aneh-aneh itu memang dibuat untuk menyiksa mem*k. Apa mem*kku akan berdarah lagi?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Take that, bitch!” seru BL tiap kali menyodok dalam-dalam.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Mendadak ia mencabut kont*lnya dan …</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aaaough! Aaaah! Jangan! Stop! Jangan di situ! Aaaaaah!”</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img143.imagevenue.com/img.php?image=96482_pantat_122_628lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img143.imagevenue.com/loc628/th_96482_pantat_122_628lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku mengejang dan lolonganku makin menjadi saat kont*l beruas itu memaksa masuk lubang anusku. Aku meronta sekuat tenagaku, tapi tak bisa juga melepaskan diri meski BL melepas pitingannya. Tangannya mencengkeram pantatku kuat-kuat bahkan jari-jarinya meregangkan lubang anusku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Hhhgh… lubangmu sempit sekali. Enak,” desah BL penuh nikmat.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku tak mampu memaki lagi. Yang keluar dari mulutku hanyalah teriakan kesakitan. Air mataku sampai menetes membasahi ubin dan gigiku gemeletuk menahan sakit. Gila! Rasanya anusku robek. Perih sekali. Lebih perih daripada saat mem*kku dijebol pertama kalinya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kedua tanganku mencoba meraih barang apa saja untuk dikeprukkan ke kepala pemerkosaku, tapi BL malah mendekapku erat dari belakang sambil meremas kedua payudaraku. Kurasakan tubuhnya menggeletar dan dia menggeram panjang. Akhirnya dia orgasme juga.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img13.imagevenue.com/img.php?image=94822_Jeffrey_marinella14_122_806lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img13.imagevenue.com/loc806/th_94822_Jeffrey_marinella14_122_806lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Dia tetap menindih tubuhku sambil mengatur napasnya sementara aku merintih kesakitan. Dicabutnya kont*lnya dan dituangnya isi kondomnya ke kepalaku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Sudah lama aku nggak puas begini. Mandi lagi yang bersih ya,” ujarnya sambil menepuk pantatku yang pasti memerah.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kampret. Dasar binatang,” desisku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Seketika BL membalikkan tubuhku dan menatap mataku dalam-dalam.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau sama sekali nggak takut padaku?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kuludahi wajahnya lagi, tapi kali ini dia tidak tertawa.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “You’re one of a kind. I’m glad I bought you,” ujarnya usai mencuci wajahnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Brengsek! Kau pikir dengan duit lima juta kau bisa memilikiku begitu saja?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL nyengir sambil mencubit pipiku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Dibyo menjualmu terlalu murah, tapi aku malah untung. Kau nggak cantik, tapi servismu luar biasa. Besok kita main lagi. OK?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Lalu dia meninggalkanku terkapar di lantai kamar mandi. Sekujur tubuhku memar dan sakitnya jangan ditanya lagi. Dengan susah payah aku bangun dan merangkak setengah mengesot sebelum bisa mencemplungkan diri kembali ke dalam bathtub</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;">Aku tak pernah membayangkan akan menjadi budak seks orang yang ingin kubunuh. Sudah seminggu lebih aku disekap dalam sebuah kamar tanpa diberi pakaian layak. Pakaianku sehari-hari hanyalah kaus singlet berukuran besar yang bila kupakai mirip daster. Tanpa BH dan tanpa celana dalam.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kamarku cukup luas. Isinya sebuah ranjang besar dan sebuah lemari dua pintu yang hanya berisi kaus singlet, kimono mini, selimut, seprai, handuk mandi dan tampon. Aku belum pernah mens sejak berada di sini, tapi tak terbayangkan olehku bagaimana rasanya memakai tampon apalagi tanpa celana dalam.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Ada pintu kecil yang menghubungkan kamar tidur dengan kamar mandi di sebelahnya. Kamar mandi itu adalah tempat BL memerkosaku saat aku tiba di tempat ini. Aku sendiri tidak tahu pasti apakah tempat ini adalah bagian dari rumahnya atau apartemen karena tak ada jendela dalam kamarku. Hanya ada ventilasi kecil dalam kamar mandi dan letaknya di dinding atas, dekat langit-langit.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img188.imagevenue.com/img.php?image=00287_nude_122_225lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img188.imagevenue.com/loc225/th_00287_nude_122_225lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img214.imagevenue.com/img.php?image=00292_ranjang_122_364lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img214.imagevenue.com/loc364/th_00292_ranjang_122_364lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku seperti binatang piaraan, diberi makan dan minum secara teratur dalam porsi cukup (biasanya Aheng yang mengantar ransum makanku) agar bisa melayani nafsu seks BL yang overdosis. Tiap hari dia mengunjungiku kapan saja dia mau. Kadang sekali, kadang bisa sampai tiga kali. Kadang di kamar mandi saat aku mandi pagi, kadang tengah malam saat dia pulang dalam keadaan mabuk dan kadang pagi-pagi buta di saat aku belum benar-benar sadar seperti yang terjadi sekarang.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku terbangun karena mendadak ada yang menekan dan menerobos mem*kku dengan paksa. Aku berteriak kaget tapi teriakanku tertahan karena dia memagut bibirku dengan lapar. Ditindih dan dipeluknya tubuhku dengan erat hingga aku tak bisa bernapas lega.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img225.imagevenue.com/img.php?image=00661_ml2_122_478lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img225.imagevenue.com/loc478/th_00661_ml2_122_478lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Hek… hek… hek…”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Hanya desah tertahan yang keluar dari mulutku seiring genjotannya yang makin cepat. Aku menggeliat mencoba melepaskan diri. Kedua tanganku mendorong tubuhnya menjauh, mencakar wajahnya, tapi kukuku sudah dipotong rapi entah kapan – mungkin saat aku tertidur. Kujambak rambutnya, kutonjok wajahnya, tapi dia bergeming dan malah menggerayangi serta meremas tubuhku yang telanjang dengan gemas sembari menjilati wajah dan menggigiti daun telingaku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Duk! Duk! Saking serunya menggenjot, tubuhku bergeser sampai-sampai kepalaku menumbuk headboard ranjang, tapi dia tak menghentikan genjotannya. Percuma aku meneriakkan kata ‘Stop! Sudah! Aduh!” karena hal itu akan membuatnya makin bernafsu menggeluti tubuhku. Jadi terpaksa aku menelengkan kepalaku hingga leherku sakit.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Selangkanganku perih karena aku tidak pernah menerima rangsangan yang membuat cairan vaginaku keluar. Dia juga tak pernah melumasi kondomnya. Aku belum pernah merasakan nikmatnya orgasme. Yang kurasakan hanyalah sakit yang makin membuat dendamku membara sekaligus membuatku frustasi. Bagaimana caranya aku bisa membunuh jahanam ini?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku sudah pernah menyerangnya dengan garpu, mencoba mengepruk kepalanya dengan gelas melamin dan menusuk penisnya dengan tusuk gigi, tapi semuanya gagal. Reaksinya yang cekatan membuat berbagai seranganku tumpul dan berbalik menjadi senjata makan tuan. Dia membalas semua seranganku dengan menyetubuhiku dengan paksa. Bila aku meludahinya, dia membalasnya dengan menyemburkan air maninya ke wajahku. Tapi tak sekalipun dia memukul atau menamparku. Dia hanya suka memiting, menggencet atau menjambak rambutku, itu pun dilakukannya dengan setengah tenaganya. Dia senang mempermainkanku. Bila aku marah dan berontak, nafsu seksnya akan berlipat ganda.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Yang paling kubenci adalah kondom yang dipakainya. Ada yang bersungut, ada yang berbentuk ulir dan ada yang bervibrasi sehingga membuatku terlonjak-lonjak liar sambil meringis menahan geli tiap kali ujung kont*lnya yang bergetar kuat menekan mulut rahimku. Yang sekarang dipakainya berbentuk mirip jamur, ujungnya membulat besar seperti hidung palsu badut yang merah sehingga membuat liang vaginaku mengembang. Tapi saat dia menarik kont*lnya, daging liang vaginaku seperti ikut tertarik keluar. Sakit sekali. Untuk mengurangi rasa sakit tanganku mencengkeram seprai hingga robek. Lalu aku mencari-cari benda lain untuk kucengkeram. Yang kudapat lengan dan punggungnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Hhhg! Ssshh! Hhhgh!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL mengerang dan mendesis saat kukuku yang pendek menembus kulit lengan dan punggungnya. Aku keliru. Perbuatanku memicu nafsunya makin menggila. Digenjotnya kont*lnya lebih kuat dengan kecepatan penuh. Mem*kku seperti ingin sobek rasanya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aaargh! Aaaaah! Sakit! Sudah! Sudah!” teriakku sambil memukuli badannya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL berhenti dan mencabut kont*lnya di saat aku tak tahan lagi dengan siksaannya, tapi dia melakukan hal itu hanya untuk merubah posisi dari missionary position ke deep penetration. Kedua kakiku disampirkan ke pundaknya sementara kon*lnya bersiap menyodok anusku. Agak susah menembus anusku karena ujung kepala jamur itu terlalu besar. Di samping itu aku terus meronta dengan panik dan menendang-nendang.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img24.imagevenue.com/img.php?image=00656_anal_122_1007lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img24.imagevenue.com/loc1007/th_00656_anal_122_1007lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Ajaib. Kali ini perlawananku berhasil. Dia terpelanting jatuh ke lantai, tak sadarkan diri. Rupanya tendanganku mengenai mukanya dengan telak. Aku buru-buru menymbat mulutnya dan mengikatnya pada kaki ranjang dengan robekan kaus singletku. Ironis karena dia yang merobek kaus singlet itu. Kemudian aku memakai kaus dan celana pendeknya yang agak kebesaran.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kubuka pintu kamar dengan pelan. Di luar gelap, tapi bunyi dengkuran keras nyaris membuatku memiawik kaget. Aku menutup mulutku saat menyadari ada kursi di samping pintuku. Di sana duduk Aheng. Kepalanya terdongak, mulut lebarnya ternganga dan kakinya menyelonjor.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Sejenak aku terdiam, mencoba berpikir dengan jantung berdebar keras dan kepala berdenyut kencang. Aku tidak tahu tempat seperti apa ini dan di mana letaknya. Aku tidak punya uang dan tak tahu harus ke mana. Ke tempat kosku dulu? Atau kembali ke Sanctuary? Bayangan wajah babi tua mesum itu membuatku ingin muntah. Berarti aku terpaksa meminta bantuan keluarga besarku yang pengecut itu.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Setelah memantapkan diri aku menyelinap keluar dan berjalan berjingkat-jingkat. Baru lima langkah, aku baru sadar kalau aku belum menuntaskan misiku. Aku belum membunuh BL. Di saat aku ragu, terdengar bunyi gaduh dari dalam kamar disusul teriakan BL. Celaka, BL sudah sadarkan diri!</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku langsung berlari mencari-cari jalan keluar dalam kegelapan. Ada begitu banyak pintu, aku membuka salah satu di antaranya dan segera menguncinya. Dari luar terdengar langkah-langkah kaki. Mereka mengejarku! Aku harus lari ke mana?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Mendadak aku merinding. Ada yang bernapas di belakangku. Dengusan napasnya yang dingin berhembus ke kudukku, menembus rambutku yang tergerai. Tubuhku gemetar. Astaga, apa ada setan di sini?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Apa kau setan?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, tapi malah aku yang ditanya. Nada suaranya kekanak-kanakan, penuh rasa ingin tahu. Aku menoleh perlahan dan rasanya jantungku berhenti berdetak. Persis di hadapanku berdiri Bandi. Cengiran lebar mendominasi wajahnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mukamu pucat, tapi kau bukan setan,” ujarnya sambil tertawa mengikik.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tawanya yang tak wajar membuatku takut. Aku beringsut mundur, tapi punggungku membentur pintu.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Tadi aku mimpi apa ya sampai didatangi tamu penting sepagi ini. Apa BL lupa kalau hari ini bukan hari ulang-tahunku? Kau tahu, selama ini dia pelit sekali. Dia nggak pernah mau meminjamkan mainannya padaku apalagi memberikannya dengan gratis. Padahal aku mau berbagi dengannya, tapi dia selalu bilang aku ini perusak. Apa kau pernah melihat museum Lego-nya? Dia mengoleksi mainan Lego dari umur empat tahun. Semuanya masih dibungkus rapi, seperti toko saja. Bodoh sekali dia. Ngapain mainan cuma dipandangi saja. Nggak seru kan? Eh, kenapa kau diam saja?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku diam karena tidak tahu harus menyahut apa dan memilih berpikir bagaimana cara meloloskan diri dari si klemer psycho ini. Bandi mulai membelai rambut dan wajahku. Belaiannya halus, seakan aku ini porselen yang mudah pecah. Begitu beda dengan sentuhan BL yang seakan ingin meremukkan tubuhku. Tapi sentuhan Bandi membuatku merinding dan menggigil.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mungkin dia sudah bosan padamu. Aku sih nggak keberatan dikasih barang bekas. Toh kau masih lumayan bagus.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Maaf, sudah mengganggu tidurmu. Tadi aku salah masuk kamar,” ujarku sesopan mungkin sambil membuka pintu.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Nggak. Kau nggak salah kok,” bantah Bandi sambil menggenggam tanganku dengan mesra.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku mencoba menarik tanganku, tapi tak bisa. Dia malah merangkul sambil mengelus-elus punggungku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aku memang sedang butuh orang baru karena dia payah sekali,” keluhnya sambil melambaikan tangannya dengan santai.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku melirik ke arah tangannya melambai. Aku terkesiap. Dalam keremangan aku bisa melihat seorang gadis yang kedua tangan dan kakinya terikat pada keempat ujung ranjang. Tubuhnya yang telanjang penuh bercak mengkilat. Dari selangkangannya mencuat dua dildo. Satu dari lubang vagina dan yang satunya dari lubang anus. Kedua dildo itu masih menyala hingga mengeluarkan suara mendesum. Sedangkan gadis malang itu sepertinya tak sadarkan diri atau jangan-jangan sudah mati.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “BL pasti sudah mencariku,” ujarku gemetar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku mulai berpikir untuk berteriak minta tolong, tapi aku takut Bandi mendadak berbuat nekat. Bandi tertawa.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Dia bisa mencari mainan baru. Orang macam dia bisa pesan apa saja lewat telepon. Dia bisa pesan lima cewek yang lebih cantik darimu dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Jadi kau nggak usah mikirin dia lagi. Sekarang kau milikku.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Tapi aku harus kemba…”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kata-kataku terhenti karena Bandi tiba-tiba mencekikku. Mataku terbelalak dan aku meronta sekuat tenaga. Kutendang selangkangannya, tapi dia berkelit. Kucakar wajahnya, tapi dia mengelak. Dia terus menatapku sambil tersenyum manis dan sedetik sebelum aku tak sadarkan diri, dia mencium bibirku dengan lembut.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku tak tahu berapa lama aku pingsan. Tapi begitu sadar, mimpi buruk sudah menyongsongku. Aku berada dalam ruangan aneh, bukan kamar Bandi. Ruangan ini lebih mirip laboratorium daripada kamar tidur. Ada banyak rak berisi benda-benda aneh. Aku berusaha bangun, tapi tak bisa. Tubuhku terikat pada ranjang. Kedua tanganku terikat jadi satu di atas kepalaku sedang kakiku terikat pada alat aneh. Aku tahu, ranjang ini adalah ranjang khusus untuk melahirkan di mana ada alat untuk menyangga betis pasien di ujung kiri-kanan ranjang bagian kaki. Secara otomatis selangkanganku terbuka dan ya aku kembali telanjang bulat.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img180.imagevenue.com/img.php?image=00275_siksa2_122_482lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img180.imagevenue.com/loc482/th_00275_siksa2_122_482lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img226.imagevenue.com/img.php?image=00275_siksa1_122_468lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img226.imagevenue.com/loc468/th_00275_siksa1_122_468lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku berteriak minta tolong, tapi lidahku terganjal dan mulutku tersumbat. Bukan kain, bukan kondom atau plakban. Kurasakan dengan lidah, sepertinya mirip bola golf, tapi berlubang-lubang sehingga udara bisa keluar-masuk dengan leluasa.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ah, akhirnya sadar juga,” sapa Bandi dengan ramah.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tangannya membelai wajahku dengan lembut lalu turun ke payudaraku, perutku yang rata dan terakhir selangkanganku. Tubuhku tersentak-sentak, tiap kali dia menyentuh benjolan kecil di dekat lubang kencingku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Enak kan? Buktinya kau makin basah,” bisiknya sambil terus membuat lingkaran-lingkaran kecil di sana.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku belum pernah bermasturbasi jadi tidak tahu kalau klitorisku bisa dirangsang seperti ini. Lenguhan kenikmatan mulai keluar dari mulutku yang tersumbat. Vaginaku mulai terasa basah. Tanpa sadar aku memejamkan mataku untuk menikmati rangsangan ini. Rasanya aku sedang terbang ke langit ketujuh.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mmmh! Mmmph!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku membuka mata dan berteriak kaget saat kurasakan benda keras dan dingin memaksa masuk mem*kku yang basah. Bandi tersenyum ramah dan mengeluarkan alat itu dari mem*kku dan menunjukkannya. Mirip gunting, tapi melengkung dan bercorong.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau belum pernah melihat alat ini?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku menggeleng ketakutan. Sepertinya alat itu mengerikan.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kalau begitu kau pasti belum pernah pap smear. Alat ini untuk membantu dokter membuka liang vagina sehingga bisa mengambil cairan dengan gampang.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku makin ciut melihatnya memeragakan gunting aneh itu hingga membuka lebar. Astaga! Apa yang akan dilakukannya pada vaginaku? Aku berontak, mencoba beringsut saat Bandi kembali mencokokkan alat mengerikan itu ke lubang mem*kku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mmmh! Mmmph! Mmmmmhhh!”</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img219.imagevenue.com/img.php?image=01780_dildo_122_18lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img219.imagevenue.com/loc18/th_01780_dildo_122_18lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku berteriak sejadi-jadinya saat alat itu menyodok masuk hingga ke ujung dan membenggangkan lubang vaginaku lebar-lebar. Sakit dan linu sekali. Bandi menyeringai dan memasukkan empat jarinya sekaligus untuk mengobok-ngobok vaginaku hingga basah kuyup.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Sepertinya deodoran ini muat kalau dimasukkan ke dalam situ.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku menggeleng dan berteriak-teriak. Tapi percuma. Daguku malah berlumuran liurku sendiri yang mengalir keluar lewat lubang sumbatanku. Dan Bandi seperti anak kecil yang kegirangan menemukan mainan baru. Setelah puas dengan memasukkan dan mengeluarkan deodoran, dia beralih pada barang-barang yang lebih besar. Botol minyak angin, thermometer digital lalu berganti botol aftershave dan yang terakhir senter yang berisi dua batere AA.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Separuh batang senter plastik hijau masih menancap di vaginaku saat dia mengeluarkan speculum lain. Rasanya aku ingin mati saja daripada anusku ikut dibenggangkan. Sekujur tubuhku bermandikan keringat dingin. Benar-benar mengerikan. Aku tahu aku sudah berjumpa dengan setan yang sesungguhnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BRAK! Mendadak pintu ruangan terbuka dan Aheng menerobos masuk ke dalam. Belum pernah aku merasa begitu gembira melihat Aheng. Apalagi gorila itu langsung melucuti benda-benda penyiksa yang tertancap di tubuhku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Eh, kau mau apa? Siapa yang mengijinkanmu mask kemari?” sembur Bandi murka sambil menyerang Aheng.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Dengan sekali tepak, Bandi tersungkur di lantai. Diambilnya pisau dan dihunjamkannya ke punggung Aheng.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Awas!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku ingin berteriak memperingatkan Aheng, tapi mulutku tersumbat.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bandi!!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Bandi langsung mematung mendengar bentakan BL. Aku juga. Sedangkan Aheng terus berkutat membuka ikatan tanganku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Apa-apaan kau ini. Kau kan tahu kalau dia milikku!” sergah BL.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aku tidak pernah mengundangnya kemari. Dia sendiri yang datang,” bantah Bandi. “Lagipula kau juga sudah bosan dengannya.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Apa aku pernah merebut ayammu yang kabur ke tempatku?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kedua saudara itu bertengkar memperebutkanku. Tidak sampai baku hantam, tapi ribut sekali. Namun aku sama sekali tidak bangga diperebutkan dua orang sakit jiwa. Adu mulut akhirnya selesai dan dimenangkan BL. Bandi tampak kesal, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memalingkan wajah dengan jijik saat melihatnya menjilati speculum yang berlumuran cairan vaginaku dengan haus.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Saking lemasnya aku tak bisa berjalan sehingga Aheng harus membopongku. Sedangkan BL berjalan di depan kami. Tiba-tiba aku menangis. Awalnya terisak lalu tersedu. Ini tangisku yang pertama sejak tiba di Sanctuary hingga sekarang. Kejadian horor tadi membuatku begitu terpukul. Aku mulai menyesali kenekatanku membalas dendam yang membuat hidupku hancur berantakan. Kata seandainya terus terulang di kepalaku, tapi percuma, aku tidak bisa memutar balik waktu dan merubah keadaan.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aheng menurunkanku di ranjang, tapi aku terus memeluk lehernya erat-erat. Bagiku dia adalah pahlawanku. Kalau tidak ada dia, mungkin anusku sudah sobek dan aku mati kehabisan darah. Bodohnya aku, berusaha menutupi kenyataan kalau BL-lah yang berjasa menyelamatkan nyawaku. Kalau tidak disuruh BL, mana mau Aheng bertindak. Tapi aku tak sudi berterimakasih pada BL. Gara-gara dia, aku jadi sial begini.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aheng dengan perlahan namun pasti melepaskan pelukanku dan menyelimutiku. Setelahnya dia pergi meninggalkanku berdua dengan majikannya. BL langsung menyingkap selimut dan kembali menindihku. Dia memakai kondom kepala jamur baru. Rupanya dia belum puas menggagahiku dengan kondom itu. Kali ini aku tak memberikan perlawanan apa-apa. Aku masih terlalu sibuk sesenggukan, tapi aku terkesiap saat BL meraba mem*kku.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img214.imagevenue.com/img.php?image=00292_ranjang_122_364lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img214.imagevenue.com/loc364/th_00292_ranjang_122_364lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Becek banget. Jadi kau terangsang juga rupanya.”</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img40.imagevenue.com/img.php?image=00658_basah_122_964lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img40.imagevenue.com/loc964/th_00658_basah_122_964lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Hatiku terluka mendengar hinaannya. Tapi makian tak mampu kuteriakkan lagi karena mulutku malah meneriakkan lenguhan penuh nikmat saat kepala jamur menggesek liang vaginaku yang basah. Belum pernah aku merasa senikmat ini digauli BL. Aku tetap pasrah saat BL mengangkat kedua kakiku dan menyampirkannya pada pundaknya. Untung saja dia tidak jadi menyodomiku. Hentakan demi hentakan membuat tubuhku menggeletar. Ditambah lagi remasan pada pantatku dan lumatan pada payudaraku.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img135.imagevenue.com/img.php?image=00664_ml4_122_904lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img135.imagevenue.com/loc904/th_00664_ml4_122_904lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Desahan dan lenguhan kami saling bersahut. BL menekan pantatnya kuat-kuat dan pada saat yang sama aku merasa melayang. Jauh lebih tinggi dari saat Bandi mengelusku tadi. Oh no! Ingatan pada Bandi membuat gairahku yang memuncak terjun bebas, tapi genjotan BL membuatku menggelinjang dan sesuatu seakan ingin membobol keluar dari dalam diriku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ooooh! Ooooh! Oooaaah! Aaaah! Aaaaaaaaah!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku berteriak panjang sambil terus menggelinjang sampai-sampai tidak menyadari BL melepaskanku. Aku baru tersadar setelah tersedak spermanya yang dipompakan ke dalam mulutku. Aku terkulai lemas tak berdaya sementara dia terus mengocok kont*lnya yang sepertinya tak henti-henti memuncratkan cairan.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aneh, mengapa kami berdua begitu terangsang setelah campur tangan Bandi tadi? Bagaimana bisa aku mengalami orgasme setelah nyaris mati konyol? Apa aku juga mulai ketularan sakit jiwa?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL berpakaian sambil memandangiku dengan dingin.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau milikku,” begitu yang dikatakannya sebelum keluar dari kamar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;">Meski papaku buaya darat paten alias kucing garong tulen, sejak kecil dia mencekokiku dengan segala aturan dan norma kesusilaan. Aku selalu dijaga dengan ketat dan dilarang bergaul dengan sembarang laki-laki. Bahkan aku tidak boleh pacaran sebelum umur dua puluh. Dan ternyata hingga sekarang aku malah belum pernah punya pacar. Mungkin karena dulu tubuhku yang mirip karung beras dan wajahku yang biasa-biasa saja maka tidak ada yang tertarik padaku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Memang ironis bila mengingat bagaimana papa mengkhotbahiku agar menjaga keperawanan baik-baik selama aku bersekolah dan kuliah di Ohio. Papa adalah lelaki yang brengsek, tapi dia papa yang baik. Dia tak ingin putri satu-satunya akan bernasib sama dengan gadis-gadis yang sudah diperdayanya. Aku tak tahu apa karma itu benar-benar ada. Yang jelas aku penasaran, apa yang dipikirkan papa bila dia dapat melihat kondisiku kini.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Nasibku lebih parah dari ayam-ayam yang biasa dilahap papa. Gadis-gadis yang pernah dicicipi papa tak pernah merasakan penyiksaan yang aku alami karena sadomasokis bukanlah aliran seks yang dianut papaku. Mereka lebih beruntung karena menerima bayaran yang tidak sedikit bahkan kalau Papa sedang murah hati, bonus berupa anting atau gelang berlian bisa didapat. Sedangkan aku, sudah tubuhku babak belur, uang sepeser pun tak punya. Pakaian yang menempel di tubuhku saja hanya singlet kedodoran. Ditambah lagi aku seperti tidak punya tujuan hidup dan masa depan lagi.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Rencana balas dendamku terancam gagal total. Niatku untuk menyudahi nyawa BL mulai tergerus oleh hasrat seksku yang sedang tumbuh. Aku begitu terbuai dengan orgasme pertamaku sehingga yang ada dalam pikiranku hanyalah bagaimana bisa menikmatinya lagi dan lagi dan lagi. Aku bahkan sudah tak ingin melarikan diri lagi. Trauma yang seharusnya singgah setelah disiksa Bandi pun tidak kurasakan. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Sialnya, BL malah tak kunjung mengunjungiku. Sudah hampir dua minggu aku tidak melihat batang hidungnya yang mencuat angkuh itu. Aku tahu, konglomerat sekaliber dia memiliki jadwal superpadat. Semasa masih hidup, dalam seminggu papaku hanya berada di rumah dua-tiga hari saja. Makanya aku heran melihat BL sempat meluangkan waktu untuk menyiksaku. Kurasa orang sakit jiwa itu sedang sibuk mencaplok perusahaan milik orang lain atau menyiksa mangsa baru. Lalu bagaimana dengan nasibku? </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ngh…. Ooooh…. Aaaaah…”</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img11.imagevenue.com/img.php?image=02036_dildo_3_122_1014lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img11.imagevenue.com/loc1014/th_02036_dildo_3_122_1014lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku mengerang seiring gelinjang tubuhku lalu terkulai lemas dengan kaki mengkangkang lebar. Tubuhku bermandi keringat, selangkanganku basah kuyup dan dadaku naik-turun. Kupejamkan mata sembari mengatur napasku yang memburu.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Bila sebelumnya aku menghabiskan waktu dengan melamun atau tidur-tiduran, kini kegiatan utamaku adalah bermasturbasi. Di ranjang maupun di kamar mandi. Dalam posisi berbaring, duduk hingga menungging. Tiap kali usai orgasme, aku merasa lega dan lelah sekaligus mengantuk. Aku pun tertidur pulas. Tapi begitu bangun, hal pertama yang kurasakan adalah ingin menikmati orgasme. Akibatnya klitorisku merah membengkak karena terus digosok. Perutku sampai kram dan kakiku pegal-pegal karena terus-terusan mengejang.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Hmm? Ada apa sih?” gumamku kesal.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Guncangan keras di pundak, membangunkanku. Aku menggeliat sembari membuka mata dengan enggan. Ada seseorang berdiri di samping ranjang, berujar datar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bangun dulu, Non. Sudah waktunya makan siang.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku menggeleng. Tiba-tiba aku tersadar. Itu bukan suara Mbok Ti, pembantu yang biasa membangunkanku. Suara Mbok Ti medok, tidak serak begini. Tunggu dulu, aku kan sudah tidak punya rumah lagi. Aku kan tinggal di kamar kos sempit. Tapi itu juga bukan suara Gina, teman sekamarku. Suara Gina mendesah manja, tidak serak menggeram begini. Ini suara laki-laki. Badannya saja besar. Ya ampun, itu kan Aheng. Kok tumben-tumbennya dia membangunkanku?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Jangan ganggu aku. Aku masih ngantuk,” ujarku serak sambil memunggunginya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Sekarang sudah jam sembilan. Non harus sarapan. Lagipula seprainya harus diganti,” balasnya sambil menepuk punggungku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Eh, kulit telapak tangannya yang kasar kok terasa? Apa punggungku telanjang? Aku menjerit kaget setelah menyadari tubuhku tidak ditutupi selembar benang pun. Aku lupa kalau tadi aku melepas seragamku dulu sebelum bermasturbasi. Aku ingin merangsang diriku sendiri semaksimal mungkin tanpa diganggu sehelai kaus singlet.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Pergi! Pergi kau! Jangan sentuh aku!” usirku panik sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhku, tapi Aheng malah membuang selimutku dan mencengkeram lenganku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku yang ketakutan langsung berontak. Kupukuli dan kutendangi gorila bermuka bopeng itu. Namun dengan sekali sentak, Aheng menyeretku turun dari ranjang. Astaga! Apa dia lebih suka main di lantai? Aku langsung ciut membayangkan sakitnya ditindih dan digenjot orang sebesar Aheng. Ukuran kont*l BL yg kurus saja sebesar itu apalagi gorila ini? Belum lagi kalau dia main kasar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Di luar dugaanku, Aheng melepaskanku dan menyibukkan diri melepas seprai. Ngapain sih, kayak pembantu saja. Ya ampun! Aku ternganga melihat bercak merah besar di tengah seprai putih. Seperti bendera Jepang saja. Aku menunduk dan melihat di lantai juga ada tetesan darah. Sumbernya dari selangkanganku! Aku mens!!</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku langsung kabur terbirit-birit ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sialan! Aku lupa mengambil tampon dari lemari! Aduh, bagaimana ini? Mendadak pintu kamar mandi terbuka dan Aheng masuk menyodorkan sekotak tampon padaku. Aku hanya bisa duduk terlongong di atas kloset melihatnya mengeluyur keluar begitu saja.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku lebih melongo lagi setelah melihat ukuran tampon di tanganku. Tamponnya besar sekali, seukuran kont*l BL! Akhirnya aku memutuskan untuk tetap duduk di tempat daripada memerkosa diriku sendiri dengan tampon yang mungkin khusus untuk para ibu yang sudah melahirkan lebih dari lima kali. Lagipula aku belum pernah memakai tampon karena dilarang keras oleh papa. Papa tidak mau aku diperawani oleh tampon. Dan sepertinya cara memakainya tidak mudah. Jadi aku duduk sambil memandangi darah menetes deras ke lubang kloset.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Setengah jam berlalu, pantatku sudah mati rasa dan perutku bernyanyi sumbang. Aku mulai berpikir untuk menyerah pada tampon raksasa agar bisa kembali ke kamar tidur untuk menyantap makan siang saat Aheng kembali masuk. Dia tertegun sejenak melihatku masih memegangi tampon lalu tertawa geli.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Nggak bisa atau nggak berani pakai?” tanyanya kurang ajar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Kutimpuk kepalanya yang gundul dengan tampon sialan itu eh benda itu malah ditangkapnya. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau mau apa?” tanyaku sambil menutupi dadaku ketika dia mendekatiku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tanpa ba-bi-bu dia jongkok di hadapanku lalu membenggangkan kakiku lebar-lebar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Eh, gila! Kau mau apa?” seruku marah sambil berusaha menendangnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Dengan santai ditangkapnya kakiku yang sedang melayang dan disampirkannya di pundaknya. Tangannya yang satu menahan pahaku yang lain. Aku terus memaki sambil menggeliat untuk melepaskan diri sampai pantatku bergeser maju ke mukanya. Aku sudah tidak punya malu lagi. Rasa takutku pun hilang. Aku berharap dia jijik melihat mem*kku yang berdarah, tapi harapanku sia-sia. Aheng seperti tuli. Dia merobek bungkus tampon dengan giginya lalu mengeluarkan tampon beserta longsongannya. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Awas kalau kau berani!! Akan kubunuh kau!! Pergi! Jangan sentuh aku!” ancamku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Ancamanku lama-lama berubah menjadi jeritan ketakutan.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Tidaaak!! Jangaaaan!! Aaaaah!! Uggghhhh!!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku berteriak kesakitan saat Aheng menyodok longsongan tampon ke mem*kku. Kupukuli lengan dan pundaknya dengan keras. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Hhhgggh!!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku mengejan saat tampon gede itu didorong masuk dengan paksa. Tanpa ragu dan belas kasihan, Aheng terus menekan tampon itu sambil memutarnya agar bisa masuk lebih dalam. Air mataku mengembeng seiring rasa linu dan perih yang timbul. Duk. Ujung tampon menyodok bibir rahimku dengan mantap. Aku hanya bisa meringis kesakitan saat Aheng menarik keluar longsongan tampon. Akhirnya Aheng memerkosaku juga walau dengan tampon. Lalu seperti biasa, dia meninggalkanku tanpa berkata apa-apa. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku termangu memandangi selangkanganku. Ada tali tampon menjuntai keluar di sana. Mem*kku terasa sesak dan mengembang. Aku mencoba berdiri dan berjalan. Tampon itu membuatku tidak bisa berjalan dengan kaki rapat. Tapi lama-lama terasa nyaman juga karena daya resapnya luar biasa apalagi bila mem*kku berkontraksi, rasanya seperti sedang disetubuhi tanpa henti. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Sore harinya Aheng kembali masuk kamar. Dia tidak juga mau pergi saat kuusir dengan sambitan bantal, guling dan selimut. Dia malah menyeretku ke dalam kamar mandi. Perlawanan yang kulakukan dengan cara menggigit tangannya dan menendang tulang keringnya sia-sia. Gorila ini seperti terbuat dari batu. Nyaliku mulai ciut dan bentakanku melemah. Jangan-jangan kali ini dia benar-benar ingin mencicipi tubuhku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ayo, cepat mandi. Sebentar lagi bos pulang,” ujar Aheng seakan aku ini anak kecil saja.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mana bisa aku mandi kalau kau ada di sini. Memangnya aku tontonan?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bos biasa begitu.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Ah, pantas saja. Kalau memerkosa di depan umum saja tidak malu apalagi mandi ditonton bodyguard-nya. Kurasa BL itu benar-benar gila. Mungkin dia sejenis penganut sadomasokis eksibisionis.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Apa bosmu yang menyuruhmu menungguiku mandi?” tanyaku jengkel.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bos bilang, aku harus memasangkan tampon lagi.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kalau aku nggak mau?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau harus mau,” ujar Aheng sambil menyalakan shower. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aaaargh! Pelan-pelan dong!” seruku sewot saat dia mencabut tamponku dengan kasar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aheng tak menyahut dan malah mulai memandikanku. Boleh dibilang dia ikut mandi karena aku tidak bisa diam. Aku terus memaki sambil meronta, tapi juga tertawa karena sentuhan tangannya saat menggosok ketiakku membuatku kegelian. Tapi tubuhku langsung mematung saat jari-jarinya menyentuh klitorisku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Sudah. Jangan,” cegahku sambil menepis tangannya. “Jang…an. Oooh…”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tanpa sadar aku mengerang. Aku menikmati gosokan jari dan telapak tangannya. Aku mendesah kecewa saat tangan Aheng hanya lewat sekejap dan terus turun ke kakiku. Aku menggigit bibir agar jangan sampai meminta gorila itu kembali menyentuh daerah terlarangku. Aku bahkan tidak peduli lagi kalau aku sedang mens. Toh, Aheng sendiri tidak merasa jijik. Aku tak bisa lagi menahan hasratku saat Aheng membilas tubuhku. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mmm… Ada yang belum bersih,” gumamku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mana?” tanya Aheng heran.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku menunduk malu.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Di situ,” ujarku pelan sambil menunjuk ke bawah pusarku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aheng menyemprotkan shower ke pangkal pahaku yang dibasahi aliran darah segar.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bukan, masih ada sisa sabun di atasnya,” ujarku nekat.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Dia cuma bercanda, Heng. Sudah bersih kok.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Oh my God!!! Mukaku terasa panas hingga ke kuping. Aku mendongak dan melihat BL berdiri bersandar di pintu kamar mandi yang terbuka. Dia masih memakai kemeja kerja yang kedua lengannya digulung. Kedua tangannya bersedekap dan senyum mengejek meronai wajahnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Pasangkan tamponnya,” perintah BL sambil melepas dasi.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kenapa harus tam… Aduh!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aheng meregangkan kakiku hingga aku terhuyung. Tak dipedulikannya darah yang menetes ke lantai dan dengan sekali sodok dia memasukkan tampon raksasa itu.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aaaaooh! Sakit! Gila!” teriakku. Kujitak kepala Aheng dengan kesal, untung dia tidak melawan. “Apa kau nggak bisa pelan-pelan?” </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Jangan pura-pura nggak suka,” tukas BL datar sembari membuka kancing kemejanya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau sengaja memberiku tampon ukuran gajah untuk menyiksaku kan?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Tapi kau merasa terangsang kan? Perempuan memang selalu begitu. Bilang nggak, tapi maksudnya iya. Bilang sakit, tapi sebenarnya enak. Apa tadi kau mau menggoda Aheng? Pengen mencoba kont*lnya?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku mendelik dengan wajah merah. Belum sempat aku membela diri, dia sudah bicara pada ajudannya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Heng, buka celanamu.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku berjaga-jaga saat Aheng yang berdiri di depanku membuka celananya. Aku terkesiap melihat kont*l gorila itu yang … nyaris tidak ada. Hanya ada gundukan daging lembek sepanjang dua sentimeter. Astaga, apa yang sudah dilakukan BL padanya?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ke… kenapa begini?” </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aheng diam saja dengan wajah membeku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku berpaling pada BL dan berseru geram, “Kau bukan manusia! Dasar binatang ke…” </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Jangan bilang begitu pada bos!” bantah Aheng dengan suara menggelegar sehingga aku melompat mundur terkaget-kaget.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Sudah. Sekarang kau berdiri di sana,” perintah BL berikutnya pada Aheng.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Mulut Aheng terkatup dan dengan patuh dia berdiri di dekat bathtub tanpa menaikkan celananya. Aku menatapnya dengan iba, tapi sama sekali tak tampak ekspresi malu atau menderita di wajahnya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Dia paling benci dikasihani,” tukas BL sembari mendekatiku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku berlari keluar, tapi dengan gesit gorila itu menghalangi langkahku. BL memelukku dari belakang. Aku meronta, mencoba melepaskan diri, tapi libatan lengannya makin erat. Lidahnya menyapu kuduk dan telingaku. Giginya meninggalkan bekas di leher dan pundakku yang masih basah. Jari-jarinya meremas payudaraku dan memilin putingku dengan keras. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ugh… Hhhh…,” desisku sembari meringis menahan sakit.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Gilanya aku mulai terangsang. Tanpa menerima perintah, otot-otot liang vaginaku sudah meremas tampon besar di dalam dengan getol. Aku kembali terhuyung mengikuti tubuh BL yang terus mundur dan jatuh terduduk di atas pangkuannya. Ternyata dia duduk di atas kloset. Aku masih terus berusaha kabur meski jari-jarinya sudah mengusap bagian dalam pahaku. Kucoba mengatupkan pahaku, tapi ditahannya dengan kuat. Perlawananku melemah saat klitorisku disentuhnya. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau menikmatinya kan? Buktinya kau makin basah. Begini nih cara masturbasi yang benar. Ayo, lihat. Nggak usah malu-malu. Mumpung ada yang mau ngajarin.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL melepaskan payudaraku dan menundukkan kepalaku sehingga aku terpaksa melihat apa yang sedang dilakukannya. Dia sedang membuat putaran-putaran kecil di klentitku, kadang sesekali mencongkel benjolan kecil yang mulai mengeras itu. Tubuhku menggeletar menahan gelinjang dan bibirku kugigit keras untuk menahan ledakan erangan erotis yang ingin keluar. Napasku mulai memburu lagi setelah kuku jari BL menelusuri lekukan klent*tku sambil sedikit menekannya. Aku baru bisa bernapas lega setelah dia menarik jarinya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ini darah bukan, Heng?” tanya BL sembari melambaikan jari tengah kanannya yang mengkilap.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bukan bos, bening.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL tertawa mengejek.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Di dalam pasti super becek sampai luber keluar tampon. Horny berat begini kok masih jual mahal. Kau masih harus belajar banyak. Teknik masturbasimu masih payah.” </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Melihatku tercenung, BL tertawa lagi.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau pikir aku nggak tahu kalau kau suka sekali masturbasi. Delapan kali sehari rekormu. Seperti olah raga saja ya mandi keringat.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ka… kau… mengintipku?” tanyaku terbata.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Ada tiga kamera di sini dan empat di sana,” ujar BL seraya mengedikkan kepalanya ke arah kamar tidur.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Rasanya aku ingin menghilang selamanya dari dunia saat ini juga. Ditertawakan BL memang memalukan dan menjengkelkan, tapi bila Aheng juga ikut menertawakanku mau dikemanakan harga diriku? Oh, papa, kenapa nasibku menyedihkan begini?</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Orgasme itu enak kan?”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku menggeleng pelan. Tentu saja enak, tapi aku malu mengakuinya.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Dasar cewek. Munafik. Ayo, turun.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku yang tidak mau bergerak didorongnya dengan kasar hingga nyaris nyungsep ke lantai. Untung saja Aheng berbaik hati menahan pundakku. Namun gorila itu lalu memaksaku berlutut menghadap majikannya yang tengik. Kont*l BL yang setengah tegang mengacung di depan hidungku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Jangan berlagak jijik. Apa kau lupa, ini yang membuatmu ketagihan masturbasi?” </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku ragu. Aku benci kont*l ini, tapi juga rindu padanya. BL yang tak sabar melihatku diam saja, menyuruh Aheng untuk membantuku. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Oooh… Hhhh…”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku mendesah nikmat saat tangan Aheng menyelonong di sela-sela kakiku dari belakang untuk menggosok klentitku. Tangan satunya mengarahkan kepalaku hingga mulutku yang terbuka mencaplok kont*l BL.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mmmm…”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Bagus. Jilati bagian kepalanya. Auch! Jangan pakai gigi dong! Heng!”</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img169.imagevenue.com/img.php?image=02042_sepong_122_1028lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img169.imagevenue.com/loc1028/th_02042_sepong_122_1028lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Mmmph!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tubuhku terlonjak maju karena Aheng mendadak memencet klentitku kuat-kuat seperti sedang memites kutu saja. Aku megap-megap nyaris tersedak karena kont*l BL melesak masuk menonjok anak tekakku dengan telak.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL terus memberi instruksi bagaimana cara mengoral dengan baik dan benar. Tak hanya batang penisnya, kedua buah pelirnya juga harus kujilati. Dia mendesah nikmat saat aku mengemut kepala kont*lnya dengan getol. Bila gigiku tak sengaja menyentuh kont*l atau pelirnya, BL langsung berteriak ‘Heng!’ dan Aheng pun menjepit kacangku dengan keras hingga aku mengernyit kesakitan. Setelah kont*lnya mengeras, Bl memakai kondom. Kali ini polos dan tipis sekali. Aku disuruhnya duduk di atas pangkuannya lagi seperti tadi. </span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img242.imagevenue.com/img.php?image=02130_sepong2_122_102lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img242.imagevenue.com/loc102/th_02130_sepong2_122_102lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aaaaghh!!.... Oooaaaah!!”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aku menjerit kaget bercampur sakit saat kont*l keras itu mencoblos anusku. Lubang duburku belum terbiasa juga disodomi meski sudah berulangkali mengalaminya. Namun rasa sakitku perlahan berubah menjadi nikmat karena BL kembali mengelus-elus klentitku lagi.</span><br /> <br /> <a style="font-family: times new roman;" href="http://img245.imagevenue.com/img.php?image=02130_anal_122_451lo.jpg" target="_blank"><img src="http://img245.imagevenue.com/loc451/th_02130_anal_122_451lo.jpg" alt="" onload="NcodeImageResizer.createOn(this);" border="0" /></a><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau kepingin mencoba kont*l Aheng kan? Ayo, Heng.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aku ngga…. agh….Agh… mau…” </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Emut kont*lnya. Ayo, Heng.”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aheng meraih kepalaku ke arah kont*lnya dengan mantap hingga hidungku menumbuk hutan jembutnya. Bibirku terasa geli saat menyentuh gumpalan daging lembek yang berbau pesing. Aku nyaris tak bisa bernapas setelah tubuhku terdorong ke depan. Perlahan tapi pasti aku mulai menjilat dan mengulum penis buntung itu sembari menggelinjang.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> BL terus merangsangku dengan ganas. Jari-jari kanannya mencubit, menggaruk dan mencongkel klentitku sedang tangan kirinya memerah payudaraku kiriku. Lidahnya menjilati pungungku sembari sesekali menggigitinya. Sementara itu pantatnya terus menghentak ke atas sehingga kont*lnya bagai pasak yang memaku pantatku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Aheng sepertinya lupa kalau penisnya sudah tidak utuh. Dengan penuh semangat, dijambaknya rambutku dan dinaik-turunkannya kepalaku. BL mulai membuat cupang di leher dengan getol hingga aku tersedak. Tapi mereka tak juga berhenti sampai tubuhku tergencet. Erangan kami bertiga bersahutan dan menggema di kamar mandi. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Mendadak BL menarik tubuhku dan menurunkanku hingga berlutut di lantai. Dia melakukannya tanpa mencabut kont*lnya. Aku sudah lupa berontak. Aku menurut saat dia menyuruhku bergeser. Aku mendesah nikmat begitu kedua tangan BL kembali merambah payudara dan klentitku. Mataku merem-melek menikmati semua ini meski perlakuan mereka makin kasar. Sodokan kont*l BL makin dalam dan payudaraku sakit. Hidungku terasa makin pesek karena ditekan kuat-kuat oleh Aheng ke bagian bawah perutnya. Air liur berceceran menetes dari mulutku. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Mendadak Aheng menggeram keras dan kurasakan ada cairan asin mengalir dari lubang kecil di tengah penis buntung itu. Aku sendiri mengerang tanpa henti sambil mengempot tampon raksasa dalam tubuhku sekeras mungkin. Melihat Aheng melepaskan kepalaku, BL menjambak rambutku, menarikku bangun. Kedua tanganku yang mendadak tak punya pegangan mencari-cari pegangan baru. Kujambak rambut BL dari depan. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Aaargh…” </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Dengkulku sudah pedas apalagi anusku, tapi sungguh mati, rasanya nikmat sekali. Kami saling jambak sambil mengerang makin keras.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Eerggh… Ngggh… Oooh… Aaaaaaahhh…”</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Tubuhku bergetar keras dan kurasakan tampon raksasa itu mendadak basah kuyup. Aku terkulai lemas setelah orgasme pertamaku dari sodomi, tapi BL masih terus mengayun tubuhnya. Kemudian dia menarik kont*lnya dan membaringkanku di lantai. Aku terhenyak saat dia mendadak menduduki perutku. Setelah melepas kondom, kont*lnya di jepit diantara kedua payudaraku. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Kau belum pernah titf*ck kan? Sekarang pegang yang kuat,” perintahnya sambil menaruh kedua tanganku di pinggir sepasang gunung kembarku.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Sepasang buah dadaku memang besar, mungkin karena dulunya aku gemuk. Kont*l BL seperti sosis besar yang terjepit dua buah roti burger. Aku merasa geli saat jembut BL menggosok dadaku. Tapi melihatnya merem-melek penuh kenikmatan, aku jadi terangsang lagi. Aku ikut-ikutan mendesah dan mengerang.</span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> CROT! CROT! </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> Air mani BL menyembur ke leher dan wajahku. BL tampak puas dan menertawaiku yang terengah-engah. Aku capek sekali sampai tidak punya tenaga lagi untuk memaki atau meludahi BL yang meratakan spermanya ke seluruh wajahku. </span><br /> <br /><span style="font-family: times new roman;"> “Apa kau mau dimandikan Aheng lagi?”</span><br /> <br /></div><table style="width: 680px; height: 7747px; font-family: times new roman; text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" id="post1635592978" class="tborder" border="0" cellpadding="6" cellspacing="0"><tbody><tr valign="top"><td class="alt1" id="td_post_1635592978" style="border-right: 1px solid rgb(255, 255, 255);"><div id="post_message_1635592978"><span style="color:#444444;">BL terus melatih mulut dan anusku selama aku mens. Tampon besar yang mengganjal dalam mem*kku membuatku merasa seperti sedang disandwich bila kont*l BL mengebor anusku. Dia menyodomiku dengan berbagai gaya, berdiri, duduk, nungging, tengkurap sampai berbaring miring. Meski tak pernah memakai pelumas, lama-lama aku terbiasa juga dan selalu menimati orgasme. Tapi tetap saja aku lebih suka disetubuhi lewat jalan yang benar. Jadi aku sangat senang saat menstruasiku usai dan kont*l BL kembali menyambangi liang vaginaku.<br /><br />Tapi hal ini bukan berarti aku rela digaulinya begitu saja. Aku selalu melawan dengan keras bila dia mendekat. Aku benci sekali melihat gayanya yang mengancam dan sok kuasa seakan aku ini barang miliknya yang bisa dipermainkan begitu saja. Aku tahu, seharusnya aku memakai cara lain selain kekerasan karena perlawananku hanya akan membuat birahi BL semakin melonjak tinggi. Dengan penuh semangat dia memiting dan meringkusku sebelum menyetubuhiku dengan kasar. Bisa dibilang perkelahian kami adalah foreplay.<br /><br />Tak cukup dengan mengajariku lewat praktek, BL juga menjejalkan teori bercinta (ralat: yang kami lakukan sama sekali tidak pantas disebut bercinta karena tak ada setitik pun molekul cinta di sana) lewat majalah, buku dan film. Kamarku yang tadinya kosong, hanya berisi ranjang besar dan lemari mendadak menjadi penuh setelah dua rak buku memenuhi dua sisi tembok hingga ke langit-langit. Ditambah lagi sebuah televisi plasma berukuran 42 inci. Rak itu dipenuhi berbagai buku teori dari kamasutra hingga novel-novel seks dan majalah pornografi dari dalam dan luar negeri. Tapi yang lebih gila, tv besar itu terus menyiarkan film-film porno tanpa henti. Bahkan saat jam tidur pun televisi itu terus menyala hanya suaranya yang mendadak di-mute. Aku tak bisa menyalakan dan mematikan tv itu sesuka hatiku karena dikontrol dari luar.<br /><br />Aku seperti sedang dicuci otak. Yang ada di kepalaku hanya seks melulu. Sepraiku lembab karena selangkanganku terus-terusan becek. Aku tak peduli lagi dengan kamera-kamera pengintai yang ada. Aku ikut menggelinjang dan mengerang seperti bintang porno yang kutonton. BL sendiri juga senang menggumuliku di depan tv. Dia sering memaksaku menceritakan apa yang sedang ditayangkan di layar datar itu dengan detail. Suaraku yang terputus-putus karena ngos-ngosan membuatnya makin gila menggenjotku. Saat orgasme, kami adu teriak dengan bintang porno yang sedang kami tonton.<br /><br />Akhirnya aku capek. Mataku pedas karena terus menonton dan membaca. Tenggorokanku kering karena terus mengerang dan berteriak. Badanku pegal-pegal karena terus menggelinjang dan mengejang. Aku jenuh dan mulai putus asa. Apa aku akan menghabiskan sisa hidupku dengan cara seperti ini?<br /><br />Kuputuskan malam ini aku harus keluar dari kamar mesum ini. Satu-satunya tempat mengungsi ya kamar mandi. Baru lima belas menit nongkrong di atas kloset, mendadak lampu kamar mandi mati. Walau sempat menjerit kaget, tapi aku tetap diam di tempat. Aku tidak tahu apa lampu kamar mandi ini benar-benar mati atau dimatikan dari luar karena lampu kamar tidur masih menyala.<br /><br />Sinar lampu kamar yang menerobos masuk lewat lubang ventilasi di atas pintu membuat kamar mandi ini tidak gelap gulita. Tapi yang menarik perhatianku ventilasi di dinding atas dekat langit-langit. Kupandangi cahaya bulan yang lembut dengan mata berkaca-kaca. Bisa jadi yang kulihat bukan sinar bulan melainkan sinar lampu teras. Aku menghela napas panjang. Belum pernah aku merasa begitu kesepian. Aku juga baru sadar kalau sudah dua bulan lebih aku tidak melihat matahari dan bulan. Yang kulakukan tak ada bedanya dengan misi bunuh diri yang gagal. Aku tercenung, sampai kapan aku dikurung seperti binatang piaraan? Haruskah aku bunuh diri?<br /><br />Kudengar pintu kamar terbuka, tapi aku bergeming. Paling yang datang Aheng atau BL. Nah, betul. Aheng muncul didului sinar senter. Aku menggeleng saat dia menarik lenganku kembali ke kamar.<br /><br />“Please, Heng. Aku mau di sini saja.”<br /><br />Sinar senter menerangi wajahku. Kurasa dia heran mendengarku bicara sopan padanya tanpa berontak sedikit pun. Apalagi wajahku lesu dan suaraku serak. Dia melepas cekalan tangannya.<br /><br />“Aku mau sendirian.”<br /><br />Tapi dia tak juga pergi meninggalkanku meski aku terus memohon dengan suara bergetar.<br /><br />“Paling nggak, tolong tutup pintu dan matikan senternya,” ujarku menyerah.<br /><br />Tanpa banyak tanya, dia menuruti permintaanku. Entah berapa lama kami saling diam dalam gelap. Yang jelas aku tersiksa sekali. Sungguh tak enak menangis dalam gelap sambil ditemani orang yang kita benci. Aku sampai harus bernapas lewat mulut agar Aheng tidak mendengar bunyi ingus yang membanjiri hidungku.<br /><br />“Aku juga pernah menangis sendirian dalam gelap begini,” mendadak dia bicara. “Waktu aku nggak jadi laki-laki lagi.”<br /><br />Tangisku sontak berhenti. Hatiku miris mendengar cerita Aheng tentang bagaimana dia kehilangan penisnya. Tujuh tahun yang lalu seorang pengusaha mabuk mengamuk di Sanctuary gara-gara ayam incarannya direbut BL. Pengusaha itu nekat menikam perut BL. Tapi Aheng dengan gesit menjadikan dirinya tameng dan karena tubuhnya lebih tinggi dari majikannya maka pisau itu menikam kont*lnya dengan sukses.<br /><br />“Apa Non tahu, kenapa tidak ada pembantu cewek di rumah ini?”<br /><br />Aku terbengong mendengar pertanyaan itu. Mengapa tema pembicaraan meloncat jauh? Apa dia merasa tidak enak sendiri karena sudah menceritakan nasib tragisnya? Tapi benar juga. Aku baru sadar kalau yang bertugas membersihkan kamar tidur dan kamar mandiku semuanya lelaki. Setiap dua hari sekali biasanya dua orang dari mereka membersihkan kamar saat aku mandi. Dan saat kamar mandi dibersihkan, Aheng berada dalam kamar untuk menjagaku.<br /><br />“Karena semua pembantu cewek sudah dihabisi Tuan Bandi,” ujarnya menjawab pertanyaannya sendiri.<br /><br />“Dihabisi?”<br /><br />“Ya.”<br /><br />Aku tidak tahu maksud dihabisi itu diperkosa dan disiksa habis-habisan atau dibunuh dan dimakan sampai habis. Aku tidak berani bertanya lebih lanjut karena bagiku semuanya mengerikan. Aku tidak bergidik lagi, tapi gemetar ketakutan.<br /><br />“Empat tahun yang lalu, Ai Ling yang mengasuh Tuan Bandi dan bos sejak kecil juga disikat sampai bos marah sekali. Nggak ada yang bisa mengendalikan dia sejak Tuan dan Nyonya besar meninggal dalam kecelakaan pesawat enam tahun lalu. Dia cuma takut sama bos, tapi bos juga nggak bisa mengawasinya terus. Sekarang Non satu-satunya cewek di rumah ini karena dua ayam yang dibawa Tuan Bandi sudah dikembalikan ke club kemarin malam. Yang satu masih pingsan dan yang satunya kayaknya jadi gila. Jadi Non seharusnya bersyukur karena bukan Tuan Bandi yang membeli Non, tapi bos. Kalau nggak, Non mungkin sudah ‘lewat’.”<br /><br />Ya Tuhan! Si klemer itu ternyata nggak kalah mengerikan dari Hannibal Lecter dan semua psikopat di film-film Hollywood lainnya.<br /><br />“Kenapa nggak ada yang lapor ke polisi?”<br /><br />Aheng mendengus sinis.<br /><br />“Memangnya polisi kurang kerjaan sampai mau ngurusin ayam-ayam? Lagipula bos sudah berjanji di depan peti mati papa-mamanya kalau dia akan menjaga Bandi sampai mati. Nggak mungkin bos menyerahkan saudaranya ke polisi.”<br /><br />Saat itu juga niatku untuk kabur kembali muncul. Aku tak mau tinggal seatap dengan pembunuh berantai.<br /><br />“Non nggak usah khawatir,” ujar Aheng seperti bisa membaca pikiranku. “Bos sudah menyuruhku menjaga Non dengan ketat. Pengawal Tuan Bandi nggak ada yang berani cari masalah denganku. Tuan Bandi sendiri juga segan sama aku.”<br /><br />Mendadak pintu kamar mandi terbuka dan siluet tubuh kurus membayang di lantai kamar mandi. Aku buru-buru mengelap wajahku yang basah. Aku tidak mau BL melihatku menangis.<br /><br />“Mesra sekali. Mojok gelap-gelapan begini,” tukas BL sinis.<br /><br />Lalu dia mendekati Aheng dan menggamparnya dengan keras. Aheng diam saja, sepertinya gamparan tadi hanya sengatan nyamuk di pipinya. Aku malah meraung marah.<br /><br />“Apa-apaan kau ini? Dia kan nggak salah!”<br /><br />“Oh, jadi kau membelanya? Memangnya dia sudah berbuat apa padamu? Mengoralmu? Soalnya dia nggak mungkin mengent*tmu.”<br /><br />PLAK! Kutampar BL sekeras mungkin. Dan seperti biasa dia berusaha meringkusku. Tapi karena kondisi gelap, dia sedikit mengalami kesulitan. Kami bergumul dan saling mendorong. GUBRAK! Botol-botol yang ada di atas wastafel terguling setelah tangan kami berdua tanpa sengaja menyamparnya. Aheng tetap diam mematung meski kakinya terinjak dan perutnya tersikut olehku. Telinga gorila itu seakan tuli total, tak mendengar pertengkaran kami berdua soal dirinya.<br /><br />“Dasar bajingan nggak tahu diri! Kau berhutang nyawa padanya, tahu!” sergahku sembari menonjok dada BL.<br /><br />“Sok tahu! Dia yang berhutang nyawa padaku! Aku yang mengeluarkan dia dari penjara dan membiayai operasi ibunya!” balas BL sambil memiting lenganku.<br /><br />“Tapi nggak seharusnya kau menghinanya begitu!”<br /><br />“Dia sendiri diam saja kenapa kau yang ribut? Eh, mukamu basah. Kau habis menangis ya?” tukasnya mengejek.<br /><br />Kuludahi wajahnya namun dia malah menciumku dengan paksa hingga aku megap-megap. Aku masih sulit bernapas biarpun dia sudah melepaskan kepalaku. Kedua lengannya yang kurus liat membelit tubuhku dengan kuat bak ular anaconda, seakan ingin meremukkan tulang-tulang rusukku.<br /><br />“Apa yang kau tangisi hah?”<br /><br />“Aah… aku… nggak… bi…sa… na…pas…,” sahutku tersengal sambil meronta.<br /><br />“Apa??” bentaknya sambil mempererat pelukannya.<br /><br />Kupukuli dada dan punggungnya. Dia membentak lagi. Kali ini persis di depan telingaku.<br /><br />“A…a…ku… i…ngin… ke…lu…ar…”<br /><br />“Hah? Kau ingin orgasme? Kau ini benar-benar nymphomaniac!”<br /><br />Aku hampir mati mendongkol mendengarnya hinaannya.<br /><br />“Bu…kan…i…tu…bo…doh…”<br /><br />BL tertawa geli mendengarku masih bisa memaki.<br /><br />“Oh, kau ingin keluar dari kamar ini? Bilang begitu saja susah. Ayo, kita keluar.”<br /><br />Aku langsung menggelosor jatuh begitu dia melepaskan pelukannya. Dengkulku pasti memar lagi. Belum sempat berdiri dengan benar, dia sudah menyeretku keluar. Langkahnya yang panjang membuatku pontang-panting mengikutinya. Kaos singletku berkibar memperlihatkan selangkanganku yang telanjang. Tapi seisi rumah yang kebetulan melihat kami tampak cuek. Sepertinya mereka sudah biasa melihat kegilaan majikan mereka. Aheng terus mengikuti kami seperti bayang-bayang.<br /><br />BL membawaku keluar bangunan rumah induk yang luas dan bergaya minimalis menuju kolam renang di halaman belakang. Aku mulai ciut. Aku tak bisa berenang. Tapi dia malah menyeretku menaiki tangga menara papan loncat setinggi tiga meter. Kakiku berusaha mengerem namun hasilnya pergelangan tanganku sakit karena dia terus menarik paksa dengan kasar. Aheng juga membantu mendorongku maju.<br /><br />Akhirnya kami sampai juga di puncak menara. Aheng turun meninggalkan kami berdua. BL menatapku sejenak dengan dingin, sedingin angin malam yang membuatku menggigil sebelum mengalihkan pandangannya ke langit. Di langit, bulan purnama sedang berlayar di antara gumpalan-gumpalan awan tipis.<br /><br />“Aku bisa membunuhmu kalau aku mau.”<br /><br />Aku meliriknya. Kalimat itu diucapkannya dengan ringan seperti sedang berkata ‘Aku suka makan es krim.’.<br /><br />“Ya, aku tahu,” sahutku dengan gaya tak acuh.<br /><br />“Kau nggak takut kalau aku mencekikmu dan melempar mayatmu ke bawah? Aku juga bisa menggantungmu di sini supaya digigiti codot. Atau mengikatmu di sini selama seminggu tanpa diberi makan-minum supaya kau mati dehidrasi.”<br /><br />Gila. Memang gila dia.<br /><br />“Eh, biarpun kau makhluk kebal hukum apa kau nggak takut sama dosa? Bagaimana sih cara orang-tuamu mendidikmu? Kenapa anak-anaknya semuanya gila? Jangan-jangan mereka juga gila.”<br /><br />Seharusnya aku diam atau memohon agar tidak dibunuh, tapi darah panasku bergolak dan lidahku yang liar susah dikendalikan. Padahal aku takut mati.<br /><br />Wajah BL sontak membeku begitu mendengarku menghina orang-tuanya. Aku tahu, kedua orang-tuanya tewas dalam kecelakaan pesawat di Kanada tujuh tahun yang lalu. Mendadak dia mendorongku dengan kasar. Aku terhuyung mundur ke arah ujung papan yang menjulur ke kolam. Dia mendorongku lagi dan aku terjatuh terduduk. Buru-buru aku memegangi papan kuat-kuat begitu melihat air kolam yang jernih kebiruan.<br /><br />“Kelihatannya kau takut ketinggian. Hmm… bukan. Kalau kau takut ketinggian, kau pasti sudah merangkak dari tadi. Kau pasti nggak bisa berenang. Betul kan?”<br /><br />Wajahku memucat. Buku-buku jariku memutih saking kuatnya mencengkeram pinggir papan. Bukannya mendorong atau menendangku hingga tercebur ke bawah, BL malah asyik memandangi kakiku yang mengkangkang memamerkan selangkanganku yang telanjang. Aku bisa melihat bagian depan celana pendeknya mulai menggembung. Astaga! Apa dia ingin main di atas sini?<br /><br />Dengan santai BL menelanjangi diri sambil mempermainkanku. Sesekali kakinya menendangku. Kulancarkan tendangan balasan sambil menggigit bibir. Aku tak mau dia tertawa senang mendengar jeritan ketakutanku. Karena tidak menerima perlawanan maksimal, dengan mudah dia menindihku. Aku hanya bisa melawan dengan satu tangan, tapi setelah menyadari usahaku hanya membuat tubuhku bergeser makin ke ujung papan, aku menyerah. Setengah kepalaku sudah tergantung bebas, membuat rambutku berkibar menutupi wajahku.<br /><br />SRET. Dengan giginya, BL merobek kaos singletku. Dengan buas, gigi, lidah dan jari-jarinya menjelajahi lekuk tubuhku, membuatku mengerang dan terlonjak tertahan.<br /><br />“Aaaah!” erangku keras saat kont*lnya menusuk masuk lubang mem*kku.<br /><br />Aku mengutuki diriku. Bagaimana bisa aku mendesah nikmat di saat kritis seperti ini?<br /><br />BL menggenjotku dengan mantap. Setiap genjotan, membuat tubuhku maju dan akhirnya kepalaku terayun bebas dari pinggir papan. Déjà vu. Mengingatkanku saat dia memerawaniku dengan paksa di hadapan puluhan orang di Sanctuary. Tapi tergantung dari atas meja dan papan loncat setinggi tiga meter sangat berbeda. Kalau dulu saja aku sudah pusing, sekarang aku mual.<br /><br />Kubelitkan kakiku pada pinggang BL erat-erat. Kalau aku harus jatuh paling tidak, aku tidak sendirian. Namun akibatnya, lubang vaginaku mekin terbuka lebar dan sodokan kont*l BL menggesek G-spotku dengan telak.<br /><br />“Ooooh…Nghhh… Nghhh… Oaaah….Aaah! Aaaah!! Aaaaaaaaah!!!”<br /><br />Gila! Teriakan orgasmeku yang super lantang di malam sepi ini pasti terdengar seisi rumah. Mungkin tetangga sebelah juga ikut mendengar. Astaga! Jangan-jangan mereka semua menonton kami.<br /><br />BL berhenti bergerak. Disibakkannya rambut yang menutupi wajahku. Aku benci sekali melihat sorot matanya yang mengejek. Sudah telanjur aku menjerit, tapi biarlah mungkin saja tadi orgasmeku yang terakhir dalam hidupku.<br /><br />“Bagaimana orang-tuamu mendidikmu? Kalau kau bisa delapan kali sehari masturbasi. Apalagi mereka. Jangan-jangan kerja mereka cuma ngent*t tiap hari.”<br /><br />Aku marah sekali. Kuludahi wajahnya.<br /><br />“Ya, aku tahu pasti mereka juga sering meludah. Pasti mereka nggak berpendidikan, kampungan,” ujar BL sambil melepas kedua tanganku dari papan lalu merentangkannya di udara sehingga aku merasa gamang.<br /><br />Biarpun begitu aku melawan dengan sekuat tenaga, tapi cekalan tangannya di pergelangan tanganku kuat sekali. Apalagi dengan perlahan dia kembali menggoyang pantatnya. Tanpa sadar aku meremas kont*lnya yang kembali menggesek G-spotku. Aku baru sadar, kalau dia belum orgasme.<br /><br />“Hmmph… empotan mem*kmu benar-benar luar biasa. Sayang…”<br /><br />BL tidak melanjutkan kata-katanya dan memilih mendecak sambil menggeleng dengan tampang sok sedih.<br /><br />“Seperti apa orang-tuamu? Kalau mereka baik, kenapa kau bisa terdampar di tempat seperti Sanctuary itu? Kau kan bisa memilih pekerjaan di tempat yang lebih baik seperti jadi kasir di swalayan. Dibyo bilang, kau yatim-piatu, tapi masa kau sama sekali nggak punya keluarga sih? Masa sampai sekarang nggak ada yang melaporkan kehilanganmu ke polisi? Hey, jangan diam saja. Jawab!”<br /><br />BL memberondongkan pertanyaan sembari menggenjot cepat lalu berhenti. Terus begitu. Beberapa kali aku sudah nyaris orgasme untuk kedua kalinya, tapi gagal karena dia mendadak berhenti bergerak.<br /><br />“Kok kau seperti kepingin menangis lagi. Tumben malam ini kau cengeng. Ada apa sih?”<br /><br />“Please, jangan begini.”<br /><br />“Begini apa?”<br /><br />Aku terdiam. Berusaha mengusir keinginan gila dari otakku. Apa jadinya kalau aku minta dia menggenjotku dengan keras agar aku bisa orgasme? Tapi BL terus mempermainkanku dengan genjotan dan kata-kata menyakitkan.<br /><br />“Please…”<br /><br />Aku benci sekali harus memohon pada bajingan jahanam sialan ini, tapi aku lebih benci mendengar sahutannya yang bernada polos.<br /><br />“Aku nggak ngerti kau minta apa. Dari tadi bilang please please melulu.”<br /><br />“Aku mau… keluar…”<br /><br />“Keluar ke mana lagi? Sekarang kan kita sudah di luar.”<br /><br />Tak sabar dengan jawaban yang menyiksa, aku memilih menggoyang pantatku. Tapi BL menggencet tubuhku sehingga aku tak bisa bergerak.<br /><br />“Kau ternyata suka main curang. Jawab dulu, seperti apa orang-tuamu. Kalau jawabannya bagus, aku nggak suka. Dan kalau aku nggak suka, akan kutinggalkan kau sendirian di sini bersama Aheng. Kau lebih suka dia daripada aku kan? Tapi aku nggak yakin kont*l buntung itu bisa bikin kau melonjak kegirangan kayak tadi.”<br /><br />Kugigit bibirku yang bergetar menahan marah dan tangis.<br /><br />“Papaku orang yang munafik dan mamaku tukang mengeluh!” seruku tanpa pikir panjang.<br /><br />Gelombang penyesalan langsung menerpaku. Anak macam apa aku ini? Lebih mementingkan kepuasan diri daripada harga diri. Aku benar-benar anak durhaka, durjana…<br /><br />BL nyengir puas lalu memompaku dengan kuat. Tubuhku makin bergeser maju. Aku menjerit-jerit. Aku sendiri tidak bisa membedakan antara jeritan kepuasan dan ketakutan. Semuanya bercampur jadi satu. Mendadak BL mencabut kont*lnya, melepaskan belitan kakiku dan mendorongku ke bawah.<br /><br />Tubuhku tergantung terbalik. Yang menahan berat badanku hanyalah cengkeraman tangan BL pada kedua pergelangan kakiku. Kepalaku pusing karena darah mengumpul di kepala.<br /><br />“Apa permohonanmu yang terakhir?”<br /><br />Aku berusaha menenangkan diri dan berujar segagah mungkin,<br /><br />“Terima kasih sudah membebaskanku.”<br /><br />Lalu dia melepas kakiku. Biarpun kepalaku di bawah, rasanya jantungku tenggelam ke dasar perut. Aku tidak menjerit. Bukan karena gengsi, tapi karena seluruh syarafku mati rasa. Aku hanya bisa memandangi bulan yang semakin menjauh.<br /><br />BYURRR!!<br /><br />Kolam ini ternyata dalam juga. Kalau dalamnya cuma satu setengah meter, kepalaku pasti sudah pecah terbentur dasar kolam. Aku langsung panik, menggapai-gapai ke sana-kemari. Tubuhku seperti kapal bocor, dimasuki air dari berbagai lubang. Hidung, mulut, kuping dan mungkin juga mem*kku kebanjiran air.<br /><br />BYURR!!<br /><br />Ada orang lain yang ikut terjun ke kolam. Untuk menyelamatkanku atau menenggelamkanku? Mungkin BL melihat kalau aku masih hidup dan menyuruh Aheng atau anak buahnya yang lain untuk menahanku agar tetap di sini. Namun ternyata orang ini menarik pinggangku dan menyeret tubuhku ke atas.<br /><br />UWAH! Leganya! Akhirnya aku tidak dikelilingi air lagi. Aku megap-megap sekaligus terbatuk-batuk sampai dadaku sakit. Air keluar dari mulut dan hidungku. Aku menurut saja saat dibawa dan disandarkan ke tepi kolam.<br /><br />Aku tidak tahu berapa lama aku mempertaruhkan nyawaku di dasar kolam, yang jelas aku lelah sekali. Kupejamkan mataku sambil mengatur napas. Ya ampun, aku belum berterima kasih pada penolongku. Siapa…<br /><br />HEK! UGH! Ada yang menghujam mem*kku!<br /><br />Aku langsung membuka mata dan …. Astaga! BL sudah menggenjotku lagi! Jadi dia yang menyelamatkan nyawaku? Dia tertawa geli melihatku kaget dan terus menghentak-hentakkan pantatnya.<br /><br />“Ti…dak… Aku… ng…nggak… ma…u…,” tolakku sambil mendorongnya menjauh.<br /><br />Tapi perlawananku sia-sia karena tenagaku sudah terkuras di dasar kolam. Akhirnya aku hanya bisa pasrah, dipepet di pinggir kolam sembari disetubuhi dengan paksa. Air kolam beriak di sekitar kami menghasilkan bunyi kecipak.<br /><br />BL melumat bibirku, mengenyot leherku, meremas payudara dan pantatku dengan gemas. Aku mulai mengerang, awalnya pelan makin lama makin keras. Lama-lama kedua lenganku yang tadinya terkulai kini memeluk dan mencakar punggung BL.<br /><br />“Ooooh… Ooooh… Iiiiyaaaaahh…. Aaaaaaaaah!!!”<br /><br />Pada saat aku menggelinjang dan menjerit keras, BL menggeram dan menekan pantatnya kuat-kuat. Kont*lnya menumbuk bibir rahimku dan tak seperti biasanya kali ini kurasakan semburan-semburan hangat di dalam. Aku yang kelelahan langsung terkulai lemas. Yang kulihat hanya gelap. Aku tak peduli lagi apakah setelahnya dia benar-benar akan membunuhku atau tidak. Karena aku sudah merasakan orgasme yang luar biasa nikmat.<br /><br /></span>Putih. Di mana-mana putih. Apa sekarang aku ada di surga? Eh, apa orang serusak diriku pantas masuk surga?<br /><br />Kukejap-kejapkan mata dan menoleh ke kiri-kanan. Ternyata aku belum mati karena aku berada dalam kamar yang bernuansa putih minimalis. Sinar mentari yang menyusup dari ventilasi membuatku bisa melihat kamar ini. Ukurannya hampir tiga kali lipat lebih luas dari kamar tempat aku biasa dikurung. Perabotnya juga lengkap, selain ranjang besar dan seperangkat audio-video ada satu set sofa. Ada dua pintu di sisi kiri dan satu kanan. Salah satu dari ketiga pintu itu pasti mengarah ke kamar mandi. Yang satunya mungkin untuk lemari pakaian dan yang lainnya bisa jadi pintu penghubung ke kamar sebelah. Ah, sok tahu sekali aku ini, tapi layout kamar ini mengingatkanku pada kamarku dulu.<br /><br />Hmm… kasur yang kutiduri ini lembut sekali, rasanya seperti berbaring di atas awan. Selimut tebal yang membungkus tubuh telanjangku juga lembut dan memberiku kehangatan sehingga membuatku ingin terus bergelung dibaliknya.<br /><br />Kenapa aku bisa telanjang bulat begini? Ah, paling si gila itu menyuruh Aheng membawaku ke kamar ini setelah aku pingsan di kolam renang. Tapi tubuh dan rambutku tidak berbau kaporit, malah wangi lavender. Apa gorila itu memandikanku dulu? Lalu mengapa aku ada di kamar ini? Kamar siapa ini? Begitu banyak pertanyaan muncul di kepalaku, tapi tak semuanya bisa kujawab sendiri dengan memuaskan. Tak ada seorang pun yang bisa kutanyai karena aku hanya sendirian di kamar ini. Eh, jam berapa sekarang? Perutku sudah mulai meraung.<br /><br />Aku duduk dan menggeliat. Aduh, tubuhku pegal-pegal. Anehnya selangkanganku sedikit basah. Apa karena semalam aku mimpi digumuli BL hingga aku mengerang, menggelinjang sementara dia terus berbisik ‘Kau milikku’? Apa perempuan juga bisa mimpi basah? Rasanya luar biasa, seperti nyata, tapi sepertinya tak mungkin aku tidak terbangun bila dia menindih dan menyetubuhiku seseru itu.<br /><br />Setengah terhuyung, aku turun dan berjalan mendekati jendela. Kusibak gorden dan mengintip keluar. Aku hampir tak percaya bisa melihat matahari lagi, langit biru, awan putih, pepohonan hijau, taman bunga juga kolam renang tempat aku nyaris meregang nyawa… Segalanya begitu indah dan membuatku haru. Mengapa jahanam itu mendadak berbaik hati memindahkanku kemari? Apa dia menyesal karena sudah kelewatan mengerjaiku tadi malam?<br /><br />Dengusan hangat di leher bagian belakangku membuatku terlonjak kaget. Jangan-jangan aku terjebak dalam kamar psikopat klemer itu lagi. Namun dengusan napas Bandi dingin lagipula aku mengenali wangi parfum Bvlgari biasa menempel di tubuh BL. Aku langsung berontak. Tapi tak mudah bergerak dalam belitan tangannya apalagi melepaskan diri.<br /><br />“Apa kau nggak mau bilang terima kasih?” tukas BL sambil menggigit daun telinga kananku.<br /><br />Kedua tangannya mulai memelintir putingku membuat mem*kku makin basah saja. Aku menggigit bibir untuk menahan desahan nikmat yang sudah hampir terlontar keluar.<br /><br />“Apa kau nggak pernah diajari berterima kasih?”<br /><br />Tangan kanannya melepas pentilku. Aku meronta, tapi malah terdiam dan merintih keenakan setelah tangannya mengusap klentitku yang basah. BL menggosok klitorisku sambil mendorongku maju. Tanpa sadar aku melepaskan cengkeraman tanganku pada kedua lengannya dan meremas gorden di hadapanku.<br /><br />“Oooh…nghh…nghhh…Aaaa?”<br /><br />Eranganku berhenti karena dia menarik tangannya. Tega sekali dia padahal dua gosok lagi aku akan orgasme. BL malah kembali menyibukkan diri dengan mengelus-elus pinggulku. Aku memutar pinggulku dengan harapan tangannya terpeleset ke kelaminku, tapi sia-sia. Dia lebih cerdik dariku.<br /><br />“Kalaupun orang-tuamu nggak bisa mendidikmu dengan baik, tapi paling nggak gurumu pasti pernah mengajarimu untuk berterima kasih. Kau pernah sekolah kan?”<br /><br />Aku menggertakkan gigiku. Sialan betul jahanam brengsek ini.<br /><br />“Apa aku masih kurang baik? Coba, mana bisa kau makan bebek peking, lobster, kepiting soka, abalone, lidah angsa dan cakar beruang kalau kau masih jadi waitress di Sanctuary. Sekarang kau malah kuberi salah satu kamar terbaik di rumah ini. Belum lagi aku harus terus memuaskan birahimu yang nggak habis-habis. Apa susahnya sih bilang terima kasih?”<br /><br />Kurang ajar! Bisa-bisanya dia membalikkan fakta seenak kont*lnya!<br /><br />“Kau ini memang baj… aaah… oooh…”<br /><br />Makianku terinterupsi oleh eranganku karena tangannya kembali bekerja di tempat yang kuinginkan. Tapi hanya lima detik, setelahnya mogok lagi.<br /><br />“Kau ini nggak tahu berterima kasih,” keluhnya sambil melumat leherku ala drakula lapar hingga aku tersedak.<br /><br />Tangan kirinya meremas-remas tetekku dan tangan kanannya sekarang mengusap anusku sembari meremas pantatku. Aku tak tahan lagi dan berbisik serak,<br /><br />“Terima kasih.”<br /><br />“Hah? Ngomong yang jelas dong.”<br /><br />“Terima kasih,” ujarku lagi lebih keras.<br /><br />“Buat apa?”<br /><br />Astaga, aku sendiri tidak tahu mengapa aku mau berterima kasih pada pemerkosa sekaligus penculik dan penyiksaku selama ini.<br /><br />“Kenapa sih kau nggak membiarkanku mati saja?” gerutuku sambil menginjak kakinya dengan gemas.<br /><br />“Auch! Kau ini keterlaluan,” bisiknya.<br /><br />Bisikannya diikuti jilatan di telingaku yang membuatku panas dingin.<br /><br />“Kenapa?” tanyaku lagi sembari menggesek-gesekkan kedua pahaku.<br /><br />Aku sudah tak bisa lagi menunggu untuk mencapai puncak kenikmatan, tapi dia malah meregangkan kedua kakiku dan menyelipkan kakinya untuk mengganjal pahaku.<br /><br />“Karena belum waktunya kau mati.”<br />Aku merinding lagi. Kali ini bukan karena terangsang melainkan ngeri. Tapi ketakutanku cepat sirna oleh usapan sambil lewat pada klentitku yang lapar.<br /><br />“Ooohh… Terima kasih… karena sudah membiarkanku hidup!” teriakku frustasi.<br /><br />“Aku lebih suka diberi ucapan terima kasih karena sudah menyelamatkan nyawamu.”<br /><br />“Menyelamatkanku?? Apa kau sudah gila??” seruku jengkel.<br /><br />“Hitung-hitung aku sudah tiga kali menyelamatkan nyawamu. Pertama, dari Dibyo. Kau pikir dia akan membiarkanmu hanya jadi simpanannya? Karena kau kasar, dia akan menjualmu pada orang yang kasar juga. Kalau kau dijual ke orang macam Bandi, apa kau masih bisa hidup sampai sekarang?”<br /><br />Aku bergidik ngeri.<br /><br />“Kedua, aku menyelamatkanmu dari eksperimen Bandi. Terlambat lima menit saja, mungkin kau sudah jadi mayat kelinci percobaan.”<br /><br />Tubuhku langsung lemas hingga nyaris menggelosor kalau saja tidak dipegangi olehnya.<br /><br />“Ketiga, semalam kau pasti mati tenggelam kalau nggak ditolong aku. Jadi pantas kan kalau kau berterima kasih? Aku nggak minta bayaran uang kok soalnya aku tahu kau nggak punya duit. Cuma sekalimat ucapan terima kasih yang diucapkan dengan tulus tanpa nada terpaksa. Nggak susah kan?”<br /><br />Aku menghela napas panjang. Duh, kenapa aku bisa jatuh ke tangan orang semenyebalkan ini? Aku masih diam sementara dia menarik dan menyandarkan tubuhku ke jendela agar bisa berdiri dengan lebih tegap. Setelahnya ganti dia yang menghela napas panjang. Hembusan napasnya menyibakkan rambut-rambut halus di kudukku.<br /><br />“Lara, Lara. Kau ini benar-benar keras kepala.”<br /><br />Tumben dia menyebut namaku. Selama ini kami tidak pernah saling memanggil nama masing-masing. Hanya ‘Kau’ atau ‘Eh’. Kadang dia menyebutku ‘Bitch’. Sedangkan aku biasa memanggilnya ‘Bajingan’, ‘Keparat’, ‘Jahanam’, ‘Orang gila’ dan sejenisnya itu.<br /><br />Mendadak dia mencolokkan dua jarinya ke liang vaginaku dan mulai mengocoknya.<br /><br />“Aaah… aaah… Aa?”<br /><br />Lolonganku terhenti seiring berhentinya kocokan tangannya.<br /><br />“Terima kasih karena sudah menyelamatkan nyawaku.”<br /><br />Suaraku gemetar karena menahan amarah dan ledakan libido yang tertunda-tunda.<br /><br />“Good girl.”<br /><br />“Ooooh… Iiiiyaaaah…. Aaaaah…. Oaaaaaahhh!!!!”<br /><br />Aku kembali terkulai lemas sambil bergantung pada kain gorden, tapi dia malah menarik kedua tanganku dan memeganginya di atas kepalaku.<br /><br />BZZZZ. Mendadak gorden di hadapanku terbuka lebar dengan sendirinya. Aku menoleh dan melihatnya melempar remote ke sofa. Rupanya gorden ini dibuka-tutup dengan remote seperti di kamar presidential suite di hotel-hotel bintang lima.<br /><br />“Aaah! Tidaaak!! Jangaaaaan!!!”<br /><br />Aku menjerit ngeri dan meronta sebisaku saat dia mendorongku ke jendela. Aku tidak ingin tubuhku yang telanjang menjadi tontonan seperti manekin di etalase toko-toko. Tapi tenagaku habis usai orgasme panjang. Padahal di bawah – kamar ini berada di lantai dua – ada dua tukang kebun yang sedang menyiangi rumput, satu tukang pembersih kolam renang yang sedang mengambili daun kering dari kolam dan lima pengawal yang sedang sarapan sambil bersenda gurau.<br /><br />BRAK! BRAK! BRAK!<br /><br />BL sengaja mendorong-dorong tubuhku ke kaca jendela hingga membuat bunyi berisik. Dia sengaja memancing perhatian anak buahnya dan usahanya berhasil. Semua menoleh ke atas dan melihat kami berdua. BL tertawa melihat cengiran di wajah anak buahnya. Tawanya terdengar makin puas setelah mendengar tawa dan applaus dari mereka. Dipepetnya tubuhku ke kaca hingga payudaraku tergencet. Aku terpaksa menoleh dan merelakan pipiku ikut tergencet daripada aku tak punya hidung lagi.<br /><br />Tak ada yang bisa kulakukan selain diam pasrah. Kedua tanganku hanya bisa menahan di sisi kepalaku agar aku tidak makin gepeng. Tidak hanya mukaku yang merah, sekujur tubuhku pasti merah padam karena malu dan marah. Gilanya lagi, BL mulai menggerayangi tubuhku lagi.<br /><br />“Nggak…aaaah… No… oooh….”<br /><br />Aku menggeliat, mencoba mengelak dari sentuhan-sentuhannya, tapi dia malah makin bersemangat merangsangku. Klitorisku kembali diucek bersamaan dengan tusukan-tusukan jarinya ke liang vaginaku.<br /><br />Clep. Clep. Clep.<br /><br />“Becek banget. Kau ternyata suka ditonton,” bisiknya sambil menyelomot bibirku yang mencong.<br /><br />Gocekan tangannya makin liar sampai-sampai aku menggelinjang bak ular kepanasan. Sesekali kulirik para penonton dari sisi kaca yang tak berembun terkena semburan napasku. Jumlah mereka bertambah karena mereka memanggil kawan-kawan mereka untuk ikut menonton. Sebagian dari mereka malah mulai membuka celana dan mengocok senjata masing-masing. Pemandangan itu membuat BL makin panas. Perasaan takut akan diserahkan BL pada serombongan anak buahnya bercampur dengan rasa nikmat menahan orgasme.<br /><br />Tiba-tiba BL melepas kelaminku dan mengangkat kaki kananku.<br /><br />HEK! Aaaaugh!!<br /><br />tongkolnya menghunjam mem*kku dengan kuat, menyodok hingga menumbuk bibir rahimku. Dia terus merogolku dengan mantap dan cepat. Napasku tinggal satu-satu karena dadaku sesak tergencet antara kaca jendela dan tubuh liatnya. Belum lagi leherku yang hampir keplitek karena terus meleng.<br /><br />“Oaaah!! Aaaaah!!”<br /><br />Aku berteriak keras sambil memejamkan mata. Tak kupedulikan lagi payudaraku yang penyek dan pipiku yang pedas tergesek genjotan BL apalagi reaksi para pemirsa. Kudengar dengusan berat napasnya saat mem*kku meremas kont*lnya dengan sekuat tenaga. Aku sama sekali tidak protes waktu dia melepaskan kont*lnya dan membalikkan tubuhku. Kali ini punggung dan pantatku yang menempel lekat di kaca jendela. Diangkatnya kedua kakiku.<br /><br />“Ugghhh!”<br /><br />Kami berdua melenguh saat kont*lnya menembus mem*kku yang kuyup. Dipagutnya bibirku yang terbuka dengan lapar. Dadanya yang rata menekan dadaku yang kenyal. Kedua tanganku membelit lehernya dengan erat, takut kalau-kalau dia mendadak menjatuhkanku. Tapi tenaganya luar biasa padahal tubuhnya hanya setengah Ade Rai. Aku terus melenguh, mendesah dan mengerang tanpa bisa menggelinjang lepas karena terjepit. Dia menjilati wajah, telinga dan leherku, sesekali menggigitinya. Peluh sudah membasahi tubuh kami, membuat rambutku lepek menempel di leher. Cairan vagina juga mengalir membasahi pelirnya dan paha kami berdua.<br /><br />“Aaaaaaah…”<br /><br />Aku mendesah panjang saat mencapai puncak untuk ketiga kalinya. Kedua kakiku mengejang, menapak udara kosong dan kepalaku tengadah dengan mata terpejam. Aku lelah setengah mati. Rasanya ingin terlelap, tapi dia terus menggenjotku. Akhirnya dia menekan pantatnya dalam-dalam dan melenguh keras.<br /><br />CROT.CROT.CROT.CROT.CROT.<br /><br />Tembakan-tembakan spermanya yang hangat membangunkanku dari kondisi setengah sadar. Kubuka mataku dan kulihat dia sedang menatap mataku sambil terengah-engah. Dilumatnya bibirku dengan gemas sembari menurunkan kakiku satu persatu. Aku menggelinjang geli saat senjatanya yang menciut terlepas dengan sendirinya.<br /><br />“Kenapa kau nggak pakai kondom lagi?” tanyaku tersengal.<br /><br />“Bukannya kau benci kalau aku pakai kondom?”<br /><br />Sejak kapan dia peduli pada pendapatku?<br /><br />“Itu kan kalau kau pakai kondom yang aneh-aneh. Bagaimana kalau nanti aku…”<br /><br />Aku terdiam. Aku tidak ingin hamil darinya, tapi aku takut bila kukatakan nanti dia malah sengaja menghamiliku.<br /><br />“Kapan masa suburmu?”<br /><br />“Aku nggak tahu,” jawabku polos.<br /><br />“Bohong! Bagaimana bisa kau nggak tahu?”<br /><br />“Periode menstruasiku kacau. Kadang bisa dua-tiga bulan aku nggak mens.”<br /><br />BL terdiam sejenak.<br /><br />“Ya sudah. Nanti kuberi kau pil KB.”<br /><br />Aku mengangguk. Ternyata juragan pabrik kondom malas memakai kondom juga. Tiba-tiba aku tertawa. Lucu sekali. Tadi adalah percakapan normal pertama kami tanpa saling maki, saling tampar dan saling piting.<br /><br />“Apa yang lucu?” tanya BL sambil menyipitkan matanya.<br /><br />“Mau tahu saja,” cibirku.<br /><br />Dia mendengus.<br /><br />“Kau malu mengaku kalau kau mulai betah tinggal di sini?”<br /><br />“Betah??” teriakku mendelik. “Amit-amit!”<br /><br />“Jangan jual mahal. Buktinya kau nggak pernah minta aku membebaskanmu. Kau memang selalu memaki, meludahiku dan mengajakku berkelahi, tapi sebenarnya kau senang kan?”<br /><br />Aku tercenung. Astaga! Aku ini goblok sekali! Mengapa tak pernah terpikirkan olehku untuk memintanya membebaskanku? Tapi bagaimana denganmisiku? Misi membalas dendam kematian papa yang terus tertunda? Kapan aku akan membunuh jahanam brengsek ini? Lihat, sekarang dia ganti mencibirku dan membalik badan, bersiap berlalu dariku.<br /><br />“Hey, tunggu! Apa kau mau membebaskanku?”<br /><br />Aku benci sekali dengan tatapan mengejek bajingan sialan itu.<br /><br />“Menurutmu bagaimana?” tanyanya sengak.<br /><br />Belum sempat aku menyahut, dia kembali melanjutkan,<br /><br />“Kau pikir aku akan membebaskan orang yang berhutang banyak padaku? Bagaimana cara kau membayar seluruh hutang nyawa dan ongkos hidupmu selama ini?”<br /><br />“Kau pikir memerkosaku pagi-siang-malam itu bukan bayaran atas semuanya?”<br /><br />“Lho, jadi kau menyamakan dirimu sendiri sebagai pelacur?”<br /><br />“Enak saja! Kau yang membuatku seperti ini!” bentakku sambil menudingnya.<br /><br />Sekujur tubuhku bergetar menahan marah. Suaraku juga bergetar dan mataku mulai berair. Aku benci setengah mati dengan kondisiku sekarang dan bisa-bisanya dia malah menyalahkan dan menghinaku.<br /><br />“Sudah. Sudah. Kau kan nggak perlu nangis,” ejeknya sambil menepuk-nepuk pipiku.<br /><br />Kucoba menamparnya, tapi tanganku ditangkapnya. Ditariknya tubuhku mendekat dan didekapnya dengan erat. Dijilatnya wajahku dengan sekali sapuan. Kali ini aku tidak meludahinya lagi karena aku tidak mau menerima pembalasannya, semburan air maninya di wajahku. Cukup sudah penghinaan yang kuterima darinya pagi ini.<br /><br />“Kau mau bilang apa? Aku benci kau?”<br /><br />“Basi, tahu! Buat apa mengatakan sesuatu yang sudah kau tahu!” bantahku kesal. “Aku lebih senang bilang supaya kau cepat mati saja.”<br /><br />BL tersenyum.<br /><br />“Sayangnya nggak gampang membunuhku.”<br /><br />Lalu dia melumat bibirku, lama sekali. Tak dipedulikannya pukulan dan cakaranku di dada, punggung dan wajahnya.<br /><br />“Lepas…lepaskan aku!”<br /><br />Akhirnya BL melepaskan bibirku.<br /><br />“Bagaimana cara kau membayar hutang?”<br /><br />Aku terdiam dengan jengkel karena aku tidak tahu harus menjawab apa.<br /><br />“Apa kau tahu berapa jumlah hutangmu?”<br /><br />“Lima juta.”<br /><br />BL tertawa.<br /><br />“Sepuluh kali lipatnya, neng.”<br /><br />“Mana bisa begitu! Kau dulu membeliku dari babi tua sialan itu seharga lima juta.”<br /><br />“Bukannya kau nggak mau dihargai semurah itu? Lima puluh juta juga masih kemurahan kan? Jujur saja, kau ingin bilang harga dirimu beratus-ratus kali lipat dari lima juta. Betul kan?”<br /><br />Dia memang betul, tapi…<br /><br />“Tapi kau nggak bisa memerasku begitu!”<br /><br />BL menyeringai.<br /><br />“Mana bisa aku jadi orang kaya kalau nggak ambil untung. Coba, ongkos hidupmu itu mahal. Jangan samakan ongkos ngekos di rumah segede ini dengan rumah kosmu yang mirip kandang ayam itu. Belum lagi kau hidup enak di sini. Nggak kerja, tapi bisa makan makanan restoran kelas satu. Hampir tiap malam orgasme lagi. Kalau kau bayar gigolo untuk melayanimu pagi-siang-malam harus keluar uang berapa hah?”<br /><br />Kekesalanku memuncak hingga ke ubun-ubun. Tanpa pikir panjang kuserang dia hingga terjatuh. Kami berdua berguling-gulingan di lantai. Bergulat tanpa belas kasihan. Beberapa kali kujenggut rambutnya dan kubenturkan kepalanya ke lantai. Begitu pula dirinya. Sikuku linu, dengkulku ngilu. Tapi sekuat-kuatnya diriku, tetap saja kalah darinya. Kurasa orang-orang gila itu memiliki kekuatan lebih dari manusia normal lainnya.<br /><br />BL tertawa puas setelah berhasil menindihku. Aku mengutuki diriku sendiri. Aku ini memang goblok, luar biasa goblok karena dengan mudah terpancing siasat liciknya. Mengapa aku tak ingat kalau perkelahian adalah foreplay yang paling disukainya. Sekarang kont*lnya sudah mengeras dan menempel di bibir mem*kku.<br /><br />“Kuberi kau kesempatan menawar,” ujarnya sembari menyodok mem*kku dengan kuat.<br /><br />“Aaaaargh! Li… ma… ju…ta…”<br /><br />Kata-kataku terputus seiring genjotannya.<br /><br />“Kau ini curang atau pura-pura bodoh sih?”<br /><br />“Aaaw!” jeritku mengaduh saat pentilku dipelintir dengan keras. “Se…pu…luh…ju…ta…”<br /><br />“Empat… puluh… sembi…lan…juta…”<br /><br />“Cu…rang…”<br /><br />Begitulah kami terus tawar-menawar dengan dibumbui makian dan ejekan. Tapi lama-lama aku tak mampu lagi menawar. Aku hanya bisa berteriak-teriak keenakan sementara dia terus mengejekku. Sudah dua kali aku orgasme, tapi dia belum juga ejakulasi. Tubuhku rasanya remuk dan tenagaku habis. Aku hanya bisa pasrah dipompa tanpa melawan. Mendadak dia berhenti bergerak. Ditegakkannya tubuhnya hingga membentuk sudut sembilan puluh derajat dariku.<br /><br />“Iiiiyaaah! Ooooaaah!!”<br /><br />Aku kembali berteriak dan menggelinjang saat jari-jarinya meraba dan menggaruk klentitku sementara kont*lnya terus keluar-masuk vaginaku.<br /><br />“Hhhgghhaaaaaaaah!!!”<br /><br />Kami berdua menggeram keras saat akhirnya mencapai orgasme bersama-sama. Setelah membuat vaginaku yang becek makin becek, tubuh BL ambruk menimpaku. Sebelum tak sadarkan diri aku masih merasakan asinnya keringat yang menetes dari rambutnya dan mendengar napas kami yang memburu bersahutan.<br /><br />Entah berapa lama aku tertidur, begitu bangun aku sudah kembali berbaring di atas ranjang selembut awan itu. Aheng duduk menungguiku di kursi di samping ranjang. Di atas nakas, sudah tersedia senampan makanan entah sarapan atau makan siang. Yang jelas perutku luar biasa lapar. Tanpa disuruh, aku langsung menyikat makanan yang tersaji hingga licin tandas.<br /><br />Setelahnya Aheng memintaku ikut dengannya. Dia membuka pintu di samping pintu kamar mandi. Sesuai dugaanku, ruangan di balik pintu ini berisi lemari-lemari pakaian, sepatu dan tas. Semuanya untuk perempuan. Ada yang model lama, tapi banyak juga yang model terbaru.<br /><br />“Semua ini punya siapa?” tanyaku sambil menyibak-nyibak lemari baju.<br /><br />“Semua yang ada di rumah ini punya bos. Non boleh pakai yang mana saja.”<br /><br />Bukannya senang, aku malah sebal. Jahanam sialan itu sengaja ingin membuat hutangku makin berlipat.<br /><br />“Bos juga titip ini untuk Non.”<br /><br />Aku melongo melihat kartu kredit platinum atas nama Lara Tan. Seingatku, aku tidak pernah menandatangani formulir aplikasi kartu kredit manapun dengan nama itu. Lagipula KTP-ku masih tertinggal di Sanctuary.<br /><br />“Malam ini bos mau mengajak Non keluar. Jadi pilih gaun yang bagus. Soal dandan Non nggak usah khawatir. Ada Joy.”<br /><br />Aku mendengus tak peduli. Aku tidak ingin tahu siapa Joy itu. Siang hingga sore aku menghabiskan waktu denga menonton tv. Aku ketinggalan begitu banyak berita. Aku baru tahu kalau BL sedang diselidiki kejaksaan karena diduga menyuap hakim yang menangani kasus penyuapan dalam tender proyek jalan tol di Surabaya. Aku heran juga mengapa BL tidak menyensor acara tv yang kutonton.<br /><br />“Eh, apa-apaan ini?”<br /><br />Mendadak Aheng masuk dan menyeretku turun dari ranjang. Dia tidak sendirian melainkan bersama seorang lelaki gemulai berbulu mata lentik, pasti ini yang bernama Joy. Aku dimandikan paksa oleh keduanya, lalu didandani oleh Joy. Aku meronta, tapi Aheng memegangiku dengan kuat. Sedangkan Joy tak bisa dibilang lemah meski gemulai, tenaganya mantap. Mulutnya juga kuat mengoceh.<br /><br />“Paha dan pantatmu banyak selulit, pasti dulunya kau gemuk. Buktinya lenganmu lumayan gede dan nggak kencang. Model rambutmu jelek banget. Nggak pantas sama mukamu yang bulat. Kayaknya bos nggak keberatan kalau hidungmu dioperasi biar jadi mancung. Dagumu juga perlu ditambal silikon biar mukamu nggak bulat-bulat amat. Untungnya betismu bagus, langsing. Bentuk bibirmu juga seksi.”<br /><br />Paling nggak dia masih memujiku sehingga kubatalkan niat untuk menghajar bibirnya yang jontor karena disuntik silikon.<br /><br />“Belum beres juga?”<br /><br />Aku makin cemberut mendengar suara BL.<br /><br />“Gimana bos? Cakep kan?” tanya Joy manja.<br /><br />“Ya lumayanlah. Jauh lebih mending dari biasanya,” tukas BL sebelum mengeloyor keluar.<br /><br />Benar-benar menjengkelkan! Apalagi Aheng tiba-tiba membopongku. Dia tahu aku tak ingin berjalan sukarela mengikuti BL jadi harus dipaksa begini.<br /><br />“Aku mau dibawa ke mana?” bentakku setelah dimasukkan dengan paksa ke dalam mobil Jaguar.<br /><br />BL yang duduk di sebelahku sama sekali tak mengacuhkanku. Jadi kami duduk berjauhan sambil memandangi keluar jendela. Aku tertegun saat mobil tiba di depan gedung megah berpintu gagah yang dijaga dua patung unicorn. Sanctuary! Apa maksudnya ini?<br /><br />Aku turun mengikuti BL karena tak ingin masuk dibopong Aheng. Aku diam saja sambil bertanya-tanya apa Pak Dibyo masih bisa mengenaliku. Aku terkesiap ketika baru menyadari Bandi ikut dalam iring-iringan kami. Seperti dulu, dia membawa dua ayam cantik yang masih belia. Namun mata Bandi terus tertuju kepadaku. Sesekali dia menjilati bibirnya sambil memandangiku dengan lapar. Aku jadi merinding ketakutan dan tanpa sadar menempel pada Aheng.<br /><br />Déjà vu. Ya tidak persis begitu sih. Kalau dulu aku hanya menonton rombongan BL datang lalu terpaksa terlibat, sekarang sejak awal aku menjadi bagian dari mereka. Pak Dibyo mengenaliku dan terpana hingga ternganga-nganga. Apa penampilanku berubah begitu drastis?<br /><br />Tak seperti dulu, BL langsung berjalan menuju meja bilyar di tengah ruangan. Aku didorong-dorong Aheng supaya mengikuti bosnya. Hasilnya aku menumbuk punggung BL dengan sukses. Jas kremnya terkena lipstick-ku. Aku masih terhuyung saat dia membalik badan dan menangkap tanganku.<br /><br />“Aaaaah!”<br /><br />Aku menjerit tertahan setelah tubuhku dilempar ke atas meja bilyar yang kosong. Kepalaku terbentur meja hingga mataku berkunang-kunang. Aku hanya sempat berteriak-teriak ‘Jangan! Tolong!’ saat dia menyibak gaun babydoll warna hijau pupus dan memelorotkan celana dalam yang kupakai. Tapi seperti dulu, tak ada yang berani ikut campur. Semuanya memilih menonton sembari kasak-kusuk.<br /><br />Aku mencoba bangun namun yang kulihat membuatku terpaku. BL sedang nungging di depan selangkanganku. Wajahnya terbenam di antara kedua belah pahaku.<br /><br />“Ngghh… Ooooh….Aaaaah…”<br /><br />Yang kurasakan membuatku kembali berbaring. Baru kali ini aku dioral. Rasanya jauh lebih enak daripada masturbasi. Dia menjilati klentitku dan jarinya mengobok-obok G-spotku membuatku lupa kalau ini tempat umum. Aku mendesah, mengerang dan berteriak keras sembari terus menggelinjang. Bahkan aku ikut merangsang diriku sendiri dengan meremas-remas buah dadaku sendiri dari balik gaun. Kemudian saat jilatan lidaih dan tusukan jari-jari BL makin menggila, kugapai-gapai pinggir meja untuk mencari pegangaan. Tapi yang kudapat rambut BL.<br /><br />“Iiiiiih…. Ooooh…. Ooooaaah… Aaaaah… Aaaaaaaaaaaaaaah!!!”<br /><br />Kujambak rambutnya sembari berteriak dan melengkungkan punggungku ke atas. Kakiku bergetar keras dan menapak-napak liar ke atas. Tapi lidah BL masih terus bekerja sampai-sampai aku menggeliat-geliat lemah tanpa henti. Air mata mengalir di pipiku. Ketika akhirnya dia berhenti, aku langsung terkulai tanpa daya.<br /><br />Senyum puas menghiasi wajah angkuh musuhku. Aku tak berdaya melawan saat dia merengkuh kepalaku dan mengulum bibir dan lidahku. Untuk pertama kalinya aku merasakan cairan vaginaku sendiri. Gurih. BL memeluk dan menarik tubuhku hingga terduduk. Kupandangi cairan vaginaku yang menetes ke atas meja.<br /><br />“Happy birthday.”<br /><br />Aku tertegun dan menatap BL dengan kosong.<br /><br />“Apa kau lupa dengan hari ulang-tahunmu sendiri?” tanya BL geli.<br /><br />Para penonton ikut tertawa malah ada yang bertepuk tangan. Lagu happy birthday mengalun mengiringi kue ulang tahun yang keluar.<br /><br />Aku masih tertegun. Rasanya ingin tertawa, tapi tak bisa. Keinginan untuk menangis malah jauh lebih besar hingga hampir meluap dari hatiku. Bodoh sekali semua orang itu. Hari ini bukan hari ulang-tahunku. Tanggal lahir Lara Tan hanyalah karanganku. Hari ulang-tahunku sendiri masih enam bulan lagi. Tapi apa aku masih bisa merayakan hari ulang-tahunku?<br /><br />“Jangan takut. Hadiah dariku nggak perlu kau ganti. Aku tulus kok.”<br /><br />Aneh, sepasang mata dingin itu menatapku dengan lembut. Aku bergidik. Ini gila!<br /><br />Lebih gila lagi saat BL menelanjangiku. Aku berusaha melawan, tapi sia-sia. Gaun babydoll yang indah itu malah robek. BL sendiri juga membuka jas dan kemejanya. Dipelorotkan celana dan celana panjangnya lalu dilemparkan ke arah Aheng. Dengan bangga dia memamerkan tubuh liatnya yang memar di mana-mana, hasil perkelahian kami pagi tadi. Dia mendorong tubuhku hingga terlentang di tengah-tengah meja dan mulai menggarapku di sana. Penonton mengerumuni dan menyoraki kami. Beberapa dari mereka mulai mabuk dan ingin menyentuhku. Ada juga yang menyodorkan kont*lnya ke mulutku untuk dioral atau ke tanganku untuk dikocok. Tapi BL mengusir mereka dengan bentakan keras dan Aheng beserta para pengawal menggiring mereka menjauh. Termasuk Bandi yang tangannya mendadak menyelonong membelai pipiku.<br /><br />Dan tiba-tiba saja muncul pasangan-pasangan lain yang bercinta di tengah keramaian ini. Desahan, erangan dan teriakan erotis terdengar di mana-mana. Gila. Semuanya gila.<br />Aku sendiri mulai larut dalam gelora birahi yang terus memuncak. Aku mengimbangi permainan BL dengan menggoyang pantat dan pinggulku tanpa henti.<br /><br />Usai orgasmeku yang pertama, BL membawaku pindah ke sofa. Di sana kami melanjutkan permainan dengan berbagai gaya. Aku baru sadar ada seseorang yang tidak ikut menyoraki kami dengan gembira. Bukan, bukan Pak Dibyo. Babi tua itu tertawa gembira meski aku bisa melihat tawanya hanya pura-pura. Dia pasti ngiri setengah mati apalagi tidak ada seorang anak buahnya yang berdiri di dekatnya. Semuanya kabur menjauh karena tak ingin dimangsa kont*l bunteknya yang bau.<br /><br />Di sofa seberang, Bandi terus merengut sambil memandangiku. Tak ada rona puas di wajahnya meski sedang dioral dua ayam cantik yang dibawanya.<br /><br />“Kau milikku,” bisik BL usai ejakulasi.<br /><br />Pada saat yang sama, Bandi juga membisikkan kata-kata yang sama dari jauh. <br /> </div> <!-- / message --> </td> </tr> <tr> <td class="alt2" style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color rgb(255, 255, 255) rgb(255, 255, 255); border-width: 0px 1px 1px; text-align: center;"> </td> <td class="alt1" style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color rgb(255, 255, 255) rgb(255, 255, 255) -moz-use-text-color; border-width: 0px 1px 1px 0px;" align="right"> <!-- controls --> </td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><br /> <br /></div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-5726367938575051252010-03-21T08:37:00.000-07:002010-03-21T08:43:31.803-07:00<span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;"><span style="color:red;"><b><span style="font-size:180%;">Pesta 3 Hari Non Stop</span></b><br /></span><span style="font-size:130%;"><span style="color:darkorchid;"><b>Istana Full Nudist</b></span></span> <img src="http://www.duniasex.com/forum/images/smilies/applause.gif" alt="" title="Applause" class="inlineimg" border="0" /></span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Cerita dimulai, ketika kebanyakan masyarakat Jakarta memilih berlibur ke Bali maupun ke negara-negara tetangga, lain lagi yang dilakukan oleh pemuda yang baru saja dipromosikan menjadi manager umum sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor ini. Kali ini ia dan seorang pimpinannya sepakat melakukan petualangan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">"Kamu siap-siap saja pergi liburan selama kurang lebih 3 hari," kata Nicko menirukan omongan atasannya, CEO yang terbilang cukup dekat dengannya. Sebut saja Rudy. Hal itu dikatakan Rudy seminggu sebelum hari H itu. Oleh karena itu Nicko segera membatalkan janji dengan semua kerabatnya yang telah dirancang jauh hari sebelumnya. Ini lantaran bosnya memberi 'intro' cerita tentang tempat yang mau dikunjungi, sungguh menarik. </span></span><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">"Meski ia hanya mengatakan ingin mengajak ke sebuah tempat yang menurutnya bak istana dalam film Caligula, tapi saya bisa menangkap seperti apa tempat itu," ungkap Nicko diantara lengkingan vokal seorang musisi pria yang tengah melantunkan 'She's Gone'nya kelompok 'Steel Heart'.<br />Rudy bercerita, di tempat tersebut pengunjung dapat melakukan seks dengan semua escort yang memang disediakan di sana. Rudy telah beberapa kali pergi ke tempat tersebut. Dan kali ini ingin menularkan petualangan kenikmatannya pada sang anak buah yang baru dipromosikan. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">"Kamu akan merasakan sesuatu yang luar biasa," seru Rudy.<br />Nicko dan Rudy memang sohib yang suka bepergian ke tempat-tempat arena penyaji hiburan kenikmatan sesaat. Namun baru kali inilah kejutan yang diberikan atasannya mengumbar hasrat intim yang dilakukan di tengah kaum nudis. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">"Rudy juga berpesan tidak perlu membawa HP ketika pergi ke tempat itu," kata Nicko bercerita pada Fredy. Semua peralatan komunikasi harus ditinggalkan ketika akan berangkat ke menuju lokasi. Kalau pun masih terbawa maka akan diminta untuk menitipkan kepada para petugas yang menjemput, dan harus dimatikan. Oleh karena itu akhirnya Nicko tidak membawa komunikator 9210 telepon seluler kesayangannya yang selama ini telah setia menemaninya ke mana pun. Kalau sampai ketahuan atau kepergok membawa hp di dalam lokasi akan berakibat fatal. "Uang pembayaran dianggap batal. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Di hari H, Nicko dan Rudy bosnya bertemu di sebuah cafe di kawasan Senayan, sore menjelang malam hari. "Kami sempat ngopi sambil cuci mata', ungkapnya. Baru menjelang pukul 8 malam keduanya pergi ke restoran yang terletak di sebuah hotel di kawasan Jakarta Utara dengan menaiki sebuah taxi. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Sesampainya di restoran mereka menuju ke sebuah barisan bangku yang telah di reserved. Di bangku itu telah duduk 4 orang lain. "Selamat malam Bapak Rudy," sapa seorang lelaki diantara mereka. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Ternyata mereka mewakili penyelenggara. "Maaf Pak, kita harus menunggu jemputan terlebih dahulu," terang seorang pria muda bermata sipit yang mewakili penyelenggara. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Istana ini saat ini sedang lumayan padat pengunjung, sehingga shuttle car yang bertugas membawa tamu harus bolak-balik berulangkali. Bagi Rudy ini yang ke lima kalinya datang. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Selama kurang lebih 1 jam Nicko dan Rudy duduk-duduk sambil menikmati hidangan buffet yang telah dipesan. Sampai suatu saat ketika seorang berambut cepak menghampiri deretan meja yang diduduki oleh enam orang ini. Ia langsung menghampiri salah satu penyelenggara sambil berbisik-bisik. Tak lama kemudian wakil dari penyelenggara ini pun mengajak Nicko, Rudy dan dua orang lainnya untuk beranjak dari kursi menuju ke shuttle car. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">"Kami menuju ke parkiran dan menuju ke sebuah mobil mini van," terang Nicko. Kabin dalam mobil itu telah dimodifikasi sedemikian rupa dan telah diberi kain gorden sehingga jalan raya yang dilalui tidak dapat terlihat dengan jelas. "Bapak-bapak sekarang kita menuju ke lokasi istana," kata salah seorang penyelenggara dengan sopan ketika mobil hendak start. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Di mobil suasana sunyi. Masing-masing asyik dengan dirinya sendiri membayangkan apa yang akan dilakukan nanti. Musik di mobil berirama disko terdengar dari perangkat sound system menemani 4 orang calon pengunjung yang buta dengan arah yang hendak dituju. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">"Tak ada kemacetan saat itu," kata Nicko. Perjalanan buta yang ia rasakan itu memakan waktu kurang lebih selama setengah jam. "Lalu telah sampai setelah mobil berhenti di sebuah tempat," kata Nicko lagi. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Ketika pintu pagar terdengar dibuka, shuttle car ini bergerak lagi menuju ke ruangan garasi lalu berhenti sama sekali. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Setelah turun dari mobil mereka berempat digiring menuju ke sebuah ruangan resepsionis untuk mendaftar ulang para peserta. Di meja depan itu hanya ada dua orang wanita cantik separuh baya yang menerima mereka. Setelah berbincang sejenak dan menanyakan ulang data diri para peserta, mereka dipersilahkan menuju ke sebuah ruangan. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">"Kita dipersilahkan ke sebuah ruangan locker untuk menaruh pakaian," ungkap Nicko. Semua pakaian yang dikenakan dilucuti sama sekali dari tubuh.<br />Persyaratan ikut pesta di istana ini memang harus bugil. Setelah tidak mengenakan baju sama sekali mereka dipersilahkan masuk ke ruangan-ruangan di rumah mewah ini. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Di dalam rumah yang bak istana ini cukup lengkap dengan berbagai fasilitas pendukungnya. Mulai dari bar, kolam renang di dalam ruangan hingga belasan kamar mewah menjadi sarana pelengkap. Khusus di dalam bar malam itu cukup ramai oleh pengunjung. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Ada sekitar 10 orang pengunjung yang sedang memadati tempat minum itu. Mereka terlihat sedang asyik menikmati minuman pesanan yang dibuat oleh seorang bartender yang juga berpenampilan nudis. Musik-musik berirama dinamis yang diputar di dalam ruangan berukuran 30 meter persegi cukup membuat mereka yang sedang berada di sana asyik bergoyang badan. Sekilas desain ruangan bar ini tidak berbeda dengan tempat-tempat hiburan malam di lokasi lain. Yang membedakan adalah, para pengunjungnya yang full nudist. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Walau tampil bugil tapi asyik-asyik saja mereka berjoget ria. Pengaruh minuman beralkohol yang direguk memang cukup membuat mereka dapat tampil lepas tanpa sedikit pun terbebani oleh perasaan apa pun lantaran tak berpakaian sama sekali. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Para ladies escort yang juga tampil bugil siap menemani audience yang mulai mabuk. Beberapa diantaranya telah ada yang menemani para pengunjung. Sedangkan yang belum dipilih untuk menemani terlihat asyik di sudut meja bar. Ada juga yang asyik berpelukan dengan pria pemesannya, dan ada pula yang sedang berciuman. Beberapa malah ada juga yang mulai kehilangan kendali dengan melakukan aktivitas hubungan seks di sudut-sudut bar. Ada yang melakukannya sambil berdiri, namun ada juga yang menggunakan media meja bar. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Persis di sebelah bar terdapat hall karaoke yang dipergunakan oleh para peserta pesta nudis untuk menyanyi. Tempat ini sendiri sedikit lebih besar dari ruangan bar karena dapat menampung kurang lebih 30 peserta sekaligus. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Mereka asyik menyanyi bersama-sama mengikuti teks yang terlihat di screen besar. Siapa saja yang ingin memesan lagu tinggal mengisi teks yang diedarkan kepada para pengunjung,. Di ruangan ini ada counter bar yang menyediakan semua pesanan beverages yang diminta pengunjung karaoke. Ruangan bernyanyi ini seperti halnya ruangan-ruangan lain. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Pengunjung yang mengisi ruangan karaoke ini selain bernyanyi ada juga yang terlihat asyik melakukan aktivitas intim dengan para ladies escort. Mereka sudah cuek dan tidak peduli lagi dengan suasana sekitar. Tak ada yang kelihatan malu-malu atau risi. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Di kolam renang yang berada di lantai dasar ruangan, banyak pasangan yang kongkow-kongkow di tempat berukuran kurang lebih 200 meter persegi ini. Macam-macam aktifitasnya, yang jelas tak jauh dari hubungan intim unik. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Swimming pool -nya sendiri dirancang dengan dinaungi atap yang cukup tinggi sehingga bila matahari terik bersinar tidak akan menembus ke dalam. "Sebab ada juga pesta siang hari," jelas Nicko. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Dua puluh ladies escort yang standby di dekat counter bar, belum termasuk mereka yang telah terlebih dahulu diajak audience untuk menemani menyanyi sembari duduk di sofa coklat panjang. Di ruangan ini juga disediakan makanan ala buffet bagi para pengunjung yang lapar. Hidangannya akan diganti setiap empat jam sekali. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Juga ada belasan kamar yang dapat dipergunakan oleh audience yang ingin tidur ditemani para escort. Masing-masing kamar berukuran cukup luas dengan fasilitas tidak ubahnya kamar hotel berbintang dengan bathtub dan shower dingin maupun panas. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Di seluruh ruangan istana nudis ada sekitar 50 orang escort cantik yang siap menemani para pengunjung istana. Semua tamu bisa memakai siapa pun saja yang ada di di dalam ruangan itu. Umur mereka rata-rata masih muda, mulai dari yang berusia 18 tahun hingga yang paling tua berumur 27 tahun. Secara fisik para escort ini cukup menarik. Tubuh sintal dan menggoda selera, apalagi tampil polos. Rupanya soal kulit, mereka sangat diseleksi, harus mulus tanpa cacat terlihat. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Dengan membayar Rp. 5 juta semua keperluan tamu selama akan dipenuhi. Mulai dari makanan, minuman, hingga wanita. Hal ini dapat diperoleh selama tiga hari selama tamu masih kuat. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Bila tamu atau audience mampu bertahan lebih dari tiga hari maka akan dikenakan charge seperti diawal lagi, Rp. 5 juta lagi. Namun jika seseorang hanya bertahan selama satu atau dua hari saja, maka mereka tidak bisa meminta sisa dari pembayaran. Pokoknya uang Rp. 5 juta itu untuk pemakaian maksimal tiga hari. </span></span><br /><span style="font-size:85%;"><span style="color:blue;">Tapi jangan harap untuk dapat menemukan fasilitas televisi ataupun VCD player. Sebab semua pertunjukkan bugil telah tersaji secara live! SDS </span></span>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-3794747374304009772010-03-21T08:33:00.000-07:002010-03-21T08:37:13.446-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcS1V_aASgrvG94nSff9mMScESkT_wmDI_4S1GydhXbBvhcqN_zHPNrClYMkoj3vofR8zijoRbRBYin25twVNEJiCGaJToQJ1nZhrvdTiQgeOPY5IEv7hRmnWMX4MXJ1zbE89pWqF-ELY/s1600-h/111821650fd72d85ae94d21585e62fbc3bf5ceb.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcS1V_aASgrvG94nSff9mMScESkT_wmDI_4S1GydhXbBvhcqN_zHPNrClYMkoj3vofR8zijoRbRBYin25twVNEJiCGaJToQJ1nZhrvdTiQgeOPY5IEv7hRmnWMX4MXJ1zbE89pWqF-ELY/s400/111821650fd72d85ae94d21585e62fbc3bf5ceb.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451111308195499762" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrgQwmXJAOXw8warxRGfiQgS-yyBI08QGzjGL9B_6Scn1nGIdp_JOwoGz2uvwyDM12acDP3_5UbPyIvwFT7ZPqJih3NTtMqdVqdXAmY7xcgnDoZbFwoV2jdBgnhYpSaF9d6mowHfs5dbQ/s1600-h/1118215b39f7f9e411bfb16195c0404afa2e2bb.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrgQwmXJAOXw8warxRGfiQgS-yyBI08QGzjGL9B_6Scn1nGIdp_JOwoGz2uvwyDM12acDP3_5UbPyIvwFT7ZPqJih3NTtMqdVqdXAmY7xcgnDoZbFwoV2jdBgnhYpSaF9d6mowHfs5dbQ/s400/1118215b39f7f9e411bfb16195c0404afa2e2bb.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451111304713463026" border="0" /></a><br /><strong>Perkosaan yang Fantastik</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_1630589548"> <span style="font-family:Arial;"><span style="font-size:85%;">Suatu saat suamiku harus meneruskan S2nya ke luar negeri untuk tugas perusahaan. Aku mengantar kepergian suamiku sampai di bandara. Demikian sejak itu, aku harus membiasakan hidupnya dengan jadwal tugas suamiku, suatu hari menjelang sore hari, setelah menyediakan makan malam di atas meja, yang pada saat ini harus disiapkan sendiri, sebab pembantuku sedang pulang kampung, karena mendadak ada keluarga dekatnya di kampung yang sakit berat. John teman suamiku orang Italy pada waktu mereka sekolah di Inggris bersama, sedang mendapat tugas di Indonesia sementara ini tinggal dirumah. Telah hampir satu bulan John tinggal bersama kami, istrinya tetap berada di Italy. Seperti biasanya setelah selesai makan bersama, aku kembali kekamar dan karena udara diluar terasa panas aku ingin mengambil shower lalu aku mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi untuk berpancur. Letak kamar mandi nyambung dengan kamar tidurnya. Setelah selesai mandi, aku mengeringkan tubuhku dan dengan hanya membungkus tubuhku dengan handuk mandi, aku membuka pintu kamar mandi dan masuk ke dalam kamar tidurku. Disudut seberang kamar tidur yang tidak tertutup pintunya terlihat John sedang santai dikamarnya, rupanya dia telah selesai makan dan masuk ke kamarnya untuk nonton tv memang dia lebih senang di dalam kamar yang lantainya dilapisi karpet tebal dan udaranya dingin oleh AC.<br /><br />Dengan masih dililit handuk, aku duduk di depan meja rias untuk mengeringkan dan bersisir rambut. Pada saat itu John kulihat dari cerminku mendadak bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mondar mandir di dalam ruangan kamarnya, terlihat malam ini John agak gelisah, tidak seperti biasa yang selalu menutup pintu kamarnya, malam ini dia mondar mandir dan sekali-sekali matanya yang biru kecoklatan melihat ke arahku yang sedang duduk menyisir rambutku. Melihat John seperti itu, aku bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu untuk menutup pintu kamarku, aku sempat melihat John tersenyum padaku sambil berkata, "Hai Ratna kau cantik sekali malam ini..!" Tiba tiba John langsung berdiri melintas kamarnya, tanpa aba-aba salah satu kakinya menahan pintu kamarku lalu tangannya yang kekar mencoba menggapai pinggangku, tercium olehku bau alkohol dari mulutnya rupanya John baru saja minum whisky, "..John sadar.. aku Ratna istri temanmu..!" John bisa bicara Indonesia, aku mencoba berbalik dan karena eratnya pegangannya di pinggangku, aku terhuyung-huyung dan aku jatuh telentang di lantai yang dilapisi karpet tebal. Kedua kakiku terpentang lebar, sehingga handuk yang tadinya menutupi bagian bawahku tersingkap, yang mengakibatkan bagian bawahku terbuka polos terlihat bagian pahaku yang putih mulus masih agak basah karena belum sempat kering dengan betul. Rupanya minuman keras sangat mempengaruhi pikiran John yang sudah begitu lama tidak kencan dengan wanita, John dengan cepat berjalan ke arahku yang sedang telentang di lantai dan sekarang jongkok diantara kedua kakiku yang terbuka lebar itu. Dengan cepat kepalanya telah berada diantara pangkal pahaku dan tiba-tiba terasa lidahnya yang kasar dan basah itu mulai menjilati pahaku, hal ini menimbulkan perasaan yang sangat geli. Aku mencoba menarik badannya ke atas untuk menghindari serbuannya pada pahaku, akan tetapi tangannya begitu kekar tubuhnya terlihat besar dan atletis menahan tubuhku.<br /><br />John menunjukan matanya yang jalang, yang membuat aku ketakutan sehingga badanku terdiam dengan kaku. Kedua matanya melotot dengan buas melihat ke arah selangkanganku, kepalanya berada diantara kedua pahaku. Jilatannya makin naik ke atas dan tiba-tiba badanku menjadi kejang ketika bibir John itu terasa menyentuh pinggir dari belahan bibir kemaluanku dari bawah terus naik ke atas dan akhirnya badanku terasa meriang ketika lidah John yang besar basah dan kasar itu menyentuh klitorisku dan menggesek dengan suatu jilatan yang panjang, yang membuat aku terasa terbang melayang-layang bagaikan layang-layang putus ditiup angin."Aduuuhh!" tak terasa keluar keluhan panjang dari mulutku. Tubuhku terus bergetar-getar seperti orang kena setrum dan mataku terbeliak melihat kearah lidah John yang bolak balik menyapu belahan bibir kemaluanku dan dengan tanpa kusadari kedua pahaku makin kubuka lebar, memberikan peluang yang makin besar pada lidah John bermain-main pada belahan kemaluanku. Dengan tak dapat ditahan lagi, cairan pelumas mulai membanjiri keluar dari dalam kemaluanku dan dari cairan ini makin membuat John makin giat memainkan lidahnya terus menyapu dari bawah ke atas, mulai dari permukaan lubang anusku naik terus menyapu belahan bibir vaginaku sampai pada puncaknya yaitu pada klitorisku. Ohhh... dengan cepat vaginaku menjadi basah kuyup oleh cairan nafsu yang keluar terus menerus dari dalam vaginaku. Sejenak aku seakan-akan lupa diri, terbawa oleh nafsu birahi yang melanda.akan tetapi pada saat berikut aku baru sadar akan situasi yang menimpaku."Aduuuhh benar-benar gila ini, aku terbuai oleh nafsu karena sentuhan seorang laki laki asing.. aaahh.. tidak.. tidak bisa ini terjadi!", dengan cepat aku menarik tubuhku dan mencoba bergulir membalik badan untuk bisa meloloskan diri dari John.<br /><br />Dengan membalik badan, sekarang aku merangkak dengan kedua tangan dan lutut dan rupanya ini suatu gerakan yang salah yang berakibat sangat sangat fatal bagiku karena dengan tiba-tiba terasa sesuatu tenaga yang besar menahan pinggangku dan ketika masih dalam keadaan merangkak itu aku menoleh kepalaku ke belakang, terlihat John dengan kedua tangannya merangkul pinggangku dan kepalanya mendekap punggungku tangannya mencoba menarik handuk yang hanya tinggal separoh melilit badanku, badannya yang berat itu menekan tubuhku. Aku mencoba merangkak maju dan berpegang pada tepi tempat tidur untuk mencoba berdiri, akan tetapi tiba-tiba John menekan badannya yang beratnya hampir 80 Kg itu sehingga posisiku yang sudah setengah berlutut, karena beratnya badan John, akhirnya aku tersungkur ke tempat tidur dengan posisi berlutut di pinggir tempat tidur dan separuh badan tertelungkup di atas tempat tidur, di mana badan John menidih badanku. Kedua kaki John berlutut sambil bertumpu di lantai diantara kedua pahaku yang agak terkangkang dan karena posisi badanku yang tertelungkup itu, akhirnya handuk yang setengah melilit dan menutupi badanku lepas, sehingga seluruh tubuhku terbuka dengan lebar. Terdengar John mendesah melihat pinggangku yang ramping serta bongkahan pantatku yang bulat menonjol "..Oh..Ratna tak kusangka kau begitu sexy..!" Tubuh John makin dirapatkan ketubuhku, sehingga terasa pantatku tergesek oleh kedua pahanya yang besar dan berbulu.<br /><br />Dalam usaha merenggangkan kedua kakiku, tangan John bergerak-gerak diselangkanganku dan tanpa dapat dihindari bagian bawah vaginaku tergesek-gesek oleh jari jarinya yang besar besar itu. "Ouch..!..stop John..!" Aku mencoba menyadarinya, kedua tanganku tidak dapat digerakkan karena terhimpit diantara badanku sendiri .Tiba-tiba aku merasakan ada suatu benda kenyal, bulat panas terhimpit pada belahan pantatku dan tiba-tiba aku menyadari akan bahaya yang akan menimpaku, John rupanya sudah mulai beraksi dengan menggesek-gesekan batang kemaluannya pada belahan kenyal pantatku. "Auooohh.. John.. stop! pleasee..aach..!" dengan panik aku mencoba menyuruhnya berhenti melakukan aksinya, akan tetapi seruan itu tidak dipedulikan oleh John malahan sekarang terasa gerakan-gerakan menusuk nusuk benda tersebut pada pantatku mula-mula perlahan dan semakin lama semakin gencar saja. Aku menoleh ke kanan, ke arah kaca besar lemari yang persis berada di samping kanan tempat tidur, terlihat batang kemaluan orang asing tersebut telah tegang dan ya ampun..besar sekali..! dan terlihat batang kemaluannya yang merah berurat bagai sosis besar dengan ujungnya berbentuk agak bulat sedang menggesek gesek bagian pantatku. Rupanya Orang asing ini sudah sangat terangsang dan sekarang dia sedang berusaha memperkosaku. Aku benar-benar menjadi panik, bagaimana tidak.. aku akan disetubuhi oleh teman suamiku yang kelihatan sedang kesetanan oleh nafsu birahinya.<br /><br />Tanpa kusadari sodokan-sodokan batang kemaluan John semakin gencar saja, sehingga aku yang melihat melalui cermin gerakan pantat bule yang bahenol pahanya yang kekar tersebut , benar-benar terpesona karena gerakan tekanan-tekanan ke depan pantatnya benar-benar sangat cepat dan gencar, terasa sekarang serangan-serangan kepala batang kemaluannya tersebut mulai menimbulkan perasaan geli pada belahan pantatku dan kadang-kadang ujung batang kemaluannya menyentuh dengan cepat lubang anusku, menimbulkan perasaan geli yang amat sangat. Terlihat kedua kakinya melangkah ke depan, sehingga sekarang kedua pahanya yang berbulu memepeti kedua pahaku dan gerakan tekanan dan cocolan-cocolan kepala batang kemaluannya mulai terarah menyentuh bibir kemaluanku, aku menjadi bertambah panik, disamping perasaan yang mulai terasa tidak menentu, karena sodokan-sodokan kepala batang kemaluan John menimbulkan perasaan geli dan mulai membangkitkan nafsu birahiku yang sama sekali aku tidak kehendaki.<br /><br />Akhirnya dengan suatu gerakan dan tekanan yang cepat, John mendorong pantatnya ke depan dengan kuat, sehingga batang kemaluannya yang telah terjepit diantara bibir kemaluanku yang memang telah basah kuyup dan licin itu, akhirnya terdorong masuk dengan kuat dan terbenam separoh kedalam vaginaku, diikuti dengan jeritan panjang kepedihan yang keluar dari mulutku. "Aaduhh..!" kepalaku tertengadah ke atas dengan mata yang melotot serta mulut yang terbuka megap-megap kehabisan udara serta kedua tangan mencengkeram dengan kuat pada kasur. Akan tetapi John, tanpa memberikan kesempatan padaku untuk berpikir dan menyadari keadaan yang sedang terjadi, dengan cepat mulai memompa batang kemaluannya dengan gerakan-gerakan yang buas, tanpa mengenal kasihan pada istri temannya yang baru pertama kali ini menerima batang kemaluan yang sedemikian besarnya dalam vaginaku.<br /><br />Batang kemaluannya yang baru masuk sebagian itu dengan cepat keluar masuk mengaduk-aduk lubang kemaluanku tanpa mempedulikan betapa besar batang kemaluannya dibandingkan dengan daya tampung vaginaku. Walaupun hanya sebagian dari batang kemaluan bule itu yang masuk dari setiap gerakan menyebabkan keseluruhan bibir vaginaku mengembang dan mencengkeram batangnya dan klitorisku yang sudah keluar semuanya dan mengeras ikut tertekan masuk ke dalam, di mana klitorisku terjepit dan tergesek dengan batang kemaluannya yang besar dan berurat itu,"Ooohh..aku keenakan.. ini tak mungkin terjadi!" pikirku setengah sadar. "Aku mulai menikmati disetubuhi oleh teman suamiku, bule lagi? gila!" sementara perkosaan itu terus berlangsung, desiran darahku terasa mengalir semakin cepat, pikiran warasku perlahan-lahan menghilang kalah oleh permainan kenikmatan yang sedang diberikan oleh keperkasaan batang kemaluannya yang sedang 'menghajar' liang kenikmatankuku, perasaanku seakan-akan terasa melayang-layang di awan-awan dan dari bagian vaginaku terasa mengalir suatu perasaan mengelitik yang menjalar ke seluruh bagian tubuh, membuat perasaan nikmat yang terasa sangat fantastis, membuat mataku terbeliak dan terputar-putar akibat pengaruh batang kemaluan John yang besar begitu tajam dan begitu dahsyat mengaduk-aduk seluruh bagian yang sensitif didalam vaginaku tanpa ada yang tersisa satu milipun. Keseluruhan syaraf syaraf yang bisa menimbulkan kenikmatan dari dinding dalam vaginaku tak lolos dari sentuhan, tekanan, gesekan dan sodokan kepala dan batang kemaluan John yang benar-benar besar itu, rasanya paling kurang tiga kali besarnya tapi seratus kali lebih nikmat dari batang kemaluan suamiku dan cara gerakan pantat bule perkasa ini bergerak memompakan batang kemaluannya keluar masuk ke dalam vaginaku, benar-benar fantastis sangat cepat, membuatku tak sempat mengambil nafas ataupun menyadari apa yang terjadi, hanya rasa nikmat yang menyelubungi seluruh perasaanku, membuat secara total aku tidak dapat mengendalikan diri lagi.<br /><br />aku mulai menyadari akan hebatnya kenikmatan yang sedang menyelubungi seluruh sudut-sudut yang paling dalam di relung tubuhku akibat sodokan-sodokan batang kemaluan bule dalam rongga vaginaku yang menjepit erat, "Aaahh.. !" tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang besar, benar-benar besar sedang mulai memaksa masuk ke dalam vaginaku, memaksa bibir vaginaku membuka sebesar-besarnya, rasanya sampai sebatas kemampuan yang bisa kutolerir. Aku menoleh ke arah cermin untuk melihat apa yang sedang memaksa masuk ke dalam vaginaku itu dan.., "Aaaduuuhh.. gila.. benar-benar fantastis besarnya penis bule ini" keluhku, terlihat bagian pangkal belakang batang kemaluan John sepanjang kurang lebih 5 cm membengkak, membentuk seperti bonggol, dan dari bagian tersebut sedang mulai dipaksakan masuk, menekan bibir-bibir kemaluanku dan secara perlahan-lahan menerobos masuk ke dalam lubang vaginaku . "'Ooohh.. aaampun.. jangan John.. aku akan mati kalau engkau memaksakan benda itu masuk ke dalamku!" aku memelas tak berdaya seakan-akan John akan mengerti, akan tetapi sia-sia saja, dengan mata melotot aku melihat benda tersebut mulai menghilang ke dalam kemaluanku, "Rat.. nanti kalau sudah masuk semuanya dan licin kau akan merasakan kenikmatan yang kamu belum pernah rasakan sebelumnya..!" John mencoba menenangkanku, kepalaku tertengadah ke atas dan mataku terbalik ke belakang sehingga bagian putihnya saja yang kelihatan, dan sekujur badanku mengejang, bongkahan tersebut terus menerobos masuk ke dalam lubang vaginaku, sampai akhirnya seluruh lubang kenikmatanku dipenuhi oleh kepala, batang kemaluan dan bongkahan pada pangkal batang kemaluan bule tersebut.<br /><br />Oh.. benar-benar terasa sesak dan penuh rongga vaginaku dijelali oleh keseluruhan batang kemaluan bule tsb. Dalam keadaan itu John terus melanjutkan menekan-nekan pantatnya dengan cepat, membuat badanku ikut bergerak-gerak karena belakang batang kemaluannya telah terganjal di dalam lubang kemaluanku akibat bongkahan pada pangkal batang kemaluannya yang besar itu. Pantat John tersebut terus bergerak-gerak dengan liarnya, sambil bibirnya menciumi pundakku yang sudah tidak ditutupi handuk, terengah-engah dan mendengus-dengus, hal ini mengakibatkan batang kemaluannya dan bongkahan tersebut mengesek-gesek pada dinding-dinding vaginaku yang sudah sangat sangat kencang dan sensitif mencengkeram, yang menimbulkan perasaan geli dan nikmat yang amat sangat..sehingga kepalaku tergeleng-geleng ke kiri dan ke kanan dengan tak terkendali dan dengan histeris pantatku kutekan ke belakang merespon perasaan nikmat yang diberikan oleh John, yang tak pernah kualami selama ini."Ooohh.. tidak.." pikirku, "Aku tak pantas mengalami ini.. aku bukan seorang maniak seks! Aku selama ini tidak pernah nyeleweng dengan siapa pun.. ta.taapii.. sekarang.. ooohh seorang bule? aduuuhh! Tapiii.. ooohh.. enaaaknya.. aghh.. akuuu.. tak dapat menahan ini.. agghh.. aku tak menyadari betapa.. nikmaaatnya penis besar dari seorang bule yang perkasa..! aaaaqhh..!"<br /><br />Akhirnya aku tidak dapat mengendalikan diriku, rasa bersalah kalah oleh kenikmatan yang sedang melanda seluruh tubuhku dari perasaan yang begitu nikmat yang diberikan John padaku, dengan tak sadar lagi aku mendesah mengerang dan mengguman, "Ooohh..John you're cock is so biiig.. so gooood..! enaaakk.. aaaggh! teruuusss.. puasin aku.. Fuuuck meee Jooohn.." Aku benar-benar sekarang telah berubah menjadi seekor kuda liar, aku betinanya sedang ia kuda jantannya. Perkosaan sudah tidak ada lagi dibenakku, pada saat ini yang yang kuinginkan adalah disetubuhi oleh John senikmat mungkin dan selama mungkin, dan akhirnya aku mengalami orgasme yang pertama yang benar-benar dahsyat, suatu kenikmatan yang tak pernah kualami dengan suamiku selama ini."Ooohh.. yaa Ooohh.. puasin lagi aku John Ooohh.. setubuhi aku dengan batang kemaluanmu yang begitu besar dan perkasa!..aaaagghhh...!" terasa cairan hangat terus keluar dari dalam tubuhku, membasahi rongga-rongga di dalam lubang kemaluanku. "Aaagghhh.. ooohh.. benar-benar nikmaaaaat..!" keluhku tak percaya, terasa badanku melayang-layang, suatu kenikmatan yang tak terlukiskan. "Aaagghhh!" gerakanku yang liar pada saat mengalami orgasme itu agaknya membuat John merasa nikmat juga, disebabkan otot-otot kemaluanku berdenyut-denyut dengan kuat mengempot batang kemaluannya, mungkin pikirnya ini adalah kuda betina terhebat yang pernah dinikmatinya, hangat.. sempit dan sangat liar, batang kemaluan John yang besar itu mulai membengkak, sementara gerakan-gerakan tekanannya makin cepat saja, kelihatan John akan mengalami orgasme, gerakan-gerakan yang liar dari batang penisnya yang besar itu menimbulkan perasaan ngilu dan nikmat pada bagian dalam vaginaku, membuatku kehilangan kontrol dan menimbulkan perasaan gila dalam diriku, pantatku kugerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan dengan liar mengimbangi gerakan sodokan John yang makin cepat saja."Ooohh.. aaaduuh.. aaaghh! Joooohn..aku mau keluuuuaaar laaaggiii..!!" lenguhan panjang keluar dari mulutku mengimbangi orgasme kedua yang melandaku. Badanku meliuk-liuk dan bergetar dengan hebat kedua kakiku kurapatkan erat erat , kepalaku tertengadah ke atas dengan mulut terbuka dan kedua tanganku mencengkeram kasur dengan kuat sedangkan kedua otot-otot paha mengejang dengan hebat dan kedua mataku terbeliak dengan bagian putihnya yang kelihatan sementara otot-otot dalam kemaluanku terus berdenyut-denyut dan hal ini juga menimbulkan perasaan nikmat yang luar biasa pada John karena batang kemaluannya terasa dikempot kempot oleh lobang vaginaku yang mengakibatkan dia juga mengalami orgasme dan terasa cairan hangat dan kental yang keluar dari batang kejantanannya, rasanya lebih hangat dan lebih kental dan banyak dari punya suamiku, air mani John serasa dipompakan, tak henti-hentinya ke dalam lobang vaginaku, rasanya langsung ke dalam rahimku banyak sekali.<br /><br />Aku dapat merasakan semburan-semburan cairan kental hangat yang kuat, tak putus-putusnya dari air maninya .memompakan benihnya ke dalam kandunganku terus menerus hampir selama 1 menit, mengosongkan air maninya yang tersimpan cukup lama, karena selama ini dia tidak pernah bersetubuh dengan istrinya yang berada jauh dinegaranya. John terus menekan batang kemaluannya sehingga clitorisku ikut tertekan dan hal ini makin memberikan perasaan nikmat yang hebat, yang tak kusangka, tubuhku bergetar lagi merasakan rangsangan dahsyat sampai akhirnya aku mengalami orgasme yang ketiga. Akhirnya aku tertidur dengan nyenyaknya karena letih. Keesokan harinya aku terbangun dengan tubuh yang masih terasa lemas dan terasa tulang-tulangku seakan-akan lepas dari sendi-sendinya, sambil melirik ke arah John yang sedang tertidur lelap kupandangi tubuhnya yang telanjang kekar besar terlihat bulu bulu halus kecoklat coklatan menghias dadanya yang bidang lalu bulu bulu tersebut turun kebawah semakin lebat dan memutari sebuah benda yang tadi malam 'menghajar' vaginaku, benda itu masih tertidur tetapi ukurannya bukan main seperti penis suamiku yang sudah tegang maximum. Tiba tiba darahku berdesir, vaginaku terasa berdenyut, "..Oh.. apa yang terjadi pada diriku..?" </span></span><br /> <div align="center"><span style="font-family:Arial;"><span style="font-size:85%;">T A M A T</span></span></div> </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-42721142032859118352010-03-21T08:09:00.000-07:002010-03-21T08:33:26.524-07:00<strong>Naya Adventure's : At The Club</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_1630310415"> Namaku NAYA,25 tahun,158/50,orang bilang seh aku cantik,manis,cute<br />pokoknya sedap dipandang mata...body ku juga gak kalah dengan body Miss<br />Universe or Miss2 lainnya, sekedar buat info...aku pernah di nobatkan<br />sebagai ratu kampus waktu kuliah dulu...at least itu buat aku gak susah<br />buat mencari cowok,mereka datang bagaikan kumbang mencari madu...<br />aku dah kerja,dimana...itu gak penting,yang penting itu bisa membuat aku<br />membiayai hidupku dan membayar cowo2 yang kadang aku pake sekedar buat<br />have fun atau iseng...<br />Udah 3 bulan ini aku jomblo,jomblo abis,gak ada pacar,bukan karena aku<br />dah gak laku lagi,tapi aku dah boring ma cowok ku yang terakhir,aku<br />ingin mencari sesuatu yang berbeda,especially SEX!!! aku gak peduli<br />meskipun aku jomblo,tapi lama2 gak tahan juga,apalagi kalo hasrat untuk<br />bercumbu datang...seluruh tubuhku panas dingin,keringat mengucur deras<br />dan kepala pusing gak karuan..<br />Suatu hari di bulan juni,sepulang dari tempat fitness,aku merasa ada<br />dorongan kuat di sekitar memek ku,bukan pengen pipis...tapi pengen<br />merasakan sentuhan cowok di sana...setelah mandi,ganti baju,aku mulai<br />menyusun rencana tuk hunting cowok...akhirnya ku telp Vanya,temen<br />nongkrong dari waktu SMU,aku ngajakin dia buat dugem ke daerah xxxx<br />sana...Dia oke banget,secara style aku dan Vanya gak jauh beda,kami<br />punya hobby dan selera yang gak jauh beda,cuma bedanya Vanya rada tomboy..<br />Tepat pukul 20.00 aku jemput Vanya di rumahnya di xxxx,coz<br />xxxx-xxxx searah...malam itu kami dandan bak Diva,aku pake baju<br />sexy,rok mini dan halter neck,sepatu boot dan rambut yang sengaja aku<br />gerai...lipstik yang senada dengan eye shadow,gak lupa parfum Alissa<br />Ashley yang bisa bikin cowok2 nempel..<br />30 menit kemudian kita sampai di sxxxx club,karena malam minggu ramenya<br />gak ketulungan,ampe parkir mobil aja susah!<br />Setelah bayar Pass masuk,aku dan Vanya duduk di pojokan,mataku gak<br />pernah lepas mengawasi cowok2 yang berseliweran di depanku..sampai suatu<br />ketika mataku tertuju pada seorang cowok yang sedang ngobrol asyik<br />dengan bartender...Aku beranikan melempar senyum,dia membalas sambil<br />mengankat gelas minumannya..cowok itu gak terlalu tampan,tapi juga gak<br />jelek,aku perkirakan usianya 30 tahun,tinggi 180 dan berat<br />70kg,rambutnya ikal dan hitam,dagunya lancip,dadanya bidang dan<br />tegap...aku sempat berfikir apa mungkin dia model? Hmmmmm...ak<br />membayangkan dia memakai celana dalam saja,atau telanjang di<br />depanku..perlahan2 mataku turun ke arah perutnya,langsing dan tanpa<br />lemak..mataku mang gak bisa berhenti,aku melirik kearah daerah bawah<br />perutnya...******!!!! Yummy...Kontolnya gede dan kekar,malam itu dia<br />pake jeans yang ketat,aku membayangkan seperti apa rupa kontolnya?<br />ukurannya,panjang dan diameternya,juga modelnya...aku lihat dia juga<br />memperhatikan aku,ups,,,dia melihat dadaku..!!! Oh my GOD...tatapannya<br />serasa menelanjangiku,aku mumbusungkan dadaku,membiarkan otaknya<br />berfikir n menebak ukuran toketku...Aku sadar banyak cowok yang suka<br />toketku,bentuknya seperti apel fuji,ranum dan manis...mantan2 cowk ku<br />dulu selalu ketagihan tiap kali mereka meremas dan menghisap2<br />toketku,aku paling gak tahan kalau lidah mereka bermain2 di putingku...<br />Kembali ke cowok targetku ini...dia terpesona melihatku,aku bisa<br />merasakan kalo sekarang kontolnya pasti dah ngaceng...apalagi aku<br />mempermainkan gelas ditanganku seperti menggenggam ****** cowok!!! aku<br />mulai menjilat bibir gelas,kumainkan lidahku di antara bibirku,lalu<br />kucelupkan ujung telunjukku ke dalam gelas,ku kulum jariku sambil mataku<br />terus mengawasi dia...Hmmmm aku bisa liat dari matanya dia dah mulai<br />terangsang...Lalu aku bilang ma vANYA.." vA...aku ke toilet dulu ya?<br />kebelet neh pengen pipis" dia hanya mengaangguk,vanya lagi asyik ma<br />cowok kenalan barunya,tapi sayang dah oom2,aku gak tertarik...aku<br />berjalan kearah toilet dan melewati cowok itu...dengan melihat<br />sekilas,kukibaskan rambutku...toiletnya lagi sepi,cuma ada 1 orang cewe<br />yang keluar waktu aku masuk..aku menunggu di balik pintu,beberapa saat<br />kemudian terdengar langkah kaki memasuki toilet,aku intip ternyata itu<br />cowo ygb tadi!<br />Pucuk dicinta cowokpun tiba! Ku tarik dia masuk kedalam toilet,dan<br />kkunci pintunya,terlihat dia sangat kaget! tapi aku gak peduli,sebelum<br />mulutnya tewrbuka aku langsung meyerbu dengan ciuman2 dahsyatku,kukulum<br />bibirnya,ku gigit dan kumainkan lidahku.tercium bau minuman beralkohol<br />tapi itu makin membuatku makin terangsang...kubuka kancing bajunga<br />dengan kasar, dia juga menjambak rambutku sambil tak henti2nya<br />menciumku...leherku di cium dengan gemas,toketku pun gak luput jadi<br />sasaran tangannya,bibirnya menjilat putingku,lidahnya mempermainkan<br />ujung putingku...aku juga gak mau kalah,ku masukkan tanganku ke dalam cd<br />nya,WOW....aku senang skali,ternyata tebakanku gak salah,kontolnya<br />gede!!! aku remas2 pelirnya,dia mengerang "aaaaaaaaaahhhhh...." aku buka<br />bra ku agar dia leluasa memainkan toketku, rok ku diangkat,awalnya dia<br />cuma meraba2 memekku dari balik cd...kupaksa tangannya masuk kedalam cd<br />ku,ku liat dia surprise juga karena jembutku yang lebat dan memekku yang<br />chubby...aku mulai mendesah2 waktu tangannya menggesek2 itilku,karena<br />itilku besar dan keras jadi dia gak sulit untuk menemukan<br />itilku..."sssssssssshhhhhhh.....ooooooooohhhh" aku mulai gak tahan,ku<br />suruh dia jongkok dan menjilati memekku..GILA!!! jilatannya enak<br />buanget,itilku di sentil2 lidahnya,bibirmemekku di kulum dan yang labih<br />asyik lagi jembutku di ciumi,hmmmmmmmmgak rugi aku rajin pake sabun<br />sirih tiap kali abis pipis,cowok2 dulu selalu bilang memekku harum n<br />rasanya juga segar...aku mulai gak tahan,rasanya pejuku mau keluar,dia2<br />benar beringas,memekku dikira es krim kali ya? gak brenti2nya dia<br />menjilat,melumat dan mengocok memekku pake lidah...aku heran,terbuat<br />dari apa lidahnya? memekku seperti terasa basah dan lidahnya gak bosan2<br />bermain disana...sampai akhirnya pejuku keluar<br />juga,"aaaaaaaaaa...ooooouuuuuuuuhhhhhhhh" aku setengah berteriak waktu<br />pejuku keluar,dan asyiknya dia masih saja memainkan lidahnya padahal<br />pejuku keluar,dengan rakusnya dia menghisap dan menyeruput pejuku...gila<br />neh cowok,belukm pernah ngerasain memek apa ya? awas,aku akan buat<br />pejumu juga keluar...kataku dalam hati...Lalu ku minta dia yg berdiri<br />dan aku jongok di antara pahanya yg mengangkang...dia mengacungkan<br />kontolya di muka ku,dia membuat mulutku seakan gelagapan mencari<br />kontolya,akhirnya ku tangkap kontolnya! wow,dia memejamkan mata waktu<br />kontolnya berada dalam mulutku,pelan 2 kukulum ujng kontolnya,merah<br />banget n urat2 kontolnya keluar,,aku makin gemas,ku main2kan lidahku di<br />pelirnya,ku emut dan ku keluarkan berkali2,kontolnya makin<br />keras.kemudian ku kocok lagi dalam mulutku,keluar<br />masuk..."ooooooooohhhh...yeaaaahhh...trus...." dia makin ganas<br />menyorongkan kontolnya dalam mulutku,aku juga makin asyik,apalagi<br />toketku gak brenti2nya dia remas...karena gak tahan,dia suruh aku<br />berdiri,aku nungging mengahadap tembok,tanganku diangkat,pelan2<br />kontolnya mulai mencari2 lobang memekku dari belakang, ku bantu dia<br />memaskkan kontolnya...akhinya..blesssss...nancep juga ****** besarnya<br />dalam memekku...aku teriak kesenangan,seperti anak kecil yg dpt mainan<br />baru,kontolnya menembus memekku dengan mudah,ternyata cukup jg ya? aku<br />merasakan hangatnya ****** dalam memekku,pelan2 dia mulai menyodok<br />memekku,tangannya meremas2 toketku sambil pantatnya menggoyang2<br />pantatku,maju mundur makin cepat,makin cepat,dan mkn cepat!!! Dia mulai<br />berkeringat,aku juga,peluh kami menyatu,hasrat dan nafsu yang<br />membara...bunyi memek ku yang di kocok kontolnya juga makin membuat aku<br />bergairah..."ooohhhh...memek mu legit,enaaaakkkk,oooohhhhh...kontolku<br />ennnaaaakkkkk" dia mulai meracau gak karuan,sesekali tanganya memegang<br />jembutku dan memyentil2 itil ku didepan..."hmmmmmmmmmmmmm<br />trussss...eeeennnnnnaaaakkk ngentoooottt" aku juga mulai mengerang<br />keenakan,akhirnya dia lepas kontolnya dan menyuruhku duduk di lobang<br />closet,kaki kanan ku di angkat dan kontolnya nembus memekku lagi,kali<br />ini dari depan...wow...rasanya gak kalah enak,ku keluakan jurus<br />kegelku,pelan2 ku kembang kempiskan memekku,ku jepit kontolnya,hmmmm aku<br />tau pasti sekarang kontolnya seperti di pijat2 memekku...bosan dengan<br />gaya itu...dia menggendongku,kontolnya masih nancep dalam memekku,sambil<br />bersandar di tembok,kedua kakiku mengepit pinggangnya,dia memegang<br />bokongku sambil terus megocok memekku,kontolnya gak brenti2 dalam<br />memekku...aku makin gak tahan dan sepertinya juga pejuku hampir<br />keluar,memekku terus diaduk2 pake kontolnya,sampai akhirnya aku merasa<br />dia makin tegang, pegangannya makin kuat!!! "ooooooo...pejuku mau<br />keluarrrrr,keluarin dimana???" katanya sambil terus ngentotin memekku, "<br />keluarin di dalam memekku saja!" awalnya dia bingung,tapi kupaksa biar<br />kontolnya gak lepas...sampai akhirya dia orgasme,dan kemudian aku juga<br />orgasme....dengan kasar dia menghunjam memekku..."<br />aaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh....." kami berte3riak hampir bersamaan,kurasakan<br />peju hangatnya dalam memekku yang basah....sedikit demi sedikit,sampai<br />akhirya ku rasakan semburan peju dalam memekku,aku liat dia puas....lalu<br />memelukkku "kamu puas?" tanyanya,aku hanya mengangguk sambil<br />membersihkan bekas pejunya dalam memekku,lalu tiba2 dia mengambil air<br />dan membasuh memekku,kurasakan kembali tanganyya mengusap2 memekku<br />"sorry aku harus cepat balik,temanku dah nunggu lama" kataku...dia<br />memasang bajunya,celananya,sempat kulirik lagi ****** itu,masih<br />ngaceng...aku berfikir kapan lagi mencicipinya? aku dah selesai,kulihat<br />dia keluar,dan aku merapikan riasanku,lpstik blepotan dan bedakku luntur<br />karena kringat..Buset tuh cowok!!! enak banget kontolnya? hehehe aku<br />senyum2 sendiri sambil membayangkan adegan ******* kami tadi yg lumayan<br />hot!!! ku temui Vanya yang mulai celingukan mencariku," kok lama bgt<br />seh? pipis kok 1 jam?" sambil tersenyum ku bilang " Sorry Va,tadi<br />terlalu enak pipisnya makanya lama" cowo itu masih disana,tersenyum<br />sambil mengedipkan matanya...dia mendekatiku, " kenalan dong,boleh?"<br />Shit!!! ternyata aku lupa kenalan dari tadi,"namaku STEVE,baru 2 hari di<br />XXXX. </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-62868595517227281972010-03-21T08:02:00.000-07:002010-03-21T08:09:17.196-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2AmxK0lOuilchtm_8cLj68gpdVGYHFmC2B8yfs2gpxOQnyywgU3Dhavg86ymhyphenhyphenioG3dOgXHJtqUoAD2lFvKa9ZF6uCXHXL5e2Cpcgxt1YnGpD34ALYu36KSOZkz6OLYiHamYd4GkxVR4/s1600-h/289886472a83af8617048acfb3b376ae5a24889.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 213px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2AmxK0lOuilchtm_8cLj68gpdVGYHFmC2B8yfs2gpxOQnyywgU3Dhavg86ymhyphenhyphenioG3dOgXHJtqUoAD2lFvKa9ZF6uCXHXL5e2Cpcgxt1YnGpD34ALYu36KSOZkz6OLYiHamYd4GkxVR4/s320/289886472a83af8617048acfb3b376ae5a24889.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451104052109251106" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhls_8Kqi0xZMHrj3tUuKD_HiVsdsmBVt9RwlsRLDVZwHVuNUPHqm2DWLqRTjAQRvC8b6Hs6dOM25ov6PHvQVseJHC67R4-a0CkSGO3DgxYg-MXd1UkQjK0a4IuPVfTRVr1LLPFzLwHBzA/s1600-h/2898860737034277e33f89f39d7e80378436d6b.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 213px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhls_8Kqi0xZMHrj3tUuKD_HiVsdsmBVt9RwlsRLDVZwHVuNUPHqm2DWLqRTjAQRvC8b6Hs6dOM25ov6PHvQVseJHC67R4-a0CkSGO3DgxYg-MXd1UkQjK0a4IuPVfTRVr1LLPFzLwHBzA/s320/2898860737034277e33f89f39d7e80378436d6b.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451104044113872946" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_mQEUeoe7mdXvCOd__5rU79mQi0ur2GzCyXjJEJhRhUKdr9IJi3Lg0VoGOQ1bj7nCsRPobgoB5fdiCgJ2JG28jQFts8Q_2bt3KlyWbFNTaaznpyO4N9MDZ5kmylKxm8lV7OA_nAUsOYE/s1600-h/289864834419c51e63df650f4b53431c205adfa.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 214px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_mQEUeoe7mdXvCOd__5rU79mQi0ur2GzCyXjJEJhRhUKdr9IJi3Lg0VoGOQ1bj7nCsRPobgoB5fdiCgJ2JG28jQFts8Q_2bt3KlyWbFNTaaznpyO4N9MDZ5kmylKxm8lV7OA_nAUsOYE/s320/289864834419c51e63df650f4b53431c205adfa.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451104042525190530" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9tgJw-oNaNvhB2MOB7hjTCM2t-jKmpC5W2oTSsSYFVZoTxSNuRa4LGAt01Ki0sGSNpDLJMtyhwL5e6mnKYUYT54ya3DV9DU3AOrgfbvl3OMWDhRU-N5ZUSy6OolAoOGmWHwzxTpJbtHA/s1600-h/289864115bf59377ddc00d48f35165bf040ba75.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 214px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9tgJw-oNaNvhB2MOB7hjTCM2t-jKmpC5W2oTSsSYFVZoTxSNuRa4LGAt01Ki0sGSNpDLJMtyhwL5e6mnKYUYT54ya3DV9DU3AOrgfbvl3OMWDhRU-N5ZUSy6OolAoOGmWHwzxTpJbtHA/s320/289864115bf59377ddc00d48f35165bf040ba75.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451104026207212546" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4MhyxMIV4jtJkwSmK3FKyEzFwXC3c723NHd8xfRSBvBQmDCpE-xjcvMXxTLdrsYSkJO5N_urhnyU2CKyJVuiWXKlmBd8eB2CmRDsGO03ICbcVbcpYuHPNggHTgAQt46CO4xTWNDGvtMQ/s1600-h/2898646f249ae8781a10c4032b9c2f30c6572af.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 214px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4MhyxMIV4jtJkwSmK3FKyEzFwXC3c723NHd8xfRSBvBQmDCpE-xjcvMXxTLdrsYSkJO5N_urhnyU2CKyJVuiWXKlmBd8eB2CmRDsGO03ICbcVbcpYuHPNggHTgAQt46CO4xTWNDGvtMQ/s320/2898646f249ae8781a10c4032b9c2f30c6572af.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451104024574842034" border="0" /></a><br /><strong>Pamer Istri</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> Sharing dari Tetangga, Maaf kalo diperingatkan lagi<br /><br />Pamer Istri<br />Hari ini kami menghabiskan malam dengan jalan2 di mall dan diakhiri dengan makan malam di restoran favorit kami. Kami berjanji bertemu di mall pondok indah. Istri ingin membeli beberapa cd music kesukaannya.<br />Kami bertemu di toko buku di Pondok Indah Mall. Istri terlihat cantik dan tegas dalam gaun kerja dia. Tapi entah kenapa wajahnya terlihat muram. Saya hampiri dia, saya kecup bibir manisnya. Diapun tersenyum lagi.<br />Saya tanyakan kepadanya kenapa dia tampak muram. Dia dengan sewot menunjukkan rok nya yang tampak hitam terkena noda - entah noda apa. Dia segera mengajak keluar dari toko buku karena dia ingin membeli rok baru, dia malu memakai rok kotor itu. Padahal menurut saya noda itu tidak terlalu mengganggu kecantikan yang memakainya, tapi ya sudahlah... saya menuruti saja.<br />Yang saya takutkan memang terjadi. Untuk membeli satu buah rok atau celana aja, lamanya minta ampun. Sudah hampir 1 jam dia belum memutuskan yang mana yang akan dibeli Dasar wanita. Akhirnya, dengan sedikit sewot saya minta dia segera membeli satu atau kita tidak jadi beli cd dan makan malam. Dia bilang kalau dia sebenarnya sedang bingung mau memilih rok/celana yang cocok dengan atasan dia.. (ya ampun). Sejenak saya melihat ada rok pendek dengan 2 lapis kain yang masing2 kain agak transparan (berlubang-lubang seperti jaring). Saya minta istri coba rok itu. Awal mulanya istri keberatan karena rok itu terlihat seksi dan menggoda, tapi setelah saya bujuk2 akhirnya dia mau.<br />Kami berdua masuk ke ruang ganti. Istripun menanggalkan rok dia dan memakai rok tersebut. memang setelah dipakai rok itu terlihat seksi di tubuh istri. Kalau diperhatikan, celana dalam putih istri pun agak terlihat tapi kalau sekilas diperhatikan hal itu tidak mengganggu. Kalau kain rok agak ditekan ke paha celana dalam putih dia akan semakin jelas terlihat. Istri merasa terganggu karenanya. Karena memang roknya berwarna gelap dan celana dalam istri berwarna putih.<br />Ahirnya saya punya ide. Saya minta istri melepas celana dalamnya. "Maksud papa, selama jalan2 ini aku gak pake cd?", tanya istri saya. "Yupe" jawab saya pasti. Istri sempat tertawa. "Nekad" katanya. Tapi akhirnya dia melakukannya juga. Dia lepas celana dalamnya, dia berikan ke saya dan saya masukkan dalam tas saya.<br />Dengan dilepasnya celana itu, kaki istri yang kuning memang terlihat semua sampai ke pangkal bokong tapi paling tidak celana dalam istri tidak terlihat menggangu. Bahkan, saya yakin orang akan penasaran dengan penampilan istri. Akhirnya rok itu pun kami beli. Istri mencari toilet untuk ganti rok dan.. akhirnya malam itu istri tanpa CD<br />Kami pun langsung ke toko CD (compact disc lho, bukan celana dalam). Saya melihat rak lagu2 kesukaan saya dan istri ke rak yang lain untuk melihat koleksi lagu kesukaan dia. Dari jauh, saya melihat memang rok istri terlihat sangat menggoda. Apabila benar2 diperhatikan dari samping, paha mulus istri yang kuning agak2 terlihat dari mulai lutut sampai ke atas hampir pinggang (karena tertutup baju yang dia pakai). Kalau dari belakang dan depan tidak terlalu terlihat karena lipatan2 kain rok itu terpusat di depan dan belakang. Benar2 menggoda. Saya melihat para pria di sekitar rak istri tampak sibuk "melototi" paha istri Benar-benar lucu. Mereka sudah konsentrasi ke CD yang akan mereka beli lagi sepertinya.<br />Entah kenapa saya jadi horny. Saya dekati istri dan saya katakan kalau pria2 disekitarnya memperhatikan pahanya. Istri ternyata sudah mengetahuinya.<br />"Saya horny", kata saya.<br />"Saya juga, tapi saya pengen menggoda mereka lagi.", kata istri.<br />"Jangan keterlaluan lho, nanti saya cemburu", kata saya.<br />"Lihat aja..", jawab istri saya.<br />Saya lihat istri menghampiri petugas toko untuk mencoba CD yang dia pilih. Di tempat coba cd itu ada tempat duduk kecil dengan kaki yang lumayan tinggi. Istri naik ke kursi itu dan memasang head phonenya. Dengan gayanya yang seperti tidak sengaja (saya tahu dia sengaja) dia silangkan kakinya dan sedikit menarik rok nya ke atas sehingga paha mulusnya terlihat. Orang tidak bisa mengintip dari depan karena dari depan ada penyangga CD Player, tapi dari samping kaki istri bisa hampir semuanya terlihat meskipun daerah paha nya tertutup dengan rok nya yang hampir tembus pandang. Benar-benar merangsang. Penis saya sakit karena ereksi dan terjepit celana dalam<br />Saya memperhatikan saja dari jauh. Beberapa saat kemudian, tampak ada anak muda yang mendekati istri dan berusaha menyapa. Dia mengajak istri kenalan dengan berbagai cara. Istripun meladeni. Saya memberi waktu kepada istri buat "menikmati" hasil godaannya Akhirnya saya menghampiri istri. Istri mengenalkan saya kepada pemuda tadi yang ternyata bernama Yandi. Mengetahui istri ternyata bersama saya, kelihatan raut kecewa dan rikuh dari pemuda itu. Tapi apa peduli saya. Saya ajak istri saya untuk membayar CD yang kami beli dan kami segera keluar.<br />Kata istri, pemuda tadi sempat minta kartu nama tapi tidak diberi sama istri. "Sekarang, mama horny banget lho, pa", kata istri.<br />"Aku juga", jawab saya. "Mau gak ngesex sekarang?", asal saja saya tanya dengan berharap sisi wild istri keluar saat itu.<br />"Mau", jawab istri. Jawaban yang saya harapkan tapi lumayan agak kaget juga<br />"Main di mobil aja yuk", ajak saya.<br />Istri pun setuju. Kami segera bergegas ke mobil kami di lapangan parkir. Ternyata tempat parkir pondok indah mall sangat tidak mendukung, jadi di sana saya hanya bisa melakukan oral sex kepada istri sampai istri orgasme. Untuk sementara waktu, saya belum bisa melampiaskan nafsu saya di sana.<br />Kami kemudian naik ke mall lagi dan makan malam. Sekitar pukul 21:00 kami sudah keluar dari mall. "Papa masih horny gak?", tanya istri. Sebenarnya saya sudah tidak horny lagi tapi tidak ada salahnya kalau istri punya ide asyik lagi jadi saya jawab iya. Istri hanya tertawa saja. Dia menawarkan oral sex kepada saya. Saya pun setuju. Setelah keluar tol menuju rumah, kami mencari tempat yang pas buat istri melakukan oral sex kepada saya. Belum saya menemukan tempat itu, istri sudah mengangkat roknya tinggi2. Dia keluarkan dildo dari tasnya. Dia masukkan dildo itu ke vaginanya sambil mendesah2. Saya suka sekali melihat keisengan dia malam ini. Akhirnya karena tidak tahan, saya berhenti di depan sebuah bank dan saya minta istri mulai oral sex saya. Istri minta saya memainkan dildo ke vaginanya. Kami tidak bisa melakukan sex di mobil saat itu karena jalan sangat ramai dan sering sekali orang lewat dekat mobil kami.<br />Demikianlah, di perjalanan itu kami saling merangsang sampai orgasme.Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-23222376152232532972010-03-21T07:52:00.000-07:002010-03-21T08:02:44.138-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVKFe7aQoiVVCrt_SNZzedCZ9juJNW2fSnnxT8_8thdUFWGL9xcFXllexcmEduuFIXvB82DlGa31MYxs9fIjiMesYqtDEK4DPDGAyNbnRkDUFgqhXHlPKq5TJrQ3QjSQ3BEPx6_zVJHtM/s1600-h/96301_photo033_123_313lo.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 266px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVKFe7aQoiVVCrt_SNZzedCZ9juJNW2fSnnxT8_8thdUFWGL9xcFXllexcmEduuFIXvB82DlGa31MYxs9fIjiMesYqtDEK4DPDGAyNbnRkDUFgqhXHlPKq5TJrQ3QjSQ3BEPx6_zVJHtM/s400/96301_photo033_123_313lo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451102235451922706" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdw6aPfoHuUUawao7lhFCflN0Go93bTtseAxdgkzuD8V_YXa-vdyw69Rz4FbxyDQNandAW8egJwtqN00LIf3rNPmrDs6erfGVHHEO8lOiVd57hFlIWm_w9o1VPWSNmzJPlafLIiWZwPDE/s1600-h/92135_photo008_123_450lo.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 266px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdw6aPfoHuUUawao7lhFCflN0Go93bTtseAxdgkzuD8V_YXa-vdyw69Rz4FbxyDQNandAW8egJwtqN00LIf3rNPmrDs6erfGVHHEO8lOiVd57hFlIWm_w9o1VPWSNmzJPlafLIiWZwPDE/s400/92135_photo008_123_450lo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451101940852681298" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvRvfRjYi7_Mo4KAOfejyuTmZjc5GcLGcGuL7dPVUdVwRim7qBNUlhW2Gy1A2DzaCHfSMcypdzhZOA8nmLCZqUi_m6z7f1BN23M9fAnJqlGYMAq5Aj6ch_UWouojQzcsEwA8WxKlWoIKs/s1600-h/91814_photo005_123_398lo.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 266px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvRvfRjYi7_Mo4KAOfejyuTmZjc5GcLGcGuL7dPVUdVwRim7qBNUlhW2Gy1A2DzaCHfSMcypdzhZOA8nmLCZqUi_m6z7f1BN23M9fAnJqlGYMAq5Aj6ch_UWouojQzcsEwA8WxKlWoIKs/s400/91814_photo005_123_398lo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451101658125450914" border="0" /></a><br /><strong>Naya Adventure's : At Hotel Room</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_1630310428"> <span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Aku dah mau pulang kerja waktu hujan turun lebat bgt… Benernya aku malas pulang, tapi mulut ini dah ga tahan pengen ngemil… Karena ga tahan, aku paksain juga... Aku jalan ke tempat parker buat ambil mobil honda jazz kesayanganku… Pelan aku starter mobilku dan aku mulai jalankan mobilku meninggalkan area parkir….</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Sambil menyetir, aku kebayang lagi kisahku semalam… Aku dientot ama cowok yang baru aku kenal…. Aku kebayang ****** besarnya… Enaknya ****** itu waktu sedang kocokin memek chubby ku…. Uhhh… sampe sekarang masih kerasa enaknya…. Sementara itu diluar hujan sudah mulai turun dengan lebatnya… Membuat suasana tambah dingin… Hmmm… enak banget kalo ******* sekarang, pikirku… Aku mulai merasa memek ku mulai lembab.. Apalagi aku pakai CD Brokat mini warna hitam, yang talinya kecil dan Cuma bisa nutupin lubang memek ku aja… talinya nyelip di belahan pantat besarku… Jembut lebatku sudah pasti keluar… Uhh… aku butuh ****** sekarang…. Pikirku nakal..</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Tiba tiba mobilku kerasa tersendat dan mati mesinnya… SHIT…. Kenapa lagi nih mobil… Mana di luar lagi hujan lagi…pikirku kesal… Dengan sisa2 tenaga, aku minggirkan mobilku di tepi jalan supaya ga bikin macet…</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Nekat aja aku keluar.. Basah basah deh…. Kemudian aku buka kap mobilku… Aku periksa mesinnya, aki nya…. Baik2 aja kok, pikirku.. Apanya neh… Aku masuk lagi n coba starter mobilku…. Tapi ga mau nyala mesinnya !!! Gimana neh… Mana bajuku basah semua lagi…. Aku keluar lagi buat periksa mesin mobilku….</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Tiba tiba ada mobil menepi… Naya!!!... Aku dengar ada suara cowok yang panggil namaku… Dan aku menoleh… ternyata cowok yang semalam ngentotin aku!!!.... Ohh, steve.. Thanx God.. seruku… Kenapa mobilmu nay?, tanyanya… Ga tau neh… Tau tau aja mesinnya mogok, jawabku… Bentar yah, aku liat dulu… N dia mulai periksa mesin mobilku…. Trus dia coba starter lagi… ternyata tetap ga mau hidup mesin nya…. Nay, coba masuk bentar… Kemudian aku masuk… Sambil senyum2, steve nunjukin ke dashboard mobilku… Nay, kapan sih terakhir kamu isi bensin? Tanyanya… OOhhhh… ternyata aku lupa isi bensin mobilku… Aku jadi ngerasa malu banget!!!... Ya udah, gini aja… gimana kalo kamu ikut aku aja.. Mobilmu ditinggal disini aja… Ntar kita cari bensin dulu buat isi mobilmu ini, kata steve… Aku ga liat ada alternative lain.. Akhirnya aku iyakan aja ajakannya… Dari pada bengong disini.. Mana hujannya tambah lebat lagi, pikirku…</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Akhirnya aku pun masuk kedalam mobilnya dan duduk disampingnya… Uhh.. aku kedinginan neh, steve.. Ya udah, kamu ikut aku ke hotel tempat aku menginap, sementara kamu ganti bajumu pake bajuku aja, biar kamu ga masuk angin Nay, kata Steve..</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Sesampainya di kamar hotel tempat steve menginap, aku diberi kaos oleh steve… Neh nay.. kamu pake aja kaosku dulu… Di pojok situ kamar mandinya, sambil dia menunjukkan letak kamar mandi… Thanx, steve.. kataku… N aku pun berjalan ke arah yang ditunjuknya.. Sampai di kamar mandi, aku mulai membuka kancing seragam n rok kerja ku yang dah basah… Duh, mana CD dan Bra ku juga basah semua lagi, pikirku… Akhirnya aku buka juga Bra n CD brokat hitam ku… Duh dinginnya, pikirku…. Apa aku mandi air hangat aja yah, supaya ga sakit kena air hujan?... Kemudian </span></span></span><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">aku mulai menghidupkan keran air hangat shower… Di dinding kamar mandi itu, ada kaca besar… Iseng aku berdiri berkaca… Hmmm putting toketku yang merah dah berdiri ngaceng… Pelan aku usap putingku.. Uhhh… kok enak banget sih..!! Aku semakin kuat meremas toket kiriku… Aku kebayang ada tangan cowok yang meremas toketku ini… Ooouuhh… Enaknya…. Kemudian tangan kiriku pun turun kebawah buat meraba memek ku yang jembutnya lebat…. Hmm.. nikmat…. Pikirku…. Aku butuh ****** sekarang!!!.. Tiba tiba terdengan suara steve memanggilku… Nay… sudah belum mandinya? Gantian dong, aku juga mau mandi… Aku kedinginan neh…. Uppss.. ternyata dia juga mau mandi… Gimana kalo aku ajak dia mandi bareng yah?, pikirku nakal… Cepat cepat aku selesaikan mandiku… N keluar hanya memakai kaos nya steve.. Untung aja kaos ini agak panjang sampai sepaha ku… Jadi dia ga bakal tau aku ga pake bra n cd lagi di dalamnya….</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Waktu aku keluar, aku terhenyak… Ternyata steve hanya memakai handuk!! N aku yakin, dia ga pakai apapun dibaliknya… Aku bisa liat bulu dada nya yang lebat… Kebayang lagi semalam, waktu dia lagi ngentotin aku.. Aku kegelian waktu putting toketku bergesekan ama bulu dadanya… Pengen rasanya aku raba bulu dadanya dan jilat putingnya yang kecil…. Hehehe…</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Kenapa nay? Kok bengong gitu? Tanyanya… Ga kok… Ga ada apa apa, jawabku… Waktu dia melewati aku, ga sengaja pinggulku kesenggol ama kontolnya yang keliatan menggembung besar di balik handuknya… Uppsss… Sorry, steve… kataku…. Hehehe… Gpp lg nay… Semalam kan kamu udah kenalan ama dia, jawabnya sambil tersenyum… Dan dia pun masuk ke kamar mandi dan menutup pintu…</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Terdengar suara gemericik air… Hmm.. ternyata jadi mandi juga dia, pikirku… Aku pun berbaring di ranjang satu2nya di kamar itu… Tanpa terasa aku ketiduran… N aku kebangun karena aku merasa ada kulum putting toketku… Pelan2 kesadaranku pun timbul.. Hmm… enaknya kuluman steve, pikirku sambil pura2 tidur… Aku merasa kaosku disingkap ke atas oleh steve… Pasti dia lagi menikmati indahnya tubuhku… Tubuhku emang indah n sexy banget… Toketku yang putingnya merah n kecil… Memek ku yang chubby tertutup ama jembut lebat… Pantatku yang montok… Dulu pacar2ku sering banget ngentotin aku dari belakang sambil meremas buah pantatku atau toketku yang gelantungan.. Kadang ada yang meremas dan memilin toket n putingku bahkan sampai ada yang menampar sampai buah pantatku jadi merah… Gemes kata mereka… Hehehe….</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Sementara itu, aku merasa ada yang naik ke ranjang.. Hmm… mulai naik dia, pikirku… Pelan2, dia mulai menjilati telingaku… Lidahnya yang kasar mulai menjilati daun telingaku, sambil tangannya tetap membelai toketku…Aku berusaha agar tidak mengerang.. soale aku termasuk cewek yang berisik kalo dikontolin… hehehe.. Sekarang tangannya gentian memebelai toketku yang kiri… diusap pelan bgt… aku jadi merinding…aku yakin precum memekku pasti dah keluar n membasahi sprei yang aku tiduri… Sekarang dia mencumbui leherku.. dijilatnyaa leherku yang jenjang n mulus ini… Ouhh.. aku dah ga tahan.. aku harus balas perlakuan dia ini… Aku pura berubah posisi tidurku.. dari yang telentang sekarang menyamping menghadap dia…. Tiba2 dia mulai kulum bibir merahku… n aku merasa lidahnya mulai masuk ke dalam mulutku… seakan dia akan membelit lidahku… Cukup sudah!!, pikirku… Aku mulai membuka mataku.. dan dia tersenyum memandangku… aku pun memeluk tubuhnya dan mulai membalas pagutan lidahnya… Hmmm… aku mulai balas cumbuannya… Ouh, steve… Cumbu aku, saying.. Cupangi leherku, desahku mulai liar…. N dia pun kembali menjilati kulit leherku yang putih dan jenjang…Darahku pun berdesir semakin kencang ketika dia mulai menjilati leher dan meninggalkan cupangan di leherku…. Tak tahan, aku pun jambak rambutnya.. n aku balik dia supaya dia dibawah.. Setelah itu, aku pun dengan liarnya mulai membalas perlakuannya… Aku pun mulai menjilati telinganya… Nayyyy… Oouuhh… Gelii banget, saying… erangnya… Tapi aku tidak peduli… Aku ingin menaklukkan dia… Aku mau dia yang memohon supaya kontolnya yang nakal tapi enak itu bisa masuk ke memek ku… Sambil aku kulum telinganya, tanganku pun tidak tinggal diam… Aku mulai nakal mengelus bulu dadanya yang lebat… Aku juga menggesekkan putting toketku ke dadanya yang lebat itu…. OOOhhhh… Steveeee…. Sexy banget bulu dadamu, sayang, desahku tak tahan… Sambil aku tetap menggeliat diatasnya… Terus aku permainkan toketku di sana… Pelan, aku juga mulai sentil putting toketnya yang kecil…. Sayyyyaaaannnngghhhhhhh!!!!!... Erangnya kegelian.. Tapi aku tak peduli… Bahkan tanganku pun mulai turun ke perutnya yang rata, aku elus n aku belay….Pusarnya aku permainkan… N tampak dia menggeliat hebat menahan rangsangan di tubuhnya…. Aku pun mulai berpikir nakal… Perlahan aku mulai gesekkan memek ku pahanya yang berbulu juga… Stevvee… gellliiii sayangg… desahku.. Tapi pinggulku tetap tidak berhenti menggesekkan memekku disana…Oouhh nayaa… Nikmat bangettt… ujarnya…. Tapi tanganku tak berhenti disitu… Tanganku terus turun kebawah… Ufff… Kontolnya dah ngaceng keras bgt, begitu tanganku menyentuhnya… Nayyyaaa… Mau kamu apain kontolku ini, sayanngghhh!!!, katanya tak tahan…. Diam kamu!!.. bentakku… Aku mau mainin kontolmu yang nakal ini… Supaya dia bisa puasin memekku.. kataku kasar… Yah, sayang… terserah kamu… terserah kamu…Naya sayang… Steve milik Naya… Steve milik NAAAYYYAAA… erangnya keras… soalnya, jariku yang lentik, mulai mengelus lubang kontolnya… Sudah basah disana.. Aku melihat kontolnya dah mengeluarkan precum yang membasahi kepala kontolnya… Uffhh.. aku semakin horny melihatnya… Pelan jariku mulai menggenggam batang kontolnya.. Aku kocok perlahan.. sambil aku mulai jilati pusarnya… Diapun tak tahan.. Nayyaaa… terusin, sayang… Hisap kontolkkuu!!!! Please…. Erangnya…. Tapi aku tidak mau.. aku mau permainkan birahinya…. Aku pengen dia yang mengemis minta aku ngewekin dia….Perlahan lidahku sampai di jembutnya yang lebat.. aku jilatin jembutnya sampai basah oleh ludahku… Perlahan jariku meremas pelirnya… Hmm.. besarnya, pikirku… Pasti pejunya juga banyak.. Aku emang suka cowok yang kalo orgasme bisa keluarin peju yg banyak… Aku suka memekku dibasahi n dibanjiri peju ama cowok yang aku entot!!... Aku juga suka minum peju… Rata2 cowok yang pernah kontolin aku, pasti pernah aku minum pejunya waktu mereka lagi orgasme…</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Sayaaanngg… entot aku… Please… Aku ga tahan, desah steve….Tapi aku tetap ga berhenti mainin pelir n ****** besarnya… Enakk ga steve?, tanyaku binal.. Enak sayang… Enak banget.. desah steve…. Mau yang lebih enak lagi ga? Tanyaku lagi… Yahhh… AKu mauuu naya… Aku mau sayangg, erangnya…. Pelan aku selipkan tanganku di bawah pantatnya yang padat.. dan lidahku pun mulai menyapu pelirnya… naik lagi ke batang ****** besarnya… Ouhhh… Aku suka kontolmu steve, kataku… Oh ya?? Kamu suka ****** besarku, sayang? Tanyanya… Yah… Liat neh, aku lagi jilatin.. Aku malah memasukkan ****** besarnya ke mulutku… aku kocok kontolnya pake mulutku.. biar dia tau, kalo mulutku ga kalah isepannya ama memekku… Naaayyaaa… Ennnaakkk!!!!, desahnya…. Aku tau dia pasti bilang begitu, soalnya tiap cowok yang pernah aku isep kontolnya pasti ga tahan ama isepan mulutku di kontolnya….Ga kalah enak empotannya ama memekku!!!... Aku tau dia sudah ga tahan… tapi aku ga perduli… malah sekarang aku remasin buah pantatnya…. Dia pun membalas dengan mengangkat pinggulny tinggi2… Begitu dia dah stabil… lidahku pun mulai menjilati lubang pantatnya… Sayaaannggg…. Apa yang kamu lakukan???.... OOOuuuggghhh…. Sambil dia jambak rambutku… Tapi aku tak peduli… tetap aku jilat lubang pantatnya sambil aku tetap kocokin ****** besarnya… Sayannngg… pleaseee… udaaahh… akuu ga tahaann!!! Kata steve…. Apa maumu sekarang HAH??!!!, kataku liar… Entot aku, sayang… ENTTTOOTT AKUUU NNAAAYYAAA!!!!, jeritnya liar…. Hmmm, kamu mau pake aku, steve? Kamu mau entotin pepek ku ini? Tanyaku lagi…. Yah, sayang… aku mau *******.. aku mau pepekkkk… erangnya tak tahan…Tapi kamu harus janji, kataku sambil mulutku terus kulumin kontolnya…. Janji apa, nayaaahhh?? Katanya… Kamu harus siap ngentotin aku, kapanpun aku mau… n kamu harus datang tiap kali aku panggil buat *******, gmana? Tantangku… Iya.. Iya… aku mau naya… aku mau kamu buat aku jadi pejantanmu, jawabnya…Ya… aku mau kontolmu yang nakal ini Cuma buat aku, kataku lagi… Sekarang entot aku naya!! Desahnya… Neh, aku entot kamu steve, ujarku sambil naik ke atasnya… Batang kontolnya pun aku genggam n gesek ke itil n memekku.. Ouchh.. Memekku langsung berkedut kencang terkena gesekan kontolnya… Pelan, aku mulai tempelkan kepala kontolnya itu ke lubang memekku.. Aku goyang pelann.. Dan perlahan aku mulai turunkan pinggulku.. Aaaahhh… desah kami hampir bersamaan….</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Terasa licin banget lubang memekku waktu kontolnya mulai masuk n membelah memekku.. Perlahan aku mulai menggoyang pinggulku di atas tubuhnya… Steevveee.. eennaakk gaa, sayaanngghhh.. Desahku… Ouchh…. Enak banget say…. Terusin…. Entot aku naya… desahnya keenakan… Hmm… yach… steve… rasakan kontolmu keenakan… kataku sambil semakin keras menggoyangkan pinggulku diatasnya… Yah… Ouhh… Terus sayang… goyang pinggulmu… goyang pinggullmu naya….. racaunya… Hmmm… kamu suka aku entot sayang? Desahku… Yesss… naya…. Terus… katanya… Aku pun semakin liar diatasnya… Aku benar2 pengen menaklukkan cowok yang kontolnya besar n enak ini…. Tubuh kami mulai mengeluarkan keringat… Sehingga terlihat berkilat terkena lampu kamar hotel sehingga semakin menambah gairah birahi kami berdua yang sedang berpacu mengejar birahi… Uhh, aku merasa benar2 jadi pemuas cowok yang sedang aku entot ini… Ak mulai berpikir untuk menguasai dia dan ****** besarnya ini… HHmmmm….</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Pinggulku semain liar… Dan toketku jg bergoyang dengan liarnya seirama hentakkan tubuhku yang naik turun diatas tubuhnya…. Steveehhh… OOhh… panggillku… Yah, sayang… enakk?? Katanya… Uhhggg… isep putingku steve … Tanpa butuh waktu, dia pun menerkam toketku dan mulai mengulum putingnya, sementara tanganya meremas toketku yang kanan… Ouuwww… kamu nakaaalll!!! Jeritku keenakan…!!! Tapi dia diam sambil terus menetek di toketku yang kenyal ini…. Terus sayangg… Hisap toketku… Pilin putingnya pake lidahmu….. N dia pun benar2 melakukan itu… Putingku benar2 dipilin…. Tiba2 aku merasa ada jari yang menggesek itilku…. Steve…. Apa yang kamu lakukan!! Desahku…. Tapi dia tetap diam karena mulutnya tetap menetek di toketku… sekarang jarinya mulai memilin itilku… Aku tambah keenakaann dibuatnya…. STTEEEVVEEEE… AMMPPUUNNN, sayang…. Jeritku keenakan… tapi dia tak peduli… Akibatnya aku merasa orgasme ku mulai dekat… jepitan memekku aku perkuat… goyangan ku diatasnya pun semakin liar… rambutku sudah acak2an.. aku sudah berulang kali mendesah n mengerang tidak karuan… Oughh.. Enak bgt kontolmu steve… Enak KONTOLLL!!!!... Jeritku…. Hmmm… yah, sayang… enak kan kontolku, tantangnya… Iyahh… Yahhh… Enak banget kontolmu steveee… desahku…. Dan aku pun merasa orgasme ku semakin dekat…. Aku pun semakin mempercepat goyanganku… Oughhh… Steve… Aku mau keluar, sayang… Pejuku mau keluarr steeevvvveee… rengekku tak tahan… Tapi steve malah memperkuat hisapannya di toketku, malah sekarang dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya sehingga memekku semakin terasa diaduk2 oleh ****** besarnya… Aku ga tahan, steve… kataku… tapi dia tidak mau peduli… gesekan jarinya di itilku semakin cepat… malah tangannya yang kiri mulai meremas buah pantatku yang besar dan kenyal…. Plakkk!!!!.... Aku terkaget, karena dia tiba2 menampar pantat besarku… bukan Cuma itu saja, aku juga merasa jari tengahnya mulai mengelusi lubang pantatku… Ougghhhh steveeee…. Nikmat banget, sayang…. Erangku…Plakkk!!!... Plllakkk!!!... rupanya dia menampar pantatku lagi.. Oughhh… sayang… desahku keenakan… tapi dia tak peduli… kulihat dia memaksaku mengulum jari tengahnya… dan kemudian aku merasa jari tengahnya mulai digesekkan di lubang pantatku… Sayang… mau kamu apain pantatku, sayang… tanyaku sambil tetap bergerak liar diatasnya… Diam aja kamu!!, bentaknya lagi… Aku hanya bisa pasrah diperlakukan seperti itu… Karena orgasme ku sudah semakin dekat.. aku hanya bisa menggoyangkan pinggulku… tiba2 aku merasa rasa nikmat yang amat sangat yang berkumpul di memekku… STEVVEEE…. AKKKUUU …. MMMAAAAUUU…. KKKEEELLLUUAAARR…. SAAAYYYAAANNNGGGG…. Jeritku keenakan… yah, keluarin naya… keluarin peju nikmatmu itu, bisiknya di telingaku…. Aku tak tahan lagi… aku mau keluar… Dengan ganas, aku jambak rambutnya… aku paksa dia memperkuat kulumannya di toketku… STEEVVVEE… AKKU KELLUUAARRR…. Jeritku…. terasa pejuku keluar.. menyemprot membasahi ****** besarnya… Tiba2 selagi aku orgasme tadi, jari tengahnya masuk ke lubang pantatku… aku pun semakin merasa keenakan… seakan dientot 2 ****** sekaligus…. Orgasme semakin kuat akibat tusukan jarinya di pantatku… Ougghhh… stevveee… desahku lemas seteleh orgasme tereenak sepanjang hidupku… Dan aku pun ambruk di dada bidangnya….Lemas sekali rasanya tubuhku… Belum pernah aku orgasme seenak dan sepanjang ini… Kemudian steve pun membelai punggungku yang basah oleh keringat… Hmm… nyaman banget rasanya… Tak terasa aku hampir tertidur… Tiba2 tubuhku didorong dan di buat menungging di atas ranjang… kedua tanganku dipaksa berpegangan di ujung kepala ranjang… Ougghh… Mau kamu apakan aku lagi, steve… Aku masih lemas.. pintaku menghiba… Diam kamu!!! Sekarang aku yang mau entotin pepek mu ini, dengusnya liar…. Oohh… Aku sudah membangkitkan gairahnya… Pasti aku bakal dihajar habis2an sama ****** besarnya, keluhku…</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Perlahan dia mulai menggesekkan ****** besarnya di lubang memekku… Dan.. bleeessss… memekku terbelah seperte mentega panas… n kontolnya seperti pisau panas… Ugghhh… aku menggeliat merasakan sodokan kontolnya di memekku… Dia pun mulai mengocok kontolnya di memek ku sambil tangannya berpegangan pada pinggulku… Uhhh… steve…. Nikmat banget, desahku… Yah… Kamu bakal aku kasi kenikmatan sex, naya… Lebih dari cowok2 yang pernah ngentotin kamu dulu, katanya… Yach, sayang… entotin aku… ancotin pepek ku ini.. erangku… Dia pun semakin liar menusuk memek ku dengan ****** besarnya… Aku sudah tidak bisa apa2 lagi… Aku hanya bisa mengerang dan mendesah keenakan dientot sama pejantanku yang perkasa ini… Duh… aku merasa memek ku kembali becek lagi… Stevee sayaangghh… enaakk kontolll… erangku… Apa, sayang??katanya… KONTOLLLL…. KONTOLL ENAKKK… erangku keras…. Mendengar aku seperti itu, dia pun semakin kuat mengocok kontolnya di memekku dari belakang…Uhh… kasari aku, steve… aku suka kalo cowok yang ******* aku mau kasari aku, desahku… Enah kenapa, saat ini aku pengen dia kasari aku… Aku pengen dia tampar buah pantatku.. jambak rambutku… remas n cubit toket n itilku… Duhhh…. Nikmat banget emang dientot sama cowok ini, pikirku… Steve…. Desahku… Yachh… Nayaaa… Enaakkk??? Katanya… Ouwww.. Enak banget kontolmu steve.. jawabku… N dia pun semakin kuat dan kasar kocok kontolnya di memek ku… Tiba2 aku merasa, tangannya mulai meremas toketku yang gelantungan dari belakang…. Duhh…. Putingku jadi semakin keras…. STEVE.. ENAAKK… SAYAANGG… desahku keras…. Neh.. aku entot kamu, sayang… liat neh, lubang memekmu jd besar aku entot!!!.. katanya… Aku ga peduli… Aku mau Kontol… KONNTTOOLLL … lolongku keenakan…. Dia pun semakin kasar ******* memek ku… ****** sapa paling enak ngentotin memek mu, naya?? Tanyanya sambil terus kasi ****** di memek ku…. Kamu steve… kontolmu yang paling enak…. Jawabku… Yah… ****** steve…. ****** steve paling enak… desahku…. Mendengar itu… dia pun semakin kuat lagi… Aku juga bisa merasakan kalo aku bakal orgasme lagi… kenikmatan itu semakin dekat… n semua berkumpul di memek ku yang lagi dientot cowok ini.. Naya, aku mau keluar…. Aku ga tahan… memek mu enak banget….desahnya…. Yah…. Ayo steve … kataku… Dia pun semakin tidak tahan…. Aku bisa merasakan kontolnya membesar di memekku… dan tak lama kemudian… NAYAAA… Aku kellluuarrrgghhh…. Jeritnya… dan bersamaan itu, aku orgasme… OUGGHHH… STEEEVVV…. Aku keluar lagiiiii…. Desahku keenakan…. Akhirnya peju kami tumpah di lubang memekku… terasa banyak dan hangat membasahi pahaku yang masih menopang tubuhku yang menungging…. Dan tak lama kemudian, dia pun ambruk di punggungku… Tak terasa kami tertidur akibat nikmat orgasme… Sebelum tertidur, aku sempat melirik jam… ternyata hampir 2 jam aku dientot ama ****** cowok ini, kataku dalam hati…. Setelah terbangun, aku memakai baju seragam kerja ku kembali… Bra dan Cd ku tidak kupakai lagi… Steve kemudian mengantarku untuk mencari bensin buat mobilku, dan mengantarku kembali ke mobilku… Setelah mengisi bensin di tangki mobilku.. Kita sempat berciuman sebentar.. dan tangannya yang nakal sempat meremas toket, pantat dan memekku dari luar seragam yang aku kenakan…Setelah bertukar no hp, kita berpisah dengan membawa kenangan orgasme terindah…</span></span></span></div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-27341937662557509372010-03-21T07:50:00.000-07:002010-03-21T07:52:34.973-07:00<strong>My True Walk Interveiw</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <span style="font-family:Comic Sans MS;"><span style="font-size:100%;">Mini jeep yang saya kemudikan meluncur mulus ke pelataran parkir hotel P, sebuah hotel berbintang 5 yang terletak di jalan Asia Afrika.<br />Sebagai anak kost yang sehari-hari harus prihatin, sebenarnya apa urusannya saya harus datang ke hotel semewah ini ?<br /><br />Sebelumnya ijinkanlah saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Ryo, 23 m Bdg (come on chatters, you should know this code). Saya kuliah di sebuah fakultas teknik yang sering disebut sebagai fakultas ekonominya teknik, karena banyaknya mata kuliah ekonomi yang bertebaran dalam kurikulumnya, di sebuah perguruan tinggi yang cukup ternama di kota ini. Tapi syukurlah beberapa waktu yang lalu saya telah lulus dan diwisuda menjadi seorang Insinyur, but for now, I'm only an unemployment.<br /><br />That's why I come to this hotel. Kemarin seseorang yang mengaku bernama Ibu Ratna menelepon dan mengundangku hari ini untuk mengikuti sebuah psikotest dari sebuah perusahaan tembakau multinasional yang cukup ternama di Indonesia (dan beberapa waktu yang lalu terkena somasi masyarakat akibat acara promosi sebuah produknya yang agak "kelewat batas"). Setelah memarkirkan mobil di underground, saya melangkah menuju lobby hotel. Selintas saya melihat pengunjung hotel yang sedang menikmati breakfast (atau lebih tepatnya brunch kali yah ?) di coffee shop dan berkeliaran di sekitar lobby. Yah...dibanding mereka yang berpenampilan santai sih, saya lumayan rapi. Ah cuek aja lah, yang penting pede.<br /><br />"Maaf Mbak, kalo ruang rekruitmen dimana yah ?", tanya saya kepada seorang resepsionis yang bertugas di front office sambil menyebutkan nama perusahaan tersebut..<br />"Oh.., naik aja lewat tangga itu dan belok ke kanan.", jelasnya sambil menunjukkan tangga yang dimaksud.<br />Setelah mengucapkan terima kasih, saya pun bergegas menuju ruang recruitment. Hmm... masih sepi nih, maklum jadwalnya jam 10 pagi sedangkan ketika saya melirik jam tangan saya baru menunjukkan pukul 09.22 WIB. Setelah mengisi daftar hadir dan mengambil formulir data diri, saya menghempaskan diri di sebuah sofa empuk di pelataran ruangan tersebut.<br /><br />Waktu menunjukkan pukul 09.50 WIB ketika seorang wanita mempersilakan para peserta untuk masuk ke ruang tes. Setelah mengambil posisi, saya melihat peserta lainnya. Hmm.. ada beberapa wajah yang saya kenal karena memang teman sekuliah, but now they are my competitor. Di depan ruangan telah berdiri 2 orang wanita yang kemudian memperkenalkan diri sebagai mbak Rini dan mbak Tia. Saya menyebut mbak karena saya kira mereka tidak terlalu jauh tua dibanding saya, walaupun mereka memperkenalkan diri dengan sebutan "Ibu". Keduanya cantik, walaupun dalam perspektif yang berbeda. Mbak Rini berwajah tegas cenderung judes, sangat pede dan terkesan senang mendikte orang lain, sedangkan mbak Tia terkesan lembut, berhati-hati dan komunikatif. Kalau saya menilainya sebagai wanita yang seharusnya dipacari (mbak Rini) dan wanita yang seharusnya dinikahi (mbak Tia). Hahaha...mungkin agak aneh penilaian saya ini. Setelah acara basa-basi formal, tepat jam 10 tes dimulai.<br /><br />1 jam 45 menit yang dibutuhkan mbak Tia untuk memandu dan mengawasi jalannya psikotest ini, sedangkan mbak Rini entah menghilang kemana. Tepat jam 11.45 WIB kita "diusir" ke luar ruangan menikmati coffee break untuk 30 menit kemudian diumumkan orang-orang yang lulus psikotest dan menghadapi interview. Dari 200-an pelamar, hanya 40 yang dipanggil psikotest dan hanya 20 yang dipanggil interview, untuk selanjutnya terserah berapa orang yang akan diterima.<br /><br />Ternyata nama saya tercantum dalam daftar peserta yang lulus psikotest, so I have to stay longer to join an interview. Interview will be done in english, so I have to prepare myself. But it's only my first experience, so what the hell...!! Saya berusaha cuek dan rileks aja menghadapinya, sa'bodo teuing lah kata orang sini.<br /><br />Sekitar jam 14.45 WIB nama saya disebutkan untuk memasuki ruangan interview. Hhmm...ternyata yang nginterview (eh ini bahasa mana yah ?) saya adalah mbak Tia. Setelah memperkenalkan diri, kita terlibat dalam obrolan yang serius namun akrab. Berkali-kali dia membujuk saya untuk mau bergabung pada perusahaan ini pada divisi produksi di pabrik. Saya sih sebenarnya lebih senang bekerja pada shop floor di pabrik daripada harus bekerja di kantor manajemen di belakang meja dan di depan komputer. Tapi permasalahannya adalah bahwa pabrik yang bersangkutan terletak di sebuah kota di pesisir utara pulau Jawa, sebuah kota yang menjadi pintu gerbang Jawa Barat terhadap tetangganya di sebelah timur. Away from home means extra cost for living, am I right ?Nggak terasa kita ngobrol semakin akrab. Mbak Tia ternyata benar-benar smart, komunikatif dan mampu membawa suasana bersahabat dalam sebuah perbincangan. Nggak heran ternyata dia adalah alumni fakultas psikologi tahun 1992 pada sebuah perguruan tinggi di selatan Jakarta yang terkenal dengan jaket kuningnya.</span></span><br /><br /><span style="font-family:Comic Sans MS;"><span style="font-size:100%;">"That's all Ryo, thank you for joining this recruitment. We will contact you in two weeks from now by mail or phone", kata mbak Tia mengakhiri pembicaraan. "The pleasure is mine.", jawab saya pendek sambil berbalik menuju pintu.<br />"Ryo, why do you look so confident today ? The others don't look like you.", tiba-tiba mbak Tia berbicara lagi kepada saya.<br />"I just try to be myself, no need to pretend being someone else.", jawab saya sambil bingung, sebenarnya apa yang telah saya lakukan sih<br />sampai dia menilai saya seperti itu ?<br />"Cool, I like your style", sambung mbak Tia lagi<br />"I like your style too.", jawab saya (pura-pura) cuek, "Tia, I like to talk with you, maybe some other day we can talk more. May I have your number ?", sambung saya lagi. Asli udah cuek banget, nggak ada malu-malunya lagi. Baru beberapa saat ngobrol bareng dia, tapi kenapa rasanya saya udah kenal lama yah ?<br />Mbak Tia cuman tersenyum dan memberikan kartu namanya sambil meminta nomor telepon saya juga. Karena saya masih pengangguran dan nggak punya kartu nama, akhirnya dia hanya dapat mencatatnya di kertas note miliknya saja. Dan saya akhirnya langsung pulang.<br /><br />Bandung, same day at 18.04 WIB<br /><br />Saya lagi termenung di kamar kost di depan komputer menyesali kekalahan kesebelasan saya dalam game Championship Manager 4. Sialan..., menyerang habis-habisan kok malah kalah yah, pikir saya sambil menatap statistik permainan. Tiba-tiba... .krrriiinngg. ., teleponku berbunyi mengagetkanku karena memang dipasang pada volume penuh. Di LCD terpampang nomor telepon asing (maksudnya belum ada di memori). Langsung saya jawab, "Hallo...".<br />"Hallo...ini Ryo ?", terdengar sebuah suara wanita di seberang telepon.<br />"Iya, ini Ryo", jawab saya. Sejenak saya terganggu koneksi telepon yang kresek-kresek, payah juga nih jaringan 0816 prabayar wilayah<br />sini.<br />Ternyata itu telepon dari mbak Tia. Dia sih ngakunya cuman iseng aja nge-check nomor saya. Setelah ngobrol sebentar, saya nanya, "Mbak, banyak kerjaan nggak ?".<br />"Kenapa nanya, mau ngajak jalan-jalan yah ?", jawab mbak Tia disusul suara tertawanya yang ramah.<br />"Boleh.., siapa takutt..?", balas saya sambil senyum iseng (untung dia nggak bisa lihat senyum saya).<br />"Nggak kok udah selesai semua, free as a bird.", katanya lagi sambil mengutip sebuah judul lagu The Beatles (atau John Lennon ? ah sa'bodo teuing lah).<br /><br />Akhirnya kita sepakat untuk jalan-jalan (but no business talks allowed, kata mbak Tia). Waktu menunjukkan pukul 19.15 WIB ketika saya<br />memarkirkan pantat saya di sofa di lobby hotel yang sama. Ah...masak dalam sehari ke hotel ini sampai 2 kali, pikirku. Baru beberapa saat<br />saya duduk, terlihat sosok mbak Tia berjalan ke arah resepsionis untuk menitipkan kuncinya dan melihat sekeliling lobby untuk mencariku. Saya cukup melambaikan tangan untuk memberitahukan posisi saya duduk untuk kemudian bangkit berdiri dan berlahan menghampirinya. Kemeja putih berbunga-bunga kecil berwarna ungu terlihat serasi dengan pilihan celana panjangnya yang juga berwarna ungu. Wah...aliran "matching"-isme nih, pikirku. "Hi mbak, look so nice", kata saya sambil sedikit memuji penampilannya yang memang "out of mind" itu.<br />"Thanks, you too", jawabnya lagi sambil tersenyum. Tapi kali ini kesan senyumnya jauh dari resmi, seperti senyum kepada seorang teman lama.<br /><br />Kita langsung berangkat. Karena mbak Tia meminta untuk tidak "makan berat", akhirnya saya membawanya ke LV kafe, sebuah resto dengan city view yang bagus banget di bilangan dago pakar. Kalo udah malem, kelihatan indahnya warna-warni lampu kota Bandung dari situ. Many times I've been there, but still never get bored.<br /><br />Temaramnya cahaya lampu resto, jilatan lidah api dari lilin di meja dan kerlap-kerlipnya lampu kota Bandung di bawah sana tidak mampu<br />menutupi kecantikan yang terpancar dari seorang Tia, wanita yang baru saya kenal dalam beberapa jam saja. Kalo dilihat dari face-nya sih<br />nggak cantik-cantik banget, tapi gayanya yang ramah, wawasannya yang luas dan obrolannya yang menguasai banyak hal, membuat penampilannya begitu chic dan smart. Daripada dengan cewek cakep dan seksi serta mampu mengeksploitasi penampilannya semaksimal mungkin, tapi kalo diajak ngomong nggak pernah nyambung dan otaknya isinya cuman kosmetik sama sale baju atau factory outlet doank sih jauh banget bagusan Tia kemana-mana. Pokoknya smart-lah, saya jadi teringat Ira Koesno, seorang presenter TV favorit saya, yang walaupun tidak terlalu cantik tapi mampu memikat karena gayanya yang smart itu.<br /><br />Mbak Tia (dan pada kesempatan ini dia minta saya cukup memanggilnya dengan hanya menyebut namanya saja, tanpa embel-embel mbak di depannya) memesan lasagna, biar nggak terlalu kenyang katanya.<br />Ternyata city view Bandung masih kalah dengan view yang ada di depan saya sekarang. Asik banget melihat Tia menikmati sedikit demi sedikit makanannya. Ada suatu momen yang bagus banget saat tiba-tiba dia mendongak, mengibaskan rambut sebahunya dan menatap saya sambil berkata, " Lho kok malah nggak makan ?".<br />Hhhmmm.....asli sumpah bagus banget angle-nya. Saya pernah ikut kegiatan fotografi saat di bangku sekolah dulu, so mungkin inilah yang<br />disebut dengan angle terbaik. Ada beberapa saat (mungkin sepersekian detik) dimana seseorang dapat terlihat sangat tampan atau sangat cantik dan saya baru menikmatinya beberapa detik yang lalu. "Heh..kok malah bengong ?", Tia membuyarkan lamunan saya seketika.<br />"Ah nggak kok, cuman lagi inget-inget aja tadi taruh kunci kost dimana ?", jawab saya sambil mencoba berbohong. Kalo dia sampai tahu saya mengagumi pemandangan tentang dia, wah bisa jadi nggak enak suasananya.<br />"Ooohhh...." , sahutnya pendek, entah tahu saya berbohong atau tidak. Terus terang saya selalu rada takut menghadapi alumni-alumni fakultas psikologi, takut-takut pikiran saya bisa dibaca mereka, hahahaha.... .<br /><br />Lalu kita terlibat perbincangan yang hangat sambil menikmati makanan. Ada beberapa sisi baru yang saya kenal dari seorang Tia malam itu. Desember nanti usianya 26, termasuk muda untuk seorang angkatan 1992. Anak kedua dari 3 bersaudara, kakak perempuannya sudah menikah dan tinggal di Jakarta, sedangkan adik laki-lakinya sedang kuliah di sebuah PTS yang ternama di bilangan Grogol, Jakarta dan terkenal saat-saat perjuangan reformasi mahasiswa medio 1998 lalu. Dia pernah hampir saja menikah pada awal tahun ini, namun sesuatu terjadi (Tia mengistilahkan dengan something happened in the way to heaven, mirip sama judul lagunya Led Zeppelin 20-an tahun yang lalu), kekasihnya ternyata menikahi wanita lain yang terlanjur dihamilinya. Tia menyebutkan itulah resikonya pacaran jarak jauh, ternyata seseorang mampu menggantikan tempatnya di hati kekasihnya yang bekerja di kota tersebut. Ah...manusia, cerita tentang kehidupan mereka memang sangat beragam.<br /><br />"That's why Ryo, 'till now I still can't trust men", Tia berkata dengan tatapan kosong ke arah kerlap- kerlip lampu kota Bandung. Dia bilang pria itu seperti kucing, udah disayang-sayang tetap aja nyolong, hahahaha.... lucu juga istilahnya. Saya cuman bisa membela kaum saya sebisanya. Biar bagaimana pun kayaknya nggak semua cowok itu kayak kucing deh, beberapa diantaranya malah lebih mirip serigala,<br />hahahahaha.. ...<br />Makin lama kita ngobrol, makin banyak sisi-sisi lain yang saya kenal dari seorang Tia. Bahkan sampai sekarang dia masih belum mengerti apa sebenarnya yang ada di otak kekasihnya dahulu saat meninggalkannya, padahal we had a perfect life, katanya. Saya kira anak psikologi tahu semua jawaban tentang problem pikiran dan perasaan manusia, ternyata nggak juga tuh. Dia bilang sih nggak semua dokter bisa nyembuhin sakitnya sendiri dan nggak semua pilot bisa terbang. Untuk yang terakhir ini dia bisa bikin saya ngakak banget.<br /><br />"So Ryo, why are you still alone 'till now ?", tiba-tiba Tia mengubah topik pembicaraan. Lho kok... malah ngomongin saya sekarang ?<br />"Ah nggak ada yang mau sama saya, hehehe...", jawab saya sekenanya sambil becanda.<br />"Boong banget, mau tinggi-in mutu yah ?", todong Tia.<br />"Hahaha ketahuan deh saya", jawab saya lagi sambil cengar-cengir.<br />"Boleh Tia ngomong tentang penilaian Tia ke kamu ?", katanya tiba-tiba.<br />"Sok, silakan, mangga....".<br /></span></span><br /><span style="font-family:Comic Sans MS;"><span style="font-size:100%;">Dan mulailah Tia mengutarakan penilaiannya tentang saya. Yang bikin saya kaget ternyata dia bisa tahu pikiran-pikiran saya yang cuman ada di hati, bahkan tidak ada di otak sekalipun. Dia bilang kalo dibalik penampilan saya yang selalu tertawa dan becanda melulu, pernah ada sesuatu yang sangat melukai saya di masa lalu, dan itu sangat mungkin berkaitan dengan wanita, mengingat hingga sekarang saya masih sendiri. Ah....saya jadi teringat masa lalu saya yang berhasil ditebak dengan jitu oleh Tia (katanya semudah membaca buku yang terbuka, sialan.....! !!). Dimana sekarang beradanya si "love of my life" itu, beberapa wanita memang sempat menggantikannya, tapi tidak ada yang benar-benar dapat "menggantikannya" , hehehe....kok jadi sentimentil gini, ini kan CCS. Hahahaha....<br /><br />Untuk beberapa saat saya terdiam, nggak tahu sebenarnya apa yang saya pikirkan. Apakah pikiran saya lagi ada di masa lalu atau tengah mengagumi sesosok wanita yang duduk tepat dihadapanku. Akhirnya saya hanya melemparkan pandangan menatap gemerlapnya kota Bandung di bawah sana.<br /><br />.....and baby I..., I've tried to forget you</span></span><br /><span style="font-family:Comic Sans MS;"><span style="font-size:100%;">but the light on your eyes still....<br />shine...., you shine like an angel<br />spirit that won't let me go....<br /><br />Lagu Angel yang dinyanyikan Jon Secada makin menghanyutkan saya dalam lamunan. Sampai akhirnya..., "Bagus yah Ryo, pemandangannya. ..", tegur Tia membuyarkan pikiran kosongku.<br />"Yup, saya selalu suka city wiew seperti ini", jawab saya sekenanya, biar nggak dikira ngelamun.<br /><br />Malam semakin larut ketika kita memutuskan untuk kembali ke hotel. Kita makin dekat satu sama lain, saling curhat selama perjalanan di<br />mobil. Becanda, ketawa-an bareng. Why do I feel that everything seems so right when we're together? Ah mungkin saya aja yang terlalu terbawa suasana.<br /><br />Waktu menunjukkan sekitar pukul 11 malam ketika kita kembali menginjakkan kaki di lobby hotel. "Ryo, mau nemenin ngobrol sebentar<br />nggak ?", tanya Tia tiba-tiba.<br />"Boleh aja, emang belum ngantuk?", tanyaku balik.<br />"Nggak, lagipula kalau di tempat yang asing Tia jadi susah tidur.", katanya memberi reasoning.<br /><br />Akhirnya saya ikut melangkahkan kaki ke kamar Tia yang terletak di lantai 4. Sebuah kamar standar dengan 2 single bed, TV, kulkas dan<br />peralatan standar layaknya sebuah kamar hotel berbintang. Good enough, daripada kamar kostku, hehehehe....<br />"Lha kamu sendiri di sini ?", tanya saya begitu melihat tidak seorang pun di kamarnya.<br />"Sebenernya kamar ini untuk berdua, dengan Rini, itu lho yang tadi pagi ikut tes juga", jelasnya, "Tapi dia langsung pulang Jakarta pake<br />kereta terakhir tadi sore, katanya besok mau ada acara apa gitu di keluarganya" .<br /><br />Kita memasak air dengan menggunakan ketel elektrik yang disediakan hotel untuk kemudian masing-masing menikmati secangkir coffemix panas. Kursi sengaja kita balikkan menghadap ke jendela, untuk memandang Jalan Tamblong yang telah temaram dan senyap. Sesekali terlihat mobil melintas dengan kecepatan di atas rata-rata, mungkin karena sudah malam. Begitupun suasana di kamar ini, hanya suara MTV Asia dari TV yang dihidupkan yang menemani perbincangan kita, menggantikan cahaya lampu yang memang kami padamkan. Entah mengapa, saya merasa begitu dekat dengan Tia, padahal baru beberapa jam kita berkenalan. Ah sekali lagi, mungkin saya terlalu terbawa suasana....<br /><br />Namun kali ini ternyata Tia yang duduk di sebelah saya bukanlah seperti Tia yang saya kenal dalam jam-jam terdahulu. Dalam curhatnya,<br />ia terlihat sangat rapuh. Entah memang nasib saya untuk selalu menjadi tempat curhat orang lain. Dari dulu semasa di bangku sekolah hingga kini setelah menamatkan pendidikan tinggi, saya selalu dijadikan tempat curhat orang-orang dalam lingkaran terdekat saya. Dan kini saya harus menghadapi Tia yang sesekali sesunggukkan, meremas-remas sapu tangannya dan menghapus air matanya yang mulai jatuh satu persatu. Love..., look what you have done to her, bastard...!!<br /><br />Saya bangkit dari duduk dan berjalan perlahan menghampirinya. Saya hanya bisa termangu berdiri di sampingnya dan melihat ke luar untuk menunggunya menyelesaikan kisah-kisah yang menyesakkannya selama berbulan-bulan. Saya mencoba menenangkannya sebisa saya dengan menganalisis kehidupannya dari berbagai perspektif. Saya hanya bisa mengatakan bahwa ia masih beruntung karena ditunjukkan ketidaksetiaan kekasihnya pada saat mereka belum menikah, karena akan lebih sangat menyakitkan jika semua itu dihadapi justru ketika mereka telah menikah.<br /><br />Setelah beberapa waktu kita membahasnya, Tia terlihat sudah agak tenang. "Thanks Ryo, kamu mau jadi tempat sampah Tia", katanya sambil sedikit tersenyum.<br />"That what friends are for", jawab saya singkat sambil menepuk-nepuk kepalanya seperti kepada seorang anak kecil, padahal dia 3 tahun lebih tua daripada saya, hehehe..pamali tau...!!<br /><br />Saya duduk lesehan di karpet bersandarkan pada tepi ranjang sambil meluruskan kaki. Hhmmm..enak juga duduk posisi kayak gini. Tidak berapa lama kemudian Tia menyusul turun dari kursi dan bergabung duduk dengan posisi lesehan di sampingku. Kayaknya enak banget lihat gaya kamu, katanya sebelum dia menyusulku duduk di karpet. "Ryo, kamu itu aneh yah ?", tiba-tiba suara Tia menyentakku.<br />"Aneh selanjutnya bagaimana maksud loe?", tanya saya asal sambil menirukan sebuah dialog sinetron Si Doel beberapa waktu yang lalu. Hihihihi.... terdengar Tia cekikikan mendengarnya.<br />"Ya aneh aja, Tia baru kenal kamu hari ini, tapi rasanya Tia udah kenal sama kamu lama banget", katanya lagi, "Sampai Tia mau curhat<br />sama kamu, padahal Tia paling jarang curhat, apalagi sama orang yang baru kenal".<br />"Sama, Aku juga gitu kok Ya, jangan-jangan kita pernah ketemu di kehidupan sebelumnya yah ?", jawab saya sambil nyengir.<br />"Ada-ada aja kamu....", katanya sambil tiba-tiba merebahkan kepalanya di bahu kananku. Jujur aja saya cukup terkejut menerima perlakuannya, but santai aja, lagipula apalah yang mungkin terjadi dari sebuah bahu untuk menyandarkan kepala sejenak ?<br /><br />Cukup lama kita masing-masing terdiam dalam posisi ini sambil memandang sebagian horizon langit yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang dari jendela kamarnya. Sayup-sayup terdengar dari TV rintihan Sinnead O'Connor yang tengah menyanyikan lagu legendarisnya :<br /><br />...I can eat my dinner in the fancy restaurant but nothing, I said nothing can take away this blue cos nothing compares, nothing compares to you.....<br /><br />Perlahan saya usap rambutnya dan memberanikan diri untuk mengecup keningnya. Tia mendongakkan kepalanya untuk memandangku. Beberapa saat kita saling berpandangan, ah oase kedamaian dari pancaran matanya inikah yang selama ini saya cari ? Mungkinkah saya menemukannya hanya dalam beberapa jam saja setelah sekian lama saya mencarinya entah kemana ? How can I be so sure about that ? dan sekian banyak pertanyaan lainnya berkecamuk dalam pikiranku melewati detik demi detik kami berpandangan. Yang saya tahu beberapa saat kemudian wajah kita semakin mendekat dan sekilas saya melihat Tia menutup matanya dan pada akhirnya saya kecup lembut bibirnya.<br /><br />Kami berciuman seakan-akan kami sepasang kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Menumpahkan segala kerinduan dalam kehangatan sebuah ciuman. Perlahan saya raih pinggang Tia dan mendudukkannya dalam pangkuan. Kini kami semakin dekat karena Tia saya rengkuh dalam pangkuan saya. Saya usap lembut rambutnya, sedangkan dia memegang lembut pipiku. Ciuman bibirnya semakin dalam, seakan tidak pernah dia lepaskan.<br /><br />Cukup lama kami berciuman, sesekali terdengar tarikan nafas Tia yang terdengar begitu lembut. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mulai menurunkan bibir ke arah lehernya.<br />"Ugh...", hanya terdengar lenguhan lembut seorang Tia ketika ia mulai merasakan hangatnya bibir saya menjelajahi lehernya.<br />Tidak ada perlawanan dari aksi yang saya lakukan. Tia justru makin mendongakkan kepalanya, semakin memamerkan lehernya yang putih dan jenjang. Kedua tanggannya meremas seprai tempat tidur sebagai tumpuan. Saya pun semakin terhanyut terbawa suasana. Saya perlakukan Tia selembut mungkin, menjelajahi milimeter demi milimeter lehernya, mengusap rambutnya dan makin menekankan punggungnya ke arah tubuhku.<br />"Ryo...oohh. ..", lenguh Tia saat dia menyadari terlepasnya satu per satu kancing kemejanya. Ya...saya memang melepaskannya untuk<br />melanjutkan cumbuan saya kepadanya. Jilatan-jilatan lembut mulai menjalari dada Tia, seiring meningkatnya hasrat manusiawi dalam diri<br />kami.<br /><br />Dengan sekali gerakan, saya dapat menggendongnya. Kami lanjutkan percumbuan dalam posisi berdiri dengan Tia dalam gendongan. Tangannya mulai meremasi rambutku. Perlahan-lahan kemejanya terjatuh terhempas ke karpet, menyisakan bagian atas tubuh Tia yang tinggal berbalutkan sehelai bra putih. Beberapa saat kami bercumbu dalam posisi ini, sampai akhirnya saya merebahkannya di ranjang. Terdengar suara Donita, presenter MTV Asia, terakhir kali sebelum saya meraih tombol off TV yang terletak di buffet samping ranjang. Kali ini suasana benar-benar senyap, hanya tarikan nafas kami berdua yang masih sibuk bercumbu. Tia mencoba untuk melepaskan satu per satu kancing kemejaku hingga akhirnya ia berhasil melepaskannya, hampir bersamaan saat saya berhasil melepaskan bra-nya.<br />Kami meneruskan pergumulan, namun sebuah perasaan aneh menyusup ke dalam hatiku. She's different, pikirku. Jujur saja, saya sudah beberapa kali mengalami sexual intercouse, pun dengan orang-orang yang baru saja saya kenal. Namun kali ini terasa berbeda. Ada perasaan lain yang mengiringi nafsu yang bergejolak, sebegitu dahsyatnya sehingga nafsu itu sendiri menjadi tidak berarti lagi keberadaannya. Sayang...., yah mungkin inilah yang disebut dengan perasaan sayang itu, sesuatu yang sudah lama tidak saya rasakan keberadaannya. Ini membuatku ingin memperlakukannya seindah dan selembut mungkin. Tia bukan hanya seseorang yang mengisi sebuah babak pelampiasan nafsu manusiawi dalam hidupku. Dia berbeda, she deserves the best...!!<br /> <br />Terdengar lagi lenguhan Tia saat saya mulai mengulum buah dadanya. Kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Mungkin hasrat itu<br />telah memenuhi kepalanya. Jilatan-jilatan diselingi gigitan-gigitan kecil mendarat di sekitar putingnya, berkali-kali membuatnya berjingkat terkejut. Saya meneruskan cumbuan saya ke arah perutnya, hingga pada akhirnya berhasil membebaskan celana panjangnya ke karpet. Sekarang terpampang pemandangan yang tidak mungkin saya lupakan, seorang Tia yang baru saya kenal hari ini, rebah dengan hanya berbalutkan celana dalam. Untuk pertama kalinya saya memandang seorang wanita dalam kondisi seperti ini tidak dengan nafsu yang menguasai. Begitu terasa bagaimana saya memang menyayangi dan menginginkannya. Matanya yang memandang lembut ke arahku, menghadirkan begitu banyak kedamaian, sesuatu yang terus saya cari selama ini dari diri seorang wanita.<br /><br />Kini saya mengulum pusarnya, seiring lenguhan-lenguhan kecil yang terdengar dari bibirnya. Perlahan saya mulai menurunkan kain terakhir<br />yang menempel pada tubuh Tia. Terdengar sedikit nada terkejut Tia saat saya mulai menurunkan centi demi centi celana dalamnya menyusuri kedua kakinya hingga terlepas entah kemana. Seiring itupun, saya mulai menurunkan jilatan ke arah selangkangannya. "Ryo...mau ngapain..., uugghh...", pertanyaan yang coba diajukan Tia tidak dapat diselesaikannya begitu dirasakannya sebuah jilatan mendarat di organ kewanitaannya. Permainan lidahku pada liang kewanitaannya memang saya usahakan selembut mungkin, hingga terkadang hanya sedikit saja ujung lidahku menyentuhnya. Namun hal ini malah justru memicu reaksi Tia semakin terbakar. "Ohhh....Ryooo. ..", lenguhnya panjang diiringi nafasnya yang semakin tidak beraturan.<br /><br />Hisapan dan jilatan silih berganti saya lakukan dengan penuh kelembutan padanya, hingga pada akhirnya terdengar Tia seperti mendekati puncaknya. "Aaahhh..... .", jeritnya panjang sambil menghentakkan tubuhnya ke atas saat puncak itu datang melandanya, menggulungnya dalam suatu sensasi keindahan yang sangat melenakan dan menghempaskannya ke dalam jurang kenikmatan yang begitu dalam.<br /><br />Kini saya memandang wajahnya. Matanya yang terpejam sambil menggigiti bibirnya sendiri dan tangannya yang mencengkram seprai di tepian ranjang dengan kencang serta nafasnya yang tidak beraturan cukup untuk mengekspresikan betapa tingginya Tia terbuai dalam gelombang orgasme yang baru saja dilaluinya. Saya biarkan Tia meregang dirinya dalam detik demi detik puncak kenikmatan yang baru saja didapatnya untuk menyibukkan diri mencari sebuah benda yang "lubricated with nonoxynol 9, for greater protection" (If you were a great CCS fan, you should know this thing) yang selalu disisipkan di dompetku (my friend said that only bastards always bring this thing around. Yeah...maybe I'm the one of them).<br /><br />Tia baru membuka matanya ketika dirasakannya sebuah benda menempel lembut pada bibir organ kewanitaannya. Dibukanya matanya memandang lembut ke arah wajahku yang tepat berada di depan wajahnya. "Tia, may I....?", bisikku sambil mengecup keningnya.<br />Tia hanya mengedipkan kedua matanya sekali sambil tetap memandangku. That's enough for me to know the answer of this question.<br />Perlahan-lahan saya tekan kejantananku menerobos liang kewanitaannya. So gentle and smooth. Terdengar nafas Tia tertahan di tenggorokannya, menikmati sensasi mili demi mili penetrasi yang dilakukanku terhadapnya, hingga akhirnya keseluruhannya terbenam utuh. Kami terdiam dan saling berpandangan sejenak, menikmati bersatunya raga (dan hati) kami berdua. Saya kecup bibirnya lembut sebelum mulai melenakannya dalam sebuah persetubuhan yang sangat indah. Saya masih ingat persis, bagaimana kedua tangan kami saling bergenggaman erat di sisi tepi ranjang saat kami terus bergumul menyatukan hasrat dan raga kami. Betapa lembut buah dadanya menekan dadaku, dan betapa hangat melingkupi kejantananku yang terus memompanya, membawa kami semakin tinggi terbuai kenikmatan duniawi.<br /><br />Entah berapa lama keadaan ini berlangsung, ketika pada saatnya terdengar Tia mulai mendekati orgasme keduanya. Tangannya merangkul pundakku, mendekap tubuhku erat seakan ingin mengajakku ikut dalam gelombang orgasmenya. Nafasnya makin memburu, terdengar jelas di telinga kananku. Saya pun meningkatkan kecepatan penetrasi untuk membantunya mendapatkan puncak kedua kalinya.<br />"Eeegghhh... .Ryooo... ...aahhh. .", jerit Tia tertahan mencoba menyebut namaku saat gelombang orgasme keduanya benar-benar datang menggulungnya, menelannya kembali ke dalam jurang kenikmatan yang sangat dalam.<br /><br />Saya menghentikan pergumulan kami sejenak, memberinya kesempatan untuk kembali mengatur nafasnya seusai melewati puncaknya yang kedua. Saya hanya memberikan senyuman dan kecupan lembut di keningnya saat pada akhirnya Tia mulai membuka matanya.<br />"You're so lovely tonight", bisikku padanya.<br />"Ryoo...eh.. !!", teriaknya sedikit terkejut saat tiba-tiba saya menarik kedua tangannya untuk kemudian mendudukkannya dalam pangkuanku. Punggungku bersandar di kepala ranjang, dan wajah kami saling memandang. Kami kembali berciuman. Perlahan kuangkat tubuhnya, untuk kembali menekankan kejantananku pada liang kewanitaannya. Walaupun kami tengah berciuman, masih sempat kudengar erangan lirihnya saat Tia merasakan bagaimana kejantananku perlahan menikam tubuhnya.<br /><br />Kali ini kubiarkan Tia memegang kendali. Kubiarkan bagaimana dengan bebasnya Tia memompa diriku. Pundakku dijadikan tumpuan olehnya untuk terus menaik-turunkan tubuhnya di atasku. Saya hanya membantunya dengan meremas buah pinggulnya dan sedikit menaikkan posisi selangkanganku, hingga batangku terasa makin dalam menghujamnya.<br />Ahh....sungguh suatu pemandangan yang tidak akan terlupakan bagaimana melihat dirinya terus menyatukan raga kami ke dalam suatu persetubuhan yang sangat intim. Matanya yang terpejam, rambut sebahunya yang sudah mulai dibasahi keringat terurai bebas, bibirnya yang digigitnya sendiri dan tubuhnya yang berguncang-guncang. ....Ughh. .., It's really a loveable thing to see.<br /><br />Pemandangan yang sangat melenakan ditambah dengan kehangatan yang makin erat menghimpit kejantananku, menit demi menit mulai membuaiku ke dalam sensasi kenikmatan sebuah persetubuhan. Terasa sesuatu mendesak, menghimpitku untuk keluar dari dalam tubuhku. Oh My God, I think I'm gonna cum.., pikirku.<br />"Ryooo....I' m almost there...", bisik Tia lirih sambil mempercepat gerakan tubuhnya memompaku.<br />"Yes...babe, me too...", jawabku sambil mengecup erat bibirnya.<br />Selanjutnya terasa bagaimana gelombang menuju puncaknya seakan berpacu dengan gelombang menuju puncakku. Goncangan tubuhnya makin terasa mendesak cairan kejantananku untuk keluar, sementara tikaman batangku<br />semakin menghadirkan sensasi kenikmatan suatu orgasme yang hanya<br />tinggal sejengkal dari raihannya. <br />"Aaahhhh...Ryooo. ...", jeritnya lirih memanggil namaku saat ternyata<br />gelombang orgasme lebih dahulu menyapanya. Saya masih sempat<br />meneruskan tikaman kejantananku beberapa kali lagi hingga pada<br />akhirnya...<br />"Tiaaaa...., I'm cummiiinngg. ...!!", teriakku sambil mendekap erat<br />tubuhnya. Terasa bagaimana derasnya cairanku menyembur keluar.<br />Fortunately I use condom, masih sempat diriku berpikir di sela-sela<br />gulungan ombak ejakulasi yang menenggelamkanku dalam suatu sensasi<br />kenikmatan yang sangat dahsyat.<br /><br />Dalam beberapa saat ke depan kami hanya mampu berpelukkan erat, untuk kemudian bersisian rebah di ranjang. "Thanks honey, you're so great...", bisikku sambil mengecup lembut bibirnya.<br />"Ahh...Ryo.. .", lirih suaranya terdengar, seakan ingin mengatakan hal yang sama kepadaku.<br /><br />Bandung, 12 Oktober 2000, 01.42 WIB<br /><br />Terlihat bagaimana lengangnya perempatan jalan Tamblong yang memotong Jalan Asia Afrika di bawah sana. Hanya traffic light yang mengerjapkan cahaya kuningnya yang menandakan adanya kehidupan di sana. Sesekali melintas mobil angkutan kota yang beroperasi selama 24 jam menuju terminal Kebon Kelapa. Kami hanya duduk menatapnya tanpa banyak berkata-kata. Kugenggam erat Tia dalam pangkuanku, menatap kesunyian tanpa sehelai benangpun yang melekat di tubuh kami. Terkadang kudengus lembut telinga Tia, yang selalu saja diiringi desahan manjanya. Ah..betapa romantisnya, memandang cahaya lampu lewat tengah malam tanpa selembar busanapun yang melekat. Tak terasa sudah lebih dari setengah jam kita berdua tertegun memandang jalanan sejak gelombang orgasme tersebut menelan kami berdua dan menenggelamkan hingga ke dasarnya.<br />"Ryo, Tia pengen mandi rasanya", tiba-tiba suara Tia mengejutkanku.<br />"Ya udah sana mandi", jawabku, "Eh pintunya jangan dikunci yah, siapa tau ntar saya mau nyusul", godaku lagi.<br />"Huuh...maunya" , sahut Tia manja sambil menjentikkan telunjuknya di hidungku dan kemudian berlalu menghilang di balik pintu kamar mandi.<br /><br />Selanjutnya saya hanya terdiam, melanjutkan lamunanku sendiri. Mengingat betapa beberapa menit yang lalu saya telah melalui sebuah<br />sexual intercouse yang sangat indah. Kali ini sungguh berbeda rasanya, lembut dan melenakan. Sungguh jauh lebih indah dibandingkan dengan pengalaman- pengalaman terdahulu, dengan beberapa wanita yang sempat hadir dalam malam-malamku. Entah mengapa tiba-tiba timbul keinginanku untuk selalu berdekatan dengan Tia. Hanya beberapa menit ia tinggalkan (dan itupun hanya untuk mandi), rasa kehilangan itu sudah hadir dalam benakku.<br /><br />Tanpa kusadar telah kulangkahkan kakiku ke arah kamar mandi untuk menyusul Tia. Krek...terdengar pelan suara handle pintu kamar mandi yang kuputar. Hmm...ternyata memang Tia tidak menguncinya, wah bandel juga nih anak, pikirku. Perlahan kubuka pintu untuk kemudian mendapatkan suatu pemandangan yang sangat memukau. Terlihat samar-samar dari belakang bagaimana Tia tengah menikmati pancuran air dari shower yang membilas lembut tubuhnya. Kaca penutup shower menghalangi pandanganku karena telah tertutup uap dari air hangat yang Tia gunakan. Entah mengapa pemandangan yang tersamar ini membangkitkan kembali gairahku. Terasa bagaimana kejantananku mulai menunjukkan reaksinya.<br /><br />Perlahan kubuka pintu kaca shower untuk kemudian mendekap tubuh Tia dari belakang. "Hei....!!", seru Tia terkejut sesaat menyadari ada<br />orang lain yang berada dalam kotak showernya.<br />"It's me honey...", kataku menenangkan sambil mendaratkan ciuman bertubi-tubi ke arah leher belakangnya.<br />"Ughh...Ryo. ..", lenguh Tia pendek. Terus kudaratkan ciuman bertubi-tubi ke tubuhnya. Kadang di leher belakangnya, kadang di punggungnya, terkadang pula kulumat bibirnya. Kami berciuman di tengah derasnya pancuran shower yang membasahi tubuh kami. Ingin sekali rasanya kutikamkan kembali kejantananku dari belakang ke dalam liang kewanitaannya, menikmati sensasi bercinta di sebuah shower yang deras menghujani tubuh kami dengan butiran-butiran air.<br /><br />Setelah kurasa percumbuan kami cukup untuk kembali membuatnya bergairah, perlahan kutuntun batangku ke dalam vaginanya. Sejenak terasa lembut dan hangat tatkala kejantananku menempel pada bibir liang kewanitaannya, sebelum kuhentakkannya menerobos hingga ke pangkal batangku.<br />"Arrggghh... ...", jerit Tia tertahan ketika ia mulai merasakan dirinya sesak dipenuhi oleh desakan kejantananku.<br />Saya mulai memompanya perlahan, keluar dan masuk. Tia membuka kedua kakinya lebar sambil kedua tangannya bertumpu pada kedua keran panas-dingin pada shower. Kami kembali bercinta, bergumul dalam desakan arus birahi yang memenuhi kepala dan tubuh kita. Kami bersetubuh di bawah siraman kehangatan shower yang terus menghujani tubuh kami tiada henti. Terdengar sayup-sayup deru nafas Tia diantara derasnya suara air yang tumpah keluar dari shower. Kulingkarkan tangan kananku di leher Tia ketika kudaratkan tangan kiriku untuk mempermainkan puting kanannya, sambil tentunya terus memompanya dari belakang.<br /><br />Terus kutikamkan batangku ke dalam liang vaginanya tiada henti. Menit demi menit berlalu, mengiringi persetubuhan kami yang sangat indah. Terasa bagaimana semakin ketatnya lubang kewanitaan Tia kian menghimpit kejantananku. Tiba-tiba kedua tangan Tia menjangkau tangkai shower yang terpaku pada dinding bagian atas kepalanya, mendongakkan kepalanya seraya melenguhkan erangan yang begitu menggairahkan perasaan, "Ryooo.... aahhhhh..... ".</span></span><br /><span style="font-family:Comic Sans MS;"><span style="font-size:100%;">Ternyata Tia kembali meraih orgasmenya yang menariknya kembali ke dalam kenikmatan yang bergulung-gulung mendera bathinnya. Kudekap erat tubuhnya, menjaganya dari kelimbungan yang mungkin dapat saja menghempaskannya ke lantai marmer yang kami injak. Beberapa saat tetap kudekap erat tubuhnya, sampai pada saat akhirnya Tia mulai dapat menggerakkan dirinya sendiri. Kami sejenak bertatapan, perlahan kucium lembut bibirnya. "You're wonderful, Babe", pujiku saat dia mulai membuka matanya dan memandang ke arahku.<br /><br /><br />Tia membalikkan tubuhnya dan memelukku erat. Kucium kembali bibir Tia sambil kuangkat tubuhnya meninggalkan kotak shower tempat kami memadu nafsu. Kurebahkan tubuhnya di lantai marmer kamar mandi dengan perlahan. Kembali kuletakkan kejantananku di bibir kewanitaannya seraya perlahan mendorongnya masuk ke dalam. Sejenak kulihat Tia mengigit bibirnya sendiri, seakan tengah menikmati sensasi penetrasi batangku ke dalam liang vaginanya. Kembali kupompakan kejantananku ke dalam tubuh Tia, membiarkan tungkainya bersandar di pundakku untuk kemudian membuat kami terbang meraih kenikmatan duniawi dengan lembut dan perlahan. Terus kusetubuhi tubuh Tia yang tergolek di lantai, mencoba mengimbangi gerakan pinggulnya yang makin menjepit batangku.<br />"Tia, Ryo mau keluar...", bisikku lirih saat mulai kurasakan sesuatu mendesak keluar dari batang kejantananku, setelah beberapa waktu<br />berlalu.<br />"Yes Ryo, cum to my breast", sahut Tia sambil mengecup perlahan bibirku sejenak.<br /><br />Terus kupompakan batang kejantananku untuk mencapai puncak ejakulasiku yang kedua dalam hari ini. Saya mencoba untuk menahannya selama mungkin, namun usahaku tidaklah banyak membawa hasil karena tidak berapa lama kemudian kupastikan bahwa benteng pertahananku tidak akan bertahan lama lagi. Sempat kuhujamkan beberapa kali lagi kemaluanku dalam liang vaginanya sebelum berteriak keras seraya menarik keluar batangku dan memuntahkan isinya, membajiri seluruh permukaan dada Tia.<br />"Ahh...I'm cummiiiinggg. ..", teriakku parau.<br />"Yes....ehhhmmm. ..", erang Tia tidak dapat menyelesaikan kalimatnya, karena dirasakannya cairan kejantananku ternyata juga mendarat di wajah dan rambutnya.Cukup lama kuregang diriku dalam orgasme yang sangat dahsyat, dimana Tia ikut membantunya dengan mengurut-urut batang kemaluanku, menghabisi cairan yang mungkin masih tersisa di dalamnya. Kucium bibirnya dalam sambil mengucapkan terima kasih atas klimaks yang baru saja saya dapatkan, sebelum akhirnya merebahkan diriku di sampingnya.<br /><br />Bandung, 12 Oktober 2000, 04.48 WIB<br /><br />Saya tersadar dari tidur dengan mendadak. Di sampingku tergolek tubuh Tia yang tidur memunggungiku sambil kupeluk dari belakang. Sejenak kucoba mengingat-ingat apa yang baru saja saya alami. Samar-samar saya mulai mengingat bagaimana sekitar satu setengah jam yang lalu kulalui sebuah klimaks yang dahsyat dalam dekapan Tia di lantai kamar mandi. Yah kuingat bagaimana kemudian kami saling membersihkan diri, mengeringkannya untuk kemudian menikmati tidur dalam posisi saling berpelukan.<br /><br />Terasa dinginnya udara AC kamar menjalari tubuhku yang tidak ditutupi selembar kainpun saat kusingkapkan selimut untuk kemudian mencari pakaianku yang berserakan di lantai kamar yang ditutupi karpet bernuansa maroon. Kukecup lembut kening Tia saat telah lengkap saya berpakaian. Terdengar lirih suara Tia saat dia mulai tersadar sedikit demi sedikit dari tidurnya. Kukecup bibirnya saat dia benar-benar telah membuka matanya, memandangku dengan suatu tatapan yang sangat sulit ditebak artinya. Tatapan sayangkah itu...?<br /><br />Jam mobilku menunjukkan pukul 05.21 WIB ketika dengan santai kukendarai mini jeep-ku membelah jalan Asia Afrika yang masih lengang sambil mendengarkan musik yang mulai dimainkan radio-radio swasta yang mulai mengudara. Saya memang harus segera pergi dari sisi Tia, setidaknya untuk hari ini, karena dia akan kembali ke Jakarta dengan rombongannya setelah breakfast nanti. Pasti suatu pemandangan yang tidak lucu jika teman-teman yang menyusul ke kamarnya, menemukan kami sedang tidur berpelukkan tanpa busana sama sekali.<br /><br />But no business talks allowed, masih terngiang di telingaku perkataan Tia saat kuajak dirinya melewatkan malamnya menikmati suasana Bandung semalam. Yah...semoga memang begitu keadaan selanjutnya. Terus terang saya paling tidak mau mencampurkan urusan pekerjaan dengan pribadi. Jika saya ditolak untuk pekerjaan, biarkanlah itu karena memang saya tidak cukup qualified untuk diterima, bukan karena saya telah berani "kurang ajar" kepada salah seorang pengujinya (itu pun kalau dia anggap bahwa saya kurang ajar, hehehehe.... ). Di lain pihak jika saya diterima bekerja, biarlah itu karena memang skill dan capability saya memang dibutuhkan oleh perusahaan, bukan karena saya berhasil menjalin suatu hubungan khusus dengan seorang Tia. Meminjam istilah mbak Sari, mendaki corporate lewat ranjang, hahahaha.... .<br /><br />Dalam hati saya masih sedikit terbersit harapan untuk tetap melanjutkan hubungan ini. Masih terasa bagaimana Tia mengecup lembut<br />bibirku saat dia melepasku di pintu kamarnya. As I said before, everything seems so right when we're together. Is she the Miss. Right for me after I've been looking for all over places ? Why do I feel that she's the one, eventhough I have known her only by day. Biarlah waktu yang menjawabnya, karena orang bijak berkata hanya waktulah yang dapat secara pasti menentukan apa yang akan kita jalani di masa depan, sepasti sinar matahari yang selalu menyapa penduduk bumi setiap pagi.<br /><br />Seperti saat ini, dimana sinar matahari yang pertama jatuh menemani perjalananku menembus lengangnya jalanan kota ini.......</span></span>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-46489894964549497452010-03-21T07:46:00.001-07:002010-03-21T07:46:34.252-07:00Malam Pengantin Yang Singkat<br /><br />Cerita ini terjadi sekitar tahun 2001, saat itu aku masih kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di bandung. Oya, perkenalkan, namaku Francisco, umur 25th. Aku mulai mengetahui chatting sewaktu aku SMA, dari temen temenku. Dan gak lama mengenal apa yang namanya cybersex. Ya..aku tertarik sekali akan hal yang satu itu. Sampai aku kecanduan chatting. Sampai suatu saat aku kebetulan chatting dengan seorang cewek dari jogja. Anak kuliahan juga. Singkat kata setelah bertemu beberapa kali, aku jadian sama dia. Sampai suatu saat aku ke jogja ntah untuk yang keberapa kalinya, aku akhirnya bisa menginap bersama dia di hotel, setelah membujuk dia dengan susah payah<br /><br />Pikiranku mulai dihantui oleh berbagai macam fantasi seks dengan dia. Perlu diketahui pacarku ini model, meski blom profesional tapi body nya menurutku aduhai banget. Dengan tinggi 170cm, bra (menurut perkiraanku) 36 paling sedikit. Setelah lama ngobrol di kamar akhirnya sampailah topik obrolan kita pada masalah keperawanan. Dia sih ngakunya masih perawan, tapi jujur aja waktu itu aku gak percaya, karena waktu itu sempet heboh tentang survey anak kuliahan di jogja yang 95% nya uda gak perawan. Setelah berpanjang kebar ngobrol akhirnya dia mau mandi, duh! Pikiranku uda ngeres banget waktu itu, mana waktu itu dia pake baju ketat dengan bra sport ketat yang membuat putingnya susunya keliatan agak menonjol. Mana dadanya itu besar menurut ukuranku.<br /><br />Akhirnya dia sadar juga, aku bener2 malu. Dia hanya bilang ?Hayoooo, apa yang kamu liat!? dengan manjanya sambil dia membenahi bra sportnya yang agak melorot itu. Otomatis mataku terus tertuju pada bra nya itu dan tanpa sadar juniorku mulai bereaksi.<br />Mata dia pun tertuju pada juniorku yang keliatan menyembul dari celana jeans yang aku pakai, dia Cuma tersenyum. Akhirnya aku memberanikan diri untuk mencium keningnya, dia hanya diam aku berkata dalam hati?wah, kesempatan yang gak boleh di sia sia kan ini? setelah itu aku mulai menciumi pipinya, dia tidak bereaksi, sepertinmya pasrah. Aku mulai mencium bibir dia, kulumat bibirnya sampai saking semangatnya beberapa kali gigiku dan giginya saling beradu. Tanganku mulai menggerayangi lehernya, turun meremas payudaranya yang seksi itu. Akhirnya?dia bereaksi..dia melenguh ?ohhhhh, uhhhhh? wah dia mulai terangsang pikirku. Itu yang membuatku semakin agresif, aku remas terus payudaranya, dia kesakitan..?ahkkkk? dia mengeluarkan suara seperti itu.<br />Kucium lehernya dengan bergerilya, kulumat daun telinganya terlihat makin lama dia makin menikmati. Perlahan aku rebahkan dia di ranjang, kubuka bajunya perlahan..alamaaaaakkkkk!!!! payudaranya yang masih terbungkus rapi dalam bra sportnya itu terlihat mulus dan putihhh buanget!!! Belahannya membuatku semakin horny aja. Dia Cuma menutup mukanya saat aku mulai mencium payudaranya yang masih tertutup bra itu. Perlahan kubuka branya, mukanya mulai memerah..begitu kulihat, putingnya yang kecil dengan payudaranya yang bener2 bulat, kencang..ohhh?aku mulai gak bisa mengontrol nafsuku, aku mulai menjadi liar, kulumat putting sebelah kirinya, dan tangan kananku beraksi meremas remas payudara sebelah kanannya. Awalnya dia Cuma menutup mukanya sambil beberapa kali menarik payuradaranya, menghindar untuk aku lumat. Tapi aku gak mau kalah, trus kulumat dia akhirnya menyerah juga. Dia membiarkan payudaranya yang mulus itu kulumat?dari situ tanganku mulai bergerilya turun meremas perutnya yang rata itu, kubuka kancing celana jeansnya, dia hanya diam, aku turun mulai mencium perutnya, ternyata dia memakai celana dalam coklat berenda tipis banget, bisa kulihat bulu bulu halus di atas vaginanya, tapi vaginanya bener bener tak berbulu, terlihat dengan jelas bibir vaginanya dari dalam CD nya. Kubuka perlahan cd nya, dalamhatiku aku Cuma berkata.. ?inilah saatnya, menikmati vagina yang masih perawan, gak akan kusia siakan!!? aku membuka cd nya, kusuruh dia mengangkang, kujilati kacangnya, terasa asin?kubuka lubang vaginanya dengan lembut..kulihat vaginanya masih bener bener rapat, masih tertutup oleh selaput daranya?Juniorku udah makin gak terkendali. Kujilati terus vaginannya, dia melenguh keenakan, cairan cintanya mulai membasahi vaginanya membuatku makin bersemangat. Begitu kuemut clitnya, lenguhan dia semakin keras ?aduh..aduh..enak sekali, trusin sayang!!! Ohhhhh!!? cairan cintanya semakin deras keluar, juniorku uda makin gak terkendali, aku langsung ,membuka pakaianku sendiri terburu buru sampai aku telanjang, dia terkaget kaget melihat juniorku yang uda tegang berdiri. Mendadak dia ketakuta, menutup matanya dia bilang ? gak mau, Cis?gak mau, aku takut!!? aku uda ga peduli lagi kudekatkan junirku ke mulutnya, kusurah dia membuka mulutnya nya, dia menolak, kupaksa dia sambil kuarahkan matanya ke juniorku yang uda ada kurang lebih 5cm didepan mukanya, akhirnya dia mau membuka mulutnya, langsung kumasukkan juniorku ke mulutnya, kugoyang2 pinggulku ke depan dan kebelakang, bisa kurasakan hangatnya air ludahnya, membuatku semakin bergairah..setelah juniorku basah dengan air ludahnya kudorong dengan kasar badannya sampai dia terlentang di kasur?langsung kutindih dia, aku mencoba memasukka juniorku ke dalam vaginanya yang masih perawan..dia Cuma berteriak kesakitan,,?awwww, sakit, sakit, jangaaaannnn Cissssssscoooo!!!!? aku uda ga k peduli lagi teriakan kesakitan dia, aku paksa juniorku masuk, sambil kubekap mulutnya karena aku takut orang orang di hotel mendengar, ntar aku disangka memperkosa (tapi kenyataannya emang aku setengah memperkosa dia, he he) kepala juniorku mulai masuk, kutekan lagi perlahan..sampai akhirnya juniorku benar2 masuk seluruhnya kedalam vaginanya..dia Cuma menangis, sambil memukul mukul dadaku, kudiamkan juniorku beberapa saat, mencoba untuk menikmati hangatnya vagina yang masih perawan itu, setelah beberapa saat, aku mulai menggoyangkan pinggulku naik turun, dia masih kesakitan, sambil menangis..kugoyang pinggulku perlahan, kulumat bibirnya, akhirnya tangisan dan teriakan kesakitannya berubah menjadi lenguhan yang penuh nafsu, berbarengan dengan itu kurasakan vaginanya yang tadinya kering, menjadi licin dan..basaahhhh! kugoyangnya pinggulku semakin cepat, semakin keras juga dia melenguh ? ahhhh, hahhhhhhh,hhhhhhh enak, Cis, trusin trusin..lebih cepet lagi?..!!!? beberapa saat kemudian kurasakan badannya mulai menggelinjang dia bilang ? aduhhh, prasaan apa ini??? Enak tenan!! ?<br />Dan dilanjutkan dengan lenguhan yang panjang ? ohhhhhhhhhhhh? akhirnya dia terkulai lemas menutup matanya, gak peduli dengan aku yang masih menggenjot vaginanya karena juniorku masih belum mau ?muntah?. Beberapa saat kemudian akhirnya juniorku memuntahkan isinya, sengaja kumasukkan juniorku kedalam mulutnya?, dia seakan ga peduli dengan spermaku yang kluar begitu banyak di mulutnya.. mungkin dia masih menikmati sensasi orgasme pertamanya? aku pun terkulai lemas disamping nya. Dia masih menutup matanya, tersenyum penuh kepuasan tanpa mempedulikan kalo aku ada di sebelahnya, sepertinya pada saat itu dia sedang berada di dunianya yang penuh kepuasan seks. Kami pun tertidur, hingga keesokan harinya pagi2 sekali dia membangunkanku, ternyata..dia minta lagi!!!! Wah, dengan senang hati aku melayaninya?perlu diketahui, 6hari aku berada di jogja, selama enam hari itu pula aku dan dia mnghabiskan sebagian besar waktu kami di kamar hotel. Kluar hanya untuk makan, kami bercinta terus menerus selama enam hari itu, seakan kami tidak pernah puas..sampai akhirnya dengan berat hati aku pun harus pulang ke bandung. Sejak saat itu,dia gak pernah menghubungi aku lagi , no hpnya pun ga aktif lagi, terakhir kudengar beberapa bulan lalu, melalui temannya, dia sudah menikah, dan mempunyai anak..tapi pengalamanku bersama dia tidak akan pernah kulupakan..itulah, malam pengantinku yang begitu singkat..tapi benar2 kunikmati?.Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-22917438649134035712010-03-21T07:41:00.000-07:002010-03-21T07:45:03.438-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh55I-YeiToH0qbMQU0BAftpBSQ9LkYCjIrJGsexJLVqo8CFR9dbyGvD6bp-xyM79pDXiDXp1Y6h_uX-_Re9y24uOvqIBviP3WqKlShMLEvPMhUzptS8CoV65DHijjpm3deh4OJRHdBpfg/s1600-h/09307_11_122_406lo.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 316px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh55I-YeiToH0qbMQU0BAftpBSQ9LkYCjIrJGsexJLVqo8CFR9dbyGvD6bp-xyM79pDXiDXp1Y6h_uX-_Re9y24uOvqIBviP3WqKlShMLEvPMhUzptS8CoV65DHijjpm3deh4OJRHdBpfg/s400/09307_11_122_406lo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451098129010029250" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCyWUY6xWMD0CvTBFgvQtDKpYMMnJlxmWzzcp1LIqjNwnRsYUHFdx-N6rQfhjfibm-QLt9Fj22CDqCxXvgWMZQRim-d4-19Z9DfCsgPzmY2-9bqAEzs6aqfHFf5eOLPgBnyUscvtuiMFA/s1600-h/09317_17_122_535lo.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 316px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCyWUY6xWMD0CvTBFgvQtDKpYMMnJlxmWzzcp1LIqjNwnRsYUHFdx-N6rQfhjfibm-QLt9Fj22CDqCxXvgWMZQRim-d4-19Z9DfCsgPzmY2-9bqAEzs6aqfHFf5eOLPgBnyUscvtuiMFA/s400/09317_17_122_535lo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451097996757595730" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2WVWBDa_p88ESYSf2dYb2KgMutyKoEgVcsvrtP1SE-dnz5dwtGGLffkcJAH_0PFn8WwbAXYlBMW5OyVJ1H3vCpMLtZ9n_hTMpvemYTKDUVnH1UBFCsheW_wXX1po8_cMgQ2KOgUpW7BU/s1600-h/09211_07_122_6lo.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 316px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2WVWBDa_p88ESYSf2dYb2KgMutyKoEgVcsvrtP1SE-dnz5dwtGGLffkcJAH_0PFn8WwbAXYlBMW5OyVJ1H3vCpMLtZ9n_hTMpvemYTKDUVnH1UBFCsheW_wXX1po8_cMgQ2KOgUpW7BU/s400/09211_07_122_6lo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451097903663277666" border="0" /></a><br /><strong>mandi bareng</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_642634"> Ini peristiwa pertamaku yang sebelumnya tidak terbayangkan bahwa di rumah kost itu, aku akan merasakan bagaimana nikmatnya bercumbu dengan seorang gadis demikian bebas penuh gairah serta nikmatnya bercinta waktu mandi bersama. Ketika itu aku baru terbangun pertama kali merasakan tidur siang ditemani Nani dan dengan leluasa menikmati keindahan tubuh gadis yang sudah menunggu untuk kugauli lagi setelah sebelumnya sempat bersamaku menikmati permainan di atas ranjang yang pertama. Dengan segudang perasaan birahi yang tidak terbendung, aku buru-buru untuk segera menemuinya. Begitu sampai kamarnya, Nani telah menyambutku dengan tubuhnya yang begitu sensual, sengaja menonjolkan bentuk tubuhnya di balik bajunya yang ketat di atas pusarnya dan celana pendek yang ketat juga, menonjolkan pantatnya yang bulat sintal. Kuperhatikan buah dadanya yang tidak berbalut bra lagi tercetak jelas di bajunya sampai putingnya pun menonjol jelas.<br /><br />Segera tubuhnya menghambur memeluk tubuhku, bibirnya langsung menyerbu mengulum bibirku dengan ciuman seakan tak mau lepas lagi. Sambil terus Nani menggelayut tubuhku, lidahnya tak hentinyabermain di dalam mulutku semakin ganas.<br />"Maas.. eehmmh.. Nani sudah kangen.." demikian keluh manjanya walau belum lama kutinggal tidur beberapa jam yang lalu, merasakan betapa sepinya dia menungguiku tertidur di sampingnya.<br />"Kenapa tadi nggak bangunin saja.." tanyaku, meskipun badanku masih merasakan lesu baru bangun tidur setelah siang itu menggauli Nani sampai beberapa kali.<br />"Ahh, nggak enak.. ngeganggu orang lagi pulas tidur.. Mas, sudah lapar belum?" tanyanya dengan manja dengan tetap menggelayut di pundakku.<br />"Yaah, lapar juga.. Kenapa?" tanyaku lagi.<br />"Ya makan dulu, yuk.." seraya dia terus menggayut di pundakku menuju ke meja makan.<br /><br />Nani sudah menyiapkan masakan untuk makan siang saat aku sedang istirahat tidur tadi, dan sekarang sudah tersedia di meja. Segera saja aku menghampiri untuk dapat segera mengganjal perutku yang terasa lapar. Begitu aku selesai menuang makananku ke piring untuk kusantap, Nani malah menarikku untuk pindah duduknya di sofa.<br /><br />"Mas, makannya duduk di sini saja.. biar Nani bisa nemeni lebih enak.." katanya.<br />Nani sepertinya tidak mau jauh dariku, dia pun duduk menempel menungguiku makan. Saat aku makan, tangannya aktif memegang batang kejantananku sambil kadang mengocoknya.<br />"Enak nggak Yaang..?" tanyanya sambil tersenyum menggodaku.<br />"Apanya yang nggak enak.. orang lagi makan dikocok-kocok begini.. eehmm.." jawabku.<br />Dengan kenekatannya dia malah memintaku lebih dari sekedar mengocok batang penisku.<br /><br />"Yaang.. celananya dilepas saja ya.. Nani mau.." tanpa menunggu persetujuanku celana dalamku sudah ditarik lepas, dan kini bibir mulutnya mengarah ke selangkanganku, mengulum batang kemaluanku yang sedari tadi demikian tegang.<br />"Ahh.. cresp.. slepp.. aah.. crespp.. crespp.. sllpp.. aah.. crepp.. crespp.. ahh.."Begitulah yang terdengar sepanjang aku makan hingga selesai. Kunikmati sekali gejolak birahi, Nani menahan gairahnya dengan mengulum batang penisku.<br /><br />"Non, aku sudah selesai nih makannya, kita mandi dulu yuk," ajakku agar dia menunda dulumerangsangku.<br />"Ehehh.. biar sampai keluar dulu Yaang.." rengeknya memintaku agar dia tetap mengulum kemaluanku sampai puas.<br />"Nanti sekalian di kamar mandi saja, kan Mas nanti juga bisa ngrasain punya Nani.."<br /><br />Akupun segera berdiri mengajaknya menuju kamar mandi. Sore itu kami mandi berdua, bercumbu seolah tidak ada puasnya saling menggosok dan meremas bagian-bagian tubuh Nani atau pun penisku yang selalu tidak lepas dari genggaman tangan maupun belaian lidah dan mulut Nani. Sambil tangan kirinya menekan kepalaku, tangan kanannya menyorongkan putingnya ke mulutku, ditekanbuah dadanya ke dalam mulutku. "Ogghh.. Mas.. adduh Mas.. gelii.. Mas.. Nani kayaak mauu.. ogh.. aduh.. geli Sayang.. mhh.. Mas.. aduh enak.. yach.. tteruss.. sstt.. ehhm.." Mulut Nani terus mengeluarkan desah yang melepaskan gairah dan gelinjang kenikmatan yang sedang diarasakan. Tanganku tidak mau diam, dan dengan penuh kelembutan jari tengahku masuk liang vaginanya yang menganga diantara selangkangan yang terasa licin oleh lendir kenikmatan vaginanya. Aku pun telah merasakan basah karena cairan yang keluar.<br /><br />"Enak.. enak.. enak.. lebih enak daripada Nani kocok sendirian Mas.. yach, terus Mas, Nani ingin setiap hari begini Mas.." Mulutnya tak hentinya mengeluarkan kata-kata ungkapanbirahinya.<br />"Ehh.. Mass.. terus teken Sayaang.. Nani.. enaakk aduh Mas.. ogghh.. Maass, gellii.. teruss.. terus.." kian mengharapkan kocokan jariku semakin cepat. Jari tanganku terasa agak pegal juga mengikuti irama kocokan yang Nani inginkan. Matanya terpejam, sambil lidahnya memainkan dan menjilat bibirku disertai goyangan pinggulnya semakin cepat.<br />"Ohh Maass.. di situ.. terus.. jangan berhenti.. ohh.. ehh.." Nani mulai bergoyang naik dan turun melawan arah tanganku. Desah suaranya memenuhi kamar mandi.<br />"Ohh.. Mas.. ahh.. ahh.. ahh.. gelii.. sayaang.. nikmat.. Oh.. Oh.. Oh Mas.." begitu ucapan-ucapan birahinya yang sepertinya tidak kuduga bila melihat kesehariannya tampak biasa-biasa saja. Kubayangkan memang demikianlah apabila sepasang pria dan wanita kalau sedang mengalami gairah bersetubuh.<br /><br />Pengalaman yang baru bagiku selama beberapa kali menggauli Nani. Ucapannya terus berulang-ulang terdengar merangsang diselingi desah nafas penuh birahi. Nani mengerang dan merangkul leherku dengan erat. Kepalanya bergoyang ke kiri dan kanan. Bibirnya menyentuh bibirku dan kamiberciuman lagi. Kubuka mulutku dan lidah kami saling menjilat entah bibir atau rongga mulut.Kuangkat dia dan kudorong dia ke dinding. Aku berlutut di depannya dan kemudian lidahku bermaindi celah vaginanya. Tangannya menekan kepalaku dan yang satunya merpermainkan payudaranya, Nani memainkan putingnya sendiri untuk menambah kenikmatan birahinya dengan ditandai puting di dada yang montok itu kelihatan semakin tegang. Dia terus meremas buah dadanya dan mulutnya tidak hentinya mengeluarkan desah nafas yang memburu merasakan birahi yang kian memuncak.<br /><br />"Sss ahh.. enak Mas.." erangnya.<br />"Ehm.." matanya setengah tertutup.<br />"Mas.. eghh putingku teruss.. Mas, mana penismu Mas.. Yach teruss Mas.. Hheegh.. enaak.. eeghh.. yach.."<br />Tangan kananku aktif memilin-milin puting susunya yang semakin mengeras sementara tangan kanan Nani meremas puting buah dadanya sendiri.<br />"Ah.. Mas.. kalau begini terus Nani tambah sayang sekali sama Mas.. ohh.. ohh.." Mulutnya terusmengeluarkan suara-suara gairah yang bila kudengarkan, menambah gairah dan semakin merangsang juga. Nafsuku semakin menggebu untuk menyetubuhinya, pelukan ke tubuh Nani semakin erat menjelajahi birahinya yang bergejolak dan terus-menerus menggelinjang hebat. Nani melepaskan desah nafsunya dan memintaku mengulum puting susunya yang demikian tegang karena telah terangsang oleh mulutku.<br /><br />"Ohh.. ohh.. ohh.. nikmatnya.. ohh.. ah.. nikmat.."<br />Setelah puas dengan buah dada yang kanan aku pindah ke yang kiri, putingnya kuisap kuat-kuat diselingi dengan cupangan pada bulatan payudaranya yang montok sehingga nampak beberapa tempat meninggalkan bekas merah. Gerakan tubuhnya membuat kedua bukit payudaranya bergoyang ke kanan dan ke kiri sambil menahan gelinya puting susunya yang kusedot. Terasa nikmat dapat menyelusuri bukit payudara yang membusung indah di dadanya yang nampak mulus bersih itu. Berkali-kalipermintaannya agar rangsanganku pada puting dan cupangan buah dadanya terus kulakukan sepuasnya.<br /><br />"Ohh.. Mas sayang terus.. terus.. yang keras sedotannya.. ohh.." begitu desahnya di telingaku.<br />"Non, penisku tambah tegang saja kalau Nani terus-terusan begitu.." bisikku.<br />Rupanya Nani menyadari keinginanku, saatnya menerima batang kejantananku untuk dapat segera diperlakukan semestinya ketika dia merasakan sentuhan penisku yang sudah tegang dari tadi. Dia gantian berlutut di depanku lalu dia menjilati penisku, dan meremas penisku sampai basah oleh jilatannya. Lalu Nani menyambut batang penisku, terasa hangat oleh belaian tangannya, kepala penisku dia jilati lagi, sedikit demi sedikit penisku lenyap di rongga mulutnya, bibirnya dengan lincah menyedot lubang penisku, terasa geli-geli nikmat sampai dengkulku gemetar menahan rasa nikmat.<br /><br />Mass.. punyamu menggemaskan lho Mas.. ini yang bikin ketagihan teruss.. enaak.. assiinMas.. ahh.." Penisku yang masuk ke dalam kerongkongan Nani kucabut dari mulutnya dan kulepaskan, kemudian kupegang lengannya, kuangkat agar dia berdiri menyudahi permainan itu.<br /><br />Aku sudah ingin beralih ke vaginanya yang sudah basah oleh lendir kenikmatan, kupegang dengan meraba lembut. "Yaangg.. adiknya bikin ketagihan, aku udah nggak tahan lagi, pingin menjepit penismu.. Yaang, Nani udaahh nggak tahan ngeliat penis Mas ngaceng sebesar itu ayo masukkan Maas.." kata Nani sambil membelai-belai kejantananku yang tegak kaku sambil diusapkan ke pipinya.<br /><br />Sesaat kemudian di atas tubuhku yang rebah di atas ranjang, Nani mengambil posisi jongkok menancapkan liang senggamanya tepat batang kemaluanku. Nani menuntun penisku yang sudah tegang, lalu menempelkan di bibir vaginanya. "Ahh.. ohh.. Yang.. ohh.. emh.. aduhh.. nikmat..Yangg.. teruss.. goyangkan pantatmu Mas iyah.. enak Yaang.." Sengaja pantatku aku goyangkan mengikuti gerakan penisku yang terasa hangat di dalam vaginanya. Bergantian Nani yang aktif bagai menunggang kuda, pantatnya mengayun di atas selangkanganku. Kadang maju mundur atau terkadang memutar sambil kedua tangannya merangsang payudaranya dengan meremas dan memilinputingnya. Kuperhatikan matanya kadang terpejam menahan rasa gelinjang yang hebat, hingga tubuhnya melengkung ke belakang dan ketika pantatku kugoyang, buah dadanya berguncang indah ke kanan ke kiri. Ah, beginilah jika gadis ini sedang dilanda gejolak birahi yang tinggi. Sampai tiba saat puncak birahinya menuntut rangsanganku lebih meningkat.<br /><br />"Mas, aku di bawah.. jangan lepas yahh.. Ughh.. nikmatnya Maas.." Kini Posisiku berubah di atas sementara dengan segera betisnya yang indah dilipatnya ke arah paha dan bersamaan pantatnya yang sintal terangkat menahan dorongan penetrasiku. Tampak keindahan lubangkewanitaannya semakin leluasa ketika Nani semakin membuka kedua pahanya dan mengangkat betisnya tepat di pundakku.<br /><br />"Yayangg.. ohh.. ohh.. ahh.. ahh.. terus.. terus.. lebih kuat.. dorong terus.. Yang dalam.. ach.. ohh.." matanya merem-melek menikmati goyangan penisku dan, "Oh.. Mas.. Sayang.. aku mau keluar.. ohh.. ohh.. ohh.." Lalu tiba-tiba dia goyangkan pantatnya keras-keras kiri-kanan kiri-kanan, diangkat tinggi-tinggi sambil mengelinjang agak sedikit teriak panjang. "Maass, tekeen yaang kerraass.. aakkuu mmaauu keelluuaar.. ayo Maas jugaa barreenng.." Liang senggamanya semakin sempit menjepit dan terasa menyedot penisku membuatku tak tahan lagi. "Ohh.. ach.. ach.." pantatnya semakin kuat gerakannya. "Maass.. ohh.. ohh.. hh.. ohh.. oh.. ahh.. aku keluar.. Sayang.. ohh.. aku nggak tahan.." Pantat Nani yang sintal itu kutangkap dengan kedua tanganku dan kutekan agar kenikmatan orgasme liang senggamanya semakin terasa.<br /><br />"Ohh.. ohh.. ohh.. ohh.. enakk.. ohh.. iya.. iya Mass.. aahh.. makin cepet Mas.. cepetan.." Aku semakin dirangsang bukan saja oleh suaranya, tapi oleh jepitan vaginanya. Penisku betul-betul terasa digenggam erat sambil dikocok-kocok. Nafas kami berdua semakin memburu. Nani kelihatannya sudah hampir orgasme, salah satu tangannya memainkan puting susunya dengan cepat dan tiba-tiba teriaknya, "Ahh.. ahh.. Mas.. Mas.. muncratin di dalem, ayoo Sayang aku sudah siap.. ahh.. aah.. ahh.. sekarang.. oohh.. barengan.. ohh.." Desah Nani semakin keras dan aku pun merasakan kehangatan batang kejantananku di dalam liang senggamanya yang sempit itu, memperoleh kenikmatan cinta Nani yang kian waktu tambah menggairahkan.<br /><br />"Yang.. ohh.. putingku sambil diremas.. ohh.. remas.. pentilku remas.. oogghh.. yaach.." Nikmat sekali sensasi yang kurasakan persetubuhanku dengan Nani di dalam kamar mandi rumah kostku.<br />"Kamu puas Sayang?"<br />"Puas sekali.. Mas memang hebat.. ntar Mas mau lagi nggak?"<br />"Entar malem kita puaskan lagi ya Yaang.. kita mandi dulu yuk.."<br /><br />Waktu mandiku bersama nani sore itu penuh gelora nafsu birahi yang tidak henti-hentinya. Terkadang kejantananku mulai lemas sengaja dia sabun dan kocok sehingga bangun lagi kemudian dia kemot-kemot, atau gantian kupermainkan kewanitaannya sambil jari tengahku masuk sampai ke dalam vaginanya sehingga Nani menggelinjang hebat, sambil mulutku mencari puting susunya yang mengeras kukulum dan kugigit lembut. Sengaja Nani menekan payudaranya yang montok itu, didorong ke bibirku sambil tangan kirinya menekan kepalaku, sehingga seperti wanita menyusui bayinya, memanjakan buah hatinya sepenuh hati dengan buaian puting susunya, agar selalu nikmat untuk diisap. Sementara tangan kananku terus saya masuk ke dalam vaginanya kubelai dan kugesek-gesekkan, hingga dia merasakan dan memperoleh kenikmatan juga karena tiba-tiba dia membuka pahanya sehingga semakin memberikan kesempatan tanganku leluasa untuk menggosok vaginanya dan kumasukan jari tengahku ke dalam lubang yang becek dan licin dan tangan Nani kubimbing untuk memegang batang penisku dan mengocok-ngocoknya.<br /><br />"Aaaduh.. saya mau keluar.. ohh.. aahh.." sambil mulutnya menganga dan matanya terpejam , diamencapai orgasme. Gairah mandiku bersama Nani kuakhiri persetubuhan di atas ranjang di kamarnya dalam keadaan saling berpelukan tanpa busana sampai waktunya aku makan malam berdua.<br /><br />Sore itu aku dan Nani mengenakan pakaian seadanya agar dapat bebas saling memberikan dan memperlihatkan masing-masing bagian tubuh yang dapat dinikmati dan dapat memberikan gairah sambil duduk berdua, untuk istirahat memberikan kesegaran pada tubuh kami masing-masing agar kembali bugar lagi walaupun cukup melelahkan dan terasa ke sendi-sendi tulang tetapi sungguh nikmat yang kami reguk berdua dengan Nani seolah tidak puas sempai disitu saja. Menunggu malamtiba sengaja aku hanya bercumbu di sofa ruang tamu dengan lampu ruangan yang hanya temaram sehingga memberikan suasana semakin romantis percumbuan menjelang malam pertamaku menikmati tubuh yang indah yang untuk kali pertama kucumbu, kusetubuhi sampai ke lekuk likunya yang paling sesitif dimana kenikmatan gairah hubungan kelamin kurasakan. Apalagi Nani yang dengan sengaja dengan bebasnya memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya yang indah semakin lebih mengundang tanganku untuk lebih menikmati keindahan tubuhnya yang hanya dengan sedikitmenyingkap baju seadanya yang dia kenakan sore itu. Sengaja malam itu tubuhnya kupeluk dan wajahku terbenam diantara hangatnya jepitan kedua bukit payudaranya yang membusung indah di dada Nani. </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-70398743767521031202010-03-21T07:37:00.001-07:002010-03-21T07:39:19.958-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxX7GYeKg4tr6mvn_Y8S4B70K2MWNluhLhAoy7v4nDNe8e8HuYHtUVDw8Ll11L7diDLxXS0FyoOhy4BTGNoTmpdtvFutDdvneo0W12gjAVFLEqH10IVEnIuq1cfrZ_EgmstrJeZ8w79wA/s1600-h/80968_GitaCantik1_123_1199lo.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxX7GYeKg4tr6mvn_Y8S4B70K2MWNluhLhAoy7v4nDNe8e8HuYHtUVDw8Ll11L7diDLxXS0FyoOhy4BTGNoTmpdtvFutDdvneo0W12gjAVFLEqH10IVEnIuq1cfrZ_EgmstrJeZ8w79wA/s400/80968_GitaCantik1_123_1199lo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451096504556306610" border="0" /></a><br />The Story begin...<br /><br />Got this story from one of "wild" friend. Mungkin "moral of the story"-nya<br />bisa dijadikan masukan bagi rekan-rekan disini...<br />Kalau ceritanya ngga hot, ya harap maklum, kan bagaimana adanya ! Wakakak...<br />Lagian, ga begitu lengkap sih dapat ceritanya, jadi kadang kepotong-potong.<br /><br />---<br /><br />Anita dan Lina adalah teman satu kampus. Mereka juga satu jurusan dan tinggal<br />di tempat kos yang sama. Tidak hanya itu, mereka juga memilih kamar tidur<br />yang sama pula. Hehehe...Rumah kos mereka cukup besar dan dibangun 2 lantai.<br />Lantai pertama adalah untuk tuan rumahnya, sedang lantai dua adalah untuk para<br />anak kos cewek. Ada sekitar 10 kamar yang tersedia dan saat itu fully occupied.<br /><br />---<br /><br />Suatu hari... Lina hendak kembali ke kos setelah selesai mengerjakan tugas<br />kelompok. Badannya terasa lelah, sehingga spring bed yang selama ini ditidurinya<br />membayangi pikirannya. Pokoknya mau segera tidur ! Hehe...<br />Dia lalu masuk ke rumah dimana dia kos dan menuju ke tempat tidurnya lalu<br />membuka pintu kamar.<br /><br />"Eit...". Anita, teman sekamarnya yang sedang berada didalam, menjerit<br />tertahan. Lina yang melihat temannya itu jadi kebingungan, ngga tau kenapa.<br />"Wah...kamu buat gw kaget aja nih...", tukas Anita.<br />"Ye...kenapa lho?", tanya Lina singkat.<br />"Gw kan lagi asyik tadi.", sahut Anita cepat.<br />"Asik apaan neh?", tanya Lina lagi, penuh selidik.<br />Anita ngga menjawab, tetapi dia langsung menekan tombol remote TV-nya.<br />Wuah...ternyata dia lagi nonton DVD-porno. Hehehe...Lina sampe kaget.<br />"Wah...apaan tuh? Loe demen banget nonton begituan ya?", ujar Lina.<br />"Ye...emang kamu ngga pernah nonton?", tanya Anita. Lina menggeleng pelan,<br />tapi matanya terus menatap kearah TV dimana ada adegan sex panas.<br />"Hehehe...Mo nonton? Yuk...", ajak Anita genit. Lina cuman menggeleng aja<br />sambil tiduran diranjang. Tapi benernya, dia tetap melihat film porno itu<br />dari awal sampe akhir! Dasar...Itu adalah pertama kalinya dia melihat film<br />begituan.<br /><br />Oh ya. Nih gue kasih kasih gambaran gimana "tokoh utama" kita. Anita<br />adalah cewek yang gaul, lumayan cantik lah (score: 70) dengan rambut yang<br />disemir highlight pirang. Tubuhnya langsing (cenderung kurus sih) dengan<br />payudara sekitar 34A. Kulitnya putih bersih. Mulus deh ! Kalau temen gw,<br />si Lina itu, sama putihnya. Wajahnya lebih cantik (score: 85) tetapi tubuhnya<br />semok (seksi montok). Hehe..agak overweight dikit lah...tapi ngga banyak kok<br />jadi kelihatan padat berisi gitu! Kalau ukuran dadanya, gue tahu bener: 36C!<br />Wakakak ! Rambutnya hitam asli, tidak disemir. Lina udah punya cowok, namanya<br />Rudi. Orangnya kurus tapi alim.<br /><br />---<br /><br />OK. Ceritanya saya lanjutkan...<br />Sejak saat itu, mereka berdua sering nonton film porno. Hanya,<br />tentu saja mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Kalau cewe<br />tuh malu-malu lho kalo nonton film begituan, sedangkan kita para cowok<br />sih, ngga malu-malu, tetapi mah malu-maluin. Hahaha...<br /><br />Nah, suatu malam, Lina baru saja menyelesaikan kerja kelompok dirumah<br />salah seorang teman dan - seperti biasa - dia langsung menuju ke rumah<br />kosnya. Dia melirik jam tangannya, weleh...udah jam 10malam. Karena<br />jarak antara rumah temennya itu dengan kosnya tidak terlalu jauh, dia<br />memilih untuk berjalan kaki, sendirian. Itung-itung aerobik lah :P<br /><br />Ketika udah hampir sampai di kosnya, Lina melihat ada beberapa pemuda<br />lokal sedang asyik bercengkrama. Beberapa botol bir terlihat tergeletak<br />disana. Hatinya merasa tidak enak tapi toh kosnya tinggal beberapa<br />meter lagi.<br /><br />Dengan "tekad bulat", Lina memberanikan diri melewati para pemuda itu. Dan,<br />bisa ditebak, berandal-berandal itu tidak akan membiarkan Lina lewat tanpa<br />"halangan". Begitu melihat ada gadis manis berkulit putih jalan sendirian<br />di malam hari, timbul keisengan para berandalan itu.<br /><br />"Halo...mau kemana cantik?", ujar salah seorang dari mereka, yang langsung<br />berdiri menghadang. Lina tersentak kaget. Dia menutupi dadanya dengan<br />tas kuliah.<br /><br />Dua orang berandal lain ikutan berdiri dan "mengepung" gadis cantik itu.<br />"Wah..seksi sekali non ini. Montok!", goda preman itu. Saat itu Lina<br />memakai T-shirt ketat berwarna merah, ga tipis sih tapi ketatnya itu lho...<br />Lina berusaha menyelinap keluar dari kepungan para preman itu tapi dihadang.<br />Salah seorang dari mereka memegang lengannya sambil dielus-elus.<br />"wah mulus nian dikau...".<br /><br />Preman yang lain dengan iseng menepuk dan meremas pantat Lina yang terbungkus<br />rok jeans selutut.<br /><br />"Eh Jangan kurang ajar kamu!", kata Lina kepada mereka, dengan ketus. Merasa<br />diatas angin, salah seorang preman lalu menyusupkan tangannya, masuk kedalam<br />rok jeans Lina dan meremas bukit vagina Lina yang masih tertutup CD pink itu<br />dari belakang.<br /><br />Lina sontak kaget dan langsung menyikut preman itu. Kedua temannya pada<br />tertawa-tawa. Melihat premannya agak lengah, dengan cepat Lina keluar dari<br />kepungan para berandal itu dan berlari sekencang-kencangnya ke tempat kosnya.<br />Beruntung! Para berandal itu tidak mengejarnya.<br /><br />Sesampainya didalam, Lina mulai bisa menguasai dirinya. Airmata yang mengalir<br />dipipinya udah mulai kering. Untung dia tidak dikejar oleh pecundang-pecundang<br />itu. Hi....dia ngeri kalau memikirkan kejadian tadi.<br /><br />Sampai didepan kamar, dia mendengar suara tape yang diputar cukup keras.<br />Dengan lesu dia membuka pintu kamarnya dan masuk kedalam.<br />Namun, setelah didalam, dia melihat pemandangan yang mengejutkan !<br /><br />"Anita?", tegur Lina, tidak mempercayai apa yang dilihatnya.<br />"Lin?", sahut Anita sambil terengah-engah.<br />Cowok yang tadinya sedang asyik menggenjot Anita pun terkejut dan<br />menoleh kearah Lina.<br /><br />Lho...itu kan Rofiq? Batin Lina. Rofiq tuh putra tertua dari pemilih rumah.<br />Wajahnya sih biasa, tapi tubuhnya memang cukup kekar dan berkulit sawo matang.<br />Dia itu blasteran Timteng-Indo. Dadanya yang hitam dan berbulu lebat nampak<br />sedang menindih kedua payudara putih milik Anita.<br /><br />Lina tercengang...<br /><br />Ini adalah pertama kalinya dia melihat sebuah adegan persetubuhan secara LIVE!<br />Teman sekamarnya yang bernama Anita, yang cantik dan berkulit putih itu sedang<br />ditindih dan disetubuhi oleh Rofiq, anak pemilik kos. Kayak spiku, katanya :P<br />Setelah terbengong selama beberapa detik dan kesunyian yang tidak pecah-pecah,<br />akhirnya Lina mengambil inisiatif keluar dari kamar dan membiarkan teman<br />cewe-nya itu menikmati persetubuhannya. Dia lalu duduk disofa ruang tamu atas<br />sambil menonton TV.<br /><br />Selang beberapa menit kemudian...<br /><br />"Sori. Udah selesai kok.".<br />Lina melongok keatas. Rofiq tampak kelelahan namun senyum manis tersungging<br />dibibirnya. Lina cuman mengangguk pelan. Dia lalu masuk kedalam kamar.<br /><br />Hm...<br />Ranjang Anita tampak acak-acakan. BH merah dan CD model G-string warna hitam<br />tampak tergeletak dilantai kamar. Dikamar mandi dalam kamar terdengar Anita<br />sedang membersihkan badan.<br />Hah! What a day, what a day...mungkin demikian pikir temen gue ini. :P<br /><br />----<br /><br />Keesokan harinya, kedua cewek itu kembali kongkow-kongkow didalam kamar. Lina<br />menginterogasi Anita tentang hubungannya dengan Rofiq. Ternyata mereka cuman<br />have fun aja. Waktu itu Anita lagi kebelet, pas ketemu ma Rofiq, maka ya...<br />begitu deh. Hehehe...Mereka udah beberapa kali one night stand. Enak donk..<br />ML ma putra induk semang. Anita udah ngga bayar kos selama beberapa bulan,<br />karena dilunasi ma Rofiq. :P...<br /><br />"Emang enak ya ml ma Rofiq?", tanya Lina.<br />"Yup. 'Itu'nya panjang banget. Terasa mantap waktu masuk kesini.", tukas Anita<br />genit sambil mengarahkan telunjuknya ke vaginanya. Lina tertawa kecil.<br /><br />Lalu gantian Anita yang menginterogasi Lina, dengan bertanya apakah Lina udah<br />pernah ml ma rudi. Lina menjawab, mereka sering petting dan udah mulai<br />masukkin penisnya rudi ke vagina Lina, tapi karena ukurannya ga begitu besar<br />jadinya ngga tahu masuknya penis pacarnya itu sempurna atau cuman separuh :P<br /><br />"Haha...Makanya jangan pilih cowok yg kurus donk!", ejek Anita.<br />Lina cuman tersenyum sewot.<br />"Gw dulu pernah ma si Wewe lho. Anak fakultas xxx itu. Besar lho punya dia,<br />putih lagi. Enak banget!", sahut Anita sambil tertawa lebar. Lina cuman<br />membelalakan mata. Ga percaya kalau dia punya temen cewe "maniak" kayak<br />Anita itu!<br /><br />"Eh mo yang seru lagi kagak?.", tanya Anita.<br />"Apa sih? paling DVD porno lagi ya?", sahut Lina kalem.<br />"Ngga. Itu udah kuno. Udah deh ikut gw aja, besok malem ya.", tukas Anita.<br />Lina mengangguk.<br /><br />Nah, besoknya, ternyata Anita mengajak Lina ke warnet. Disana mereka chatting<br />di IRC. Setelah bertemu dengan beberapa cowok, mereka lalu pindah ke YM untuk<br />webcam. Anita selalu menyuruh si cowok muncul dulu. Kalau ternyata ngga<br />menarik fisiknya, ya ngga direspon lagi chat-nya :P<br /><br />Setelah lama mencari, akhirnya mereka bertemu dengan cowok yang menurut<br />mereka cukup menarik. Cowok lokal sih, wajahnya lumayan ganteng tetapi sayang<br />badannya kurus. Agak diluar "kriteria", namun karena udah<br />"lelah mencari", akhirnya cowok ini yang mendapat tanggapan dari Anita.<br />Di YM, ternyata chat mereka semakin hot. Mengarah ke seks geto. Dan mereka<br />saling memamerkan "miliknya". Wah, si Anita berani juga melepas bra-nya dan<br />memainkan payudaranya yang indah didepan webcam. Sedang si cowok sedang asyik<br />melakukan onani (terlihat dengan jelas dari webcam). Lina juga diminta melepas<br />bra-nya oleh sang cowok. Awalnya ngga mau, tapi karena di-"paksa", akhirnya<br />sambil malu-malu dia lepas kaus putih dan bra hitamnya lalu mempertontonkan<br />payudaranya yang 36C! Weleh...Si cowok semakin nafsu ber-onani sampai akhirnya<br />muncrat keluar. Anita dan Lina cuman cekikikan melihatnya !<br /><br />---<br /><br />Suatu hari...<br /><br />"tok...tok...tok.".<br />"Ya masuk.", sahut Anita. Lina tetap cuek, dia lagi baca komik.<br />"Halo An.", terdengar suara lelaki. Oh si Rofiq.<br />Lina kaget setengah mati melihat si Rofiq datang. Begitu juga dengan cowok<br />itu. "Lho ada temenmu toh...", ujarnya gugup.<br /><br />"Udah, gapapa. Santai aja. Lin loe disini aja ya. Jangan keluar kamar. OK?".<br />Lina terbengong-bengong. Tidak tau mau bicara apa. Rofiq juga tampak kikuk,<br />dia kayaknya tidak menyangka bakal ada Lina didalam kamar.<br /><br />"Emang loe mau ngapain Nit?", tanya Lina kebingungan. Dia udah siap-siap<br />keluar kamar.<br /><br />"Ya ada deh...Udah loe disini aja. Liat aja. Watch and Learn!", ujar Anita.<br /><br />Rofiq lalu mengunci pintu kamar dan duduk di ranjang Anita, dengan kikuk.<br />Lina semakin gelisah. Dia merasa tidak nyaman. Dia menduga Anita dan Rofiq<br />akan bersetubuh deh. Sungkan juga melihat, tetapi pengen juga :P Hehehe...<br />Anita lalu melepas dasternya. Dia tidak memakai bra, hanya tinggal CD item<br />tipis yang berukuran mini. Anita terlihat sangat seksi. Rofiq nampak takjub.<br /><br />Dia lalu segera melepas seluruh pakaiannya dan terlihatlah penisnya yang<br />panjang menggelantung. Tubuhnya yang hitam berbulu membuatnya tampak jantan.<br />Tergetar hati Lina melihat pemandangan didepannya. Rasa gelisahnya mulai<br />berubah menjadi penasaran, sekaligus terangsang!<br /><br />Rofiq mulai menciumi payudara Anita. Tangannya menggosok-gosok vagina cewek<br />itu. Anita tak mau kalah, dikocoknya penis panjang itu dengan jemarinya<br />yang lentik. Lenguhan dan rintihan nikmat memenuhi atmosfir kamar tersebut.<br />Rofiq lalu melepas CD item milik Anita dan mulai memposisikan penisnya.<br />Perlahan tapi pasti, penis panjang itu mulai masuk, menembus vagina Anita.<br /><br />"Oh....ya....", erang Anita penuh kenikmatan.<br />Tak lama kemudian, Lina menyaksikan pemandangan yang menggairahkan birahinya.<br />Anita dengan cepat digenjot oleh Rofiq yang merem melek keenakan. Erangan<br />penuh gairah keluar dari keduanya, membuat diri Lina semakin terangsang.<br />Rofiq terlihat menikmati betul persetubuhannya dengan Anita, diciuminya ketiak<br />Anita yang putih mulus itu. Tak lupa, dia juga memainkan puting payudara Anita<br />yang udah mengeras. Pantatnya nampak dengan cepat bergerak naik turun,<br />mengkocok penis hitamnya didalam vagina Anita yang berbulu lebat itu.<br /><br />Setelah beberapa menit digenjot, Anita tiba-tiba menjambak rambut Rofiq dan<br />tubuhnya bergetar hebat. Dengan teriakan yang tertahan, dia mencapai puncak<br />kenikmatan seksualnya. "Ah....Fiq. enak fiq. ah.....". Rofiq cuman diam aja<br />sambil terus menggenjot cewe amoy itu. Akhirnya, dia ngga tahan juga. Sambil<br />mengerang keenakan,dia mencabut penisnya dan memuncratkan spermanya ke wajah<br />cantik Anita sambil mengkocoknya. Uh.....nikmatnya.<br /><br />Mereka berdua lalu berpelukan mesra sambil berciuman bibir. Sesekali Rofiq<br />memasukkan penisnya yang udah loyo kedalam vagina Anita. Ah terlihat nikmat<br />sekali.<br /><br />Lina cuman diam saja. Dia sangat terpengaruh oleh adegan LIVE tadi. Birahi<br />dirinya udah keluar dan menggebu-gebu. Tapi ya mo gimana lagi. Hehehe :P<br /><br />Setelah puas berciuman, Anita melirik kearah Lina yang masih mematung.<br />Dia lalu memberi kode ke Rofiq. Rofiq awalnya kaget dan menolak, tapi karena<br />di-"paksa", akhirnya dia mau juga.<br /><br />Sambil tetap bugil, Rofiq berjalan menuju ke ranjang Lina dan duduk disampingnya.<br />Karena merasa risih, Lina lalu bangkit dari ranjang dan hendak menuju ke pintu.<br />Tapi Rofiq lalu memegang lengannya dan menariknya ke ranjang.<br /><br />"Eh loe mo ngapain, fiq?", tukas Lina.<br />Rofiq ngga menjawab. Dia lalu memeluk mesra Lina sambil menciumi kupingnya.<br />Oh, desiran seksual mulai merambati tubuhnya. Bulu Lina bergidik semua.<br /><br />"Ah...fiq..Jangan fiq...", erang Lina pelan.<br />Rofiq tidak menjawab. Dia terus menciumi telinga Lina dan memainkan lidahnya<br />disana. "Ah...udah ah...mas....", Erang Lina lagi. Dia tahu bahwa sebenarnya<br />pikiran dan logika dia menolak hal ini, tetapi tubuh dia memintanya! Jadi ada<br />semacam konflik batin gitu.<br /><br />Perlahan, Rofiq lalu menyelipkan tangannya dari belakang tubuh Lina dan mulai<br />meremas payudara Lina yang toge itu.<br /><br />"Ah...". Terdengar rintihan nikmat lagi dari Lina. Matanya terpejam dan kepalanya<br />tersandar kebelakang, di pundak Rofiq. Tanktop putih ketat yang dipakai Lina<br />sungguh membuat payudaranya yang montok terlihat indah.<br /><br />Rofiq lalu melepas tanktop itu tanpa perlawanan. Lina cuman menundukkan mata.<br />Cowok gatel ini lalu menciumi bibir Lina namun ditolak oleh cewek ini. Lalu<br />dengan sedikit paksaan, rofiq akhirnya bisa menciumi bibir cewek montok dan<br />cantik itu dengan leluasa. Selama beberapa menit mereka berciuman bibir dengan<br />penuh nafsu.<br /><br />Lina lalu ditidurkan keatas ranjang dan celana pendek yang dipakainya dilepas<br />oleh Rofiq. Dia lalu menciumi vagina Lina yang masih tertutup oleh CD.<br />Wuah...udah banjir! Celana dalam yang berwarna pink itu, bagian tengahnya<br />udah lembab, terkena cairan pelumas.<br /><br />"Udah ah...mas..ga mau.", pinta Lina memelas. Lagi-lagi Rofiq tidak menggubris<br />permintaan gadis putih ini. Dia lalu tetap melepas celana dalam pink itu dan<br />mulai menjilati vagina Lina yang lebat.<br /><br />"Aduh...ah....oh....jangan...mas...oh...", kira-kira demikian rintihan nikmat<br />dari Lina. Dia merasakan kenikmatan saat vaginanya dijajah oleh lidah Rofiq.<br />Setelah dirasa cukup, Rofiq lalu menindih Lina dan membiarkan bra merah Lina<br />masih menutupi payudara togenya. Dia lalu memposisikan penisnya yang sudah<br />memanjang itu kebelahan vagina gadis cantik ini.<br /><br />"Aduh...jangan...", pinta Lina memelas ketika dia merasakan ada "benda asing<br />dan panjang" mulai membelah vaginanya. Rofiq diam saja dan terus mendorong<br />masuk penis hitamnya yang panjang itu kedalam vagina gadis amoy ini. Ah...<br />sempitnya...<br /><br />"Aah...aduh..".<br />Ketika penis Rofiq baru masuk separuh, Lina merasakan ada sengatan rasa<br />sakit di vagina. Rofiq yang sebelumnya sudah diberitahu kalau Lina udah<br />ngga perawan ya diam saja dan terus menyodokkan penisnya.<br /><br />"Ah...mas...ah...".<br />Akhirnya, dengan sekali tusukan lagi, Rofiq berhasil membenamkan penisnya<br />kedalam vagina Lina. Dia lalu menggoyang Lina dengan penuh nafsu. Dipeluknya<br />gadis putih itu dan diciuminya bibir Lina yang merah tipis.<br /><br />"Oh...ah...", Lina memejamkan mata. Dia merasakan sakit sekaligus nikmat<br />di bagian kemaluannya. Dan semakin lama, dia semakin menikmati genjotan<br />liar dari Rofiq itu. Pantatnya mulai ikut berirama naik-turun. Seluruh tubuh<br />montok Lina diciumi oleh Rofiq. Payudaranya yang toge, ketiaknya, lehernya,<br />pokoknya semuanya deh...<br /><br />Entah selama berapa menit mereka saling bersetubuh. Akhirnya, dengan teriakan yang<br />cukup keras, Lina menyambut orgasme-nya. Tubuhnya bergetar dan vaginanya<br />mencengkeram penis Rofiq dengan kuat. Mengalirlah cairan cintanya yang<br />kental. Rofiq terus menggenjot gadis itu sampai akhirnya dia pun orgasme<br />didalam rahim Lina (! Apa ngga takut hamil ya !). Dia lalu ambruk menindih<br />Lina sambil mengerang keenakan.<br /><br />Setelah puas, Rofiq lalu mencabut penisnya. Ah, ternyata selain penuh dengan<br />cairan kenikmatan dari Lina, penisnya juga dilumuri oleh sedikit bercak<br />darah! Waduh...ternyata Lina masih virgin sebelum disetubuhi oleh Rofiq.<br />Anita sampai kaget, begitu juga Lina. Dia tidak menyangka kalau selama ini<br />dia masih perawan, biarpun sudah beberapa kali bersetubuh dengan si kurus<br />rudi, pacarnya. Rofiq cuman melongo! Mungkin dia lagi menikmati momen-momen<br />kemenangannya, mengambil keperawanan seorang gadis amoy! hehehe...<br /><br />---<br /><br />Sejak saat itu, mereka berdua semakin ketagihan untuk bersetubuh, khususnya<br />dengan Rofiq. Rofiq sih suka-suka aja dan membebaskan keduanya dari biaya<br />kos (lumayan lho, per orang @750rb karena pake AC dengan kamar mandi dalam).<br />Imbalannya? Dia bisa menyetubuhi dua gadis cantik, putih dan seksi kapanpun<br />dia mau.<br /><br />Hubungan Lina dengan rudi tetap berjalan, bahkan Lina sudah bertunangan.<br />Tetapi untuk masalah seksual, Lina tetap bersedia disetubuhi oleh Rofiq karena<br />dia merasa mendapat kenikmatan yang berbeda dan luar biasa. Anita sampai<br />sekarang masih tetap "wild".<br /><br /><br />To be continued with different story...Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-83206735597538894192010-03-21T07:33:00.000-07:002010-03-21T07:34:06.295-07:00<strong>Mahasiswi</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_144437"> Ibuku adalah seorang dosen komputer di sebuah perguruan tinggi di Indonesia. Ia memiliki banyak mahasiswa maupun mahasiswi dan karena kepiawaian Ibuku dalam mengajar, banyak mahasiswanya yang datang ke rumahku unuk meminta diajar secara privat. Kisah ini adalah nyata yang terjadi ketika Ibuku sedang tidak di rumah. Namaku adalah Joe. Saat itu aku sedang dalam masa pengangguran karenanya aku hanya tinggal di rumah sehingga membuatku sangat bosan karena kegiatanku sepanjang hari hanya menonton VCD dan bermain komputer saja.<br /><br />Tetapi kebosananku berakhir ketika salah seorang mahasiswi Ibuku datang kerumah. Ingrid namanya, dia kuliah di Universitas **** ***** (edited). Karena Ibuku kebetulan sedang ada urusan, maka Ingrid menunggunya datang dikarenakan ada urusan yang sangat penting dengan Ibuku. Karena aku tidak ada pekerjaan dan aku sangat bosan dengan kegiatanku, maka aku menemaninya menunggu Ibuku. Tetapi, aku sengaja tidak memberitahukan kepadanya bahwa Ibuku sedang pergi ke luar kota bersama Bapakku selama beberapa hari. Jika kuperhatikan dengan seksama, Ingrid sama sekali tidak jelek. Bagiku dia bahkan menarik sekali, dengan proporsi badan yang bagus dan seksi dan dikombinasikan dengan rambutnya yang panjang tergerai dan hitam. Sekilas wajahnya mirip dengan Maudy Kusnaedi dan karenanya aku tidak bosan-bosannya menatap Ingrid sambil terus mengajaknya bercakap-cakap sambil menawarkannya minum segelas air jeruk.<br /><br />Sampai suatu ketika, dia minta ijin untuk pergi ke WC dan aku menunjukkannya lokasi WC yang berada di belakang kamar orang tuaku. Di saat dia pergi kesana, aku memasukkan pil perangsang yang kubeli sewaktu aku masih berkuliah di luar negeri dulu. Pil perangsang itu larut dengan air jeruk tetapi tidak memberikan perubahan pada warna maupun rasa air jeruk itu sendiri. Setelah itu, aku hanya tersenyum-senyum memikirkan rencanaku selanjutnya sambil menunggu Ingrid keluar dari WC. Setelah Ingrid kembali dari WC, ia kembali duduk dan mengajakku ngobrol mengenai bisnis orang tuaku sambil meminum air jeruk yang kusuguhkan kepadanya. Beberapa menit setelah ia meminumnya, ia memperlihatkan reaksi dari obat tersebut, dia berkali-kali meminta maaf kepadaku karena ia merasa kegerahan dan setelah itu ia mulai membuka pakaiannya.<br /><br />Di saat ia membuka pakaiannya, aku dapat melihat sosok Ingrid yang hanya mengenakan BH dan celana dalamnya. Hal ini membuat penisku mendadak berdiri dan siap dimasukkan ke "lubang kenikmatan". Aku mengajak Ingrid ke kamarku sambil kuberikan alasan agar aku dapat menyalakan Air Conditioner sehingga dia tidak lagi kegerahan. Ia percaya saja dan mengikutiku ke kamar. Di dalam kamarku, ia duduk di ranjang sambil sesekali mengusap dadanya. Aku menjadi tidak tahan melihat adegan ini sehingga aku mulai mencium bibirnya. Ketika aku menciumnya, tidak ada perlawanan sama sekali. Kami bermain lidah hingga 10 menit. Dikala kami bermain lidah, aku mulai membuka BH dan celana dalamnya. Setelah dia bugil, kemudian aku membuka pakaianku sendiri. Disaat aku sedang membuka pakaianku, Ingrid mengusap-usap tubuhnya dan memainkan jari-jarinya di sekitar vaginanya sehingga membuatnya basah. Aku tidak tahan lagi maka kudekati vaginanya dan memainkan lidahku di dalam vaginanya.<br /><br />Aku sempat terkejut karena ternyata Ingrid masih perawan sehingaa aku berpikir bahwa ini adalah hari keberuntunganku. Aku terus menjilati vagina Ingrid berulang-ulang dan diiringi dengan desahan Ingrid yang sangat sensual, "Hmm..., shhh..., aahh...". Aku tidak peduli dan terus menjilatinya hingga beberapa saat kemudian Ingrid menjepit kepalaku dengan kedua kakinya sehingga membuatku menjadi sulit bernafas selama beberapa saat dan tubuhnya mendadak menjadi gemetar dan ia berteriak tertahan sambil melengkungkan punggungnya yang membentuk siluet yang indah sekali. Aku mengerti kalau dia sedang klimaks, aku senang sekali tetapi juga sekaligus belum puas, why? Karena aku sendiri belum memperoleh kepuasan darinya. Setelah ia terbaring lemas karena klimaks tersebut, aku segera saja memasukkan penisku yang panjang karena sudah tegang ke dalam vagina Ingrid. Ketika penisku merobek keperawanannya, ia berteriak kesakitan dan aku merasakan penisku telah dibasahi oleh darah segar keperawanannya, tapi aku tidak ambil peduli. Sambil kucium bibirnya yang seksi, tanganku bermain di puting susunya, juga kutusukkan penisku ke dalam liang vaginanya.<br /><br />Teriakan yang tadi kudengar lama kelamaan berubah menjadi desahan-desahan dan tangannya mulai aktif memegang dan menekan-nekan selangkanganku seakan- akan menginginkan agar aku memasukkan penisku lebih dalam lagi. Tusukanku di dalam liangnya membuatnya mendesah-desah sensual dan memintaku mempercepat gerakan. Aku terus mempercepat gerakanku hingga dapat kurasakan vaginanya semakin basah. Ia memintaku mengubah posisi. Ia sekarang berada di atas. Dengan hati-hati ia menindihku dan memasukkan penisku yang masih tegang ke dalam liang vaginanya. Dengan posisi berbaring, kupeluk punggung Ingrid sambil menaik-turunkan tubuhnya sehingga aku merasa semakin nikmat karena pijitan vaginanya. Aku semakin mempercepat gerakan sehingga membuat adegan yang kami lakukan semakin panas karena Ingrid terus menggenjot tubuhku sambil tangannya memainkan puting susunya sambil sesekali menekan-nekan payudaranya yang cukup besar itu.<br /><br />Setengah jam terus berlalu dan aku mulai merasakan seolah-olah akan ada ledakan dalam diriku dan dirinya. Aku mengetahui bahwa dia akan klimaks lagi karena dia semakin kuat mendesah dan juga semakin cepat menggenjot tubuhku. Aku semakin tidak tahan dan kusemprotkan cairan kejantananku ke dalam liang kewanitaannya dan di saat yang bersamaan pula, Ingrid berteriak dengan disertai getaran hebat sambil semakin cepat menggenjotku. Penisku terasa seperti sedang di"pipis"in olehnya karena ada cairan yang mulai membasahi penisku. Setelah beberapa menit kami bersama-sama melepaskan nafsu, aku mencium bibir Ingrid dan memeluknya. Aku bermain cinta dengannya hingga sore hari dan kemudian kuberitahu padanya bahwa orang tuaku baru akan kembali seminggu kemudian. Tetapi di luar dugaanku, karena justru hal ini malah membuatnya senang karena itu berarti dia bisa tinggal untuk bercinta bersamaku selama seminggu. Setelah itu, aku dan Ingrid terus menerus bercinta di rumahku sampai dengan Ibuku kembali dari luar kota. </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-9205009799017973022010-03-21T07:31:00.000-07:002010-03-21T07:32:29.765-07:00<strong>maafkan aku pa?</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_42224"> panggil aja aku dara dan mempunyai suami bernama atna, sudah 25 tahun kami menikah dan telah dikaruniai 2 orang anak yang baik, dan kehidupan berbahagia sekali. ini karena mas atna selalu memberikan segala kasih sayangnya kepada kami baik nafkah batin dan lahir selalu tepat waktu, pokoknya aku beruntung menikah dengan mas atna. namun sekarang aku merasa bersalah sangat2 bersalah ama mas atna gara2 ku tertarik dengan tetangga sebelah itu semua karena permainan seksnya yang menggetarkan jiwaku walau usianya terpaut jauh denganku dia baru berusia 25 tahun sedangkan aku sudah berumur 37 tahun. tapi itu tak memperngaruhi kemampuannya menaklukkan aku setiap kali kita bercengkerama.<br />itu semua berawal ketika andi begitu saja menyebutnya pindah menjadi tetangga kami beberapa bulan yang lalu.<br />orangnya menarik dengan sosok yang menyerupai mas atna suamiku tercinta dengan badan tegap, rambut cepak dan kulit tubuh yang bersih walau agak coklat tapi semua merupakan warna khas orang indonesia asli yang membuatku tertarik.<br />sore itu setelah beberapa bulan andi menjadi tetangga sebelahku dia mulai akrab dan berani main kerumah walau tidak ada mas atna seperti biasanya. kebetulan sore itu lagi hujan lebat mengguyur kotaku dan mas atna barusan telp pulang terlambat karena terhambat banjir, sedang kedua anakku lagi liburan sekolah kerumah neneknya yang menambah dingin rumah ku. namun tiba-tiba andi datang dengan senyum manisnya juga membawa gorengan juga sebungkus coklat kesukaanku.<br />tumben ndi kamu baik. ada acara apa nich? tanyaku<br />nggak kok mbak dara, kagak ada acara apa2 cuman td aku dari supermaket cari kebutuhan sehari-hari. n beli gorengan. mau kumakan tdk enak kgk ada teman... jadi ya kesini, mencari teman? mas atna mana mbak.<br />ehmmm dia belum pulang ndi, biasa kejebak macet?<br />ochhhh..... jawabnya walau kutahu itu hanya basa basi dari andi yang sudach tau kalau suamiku belum pulang karena mobilnya tidak ada di teras rumah....<br />sini ndi gorengannya taruk sini kita makan bareng sambil nonton channel HBO ya?<br />boleh juga mbak, oh iya ada air panas mbak dingin nich....<br />eghmmmmmm bentar aku lihat di termos?<br />kalau kgk ada mbak juga boleh kok? sambil mngerling andi sungguh manis<br />enak aja, mau kusiram air panas kamu.... jawabku sambil tertawa...<br />waduchhhhhhh panas donk jawab andi. buruan mbak film mau main nich bagus loch?<br />film apaan sich, tanyaku? pada andi sambil duduk disebelah andi dan menaruk dua gelas coklat panas... film apa nich ndi sepertinya pernah nonton dech aku<br />eghhmmmm iya apa ya kl kgk salah Basic instinc kali mbak.<br />kebetulan saat itu adegan dimana sharon stone lagi merangsang michael douglas di dalam lift. sungguh permainan yang dahsyat pikirku yang membuat darahku berdesir dan gairahku mulai naik apalagi disampingku ada andi juga karena suasana yang mendukung sendirian di rumah udara dingin menambah gairahku meletup... apalagi andi mulai berani duduknya merapat ke sampingku dan tanganku mulai di remas2 walau di tidak berani melihatku tapi semakin lama tangannya semakin erat meremas telapak tanganku, sedangkan aku cuman bisa menunggu sambil terbelah pikiranku<br />kenapa aku ini.. knp aku? kupejamkan mataku terlintas bayangan mas atna yang lagi sibuk karena mobilnya terhadang banjir..... ouch mas buruan pulang mas kukedinginan mas butuh peluk cumbu rayumu mas atnamas achhhhhh tiba-tiba terasa bibirku di lumat hangat bibir begitu hangat menusuk jiwaku yang membuatku terlena eghm ouch mas atna nikmat hmmm kubuka bibirku terasa lidah besar menyeruak masuk ke dalam rongga mulutku eghm melintir-lintir lidahku ghhhm ditarik nikmatku lidahku dan seperti petir menghantam tubuhku ketika kubuka sedikit mata ternyata andi sedang bergerak liar di atas tubuh ku diatas sofaku dibaringkan rokku tersingkap keatas, juga kaosku telah sampai di leher juga braku telah terlepas sedang andi sedang meremas-remas puting sebelah kirikueghm andi apa yang kamu lakukan lepaskan andi... please andi lepas dorongku pada dada andi tapi dengan setengah hati karena ku juga membutuhkan kehangatannya ini...<br />sssttt nikmati aja mbak aku yakin kamu juga menginginkan ini, sambil terus menjilati leher dan turun ke dada juga menyedot kuat kedua putingku yang membuatku merintih menahan gairah andi please ndi aku bersuami ndi ach andi aachhhhh ohhhhhhhhh aku ach aku.. andi aku ndi och....<br />eghm apa mbak enak ya mbak,emgghhh putingmu enak banget keras tapi ampuk mbak kusuka ini mbak eghhmmmm mbak kubuka cdmu ya mbak eghmmmmmmm<br />mendengar permintaan andi langsung kurapatkan pahaku mencoba menghalangi perbuatan andi namun terlambat cdku sudah sampai lutut dan juga karena tenaga andi yang kuat membuat cd sudah terlempar entah kenapa dan semilir angin dingin menghembus di belahan memekku namun itu tidak lama karena andi sudah melorot turun dan mendekatkan bibir serta menjulurkan lidahnya ke lubang memekku oughh ehmm ssstttttttt andi arrghhhhh ouhhhh andi achhhhhhhandi ku kagak kuat ndi aaaqrghhh<br />andi malah semakin gila menjilat dan mencengkeram kuat pinggulku yang membuatku tidak bisa leluasa bergerak menahan gerak laju gairah andi oughhhhhh andi eghmmmmm ssstttttt eghrmm erangku disaat andi mulai menghisap-hisap kuat clitorisku dan mencoba mengorek-ngorek lubang memekku dengan lidahnya ough andiiiiiiii arrrghhhhhhhhh ouhhhhhhhhhh aku keluar ndiiii arrghhhhhhh lepaskan mulutmu dari memekku andi ouchhhhhh andi arrrghhhhhhhh andiiiiiiii aaaaghhhhhhh....<br />akhirnya aku orgasme dengan dahsyat seluruh tubuhku kejang-kejang badanku meliuk keatas bagai busur seluruh tulang belulangkang seakan copot dari ragaku ouch begitu dahsyat orgasme yang kudapat kali ini tapi kenapa kudapat dengan andi tetangga mudaku ouchhhh belum sempat ku selesaikan masa orgasmeku, kusudah dibuat kaget dengan benda besar panas mencoba membelah memekku ouch terasa perih seperti disayat memekku ouchhhhhh andi sakit apa yang kau masukan ke lubang kelaminku andi ouughhhhh.arrrghhhhhhh]<br />kenapa mbak enaknya ******ku jawab andi sambil terus menekan benda panas senjatanya... ******nya membelah ke vaginaku aaarrghhhhhh andi<br />ouch ******mu besar sekali ouchhh sakit ndi vaginaku robek andi aaaarghhh achhhhhh terlihat bercak darah menetes di paha dalamku saat andi menarik ******nya yang panjang dan besar ouchhhhhhh aaarghhhhhhhhhhhh andiiiiiiiii arrrghhhhhhhhhh ouchhhhhhhhh akhirnya aku pinsan tidak bisa menahan rasa sakit yang mendera di dalam memekku ouchhhhhh....<br />beberapa saat kemudian...<br /><br />kutersadar tidak tahu berapa lama ku pinsan yang pasti terasa sakit vaginaku... itu yang kuingat terasa perih saat ku mencoba bangkit tapi ku terjerembam jatuh telentang lagi di sofa ruang tengahku karena kumerasakan sakit yang luar biasa pada memekku oucghhhhhh kumencoba meraba memekku ouchhhhhhhhh sakit dan perih terasa menderahku eghmmm ouchhhhhh sungguh liar andi walau usianya masih muda tapi membuatku terkapar tak berdaya, ouschh samapai memekku robek gini ouchh terasa perih dan berdarah ouchhh apa yang keluar dari memekku ini ough shitt sperma andi banyak sekali occhhhhhhh belum mulai pulih rasa sakitku tiba2 andi mengejutkanku...<br />gimana mbak enak ya... eghmm sampai pinsan gitu.<br />andi... ku mencoba bangun dan membenahi kaos serta rokku yang berantakan. jadi kau belum pulang?<br />belum donk mbak, ini kubawakan air hangat, sudah tiduran aja mbak kagak perlu sungkan-sngkan aku sudach melihat seluruh tubuh mbak dara kok jadi kagak usah malu lagi ama aku?<br />celoteh andi yang kujawab dengan mendesis perih ketika andi membuka rokku serta mengusap memekku dengan air hangat serta melap sperma juga darah dan maniku yang bercampur jadi satu di dalam memek ouaghhhhhhhhhh andi pelan andi masih perih andi ouchhhh.... tapi enak kan mabak?<img src="http://www.duniasex.com/forum/images/smilies/smile.gif" alt="" title="Smile" class="inlineimg" border="0" /><br /><br />hgmmmm ouch perhatian juga ini anak sungguh romantis aaachhhhhhh </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-6975534854285045502010-03-21T07:30:00.000-07:002010-03-21T07:31:05.131-07:00<strong>Live: Sex Show...</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Suatu hotel seharusnya bisa menjaga privacy tamu - tamunya... namun di suatu hotel di Tanjung Benoa, tempat gw training, ada beberapa kamar yang teras belakangnya bisa diliat dari luar, karena tembok pembatasnya hanya setinggi sekitar 1,5 meter. Gw mungkin ga bisa sebutin nama hotelnya, karena ga etis dong? pokonya inisialnya N.</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Gw training di bagian managemen hotel tersebut, ruang kantornya aga terpisah dari 2 gedung hotelnya, dan di kantor tersebut ga punya private toilet, jadi kalo mau ke toilet harus ke public toilet yang ada di Lobby ato di salah satu gedung yang lebih deket dari kantor gw, sebut aja gedung B. Kalo gw ke toilet, gw biasanya ke toilet di gedung B, dan lokasi toilet itu adanya agak ke pojok, jadi menuju toilet itu, harus lewat koridor kamar tamu.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;"><span style="font-family:Times New Roman;">Waktu gw lewat koridor itu, sering kali gw liat ada tulisan "Do Not Disturb" yang digantung di gagang pintunya. Kalo siang - siang sih gw aga cuek, tapi kalo ada tulisannya mulai sore ato jam 6.30-an, gw mulai curiga, ngapain yah tamunya di dalem. <img src="http://www.duniasex.com/forum/images/smilies/confused.gif" alt="" title="Confused" class="inlineimg" border="0" /> Dulu, gw pernah pas lewat koridor itu malem (sekitar jam 6.30-an) gw liat ada tulisan itu. Gw isenk - isenk ngedeketin kuping gw ke pintu kamarnya. Dan gw jadi horny sendiri, <img src="http://www.duniasex.com/forum/images/smilies/drooling.gif" alt="" title="Drooling" class="inlineimg" border="0" /> soalnnya gw denger ada suara plok - plok - plok, percis waktu gw gituan ama Claudya (ud baca belom thread: My First Expirience With Claudya). Trus suara itu diselingin ama suara cowo en cewe yang lagi asik gituan... gw pengen banget ngeliat, tapi mana mungkin, soalnnya kamar dia khan adanya di tengah koridor, jadi teras belakannya juga ga bisa diintip... kejadian kaya gitu beberapa kali gw temuin. Sampe sekarang, kalo ada tulisan "Do Not Disturb" di depan gagang pintunya, selalu gw coba kupingin, tapi kadang yang ada suara TV doing sih.</span></span></span><br /><br /><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;">Pernah sesekali, gw berhasil nonton siaran langsung orang gituan, ini orang bule, anak muda, mungkin baru married, jadi honeymoon mungkin. Teras kamarnya ada hampir bersebrangan dengan toilet gw, kamarnya no 533, kalo ga percaya coba aja telusuri hotel ber-inisial N di Tanjung Benoa, setelah dapet, cari public toilet di deket kamar itu, lu bisa deh liat ke dalem teras, bahkan ke dalem kamarnya.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;"><span style="font-family:Times New Roman;">Ceritanya gini, gw waktu itu mau ke toilet, pas sebelom pulang kantor. Emank kalo gw dari kantor, sebelom pulang, gw selalu ke WC. Setelah gw keluar dari WC, gw ngeliat ke arah teras kamar 533, soalnya kedengeran ada suara yang nafsuin. Begitu gw liat, waaahhh...... <img src="http://www.duniasex.com/forum/images/smilies/surprised.gif" alt="" title="Surprised" class="inlineimg" border="0" /> pemandangan yang luar biasa menakjubkan... gw jalan ke balik pepohonan bambu cina supaya ga keliatan ama orangnya, dan gw nonton bule lagi foreplay. <img src="http://www.duniasex.com/forum/images/smilies/drooling.gif" alt="" title="Drooling" class="inlineimg" border="0" /> Seru bgt, si cewe pelan - pelan lagi ditelanjangin sambil perutnya dijilatin. Anj***, gw horni berat! waktu itu emank uda mulai gelap, gw liat keadaan sekitar gw sepi bgt. Gw ga tahan! gw pun buka resleting celana gw, sambil nonton gw ngebayangin kalo cowo itu gw, gw ngocok. Emank bule itu jago - jago urusan gituan, setelah cewenya telanjang, wow... toketnya masi kenceng banget, belom jadi pepaya gantung. Si cewe sekarang gantian nelanjangin cowonya. Sambil ditelanjangin, tangannya mijit - mijit dan maenin pentil si cewe... mantep bgt. Sesekali si cewe kegelian, gw tau soalnya dia sesekali dada si cewe goyang kanan goyang kiri. Dan gilanya tuh bule, pintu ama gorden terasnya ga ditutup, mungkin mereka juga uda ga tahan kali yah. Setelah mereka berdua bugil, si cewe yang uda dalam posisi jongkok abis bukain boxer si cowo, langsung melibas burung cowonya dengan ganas. He...he...he... gw liat si cowo merem melek, mulut nya kebuka dan ngeluarin suara ha... hhh... ah...haa... aahhh... rambut si cewe kadang kena jambak dan pinggul si cowo maju mundur persis seolah masukin ke liang si cewe.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;"><span style="font-family:Times New Roman;">Setelah puas ngisep, gantian si cewe terlentang di kasur, dan so sowo bule nurunin kepalanya ampe ke liang si cewe. Ternyata si cewe juga ga kalah hot... kepala si cowo bule di lingkarin pake kaki si cewe bule layaknya melok bantal ama guling. Gw makin ga tahan nih... dan gw tau, permainan mereka pasti makin hot dan masi lama, gw tahan aja rasa laper gw, waktu itu uda sekitar jam 7 malem. Gw bilang dalem hati, bodo amat gw puasa bentar, tontonan kaya gini bisa jadi cuma seumur hidup sekali.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;"><span style="font-family:Times New Roman;">Trus tangan si cewe dipegang ama si cowo bule dan di tarik berdiri. Sekarang gw bisa liat badan mereka berdua keseluruhan. Badan cewe itu... yahuuuddd...banget... si cewe jalan ke arah meja, ngambil tali, dalem pikiran gw, wah nih cewe hardcore nih... bener aja, si cowo di iket di tempat tidur... trus si cewe naek ke atas badannya layaknya maen kuda - kudaan. Hebat! Si cewe ngegenjot maju - mundur, naek - turun. Makin lama makin cepet. Sambil ngegenjot, si cewe sesekali ngangkat tangan ke kepala, ngejambak - jambak rambut sendiri seperti lagi keramas. Suara si cowo keluar lagi keluar lagi, kayanya juga ga tahan, tapi tangannya di iket. Sekitar 1 jam gw nonton itu, tanpa gw sadar, gw juga ampir nyembur nih.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;"><span style="font-family:Times New Roman;">Setelah puas, si cewe, ngelepasin iketan tangan cowo nya, dan mereka meragain doggie style. Si cewe kali ini yang kelepek - kelepek, pinggangnya di pegangin dan di maju mundurin ama si cowo, pantat si cowo juga ikut maju mundur, tiap badan mereka ngadu, keluar suara plok - plok - plok, nambah bikin horny. Sampe akhirnya setelah sejam lebih, si cewe ngeluh panjang dan diikutin ama si cowo, mereka berdua klimaks barengan, dan batang si cowo ga dikeluarin, gw yakin mereka emang usaha bikin anak.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;"><span style="font-family:Times New Roman;">Setelah mereka klimaks itu, kayanya mereka uda, puas, tinggal mandi. Si cewe keluar kamar ke teras, tapi body-nya masi ga ditutupin ama sehelai benang pun. Jadi posisi dia ama posisi gw bener ? benerhadep ? hadepan, untung gw di balik pepohonan bambu yang cukup lebat, jadi ga ketauan, ditambah tempat gw berdiri agak gelap. Mati aja gw kalo ketauan. Badan si cewe mulus banget, keringat yang nempel di badannya bikin sedikit mengkilap kena cahaya lampu teras kamarnya. Dia keluar ke teras ngambil handuk trus masuk lagi en lanjut ke dalem kamar mandinya. Si cowonya juga ngikutin.</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="color:#000000;"><span style="font-family:Times New Roman;">Baru setelah mereka masuk kamar mandi, gw jalan pulang. Malemnya gw ga bisa tidur, terus kebayang ama mereka. Betapa enaknya cowo itu! wah... kapan - kapan gw mau praktekin gaya sex mereka. :cool: </span></span></span>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-21307717999127231032010-03-21T07:28:00.001-07:002010-03-21T07:28:45.396-07:00<strong>Love Game</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> <div id="post_message_1635430712"> Love is a game, they said. Cinta adalah permainan, yang dimainkan oleh dua orang. Aturan permainannya sederhana: yang satu harus membuat yang lain bahagia. Kedengarannya mudah, tetapi jika memasukkan faktor ego yang menghendaki kebahagiaan bagi diri sendiri, urusan menjadi runyam. Ruwetnya begini (khusus pada cewek): pada umumnya cowok akan bahagia jika bisa membahagiakan ceweknya. Jadi, bagi cewek ada dua hal untuk memenangkan permainan ini, pertama ia harus membahagiakan cowoknya, kedua ia sendiri harus bahagia, yang mana tidak dapat terjadi bila cowoknya tidak membahagiakan. Hal ini biasanya tidak terjadi pada cowok, karena ia tidak harus kelihatan bahagia untuk membahagiakan cewek. Itulah ukuran yang dari jaman dahulu sudah berlaku: cowok itu pemimpin, serba-logika, dan dengan keperkasaan ia membahagiakan gadis-gadisnya.<br /><br /><br />Bagiku, ini berarti harus kreatif dalam mencintai. Bagaimana lelakiku tahu kalau aku bahagia?<br /><br />Baiklah, yang pertama adalah pengamanan. Sejak pernyataan cinta antara aku dan Bob yang menghebohkan itu, aku mempunyai sebuah kebiasaan baru: menelan pil putih kecil. Pil KB. Pil ini cara pakainya memang harus dimulai pada hari pertama mens, yang kebetulan terjadi (benarkah kebetulan?) ketika untuk pertama kalinya Bob memasukkan penisnya ke dalam liangku. Efeknya hebat, berdarah-darah... tapi tentu saja itu bukan darah perawan, melainkan darah mens. Malam itu aku langsung ke apotik membeli beberapa pak, karena aku yakin bahwa semua ini akan berlangsung lama.<br /><br />Yang kedua adalah, jangan mengumbar seks. Kalau sedang datang bulan, tentu saja tidak bisa berhubungan. Tetapi ketika sudah bersih pun, bukan berarti setiap saat siap ditancap. Dalam permainan cinta, justru ketegangannya harus dibangun dahulu... dan lelaki membutuhkan waktu untuk mengisi kantung maninya. Jika terlalu sering dikeluarkan, ia malah menjadi loyo dan tidak bersemangat. Apa enaknya bersetubuh dengan lelaki yang loyo?<br /><br />Sejak aku jadian dengan Bob, aku mengubah penampilanku. Sekarang aku lebih sering memakai sweater yang besar, terbuat dari rajutan dengan benang berwarna merah dan perak, menutup dari leher sampai sejengkal di atas lutut. Di bawahnya aku memakai jeans yang menggantung di panggul, seperti gayanya Agnes Monica (atau Britney Spears?), yang panjangnya hanya sampai betis. Sangat casual, menyembunyikan lekuk tubuh dan terutama payudaraku -- aku merasa bahwa keduanya semakin besar belakangan ini. Aku mengikat rambutku yang sebahu dengan kuncir ekor kuda, mengenakan make-up tipis -- tapi aku meyakinkan diri bahwa aku harus tampil lebih cantik dari biasanya.<br /><br />Semua ini adalah gayanya Bob. Dia pemikir, tenang, tidak tergesa-gesa. Ia menyukai kesederhanaan, juga kecantikan. Baginya menatap wajah cantik lebih menarik ketimbang menatap tubuh yang seksi, atau serba buka-bukaan. Katanya, yang tertutup itu menawarkan fantasi, khayalan yang bisa terwujud apa saja. Lebih menarik ketimbang sekedar memperlihatkan pusar atau bahu atau paha, yang kadang justru terlihat berbercak, terlalu kurus, atau terlalu gemuk. Huh, tapi tubuhku kan tidak berbercak, dan proporsional pula! Bob hanya tersenyum.<br /><br />"Kalau Rena, tubuhnya memang sempurna," katanya lagi.<br /><br />Dengan kesederhanaan ini, plus aku memberi waktu ekstra untuk wajah dan rambut, malah mengundang lebih banyak pandangan lelaki. Mereka nampak kecewa ketika menyadari bahwa aku sekarang ini sudah jadian dengan Bob. Ah, mungkin Bob benar, memang lelaki justru senang yang seperti ini. Bob menerangkan, jika lelaki tertarik melihat kulit perempuan, pikirannya hanya ngeres saja. Tapi melihat kecantikan dan kesederhanaan, lelaki justru merindukan. Tapi, aku mau agar Bob juga ngeres sesekali...<br /><br />Satu hal yang dimiliki perempuan adalah, ada waktu terbaik untuk bercinta. Tandanya terlihat dari lendir yang keluar dari vagina. Ketika lendirnya kental, seperti putih telur, itu berarti awalnya. Ketika lendir menjadi semakin encer, aku pun merasa lebih bergairah, birahiku tinggi. Jadi, aku akan membuat agar Bob ingin berhubungan di saat-saat itu...waktu yang paling enak, paling mengesankan. Seperti sekarang ini.<br /><br />Ketika pagi itu aku dijemput Bob di tempat kost dengan sepeda motornya, aku merapatkan tubuh ke depan. Di lampu merah, aku berbisik di telinganya,<br /><br />"Bob... enak banget di belakang. Aku nggak pake apa-apa lagi di balik sweater ini."<br />"Ha? Nggak pake apa-apa?"<br />"Nggak."<br />"BH juga?"<br />"Nggak."<br />"Celana dalam juga?"<br />"Nggak."<br />"Gila!"<br />"Umm... nggak juga. Kan sweaternya besar. Tapi memang, rajutannya menggesek-gesek puting. Rasanya geli-geli enak, apalagi kalau ditekan seperti begini..."<br /><br />Bob terdiam. Aku tahu, sekarang ini Bob mulai terbangkit nafsunya. Tetapi kami segera sampai di kampus, langsung masuk kelas. Aku bersikap biasa saja, walau merasakan seluruh rajutan yang lembut ini merangsang birahiku amat tinggi. Liangku sudah mengeluarkan cairan yang bening, membasahi bagian bawah celana jeansku. Untung sweaternya panjang, jadi tidak ada yang bisa melihat, kecuali Bob yang sudah kuberi tahu. Hari itu, Bob masih mengikuti satu kelas lagi, sedang aku bisa pulang. Ketika kami berpisah, aku memeluknya sebentar dan berbisik di telinganya,<br /><br />"Sayang...nanti kamu langsung ke tempatku yah. Aku punya hadiah..."<br /><br />Senyuman Bob memastikan bahwa ia akan hadir pada waktunya. Sementara itu, aku harus bersiap.<br /><br />..oo0O0oo..<br /><br />Ketika pintu diketuk, aku berseru, "Masuk Bob...jangan lupa kunci lagi yah..." Yah, siapa lagi kalau bukan Bob? Aku mendengarnya masuk dan menaruh tasnya di depan. Tempat kostku memang mempunyai dua ruangan, di depan untuk belajar, di dalam untuk tidur (dan bercumbu, tentu saja). Aku menanti dengan jantung berdebar, mendengar langkahnya yang ringan menuju pintu pembatas. Bob membukanya.<br /><br />"Wow!" serunya.<br /><br />Aku tersenyum.<br /><br />"Hadiah yang.... luarbiasa..."<br /><br />"Untukmu, sayang."<br /><br />Yang dilihat Bob saat itu adalah si molek Rena yang nyaris telanjang bulat, berbaring di atas ranjang yang spreinya baru diganti, sprei polos berwarna pink. Ditubuhku ada sebuah pita besar, pita krans dari kertas krep berwarna hijau tua, yang membelit pantat, dengan ikatan kupu-kupu persis di depan vagina. Di kedua putingku, aku memasang dua bunga mawar merah. Bob mendekat. Aku tersenyum lebar -- aku tahu ia suka sekali dengan model bibirku dan gigiku, seperti bintang iklan katanya.<br /><br />Bob menunduk, mencium hidungku. Bibirku yang memerah, bukan karena lipstik, tapi karena menahan gairah sedari tadi. Kami berciuman, mula-mula singkat, lalu menjadi semakin ganas. Bob menyingkirkan kedua bunga mawar dari putingku, lalu meremas kedua dadaku yang sudah bulat membesar. Ooohhh, enak sekali....<br /><br />Bob lebih berhati-hati ketika menghadapi pita yang melingkari pinggulku. Ia menemukan simpulnya, melepaskannya. Dengan satu tarikan lembut, aku sungguh bertelanjang bulat di ranjang. Cairan dari liangku telah meleleh ke paha sebelah dalam, terus ke bawah membasahi sprei. Aku merenggangkan kedua kakiku lebar-lebar. Bibir kemaluanku sudah basah, juga berwarna merah agak tua.<br /><br />Seperti dikomando, Bob langsung membuka seluruh pakaiannya, seperti kesetanan. Sepatu, baju, celana, pakaian dalam... semuanya terlepas dalam hitungan detik. Senyumku semakin lebar. Aku berhitung, berapa lama sejak terakhir Bob menyentuhku? Sudah hampir dua minggu. Selama itu kami berpacaran hanya sebatas berpegangan tangan, selebihnya dipenuhi dengan diskusi dan obrolan. Tetapi, sekarang waktunya pelepasan, karena aku sudah melihat penis Bob mengacung dengan tegaknya. Dengan kerasnya, seperti sebatang singkong.<br /><br />Oh ya, ada lagi satu hal... tadi pagi, ketika Bob menjemputku, aku memberinya minum "lemon tea". Ini sebenarnya adalah obat kuat lelaki, barang baru dari Malaysia, yang kandungannya terbuat dari semacam sari buah yang berasal dari Peru. Konon, dahulu suku Inca memakai sari buah ini untuk meningkatkan daya tahan di waktu perang, juga daya tahan untuk bertempur dengan para perempuan di waktu malam. Yang kudengar, dengan khasiatnya, seorang laki-laki Inca sanggup menyetubuhi empat perempuan dalam satu malam.<br /><br />Dan sekarang, laki-laki ini menyetubuhiku. Aku harus menjadi sekuat empat perempuan untuk mengimbanginya.<br /><br /><br />"Kemari sayang.... aku berikan semuanya, buat kamu," bisikku perlahan. Isyarat ini langsung meledakkan Bob. Ia langsung mendekatkan ujung penisnya ke bibir vagina, menggesekkan. Besar sekali, keras sekali, menggesek kelentitku yang sudah lebih dahulu keras membesar. Ooh, betapa gatalnya! Betapa inginnya! Aku mengangkat kedua kakiku, betisku menekuk sehingga ujung tumitku menyentuh pantatnya. Aku menekan. Bob meluncur ke bawah. Masuk. Bless!<br /><br />"Ooohhh... Bob... Bob... aku cinta padamu...." aku mulai meracau. Rasanya dimasuki lagi sangat luarbiasa. Vaginaku sudah sangat siap, sangat licin, menerima penis yang berdiameter begitu besar dan berurat pula. Dia masuk dan tidak berhenti sampai seluruh batang kelaminnya terbenam di dalam tubuhku. Bersatu tubuh denganku. Aku bergetar, seketika merasa tak tahan lagi dilanda orgasme yang hebat. Gila, padahal ini baru sekali terbenam saja!<br /><br />"Oohhh.... Bob... aku sungguh bahagia.... kamu hebat, sayang...." rintihku ketika orgasmeku mulai melemah. Dan saat itu juga, Bob menjadi semakin keras menekan, lalu aku merasakan penisnya menyemburkan semua isi kantong maninya di depan mulut rahim, jauh di dalam liangku. Benar, betapa pernyataan bahagia mampu merangsang laki-laki!<br /><br />Tetapi, semua ini bukan merupakan akhir. Kemaluan Bob masih sekeras singkong, demikian juga aku siap untuk disuntik lagi dengan penisnya. Aku sekarang merangkak, dengan keempat tungkaiku di atas ranjang. Vaginaku nampak berlendir putih, menetes-netes. Aku melapnya dengan tisu. Setelah bersih, aku menghadapkan pantatku kepada Bob. Bibir kemaluanku berkedut-kedut, seperti meminta disenggamai.<br /><br />Bob menjawab dengan penisnya. Ia langsung menerobos dari belakang. Ugh! Aku tersentak enak. Hanya bisa memejamkan mata, merasakan gaya doggie ini berlangsung dengan keras dan cepat, dan sangat cepat, dan sangat keras. Liar. Kenikmatannya pun menjadi semakin liar. Aku mulai merintih, mengeluh, meracau....meraung. Bukan kata-kata yang dapat dipahami artinya, tetapi suara-suara seorang perempuan yang sedang dipuncak kenikmatan ditancap lelaki dari belakang.<br /><br />Lima menit kemudian, tegangannya tidak tertahankan. Aku terus orgasme hebat, ambruk ke ranjang karena tanganku tak kuat lagi menahan. Hanya pantatku saja yang masih membulat ke belakang, menawarkan diri pada Bob, kekasihku yang jantan.<br /><br />"Bob... kamu mau masuk dari anal? Boleh Bob...." bisikku serak. Aku ingin disetubuhi dengan segala cara. Termasuk disodomi. Bukankah dulu pun aku pernah disodomi?<br /><br />Penis Bob sudah amat penuh lendir, dari vaginaku dan dari sisa ejakulasinya tadi. Kini penis yang masih keras itu mengarah pada lubang anusku, dan mulai menyeruak masuk. Sakit. Enak. Sakit. Enak, enak, enak! Penisnya begitu besar, seperti mendongkrak lubang anusku sebesar-besarnya, tetapi aku justru merasakan kenikmatan yang amat sangat. Rasanya seperti sudah melayang, terus dilontarkan lagi ke atas. Belum selesai satu gelombang orgasme, aku sudah merasakan gelombang berikutnya datang dan semakin kuat.<br /><br />Gila, siapa sangka disodomi bisa seenak ini?<br /><br />Aku mencapai lagi orgasmeku, yang ketiga. Bob juga tidak tahan, ia sekali lagi berejakulasi, kali ini di anusku. Gila-gilaan... sebulan sekali, bolehlah.<br /><br />Kami berdua lantas ambruk, tak kuat menahan beban. Sudah lega. Mendadak saja, tubuh terasa lemas. Tapi aku masih harus ke kamar mandi, bukan? Jadi dengan menguatkan kaki, aku berdiri dan melangkah ke kamar mandi -- kamar mandiku ada di luar, persis di sebelah pintu masuk kost. Tapi biasanya selalu sepi, jadi aku begitu saja -- telanjang bulat -- masuk ke kamar mandi, diikuti Bob di belakangku. Ia menenteng baju dan celananya. Buat jaga-jaga, katanya.<br /><br />Kami membutuhkan waktu dua menit agar air shower membasahi dan melarutkan semua lendir yang tersisa. Akupun harus duduk di kloset, membuang lendir dan mani dari kedua lubangku yang masih berdenyut-denyut. Air dingin menolong, disemprotkan ke dalam untuk mengalir kembali ke luar. Sementara itu, Bob juga membersihkan batang kemaluannya... yang masih tetap besar. Obat kuat itu sungguh manjur! Cari sendiri, namanya: Trica Jus.<br /><br />Selagi aku masih duduk di kloset, Bob datang menghampiri. Ia nampak sedikit agak malu, sekaligus masih sangat terangsang.<br /><br />"Ren... aku masih besar nih..."<br />"Ya sayang, kamu hebat sekali..."<br />"Dicium dong."<br />"Apanya?"<br />"Ya ini... aku pengin tahu rasanya."<br />"Mau di blow, sayang?"<br />Bob mengangguk.<br /><br />Aku mulai dengan kepalanya. Sekarang sudah bersih, karena tadi disabuni oleh Bob. Tapi jadinya semua lendir ikut hilang, kulitnya jadi kesat. Aku menjilatinya seperti eskrim, dari kepala lalu turun hingga seluruh batang itu tersapu oleh lidahku. Kembali jadi basah. Sekali lagi jadi licin. Dan sekali ini, penis yang keras ini masuk ke lubang "ketiga" pada diriku.<br /><br />Seumur-umur, aku dahulu selalu dipaksa untuk blowjob. Sekarang, waktu aku dengan sukarela dan sukacita melakukannya, tak urung menjadi canggung juga. Tapi, aku tahu beberapa hal. Misalnya, yang paling sensitif adalah di lingkaran sekitar kepala cendawan penis laki-laki. Lalu, jangan sampai penis kena gigi. Dan yang ketiga, selain mulut, gunakan juga tangan untuk meremas dan mengocok batangnya. Sesekali masukkan semua, yang mana tak muat, sambil dihisap perlahan. Caranya, kulum kepala penisnya sambil kocok batangnya dengan satu tangan sementara tangan lain mengelus pelirnya.<br /><br />Ternyata, ini memang cara yang ampuh. Kalau sudah mau dapat, lepaskan kepalanya dari mulut, ganti dengan jari-jari menjepit saluran di sebelah bawah, persis di pinggiran kepala kuat-kuat. Sebagai gantinya, kulum kedua pelir yang di bawah itu... kalau sudah turun suhu birahinya, kulum lagi penisnya. Begitu terus. Berulang-ulang.<br /><br />Akibatnya, Bob nyaris sampai, lalu turun, lalu nyaris sampai lagi, diturunkan lagi. Setelah tiga kali demikian, ia tidak tahan lagi. Bob menahan kepalaku agar tetap di atas penisnya, dan sementara masih berada di mulutku, ia memuntahkan maninya sekali lagi. Tidak terlalu banyak, jadi bisa kunikmati, kurasakan, kutelan.<br /><br />Bob lemas. Tiga kali ejakulasi. Tapi batangnya masih keras juga...hanya, sudah nyaris tidak tersisa apa-apa lagi di dalamnya. Ia sudah cukup bahagia luar biasa hari ini.<br /><br />Cinta adalah permainan. Dan pemenangnya, kurasa, adalah aku, yang perempuan berbahagia karena memuaskan lelakiku.<br /><br />Untuk sekarang. Besok...kurasa Bob mempunyai kejutan pula. Siapa tahu? </div>Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-16792655907209610112010-03-21T07:26:00.000-07:002010-03-21T07:27:55.202-07:00<strong>Lisa..sang Mahasiswi Model</strong> <hr style="color: rgb(255, 255, 255); background-color: rgb(255, 255, 255);" size="1"> <!-- / icon and title --> <!-- message --> Lisa baru saja selesai mandi pagi, tubuhnya kini terasa segar. Senin pagi ini ia harus menemui pak benny ketua jurusan fakultas hukum di kampusnya. Dia berusaha memakai pakaian serapih mungkin, diluar kebiasaanya setiap ke kampus yg selalu memakai pakaian casual.<br />Lisa sudah menduga cepat atau lambat ia akan dipanggil oleh fihak kampus berkaitan dengan gambar gambarnya yg dimuat di subuah majalah khusus pria.<br /><br />biaya kuliah saat ini sangat mahal, apalagi usaha orang tuanya agak tersendat sehingga otomatis aliran uang pun tersendat. Beruntung seorang kawan menawarinya pekerjaan menjadi model di sebuah majalah khusus pria dewasa, syaratnya tentu saja harus berani tampil hot.<br />Lisa menerima tawaran itu dan gambarnya pun kerap menghiasi majalah pria dewasa, uang yg diterima nya pun cukup lumayan. Namun meski begitu, tetap saja penghasilannya belum cukup memenuhi seluruh kebutuhan hidup dan kuliahnya , oleh karena itu di waktu luang ia juga menjadi "escort".<br /><br />Lisa bercermin untuk terakhir kalinya, mengagumi tubuhnya sendiri, rambut panjang , body ideal dan buah dada yg membanggakan. Lisa tak pernah memakai make up berlebih , ia mempunyai kecantikan alami , kecantikan yg banyak membuat mata para lelaki terbelalak. hari ini lisa sengaja memakairok hitam diatas lutut dan blouse putih yg ketat mencetak buah dadanya.<br /><br />DIa tiba di ruang ketua jurusan sedikit terlambat akibat macet. Lisa mengetuk pintu dan masuk , ia sedikit terkejut karena selain pak benny , disana ada pak lukas pembantu rektor, dan pak aris dosen di fak hukum.<br />di meja kerja pak benny tergeletak majalah dewasa yg memuat gambar gambar panas lisa yg semi nude.<br />Lisa sedikit panik, karena ia tak menyangka harus bertemu tiga orang itu, tadinya ia akan sedikit "merayu" ketua jurusan seandainya ia akan kena sanksi ..tapi sekarang..?<br /><br />"silakan duduk " kata pak benny<br />"pagi pak..." jawab lisa dan duduk<br /><br />"lisa...kamu dipanggil kemari sehubungan dengan gambar kamu yg dimuat di majalah ini , kamu tahu ini bisa mencoreng nama baik kampus ini.." kata pak benny.<br /><br />"tapi pak...gambar ini punya estetika seninya , bukan gambar tabloid murahan..apalagi majalah ini punya reputasi yang bagus..." lisa membela diri<br /><br />"meski begitu bukan berarti kamu bisa bebas seperti ini , ingat reputasi terhormat kampus kita, apalagi dimana kamu kuliah tertulis jelas disitu." kata pak lukas<br /><br />lisa menyadari bahwa percuma ia berdebat , ia pasti kalah. namun ia tetap mencari cara bagaimana ia bisa keluar dari masalah ini. Lisa berusaha menarik simpati mereka.<br /><br />"maaf pak...sekarang ekonomi keluarga saya sedang bermasalah, sementara kebutuhan saya banyak terutama untuk membayar uang kuliah pak..." kata lisa sedikit memelas.<br /><br />"tapi kan kamu bisa bilang...atau setidaknya mengajukan permohonan beasiswa..." kata pak aris<br />"maaf lisa, namun demi nama baik kampus kita ..kamu bisa saja kami keluarkan " kata pak benny kemudian.<br /><br />Lisa sedikit panik , ia sudah setngah jalan di fakultas hukum, ia tak mau jika harus berhenti di tengah jalan, dan menyia nyiakan tahun tahunnya.<br /><br />"aduh...pak...tolong..saya mohon kebijaksanaannya......saya siap melakukan apa saja pak..." kata lisa<br /><br />ruangan itu mendadak sunyi. Lisa kemudian menyesali ucapannya , ia bisa merasakan ketiga mata lelaki itu memandanginya dengan penuh minat, keringat dingin keluar dari dahi lisa.<br /><br />"kita bisa mempertimbangkannya kembali kok lisa..tapi tentu saja sesuai kata kata kamu...kamu harus melakukan sesuatu"<br /><br />"maksud bapak...?" lisa mulai meduga apa yg ada di balik otak dosennya itu<br />"kamu terlihat sangat berbakat di majalah ini..sekarang....seberapa jauh kamu bisa memanfaatkan "bakat" kamu itu untuk menolong kuliah kamu...." kata pak benny sambil tersenyum nakal<br /><br />Lisa mengerti maksud perkataan itu , ia memang tak punya banyak pilihan , namun ia juga sedikit enggan harus melayani ketiga dosen bejadnya ini.<br /><br />"saya mengerti pak..tapi saya juga punya syarat..semuanya hanya dilakukan hari ini , di tempat ini dan tidak berlanjut ke hari atau waktu lain.." kata lisa<br /><br />ketiga orang itu terlihat ragu , mereka saling memandang. Lisa tahu ia harus memanfaatkan keraguan mereka. Lisa pun berpindah tempat duduk ke sofa, disana ia sengaja memamerkan pahanya yg mulus, membuat ketiga pria ia itu menelan ludah.<br /><br />"bagaimana pak setuju.....?" kata lisa sambil membuka dua kancing blousenya dan menyibakan rambutnya ke belakang.<br /><br />Pak benny org pertama yg menghampiri lisa, celananya terlihat menggembung. Pak benny kemudian berlutut diantara kaki lisa. Lisa menyambutnya dengan melebarkan kakinya , ia membiarkan tangan pak benny menyusuri kaki dan pahanya sampai ke pangkal paha.<br /><br />Pak lukas menyusul mendekati lisa, dengan sedikit kasar ia meremas buah dada lisa dan mencubit putingnya. sementara pak benny melepaskan rok mini dan Cd lisa, ia terpana melihat keindahan vagina lisa yg tertutup sedikit rambut halus. Pak benny mendorong lisa agar berbaring di sofa untuk kemudian ia menjilati vagina lisa penuh nafsu dengan jilatan yang hangat dan basah<br /><br />"kamu cantik sekali lisa...." kata pak lukas sambil melepas blouse lisa dan branya<br />"dan ingat kamu harus melakukan apa saja hari ini sesuai perintah kami.." kata pak lukas kemudian<br /><br />Lisa kembali berkeringat dingin , kata kata pak lukas membuatnya berpikir , apakah ada yg lebih buruk dripada harus melayani nafsu bejad ketiga dosennya ini..?<br />"tapi...aahh.." lisa tak dapat melanjutkan kata katanya, ketika pak lukas menyedot buah dadanay dengan kasar, sementara buah dada satunya jadi mainan pak aris.<br /><br />serangan bersamaan pada tubuhnya menimbulkan efek yg luar biasa bagi lisa, ini pertama kalinya ia harus melayani tiga pria sekaligus. lisa merasakan ada sesuatu dalam tubuhnya yg siap meledak.<br />sementara bagai kelaparan pak benny masih menjilati vagina lisa , tak lama kemudian lisa merasakan sesuatu yg hangat dan basah mengalir diantara kakinya, dan tubuhnya seolah kehilangan tenaga<br /><br />rasa geli dan nikmat muncul ketika pak lukas menjilati seluruh tubuh lisa, dari leher sampai perut, tangannya tak lepas dari buah dada lisa. Lisa mencoba menikmati dan meresapi semua rangsangan yg ia dapatkan dari tiga org ini.<br /><br />perlahan tapi pasti jilatan jilatan pak benny membuat lisa mencapai kembali orgasme,<br /><br />"aahh..ahhhh...pak...aauhhhh...." rintih lisa tubuhnya kembali melemas<br /><br />belum sempat lisa mengumpulkan tenaga, tiba tiba pak benny bekata<br /><br />"yahh..belum apa apa udah lemes.....sekarang kan baru kita mau mulai..."<br /><br />lisa terkejut melihat penis pak benny saat ia melepas celananya. besar dan panjang menegang, ia khawatir tak snggup menghadapinya, ia menggeleng dan sedikit protes..<br /><br />"nanti dulu pak...bentar..saya masih lemas......bentar lagi..."<br /><br />'hehehe..ingat perjanjiannya kan.....? apalgi kamu bilang harus hari ini dan saat ini juga..hehehe...siap atau enggak ya harus mau... hehehe.." kata pak benny tak mempedulikan perotes lisa, lalu memasukan penisnya ke vagina lisa, setiap inchi penis pak benny masuk sebuah kesakitan dirasakan lisa, yg walau bukan virgin namun vaginanya masih sempit.<br />Lisa mengerang saat kepala penis menerobos masuk, namun ia sedikit tertolong oleh cairan yg keluar akibat rangsangan sebelumnya. Setelah beberapa lama . penis pak benny terlihat terbenam di dalam vagina lisa, ia menggeram puas, ia kemudian mengatur posisi untuk siap menggenjot tubuh lisa<br /><br />Lisa menangis kesakitan saat gigi pak aris menggigit buah dadanya sampai lecet, namun belum juga penderitaannya berakhir pak lukas ikut ikutan menggigit buah dada lisa yg satunya, hingga kedua buah dadanya menjadi lecet<br /><br />"awww..sakit...jangan..kasar kasar..pak...tolong....." ucap lisa kesakitan<br /><br />mereka berdua malah menjilati dan menyedot buah dada lisa tepat dilkukanya, membuat lisa menangis kesakitan.<br /><br />menahan sakit lisa menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, ia menyesali perkataanya tadi . ia tak sengaja bicara seperti itu, bahwa ia siap melakukan apa saja. sedikit kesadaran membuatnya ia tiba tiba berontak.<br /><br />Dengan penis yg masih menancap di vagina lisa, benny berkata<br /><br />'eeitt..mo kemana sayang....ingat kamu berjanji memberikan bakat kamu ke kita bertiga hehehehe..."<br />lisa lemas tak berdaya, ia hanya bisa pasrah sekarang, ia tak menyangka akan menjadi begini.<br />Penderitaan lisa makin bertambah saat tiba tiba pak benny mempercepat genjotannya, vagina lisa terasa sangat sakit harus menerima beban di luar kapasitasnya.<br />menit demi menit berlalu , menit menit penuh kesakitan bagi lisa.<br /><br />diantara rasa sakit lisa merasakan cairan hangat mengalir diantara kakinya, sebentar lagi akan mencapai orgasme, pak lukas dan pak aris sudah melepaskan mulutnya dari buah dada lisa, namun mereka masih tetap meremas remas buah dada lisa yg terlihat sudah memar dan lecet.<br /><br /><br />tiba tiba, pak benny mencabut penisnya dari vagina lisa, sambil tiba tiba membalikan tubuh lisa.<br />tanpa basa basi lagi ia menusukan penisnya ke anus lisa.<br />lisa tak sempat menjerit karena, mulutnya telah disumpal oleh penis pak lukas<br /><br />dengan menahan sakit ia juga harus mengocok penis pak lukas dengan mulutnya, akhirnya karena tak tahan kesakitan lisa akhirnya tak sadarkan diri.<br />entah berapa lama lisa pingsan namun ketika sadarkan diri , rasa sakit itu belum hilang , bahkan penis pak aris kini sedang menancap di vaginanya, di buah dadanya terasa cairan putih kental juga di mulutnya.<br /><br />"hehehe.....sudah bangun sayang......tenang sebntar lagi bapak selesai kok.." kata pak aris.<br /><br />lisa agak sedikit lega sampai tiba tiba pak lukas berkata,<br /><br />"setelah ini kamu harus melayani kita bertiga sekaligus.....kalo sampe pingsan...kita akan panggil engkus satpam kampus untuk menikmati tubuh kamu juga ..hahahahah..."<br /><br />lisa terdiam lemas , lelah tak berdaya berharap hari ini cepat berlalu.Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1143068372711295840.post-6698439672990490252010-03-21T07:23:00.001-07:002010-03-21T07:23:56.601-07:00Pijat erotisBerawal dari sahabatku Arman yang bercerita tentang seorang tukang pijat yang hebat dan bisa dipanggil ke rumah, aku jadi tertarik. Apalagi ketika ia berbicara tentang kemampuan tukang pijat itu meningkatkan gairah dan kemampuan seks wanita dengan pijatan supernya. Arman bercerita dengan cukup detail bagaimana tukang pijat itu yang katanya bernama Pak Daru, kakek usia kepala tujuh melakukan pijatan super pada istrinya. Hasilnya sungguh luar biasa. Aku jadi ingin mencobanya..<br /><br />"Tapi loe harus inget, waktu dipijat sama Pak Daru istri loe harus bugil total. Mau nggak dia?" Arman bertanya padaku.<br />"Hah? Dipijat bugil? Nanti istri gue diapa-apain ama dia?<br />"Ya enggak laah.. Loe juga ada disitu koq. Lagian Pak Daru itu udah tua banget. Udah gitu dia juga pemijat profesional. Gue jamin ngga masalah. Tapi istri loe harus setuju dulu."<br />"Nanti gue coba tanya dia deh.."<br />"Pokoknya sip banget deh!"<br /><br />Malamnya aku bicarakan hal itu dengan Vie istriku. Aku ceritakan apa yang kudengar dari Arman sambil memeluk tubuh mungilnya. Mulanya dia tertarik tetapi ketika mendengar bahwa ia harus telanjang bulat mukanya langsung merah padam.<br /><br />"Malu ah.. telanjang di depan orang lain" protesnya.<br />"Tukang pijatnya udah tua. Lagipula menurut Arman istrinya bilang dipijatnya enak dan tangannya sama sekali tidak menyentuh atau meraba memek koq"<br />"Ih.." muka Vie semakin merah.<br />"Kenapa khusus cewek?"<br />"Nggak tau juga. Tapi coba dulu deh. Siapa tahu nanti ketagihan."<br /><br />Vie mencubit perutku, tapi akhirnya mau juga dia mencoba. Besoknya kuhubungi Arman untuk menanyakan cara menghubungi Pak Daru. Setelah itu kucoba menghubungi Pak Daru dari nomor HP yang kudapat dari Arman. Singkatnya Pak Daru akan datang ke rumahku esok malamnya dengan perlengkapannya. Setelah itu kuberitahu Vie. Esok malamnya sesuai janji Pak Daru tiba di rumahku. Perawakannya kurus hitam dan kelihatannya memang sudah tua sekali. Apa bisa dia melakukan pijat? Aku terheran-heran sendiri sementara Vie hanya melirikku dengan pandangan ragu. Kami menuju ke ruang tamu dalam dan aku menyingkirkan meja tamu untuk mendapatkan tempat yang luas. Aku sudah memastikan kalau pembantu kami Darsih sudah masuk ke kamarnya. Sejenak basa-basi, Pak Daru langsung "To the point" menghamparkan selimut tebal di lantai.<br /><br />"Silakan Ibu berbaring tengkurap di atas sini" katanya sambil menunjuk selimut sebagai alas.<br />"Maaf, tapi saya minta Ibu melepas pakaian" sambungnya lagi.<br /><br />Wajah Vie merona merah. Dia kelihatan nervous karena itu aku membantunya melepas dasternya sehingga hanya tinggal mengenakan bra dan celana dalam.<br /><br />"Untuk sementara begitu saja. Silahkan, Bu" Pak Daru memotong.<br /><br />Vie berbaring tengkurap diatas selimut. Pak Daru mengeluarkan dua botol kecil obat yang menurutnya adalah obat ramuan rahasia turun temurun. Kemudian ia membuka yang bertutup hijau dan menggosokkan minyak tersebut pada kedua telapak tangannya. Ia mulai memijat bagian belakang hingga samping kepala Vie dengan perlahan. Aku duduk menyaksikan. Entah kenapa saat itu aku mulai terangsang membayangkan nantinya tubuh istriku akan dijamah oleh kakek tua ini. Tentu saja di bawah sana penisku menegang.<br /><br />Pijatan di kepala beralih ke tengkuk Vie yang mulus dan dipenuhi rambut halus. Nampaknya Vie merasa enak dengan pijatan Pak Daru di kepala dan tengkuknya. Ternyata kakek tua ini hebat pijatannya. Dari tengkuk diteruskan ke bahu Vie yang terbuka dan dilanjutkan ke lengan sampai telapak tangan. Setelah itu Pak Daru meminta agar istriku melepas tali bra di punggungnya. Vie melepas kaitan branya sehingga bra tersebut sudah tidak menutupi tubuh Vie dan hanya tergeletak diantara selimut dan kedua susunya yang tergencet sehingga menyembul ke samping. Pak Daru mengolesi punggung Vie dengan minyak dari botol pertama dan mulai mengurut serta memijat punggung. Vie tampak menikmati pijatan ini.<br /><br />"Maaf Bu, tapi selanjutnya celana dalam harus dilepas. Bagaimana kalau suami Ibu yang melepasnya?" Pak Daru tiba-tiba berkata.<br /><br />Wajah Vie memerah lagi. Aku mengikuti permintaan Pak Daru melepas celana dalam Vie tanpa mengubah posisinya yang tengkurap. Pantat Vie yang indah dan celah vaginanya terlihat jelas membuat penisku semakin tegang. Pak Daru melumuri dua bongkahan pantat Vie dengan minyak dan segera memijat dengan perlahan. Kali ini Vie mengeluarkan suara tertahan. Jelas Vie mulai terangsang birahinya dengan pijatan Pak Daru. Apalagi ketika Pak Daru memijat pangkal paha bagian dalam, tarikan nafas Vie berubah menjadi lebih berat dan matanya terpejam. Pak Daru tetap memijat seperti tidak terjadi apa-apa. Kakek tua itu memijat pantat, paha dan kemudian betis hingga akhirnya melakukan pijat di telapak kaki.<br /><br />"Ini adalah salah satu tahap penting dalam pijatan ini" Pak Daru menjelaskan.<br />"Terdapat titik-titik penting di telapak kaki untuk meningkatkan gairah" lanjutnya.<br /><br />Kemudian ia mengambil botol minyak kedua bertutup merah yang dari tadi belum pernah dipakainya. Digunakannya untuk memijat telapak kaki Vie. Kali ini pijatannya sangat intensif dan memakan waktu cukup lama. Terkadang Vie merintih, mungkin pijatan si kakek cukup kuat.<br /><br />"Maaf Bu, untuk tahap berikutnya saya akan memijat di daerah bagian depan tubuh. Sebaiknya Ibu duduk bersila membelakangi saya dan menghadap ke arah Pak Saldy agar saya tidak melihat tubuh bagian depan Ibu." kata Pak Daru setelah selesai memijat kaki istriku.<br /><br />Kali ini kelihatannya Vie sudah mulai terbiasa dan kemudian ia mengambil posisi duduk bersila membelakangi Pak Daru. Tubuh indah Vie yang telanjang bulat berhadapan denganku. Pak Daru kembali menggosokkan minyak kedua pada telapak tangannya. Pak Daru terlebih dahulu meminta persetujuan aku dan Vie.<br /><br />"Saya minta izin kepada Pak Saldy dan Ibu Vie untuk melakukan pijatan di tubuh bagian depan Ibu Vie.."<br />"Silakan, Pak Daru" jawabku<br />"Silakan.." jawab Vie.<br /><br />Langkah pertama Pak Daru adalah melumuri bagian sekitar vagina Vie dengan minyak dari botol bertutup merah dan mulai melakukan pijatan di daerah itu dari belakang. Walaupun tidak menyentuh vagina, tetapi tangannya memijat mencakup pangkal paha, pinggul depan, termasuk daerah yang ditumbuhi bulu kemaluan. Mulut Vie sedikit terbuka. Aku tahu Vie merasakan nikmat disamping rasa malu. Pijatan Pak Daru pasti membuat birahinya naik ke ubun-ubun. Beberapa kali tangannya terlihat seakan hendak menyusup ke dalam celah vagina Vie yang membuat Vie menahan nafas tetapi kemudian beralih. Bulu kemaluan Vie dibasahi oleh minyak pijat Pak Daru sementara Vaginanya basah oleh cairan nafsunya.<br /><br />Pak Daru melanjutkan pijatannya ke bagian perut Vie, dan memijat perut terutama bagian pusar sehingga membuat Vie kegelian. Hanya sebentar saja, setelah itu Pak Daru meminta Vie mengangkat tangannya.<br /><br />"Maaf Bu, tapi ini adalah tahap terakhir dan saya harus memijat di bagian ketiak dan payudara. Coba angkat kedua tangan Ibu."<br /><br />Vie mengangkat tangan dan meletakkan kedua tangannya di atas kepala. Pak Daru memulai pijatannya di daerah ketiak dari belakang.<br /><br />"Ihh.. geli pak.." Vie menggelinjang.<br />"Ditahan Bu. "<br /><br />Pak Daru mengabaikan Vie yang sedikit menggeliat menahan geli dan melanjutkan pijatannya di ketiak Vie. Setelah itu Pak Daru mengambil minyaknya lagi dan dituangkan ke telapak tangannya. Selanjutnya dari belakang tangannya meraup kedua gunung susu milik Vie yang langsung membuat Vie mendesah. Pak Daru melakukan massage lembut pada susu Vie yang sudah tegang. Terkadang kakek itu melakukan gerakan mengusap. Jari-jari terampil yang memijat pada kedua susunya membuat Vie sangat terangsang dan lupa diri, mengeluarkan suara erangan nikmat.<br /><br />Aku melotot melihat pemandangan luar biasa itu. Payudara istriku yang berusia 27 tahun, mulus, kenyal, dan berlumur minyak sedang dicengkeram dan diusap oleh tangan kasar hitam seorang kakek berusai 70-an, membuatku sangat bernafsu. Berbeda dengan Pak Daru yang sama sekali tidak bereaksi apa-apa, Vie merintih dan mendesah. Posisinya sudah berubah tidak lagi duduk bersila, tetapi duduk mengangkang memperlihatkan vaginanya yang sudah becek kepadaku sambil tangannya mencengkeram rambut.<br /><br />"Ukhh.." kali ini Vie mendesah keras. Aku sangat terangsang mendengarnya. Ingin sekali aku menggantikan Pak Daru memijat susu Vie.<br /><br />Pak Daru menarik puting susu Vie dengan telunjuk dan jempolnya dengan perlahan sehingga membuat Vie mengeluarkan suara seperti tercekik. Sampai akhirnya Vie merintih pelan, panjang. Vaginanya banjir. Hebat sekali pijatan si kakek ini.<br /><br />"Saya rasa sudah cukup. Silakan Ibu mengenakan pakaian. Sementara itu ada yang ingin saya bicarakan dengan Pak Saldy" Pak Daru menyudahi aksinya.<br />"Ya Pak?"<br /><br />Pak Daru menyerahkan sebuah botol kecil berisi carian kepadaku.<br /><br />"Apa ini, Pak Daru?"<br />"Pijatan saya itu membuat gairah seorang wanita meledak-ledak tetapi orgasmenya akan menjadi lebih cepat. Selain itu ini adalah ramuan untuk membuat susu wanita tetap kencang dan padat. Usapkan dengan gerakan memeras. Saya yakin Pak Saldy bisa." bisiknya sambil tersenyum.<br /><br />Setelah itu aku membayar Pak Daru dan ia pamit pulang. Vie sudah mengenakan pakaiannya lagi.<br /><br />"Eh.. buka lagi bajunya. Aku mau coba hasil pijatan Pak Daru." kataku.<br /><br />Vie tidak menjawab, tetapi dari sinar matanya aku tahu saat ini dia sedang dalam gairah yang tinggi. Mukanya merah dan nafasnya memburu. Aku segera meraihnya dan mencium bibirnya. Ciuman yang ganas karena aku sendiri sejak tadi menahan nafsuku melihat tubuh Vie yang sedang dipijat. Vie membalas tak kalah bernafsu sambil melucuti pakaiannya sendiri dan langsung melucuti pakaianku sehingga kami berdua telanjang bulat di ruang tamu.<br /><br />"Senggamai aku.. aku ingin segera ****** kamu masuk ke sini" Vie meracau sambil menunjuk vaginanya yang sudah basah kuyup sejak tadi.<br />"Beres sayang.. "<br /><br />Aku segera memutar tubuhnya menghadap dinding dan mencoba menyetubuhinya dari belakang. Vie segera mengambil posisi tangan bertumpu pada dinding. Dengan perlahan-lahan penisku menerobos vaginanya yang sempit dan licin. Adalah proses yang sangat nikmat luar biasa saat penis memasuki vagina. Aku pejamkan mataku merasakan sensasinya sementara Vie merintih nikmat. Sampai akhirnya seluruh penisku masuk de dalam vaginanya yang panas berlendir dan nikmat.<br /><br />"Aahh.." Vie menghela nafas, tubuhnya bergetar.<br /><br />Nikmat sekali. Vaginanya yang panas itu mencengkeram penisku dengan kuat. Jepitannya lebih hebat dari biasanya. Sementara dengan sudut mataku aku melihat kalau ternyata pembantu kami, Darsih, sedang mengintip dari balik dinding ruang tamu. Aku bisikkan ke telinga Vie tentang hal itu.<br /><br />"Masa bodoh. Biar dia nonton kamu entotin aku." Vie balas berbisik.<br />"Okee.."<br /><br />Aku gunakan kakiku untuk mengambil bajuku dan mengeluarkan botol pemberian Pak Daru dengan tanganku tanpa melepas penisku yang sudah menancap. Lalu aku tuangkan pada tanganku.<br /><br />"Apa itu..?" tanya Vie heran.<br />"Ini minyak dari Pak Daru, bagus buat payudara kamu"<br />"Ya udah.. cepetan! Terserah kamu mau ngapain. Yang penting garap aku sampai kamu puas."<br /><br />Aku segera mengusapkan tanganku yang berlumur minyak itu pada kedua susunya yang bergelantungan bebas. Lalu aku mulai mengocok vaginanya dengan lembut. Vie menghelas nafas dengan keras. Akh.. nikmat sekali rasanya sambil meremas daging kenyalnya. Tangan kanan di susu kanan, tangan kiri di susu kiri. Seiring kupercepat sodokanku, kumainkan puting susunya dan sesekali kuremas miliknya itu dengan lebih kuat. Rasanya menjadi lebih dahsyat terutama karena kami mengetahui bahwa kami bersanggama sambil ditonton Darsih secara sembunyi-sembunyi. Mungkin dia mengintip sambil onani, aku tidak perduli.<br /><br />"Mhh.. terus.. aah.. " Vie merintih terengah-engah. Seiring gerakan keluar masuk penisku di vaginanya semakin intens, Vie menggeliat.<br /><br />Aku lepaskan tanganku dari payudaranya, membiarkan kedua daging menggairahkan itu bergelantung bergoyang-goyang mengikuti sodokan penisku. Tanganku berganti menggosok-gosok vaginanya yang berlepotan cairan nafsunya. sesekali kugesek klitorisnya sehingga Vie menjerit keenakan. Tiba-tiba tubuh Vie menyentak dan vaginanya terasa menyempit membuat penisku seperti diperas oleh dinding kenikmatannya. Lalu Vie melepaskan orgasmenya disertai erangan panjang dan kemudian ia terkulai. Benar kata Pak Daru, Vie orgasme cepat sekali. Aku terus menyodok vaginanya mengabaikan tubuhnya yang lemas. Tak lama Vie bangkit kembali nafsunya dan mulai merintih-rintih.<br /><br />"Saldy sayaang.. aku.. ingin kamu.. entotin aku dengan kasaar.." Vie meracau membuat aku tercengang.<br />"Nanti kamu kesakitan.." jawabku cepat disela kenikmatan.<br />"Biaar.. masa bodoh.. aku sukaa.. aa.. ahh"<br />"As you wish.. Istriku yang cantiik.."<br /><br />Aku keluarkan sebagian besar penisku dari vaginanya, kemudian dengan satu hentakan cepat dan kasar aku sodok ke dalam. Penisku terasa ngilu dan nikmat.<br /><br />"Eaahh.." Vie menjerit keras.<br />"Aah..iya..ah.. begiituu.."<br /><br />Aku lakukan gerakan tadi berulang diiringi jeritan-jeritan Vie. Berisik sekali.. mungkin tetangga mengira aku sedang menyiksa Vie. Entah apa yang ada di pikiran Darsih yang sedang mengintip.<br /><br />"Teruuss.. sayaang.. remas susuku ini.. dengan kuat.. akh! Aku.. ingin merasakan.. tenagamu.. uuhh.."<br /><br />Aku meraih susunya yang sejak tadi hanya berayun-ayun, kemudian sesuai keinginannya aku remas dengan kuat sambil terus menyodok vaginanya dengan kasar. Lagi-lagi Vie menjerit keras. Aku yakin ia kesakitan tapi bercampur nikmat.<br /><br />"Lebih kuaatt.. lebih kuat dari itu.." Vie setengah berteriak.<br />"Jangan ngaco.. sayang.."<br />"Ngga apa ap.. aa.. aah..!"<br /><br />Vie kembali orgasme. Sudah kepalang tanggung, aku ingin mencapai puncak secepatnya. Kukocok dengan cepat vagina Vie sampai pinggangku pegal. Vie mendesah lemah.<br /><br />"Keluarin.. yang banyak di dalam.." katanya pelan.<br />"Aku.. sedang subur.. biar jadi anak.."<br /><br />Tak lama aku merasakan denyutan di penisku yang menandakan aku sudah mendekati puncak. Dan akhirnya penisku menyemprotkan sperma yang sangat banyak dan berkali-kali ke dalam rahim Vie. Kami berdua jatuh berlutut di lantai sementara penisku masih bersarang di vaginanya.<br /><br />"Anget.." Vie menggumam.<br />"Apanya?" tanyaku terengah-engah.<br />"Sperma kamu, di rahimku.."<br />"Emang biasanya dingin ya?"<br />"Yang sekarang lebih.."<br /><br />Aku mengusap rambutnya, dan memeluknya dengan sayang. Sementara itu Darsih sudah menghilang. Puas sudah dia melihat "Live show" kami. Setelah itu kami berdua membersihkan tubuh kami, terutama Vie yang tubuhnya penuh minyak. Tetapi setelah selesai mandi Vie kembali ganas dan "Memperkosa" aku. Gila! Aku benar-benar KO malam itu.. kalah telak!Koleksi Cerita seruhttp://www.blogger.com/profile/18130905356215600654noreply@blogger.com0